Teknik Pengumpulan Data Model jaringan industri perikanan tangkap di wilayah kepulauan

21 Diagram strategi tersebut terdiri dari 4 kuadran yang pembagiannya berdasarkan pada nilai efisiensi tehnik TE Tabel 3. Kuadran I adalah strategi pengembangan industri disertai dengan pemantauan terhadap efek negatif terhadap sumber daya ikan, kuadran II adalah strategi pengembangan industri disertai pengendalian untuk mencegah degradasi sumber daya ikan, kuadran III adalah strategi penguatan industri disertai pencegahan degradasi sumber daya alam, dan kuadran IV adalah stategi penguatan industri disertai dengan pemulihan sumber daya ikan, Analisis Danmark dilakukan terhadap setiap sentra industri perikanan tangkap. Tabel 3 Pembagian kuadran diagram kartesius Danmark teori Kuadran Nilai TE Kebijakan I 0,75 - 1 Industri perikanan tangkap diarahkan pada pengembangan industri perikanan tangkap yang disertai dengan kebijakan pemantauan terhadap degradasi sumber daya ikan II 0,50 – 0,75 Industri perikanan tangkap diarahkan pada pengembangan industri perikanan tangkap namun disertai dengan kebijakan pengendalian terhadap degradasi sumber daya ikan III 0,25 – 0,50 Industri perikanan tangkap diarahkan pada penguatan establishing industri perikanan tangkap namun disertai dengan kebijakan pencegahan degradasi sumber daya ikan IV 0,00 – 0,25 Industri perikanan tangkap diarahkan pada penguatan establishing industri perikanan tangkap namun diisertai dengan kebijakan pemantauan pemulihan sumber daya ikan

2.5 Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data penelitian didasari dengan metode survei. Metode surve i sangat tepat digunakan karena kajian tentang jaringan industri membutuhkan 22 tinjauan langsung mengenai keadaan ak tual dari berbagai pelaku stakeholder yang terlibat dalam sistem bisnis perikanan. Jenis data yang dikumpulkan terdiri atas data primer dan data sekunder. Data primer dikumpulkan melalui mekanisme pengamatan langsung terhadap aktivitas perikanan serta wawancara dengan pelaku bisnis perikanan yang dikelompokan dalam 4 kelompok, yaitu: pembina nelayan, nelayan, penguasaha pengangkutan ikan dan pengolah hasil perikanan. Wawancara dilak ukan terhadap 3 pembina nelayan di masing – masing lokasi penelitian, 32 nelayan kapal penangkap ikan dengan kapasitas = 7 10 GT, 3 pengusaha pengangkut hasil perikanan dan 6 pengolah hasil perikanan cold storage. Informasi keterlibatan pelaku bisnis perikanan berikut data yang dikumpulkan dari masing- masing sampel disajikan pada Tabel 4. Tabel 4 Data primer yang dikumpulkan selama penelitian No Pelaku bisnis perikanan Jumlah sampel Uraian data yang dikumpulkan Teknik pengumpulan data 1 2 3 4 5 Produksi 1 Pembina nelayan 15 Kepemilikan kapal Jumlah kapal dan nelayan binaan Mekanisme pembiayaan Bagi hasil usaha Biaya operasional Biaya tetap Wawancara 2 Nelayan 32 Spesifikasi teknis unit penangkapan a.Ukuran, bahan dan alat tangkap b.Bobot kapal dan permesinan c.Metode operasi d.Lama trip dan jumlah trip per tahun e.Jumlah ABK Biaya operasional Pendapatan ABK Bagi hasil Proses penanganan Pengukuran dan Wawancara Pengolahan dan pemasaran 1 Pengusaha cold storage 6 Mekanisme pengumpulan bahan baku Mekanisme pembayaran Spesifikasi produk yang diolah Kapasitas Daerah pemasaran Komponen biaya Produksi Pendapatan per tahun Wawancara 23 1 2 3 4 5 2 Pengusaha pengangkutan ikan 3 Spesifikasi teknik kapal a.Bobot kapal b.Kapasitas c.Lama trip d.Jumlah trip per tahun Biaya tarif angkut Mekanisme pembayaran Biaya operasional Bagi hasil Pendapatan ABK Wawancara Data sekunder adalah data yang diperoleh dengan cara penelusuran pustaka dari suatu sumber publikasi. Data sekunder yang dikumpulkan berupa laporan- laporan resmi yang dipublikasikan atau yang tidak dipublikasikan meliputi: 1 Geofisik, demografi, jumlah kapal, produksi yang diperoleh dari Belitung Dalam Angka Tahun 2000 – 2006 - Badan Pusat Statistik 2 Produk Domestik Bruto Kabupaten Belitung Tahun 2005 dan 2006 3 Rumah tangga nelayan, kapal dan alat tangkap, produksi, sarana dan prasarana 2001 – 2005 4 Kebutuhan solar dan jumlah kapal Tahun 2003 5 Data bulanan pengiriman ikan Kabupaten Belitung 2006 dan 2007 6 Infrastruktur dan produksi ikan Pelabuhan Perikanan Nusantara – Tanjung Pandan 3 HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Jaringan industri yang ada existing model Gambaran eksisting jaringan industri diformulasikan berdasarkan data sekunder dan data primer berupa hasil wawancara dengan pelaku usaha. Gambaran eksisting jaringan industri faktor output merupakan model pembanding pada analisis waktu tempuh dan biaya transportasi. 3.1.1.1 Jaringan faktor input dan variabel output Industri perikanan tangkap yang masih berpusat di PPN Tanjung Pandan - Tanjung Pandan – Pulau Belitung. Hampir 90 lebih faktor input 12 sentra industri berasal dari kota Tanjung Pandan di Pulau Belitung Gambar 5. Pasokan ada yang dibeli dari pasar secara perorangan atau kelompok, atau dapat diperoleh dari toko-toko pembina nelayan. K ios pembina nelayan menyediakan kebutuhan bahan pokok, kebutuhan biaya hidup. Sedangkan BBM juga disediakan oleh pembina nelayan dengan mengeluarkan direct order DO yang dapat diganti pada SPBN di PPN Tanjung Pandan. Hampir 80 persen ikan yang diproduksi oleh 12 sentra industri perikanan yang ada di Kabupaten Belitung dijual melalui Pulau Belitung. Penjualan dilakukan secara penjualan langsung di pasar-pasar lokal, pelelangan atau ke cold storage milik pembina nelayan Gambar 5. 25 Skala 1:12.500 107 o 3 o Tanjung Pandan PPI Selat Nasik P Gersik P Seliu P Sumedang BT LS Gambar 5. Aliran faktor input dan variabel output 3.1.1.2 Jaringan pemasaran regional dan ekspor Sebahagian produksi ikan dijual ke Kabupaten-Kabupaten di Pulau Bangka, ke propinsi lain yaitu Sumatera Selatan, Lampung, Jakarta dan ekspor ke Singapura melalui Pulau Belitung de ngan pusatnya di PPN Tanjung Pandan. Namun apabila produksