B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka yang menjadi permasalahan adalah sebagai berikut:
1. Bagaimanakah peraturan hukum terhadap tindak pidana pelanggaran lalu
lintas? 2.
Apa faktor – faktor penyebab terjadinya kecelakaan lalu lintas yang dapat di pidana?
3. Bagaimanakah bentuk pertanggungjawaban pengemudi terhadap kasus
kelalaian pengemudi yang menimbulkan kecelakaan lalu lintas dihubungkan dengan Undang – undang No. 22 Tahun 2009 Tentang Lalu
Lintas dan angkutan Jalan Studi Putusan No. 854Pid.B2012PN.Mdn?
C. Tujuan dan Manfaat Penulisan
1. Tujuan Penulisan
Berdasarkan uraian dari latar belakang diatas yang telah di uraikan, maka tujuan dari penulisan skripsi ini adalah:
1. Untuk mengetahui peraturan – peraturan hukum terhadap tindak pidana
pelanggaran lalu lintas 2.
Untuk mengetahui faktor – faktor penyebab terjadinya kecelakaan lalu lintas yang dapat di pidana
3. Untuk melihat bentuk pertanggungjawaban pengemudi terhadap kasus
kelalaian pengemudi yang menimbulkan kecelakaan lalu lintas.
Universitas Sumatera Utara
2. Manfaat Penulisan a. Secara Teoritis
Secara teoritis, penulisan skripsi ini diharapkan akan menambah kepastian hukum pada khususnya dan menjadi bahan untuk penelitian lebih lanjut dalam
bidang hukum pidana pada umumnya dan tentang penerapan sanksi pidana pada kasus kelalaian pengemudi yang menimbulkan kecelakaan lalu lintas sehingga
diharapkan skripsi ini dapat menjadi bahan masukan bagi mahasiswa serta dapat memperluas dan menambah pengetahuan mengenai hukum pidana.
b. Secara Praktis
Secara praktis, pembahasan mengenai permasalahan penulisan skripsi ini diharapakan dapat menjadi bahan masukan bagi masyarakat dan aparat penegak
hukum yang diharapkan dapat meningkatkan kesadaran hukum dan perannya dalam menerapkan sanksi pidana pada kasus kelalaian pengemudi yang
menimbulkan kecelakaan lalu lintas di Indonesia.
D. Keaslian Penulisan
Skripsi ini yang judul “Penerapan Sanksi Pidana Pada Kasus Kelalaian Pengemudi Yang Menimbulkan Kecelakaan Lalu Lintas Studi Putusan No.
854Pid.B2012PN.Mdn ”. Sebelumnya ada Skripsi atas nama Berlin Situmorang dengan judul” Kajian Yuridis Terhadap Anak yang Karena
Kelalaiannya Mengakibatkan Terjadinya Kecelakaan Lalu Lintas” tidak di temukan pokok permasalahan yang sama dengan judul skripsi ini. Adapun
permasalahan pada Skripsi Berlin Situmorang adalah faktor – faktor apakah yang menyebabkan terjdainya lalu lintas dan bagaimana penerapan hukum terhadap
Universitas Sumatera Utara
anak yang karena kelalaiannya mengakibatkan terjadinya kecelakaan lalu lintas dalam putusan No. 3969Pid.B2010PN-MDN. Pada prinsipnya karya ilmiah ini
penulisan memperolehnya berdasarkan literaratur yang ada, baik dari perpustakaan, media masa cetak maupun elektronik, ditambahkan pemikiran
penulis. Oleh karena itu skripsi ini adalah asli merupakan karya ilmiah milik penulis dan bila ternyata terdapat judul serta permasalahan yang sama sebelum
skripsi ini di buat maka dapat dipertanggungjawabkan secara moral maupun akademik.
E. Tinjauan Kepustakaan
1. Pengertian Pidana
Pidana berasal dari kata Straf Belanda , yang pada dasarnya dapat dikatakan sebagi suatu penderitaan nestapa yang sengaja dikenakan ditujukan
kepada seseorang yang telah terbukti bersalah melakukan suatu tindak pidana. Menurut Moeljatno dalam Muladi dan Barda Nawawi Arief, istilah hukuman
berasal dari kata Straf, merupakan suatu istilah yang konvensional. Moeljatno menggunakan istilah yang inkonvensional, yaitu pidana.
6
Menurut Andi Hamzah,
7
ahli hukum Indonesia membedakan istilah hukuman dengan pidana, yang dalam bahasa Belanda dikenal dengan istilah Straf.
Istilah hukuman
8
6
Muladi dan Barda Nawawi Arief, Teori – Teori dan Kebijakan Pidana, Bandung: Alumni, 2005 , Hal 1
7
Andi Hamzah, Asas – Asas Hukum Pidana, Jakarta: Rineka Cipta, 2008 , hal 27
8
Andi Hamzah dan Siti Rahayu, Suatu Tinjauan Ringkas Sistem Pemidanaan Di Indonesia, Akademika Pressindo, Jakarta, 1983 Hal 20 bisa juga di lihat di Mohd. Ekaputra dan Abul Khair,
Sistem Pidana Di Dalam KUHP dan Pengaturannya Menurut Konsep KUHP Baru, USU Press, Medan, 2010, hal 1.
adalah istilah umum yang dipergunakan untuk semua jenis sanksi baik dalam ranah hukum perdata, administrative, disiplin dan pidana,
Universitas Sumatera Utara
sedangkan istilah pidana diartikan secara sempit yaitu hanya sanksi yang berkaitan dengan hukum pidana.
Berikut ini pengertian pidana yang dikemukakan oleh beberapa ahli: 1.
Menurut Van Hammel, Pidana adalah suatu penderitaan yang bersifat khusus, yang telah dijatuhkan oleh kekuasaan yang berwenang untuk
menjatuhkan pidana atas nama negara sebagai penanggung jawab dari ketertiban hukum umum bagi seorang pelanggar, yakni semata – mata
karena orang tersebut telah melanggar suatu peraturan hukum yang harus ditegaskkan oleh negara.
9
2. Simons
10
3. Menurut Sudarto
“ Het leed, door de strafwet als gevolg aan de overtrading van de norm verbonden, data aan den schuldige bij rechterlijk vonnis wordt
opgelegd.” artinya: suatu penderitaan yang oleh undang – undang pidana telah dikaitkan dengan pelanggaran terhadap suatu norma, yang dengan
suatu putusan hakim telah dijatuhkan bagi seseorang yang bersalah.
11
4. Menurut Roelan Saleh
, Pidana adalah penderitaan yang sengaja dibebankan kepada orang yang melakukan perbuatan yang memenuhi syarat – syarat
tertentu.
12
9
P.A.F.Lamintang, Hukum Penintensier Indonesia, Bandung: Armico, 1984 , Hal 34
10
Ibid, Hal 35
11
Sudarto, Kapita Selekta Hukum Pidana, Bandung: Alumni, 1981, Hal 109 - 110
12
Mohd. Ekaputra dan Abul Khair, Op Cit, Hal 3
, Pidana adalah reaksi atas delik dan ini berwujud suatu nestapa yang dengan sengaja ditimpahkan negara pada pembuat
delik itu.
Universitas Sumatera Utara
5. menurut Ted Honderich
13
6. Menurut G.P.Hoefnagels, ia tidak setuju dengan pendapat bahwa pidana
merupakan suatu pencelaan censure atau suatu penjeraan
discouragement atau merupakan suatu penderitaan suffering , pendapatnya ini bertolak dari pidana, bahwa sanksi dalam hukum pidana
adalah semua reaksi terhadap pelanggaran hukum yang telah ditentukan oleh undang – undang, sejak penahanan dari pengusutan terdakwa oleh
polisi sampai vonis dijatuhkan. Jadi Hoefnagels melihatnya secara empiris bahwa pidana merupakan suatu proses waktu. Keseluruhan proses pidana
itu sendiri sejak penahanan, pemeriksaan sampai vonis dijatuhkan merupakan suatu pidana.
, Pidana adalah Suatu penderitaan dari pihak yang berwenang sebagai hukuman sesuatu yang meliputi pencabutan dan
penderitaan yang dikenakan kepada seorang pelaku karena sebuah pelanggaran.
14
Berdasarkan berbagai pandangan para ahli tentangg arti pidana, tidak dapat dipungkiri bahwa nestapa atau penderitaan itu merupakan suatu unsure yang
memang ada dalam suatu pidana. Menurut Sahetapy dalam Muhari Agus Santoso
15
13
Muhammad Taufik Makarao, Pembaharuan Hukum Pidana Indonesia, Studi tentang bentuk – bentuk Pidana Khususnya Pidana Cambuk Sebagai Suatu bentuk Pemidanaan,
Yogyakarta: Kreasi Wacana, 2005 , Hal. 18
14
Ibid, Hal 9 - 10
15
Muhari Agus Santoso, Paradigma Baru Hukum Pidana, Malang; Averroes Press, 2002 , Hal. 25
, bahwa dalam pengertian pidana terkandung unsure penderitaan tidaklah disangkal. Penderitaan dalam konteks membebaskan harus dilihat sebagai
obat untuk dibebaskan dari dosa dan kesalahan. Jadi penderitaan sebagai akibat
Universitas Sumatera Utara
Pidana merupakan kunci jalan keluar yang membebaskan dan yang member kemungkinan bertobat dengan penuh keyakinan.
H.L.Packer sebagaimana dikutip oleh Muladi dan Barda Nawawi Arief
16
Berdasarkan beberapa pengertian pidana yang dikemukakan oleh para ahli, Muladi dan Barda Nawawi Arief menyimpulkan bahwa pidana straf itu pada
dasarnya mengandung unsur atau ciri – ciri sebagai berikut: dalam bukunya “The limits of criminal sanction”, akhirnya menyimpulkan antara
lain sebagai berikut: 1. Sanksi pidana sangatlah diperlukan; kita tidak dapat hidup, sekarang maupun
di masa yang akan datang, tanpa pidana. 2. Sanksi pidana merupakan alat atau sarana terbaik yang tersedia, yang kita
miliki untuk menghadapi kejahatan – kejahatan atau bahaya besar dan segera serta untuk menghadapi ancaman – ancaman dari bahaya.
3. Sanksi pidana suatu ketika merupakan penjamin yang utama terbaik dan suatu ketika merupakan pengancam yang utama dari kebebasan manusia. Ia
merupakan penjamin apabila digunakan secara hemat – cermat dan secara manusiawi, ia merupakan pengancam, apabila digunakan secara
sembarangan dan secara paksa.
17
1. Pidana itu pada hakekatnya merupakan suatu pengenaan penderitaan atau
nestapa atau akibat – akibat lainnya yang tidak menyenangkan. 2.
Pidana itu diberikan dengan sengaja oleh orang atau badan yang mempunyai kekuasaan oleh yang berwenang .
16
Muladi dan Barda Nawawi arief, Op.Cit, Hal 155 - 156
17
Muladi dan Barda Nawawi arief, Op Cit, Hal 4
Universitas Sumatera Utara
3. Pidana itu dikenakan kepada seseorang yang telah melakukan tindak
pidana menurut undang – undang.
2. Pengertian Kelalaian
Menurut doktrin, schuld, Nalatighzid, Recklessness, Negligence, Fahrlassigkeit, Sembrono, Teledor yang sering diterjemahkan sebagai kealpaan
Culpa .
18
Mengenai kealpaan ini keterangan resmi dari pihak pembentuk W.v.S. adalah sebagai berikut: Pada umumnya bagi kejahatan – kejahatan wet
mengharuskan bahwa kehendak terdakwa ditujukan pada perbuatan yang dilarang dan diancam dengan pidana. Kecuali itu keadaan yang dilarang itu mungkin
sebagian besar berbahanya terhadap keamanan umum mengenai orang atau barang dan jika terjadi menimbulkan banyak kerugian, sehingga wet harus bertindak pula
terhadap mereka yang tidak berhati – hati, yang teledeor.
19
Meskipun pada umumnya bagi kejahatan-kejahatan diperlukan adanya kesengajaan, tetapi terhadap sebagian daripadanya ditentukan bahwa di samping
kesengajaan itu orang juga sudah dapat dipidana bila kesalahannya berbentuk kealpaan. Misalnya KUHP Pasal 359: “karena salahnya menyebabkan matinya
orang lain, mati orang disini tidak dimaksud sama sekali oleh pelaku, akan tetapi kematian tersebut hanya merupakan akibat dari pada kurang hati-hati atau lalainya
pelaku tersebut. Sedangkan KUHP Pasal 360 ayat 1 karena salahnya menyebabkan orang luka berat, disini luka berat mempunyai artian suatu penyakit
atau luka yang tak boleh diharap akan sembuh lagi dengan sempurna atau dapat mendatangkan bahaya maut, dan ayat 2 menjelaskan karena salahnya
18
Sudarto, Hukum Pidana I, Semarang: Penerbit Yayasan Sudarto, 1990, Hal 123
19
Moelijatno, Asas-asas Hukum Pidana., Jakarta: Rineka Cipta, 1993, hal 198
Universitas Sumatera Utara
menyebabkan orang luka sedemikian rupa, yang dimaksud luka ringan adalah luka atau sakit bagaimana besarnya dan dapat sembuh kembali dengan sempurna dan
tidak mendatangkan bahaya maut.
20
Beberapa pendapat ahli menyebutkan syarat untuk adanya kealpaan:
21
a. Hazewinkel – Suringa
Ilmu pengetahuan hukum dan jurisprudensi mengartikan “Schuld” sebagai: 1. Kekurangan penduga – duga atau
2. Kekurangan penghati – hati
b. Van Hamel
Kealpaan mengandung dua syarat: 1.
Tidak mengadakan penduga – duga sebagaiamana diharuskan oleh hukum.
2. Tidak mengadakan penghati – hati sebagaimana diharuskan oleh
hukum.
c. Simons
Pada umumnya kealpaan mempunyai dua unsur:
1. Tidak adanya penghati – hati, di samping
2. Dapat diduganya akibat.
d. Pompe
Ada 3 macam yang masuk kelapaan:
1.
Dapat mengirakan “Kunnen verwahten” timbulnya akibat
20
Moelijatno, Op,Cit Hal 198
21
Sudarto, Ibid Hal 124
Universitas Sumatera Utara
2. Mengetahui adanya kemungkinan “Kennen der mogelijkheid “
3.
Dapat mengetahui adanya kemungkinan “ Kunnen kennen van de mogeijkheid “
Beberapa para ahli mengartikan kealpaan sebagai berikut:
Menurut D. Simons
22
Menurut Langemenyer
menerangkan sebagai berikut: “Umumnya kealpaan itu terdiri atas dua bagian, yaitu tidak berhati-hati melakukan suatu perbuatan,
disamping dapat menduga akibat perbuatan dan dilakukan dengan hati-hati, namun kemungkinan tetap saja akan terjadi kealpaan, jika yang berbuat itu
mengetahui bahwa dari perbuatannya itu akan timbul suatu akibat yang dilarang undang-undang. Kealpaan terdapat apabila seseorang tetap saja melakukan
perbuatan itu meskipun ia telah mengetahui atau menduga akibatnya. Dapat di duganya suatu akibat terlebih dahulu oleh pelaku maka hal tersebut adalah syarat
mutlak. Suatu akibat yang tidak dapat di duga terlebih dahulu maka tidak dapat dipertanggungjawabkan kepadanya sebagai kealpaan. Tentu dalam hal
mempertimbangkan ada atau tidaknya “dapat diduganya lebih dahulu” itu, harus diperhatikan dari pribadi si pelaku. Kealpaan tentang keadaan yang menjadikan
perbuatan itu suatu perbuatan yang diancam hukuman, terdapat kalau si pelaku
dapat mengetahui bahwa keadaan itu tidak ada.”
23
22
Leden Marpaung, Asas Teori Praktik Hukum Pidana, Jakarta: Penerbit Sinar Grafika, 2005 , hal 25
23
Moelijatno, Ibid, hal 200
menyatkan bahwa; “Kealpaan adalah suatu struktur yang sangat gepcompliceerd. Dia mengandung dalam satu pihak
kekeliruan dalam perbuatan lahir, dan menunjuk kepada adanya keadaan batin yang tertentu, dan dilain pihak keadaan batinnya itu sendiri, jika diartikan
Universitas Sumatera Utara
demikian maka culpa mencakup semua makna kesalahan dalam arti luas yang bukan nerupa kesengajaan ada sifat yang positif yaitu adanya kehendak dan
penyetujuan yang disadari daripada bagia-bagian delik yang meliputi oleh kesengajaan, sedang sifat positif ini tidak ada dalam kealpaan, oleh karena itu
dapatlah dimengerti bahwa dipakai istilah yang sama untuk kesalahan dalam arti yang luas dan kesalahan dalam arti yang sempit, meskipun ini tidak praktis”.
Menurut Zamhari Abidin
24
Berdasarkan hal tersebut maka dalam doktrin kesalahan schuld kealpaan atau kelalaian culpa dibedakan atas :
seseorang itu dianggap sebagai lalai, bilamana keadaan perimbangan fisik sipelaku dengan perbuatan dan akibat yang
timbul, berada dalam keadaan sedemikian rupa, sehingga dengan dasar kesempurnaan keadaan fisik sipelaku itu, dapat dipertanggungjawabkan
kepadanya dapat dibebankan kepadanya dan dapat dipersalahkan kepadanya . Berdasarkan pengertian diatas dapat dijelaskan bahwa seseorang dapat
dikatakan lalai apabila ia bertindak kurang hati – hati atau tidak memperhatikan kewajiban pekerjaannya dalam keadaan perimbangan fisik si pelaku dengan
perbuatan dan akibat yang timbul dapat dipertanggungjawabkan.
25
a. Kelalaian yang disadari bewuste schuld
Kelalaian atau kealpaan terjadi apabila pelaku dapat memperkirakan akan timbulnya suatu akibat dan ia telah melakukan upaya untuk mencegah munculnya
24
Zamhari Abidin, Pengertian dan Asas Hukum Pidana dalam Skema dan Synopsis, Jakarta: Ghilia Indonesia, 1986 , Hal 40
25
E.Y. Kanter dan SJL Sianturi, Asas-asas Hukum Pidana di Indonesia dan Penerapannya, Cet III, Jakarta: Sinar Grafika 2002 , hal 194
Universitas Sumatera Utara
akibat tersebut, namun akibat yang diperkirakannya itu tetap saja muncul. Dalam hal tersebut bewuste schuld adalah kelalaian yang disadari.
b. Kelalaian yang tidak disadari onbewuste schuld
Kelalaian atau kealpaan terjadi ketika pelaku dalam melakukan tindakannya tidak memperkirakan kemungkinan akan timbulnya suatu akibat dari
tindakan tersebut padahal sepatutnya ia dapat memperkirakan akan timbulnya suatu akibat. Dalam unsur kesalahan ini, perlu dicermati perbedaan antara kelalaian yang
disadari dengan dolus eventtialis yang hampir memiliki persamaan.
Hezewinkel-Suringa mengutarakan antara kedua hal tersebut sebagai
berikut : Kealpaan dengan kesadaran mi ada, kalau yang melakukan perbuatan itu ingat akan akibat yang berbahaya itu. Tetapi tetap saja ia berani melakukan tindakan
itu karena ia tidak yakin bahwa akibat itu benar akan terjadi dan ia tidak akan bertindak demikian kalau ia yakin bahwa akibat itu akan timbul.
Syarat suatu perbuatan dapat dianggap sebagai kelalaian adalah sebagai - berikut:
26
- Tidak dijalankannya kewaj iban kehati-hatian tersebut
- Adanya suatu kewajiban kehati-hatian duty of care.
- Adanya kerugian bagi orang lain.
- Adanya hubungan sebab akibat antara perbuatan atau tidak melakukan
perbuatan dengan kerugian yang timbul. Mengacu pada pertimbangan kepatutan pelaku untuk memperkirakan
timbulnya akibat dari pelaku untuk memperkirakan kemungkinan timbulnya akibat dari tindakan pelaku yang disandarkan pada perhitungan umum, maka sebagaimana
26
Ibid 195
Universitas Sumatera Utara
kesengajaan, doktrin hukum pidana juga membuat gradasi terhadap kelalaian dengan ukuran kecerdasan dan kekuatan daya ingat pelaku sebagai tolak ukur. Dilihat dari
sudut ini, unsur kesalahan dapat dibedakan menjadi:
27
- Culpa lata, yaitu kelalaian berat.
Pada jenis kelalaian ini disyaratkan adanya kekurang waspadaan terhadap timbulnya akibat yang tidak diinginkan pada pelaku dalam melakukan
tindakannya. Meskipun ukuran grove schuld atau culpa lata ini belum setegas kesengajaan. Namun, dengan istilah grove schuld ini kesalahan kasar sudah ada
sekedar pertimbangan bahwa tidak masuk culpa apabila seseorang pelaku tidak perlu sangat berhati-hati untuk bebas dari hukuman.
- Culpa Levis, yaitu kelalaian yang ringan
Pada jenis kelaiaian ini disyaratkan adanya hasil perkiraan atau perbandingan antara pelaku dengan orang lain yang sejajar tingkat kecerdasannya.
Karena didasarkan pada kepentingan umum, maka perbandingan berdasarkan ievel kecerdasan pelaku ini tetap memperhatikan faktor pengetahuan dan persepsi pelaku
sebagai ukuran kriteria manusia normal. Mengenai adanya culva levis, para ahli menyatakan tidak di jumpai di dalam
jenis kejahatan, oleh karena sifatnya yang ringan. Akan tetapi dapat terlihat di dalam hal pelanggaran dari buku in KUHP, sebaliknya ada pandangan bahwa culva levis
oleh undang-undang tidak doperhatikan sehingga tidak diancam pidana,
27
Ibid, Hal 194
Universitas Sumatera Utara
Sedangkan bagi culva lata, dipandang tersimpul di dalam kejahatan karena kealpaan.
28
3. Pengertian Pengemudi
Pengemudi dalam bahasa Inggrisnya adalah Driver, Driver atau pengemudi adalah orang yang mengemudikan kendaraan baik kendaraan bermotor
atau orang yang secara langsung mengawasi calon pengemudi yang sedang belajar mengemudikan kendaraan bermotor ataupun kendaraan tidak bermotor seperti
pada bendi dokar disebut juga sebagai kusir, pengemudi becak sebagai tukang becak, pengemudi mobil disebut juga sebagai sopir, sedangkan pengemudi sepeda
motor disebut sebagai pengendara. Di dalam mengemudikan kendaraan seorang pengemudi diwajibkan untuk
mengikat tata cara berlalu lintas, seseorang yang telah mengikuti ujian dan lulus ujian teori dan praktik mengemudi akan dikeluarkan Surat Izin Mengemudi
SIM. Pelaksana penerbitan surat izin mengemudi kendaraan bermmotor di Indonesia adalah satuan lalu lintas Kepolisian Negara Republik Indonesia.
29
Pengemudi menurut Undang – Undang No 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan adalah orang yang mengemudikan kendaraan bermotor
di jalan yang telah memiliki Surat Izin Mengemudi.
30
4. Pengertian Kecelakaan Lalu Lintas
Kecelakaan terjadi secara tidak kebetulan, melainkan ada penyebabnya. Oleh karena ada penyebabnya, maka penyebab kecelakaan harus dianalisis dan
28
Bambang Poernomo, Asas – Asas Hukum Pidana, Jakarta: Ghalia Indonesia, 1993 , Hal 173
29
http:id.wikipedia.orgwikiPengemudi diakses pada tanggal 13 Oktober 2013 pada pukul 14.45 WIB
30
Pasal 1 butir 23 Undang – undang No 22 Tahun 2009
Universitas Sumatera Utara
ditemukan, agar tindakan korektif kepada penyebab itu dapat dilakukan serta dengan upaya preventif lebih lanjut kecelakaan dapat dicegah.
kecelakaan dapat diartikan sebagai suatu kejadian yang tidak direncanakan yang dapat disebabkan oleh faktor manusia, faktor jalan, faktor
kendaraan faktor lingkungan, ataupun kombinasi-kombinasi dari hal-hal tersebut yang dapat mengganggu proses kerja dan dapat menimbulkan cedera ataupun
tidak, kesakitan, kematian, kerusakaan property ataupun kejadian yang tidak diinginkan lainnya.
Menurut Pasal 1 butir 24 Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, mengungkapkan kecelakaan lalu lintas adalah suatu peristiwa di
jalan yang tidak diduga dan tidak disengaja yang melibatkan kendaraan dengan atau tanpa pengguna jalan lain yang mengakibatkan korban manusia danatau
kerugian harta benda.
31
31
Pasal 1 butir 24 UU No 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan
Dari beberapa definisi kecelakaan lalu lintas dapat disimpulkan bahwa kecelakaan lalu lintas merupakan suatu peristiwa pada lalu lintas jalan yang tidak
diduga dan tidak diinginkan yang sulit diprediksi kapan dan dimana terjadinya, sedikitnya melibatkan satu kendaraan dengan atau tanpa pengguna jalan lain yang
menyebabkan cedera, trauma, kecacatan, kematian dan atau kerugian harta benda pada pemiliknya korban.
Menurut Pasal 229 UU LLAJ Tahun 2009 menentukan sebagai berikut, Kecelakaan Lalu Lintas digolongkan atas:
Universitas Sumatera Utara
a. Kecelakaan Lalu Lintas ringan yaitu kecelakaan yang mengakibatkan kerusakan Kendaraan danatau barang.
b. Kecelakaan Lalu Lintas sedang yaitu kecelakaan yang mengakibatkan luka ringan dan kerusakan Kendaraan danatau barang.
c. Kecelakaan Lalu Lintas berat yaitu kecelakaan yang mengakibatkan korban meninggal dunia atau luka berat.
F. Metode Penelitian
Bambang sunggono menyatakan bahwa dalam penulisan sebuah karya ilmiah ada beberapa 2 dua jenis metode penelitian, yaitu:
1. Penelitian yuridis normatif disebut juga dengan penelitian hukum
doktrinal karena penelitian ini dilakukan atau ditujukan hanya kepada peraturan-peraturan yang tertulis dan bahan hukum yang lain.
Penelitian hukum ini juga disebut sebagai penelitian kepustakaan ataupun studi dokumen disebabkan penelitian ini lebih banyak
dilakukan terhadap data yang bersifat sekunder yang ada di perpustakaan. Penelitian kepustakaan demikian dapat pula dikatakan
sebagai lawan dari penelitian empiris penelitian lapangan.
32
2. Penelitian yuridis empiris disebut juga dengan penelitian huku m non
doktrinal karena penelitian ini berupa studi-studi empiris untuk menemukan teori-teori mengenai proses terjadinya dan mengenai
32
Bambang Sunggono, Metode Penelitian Hukum, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2007 . Hal 81
Universitas Sumatera Utara
proses bekerjanya hukum di dalam masyarakat. Atau yang disebut juga sebagai Socio Legal Research.
33
Adapun jenis penelitian dalam penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut: 1.
Jenis penelitian Penelitian yang akan digunakan dalam penulisan skripsi adalah dengan
menggunakan jenis penelitian yuridis normatif yang didasarkan pada bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier serta
menganalisis kasus yang berkaitan dengan judul skripsi ini, yaitu “Penerapan Sanksi Pidana Pada Kasus Kelalaian Pengemudi Yang Menimbulkan Kecelakaan
Lalu Lintas Studi Putusan No. 854Pid.B2012PN.Mdn ” 2.
Sumber Data Data dalam penelitian dapat diperoleh dari:
1. Bahan hukum primer, yaitu norma atau kaedah dasar, bahan hukum yang
mengikat seperti Kitab Undang-undang Hukum Pidana maupun peraturan- peraturan lain yang berkaitan dengan kebijakan hukum pidana dalam
peraturan perundang-undangan di Indonesia yaitu Undang-Undang No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
2. Bahan hukum sekunder berupa semua publikasi tentang hukum yang bukan
merupakan dokumen – dokumen resmi
34
33
Ibid, hal. 43
34
Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Jakarta: Kencana Prenada, Media Group, 2009 , hal 41
, jadi bahan hukum sekunder ini bahan yang memberikan penjelasan mengenai bahan primer, dalam hal ini
bahan acuan yang berisikan informasi tentang bahan primer yaitu berupa tulisan buku yang berkaitan tentang kecelakaan lalu lintas
Universitas Sumatera Utara
3. Bahan hukum tersier, yakni bahan yang memberikan petunjuk maupun
penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder, seperti Kamus Besar Bahasa Indonesia, kamus Inggris - Indonesia, kamus hukum,
ensiklopedia, karya ilmiah para sarjana, majalah, surat kabar, internet, dan Iain-lain.
3. Metode Pengumpulan Data
Adapun metode pengumpulan data yang dipakai dalam penulisan skripsi ini adalah dengan cara penelitian kepustakaan library research, yaitu penelitian
yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka yaitu penelitian terhadap literatur – literatur untuk memperoleh bahan teoritis ilmiah yang digunakan
sebagai dasar analisis terhadap substansi pembahasan dalam penulisan skripsi ini. 4.
Analisis Data Analisis data adalah proses menafsirkan atau memaknai suatu data.
Analisis data sebagai tindak lanjut proses pengolahan data merupakan perkerjaan seorang peneliti yang memerlukan ketelitian, dan pencurahan daya piker secara
optimal, dan secara nyata kemampuan metodologis peneliti diuji.
35
35
Bambang Sunggono, Ibid, Hal 7.
Dari hasil analisis ini diharapkan dapat digunakan untuk menjawab permasalahan yang
dikemukakan dalam skripsi ini dan akhirnya dapat digunakan untuk menarik suatu kesimpulan serta memberikan saran seperlunya. Dalam penulisan skripsi ini, data
yang dianalisis adalah dengan metode kualitatif, yaitu dengan menganalisa data – data dan diuraikan melalui kalimat – kalimat yang merupakan penjelasan atas hal
– hal yang terkait dalam penulisan skripsi ini.
Universitas Sumatera Utara
G. Sistematika Penulisan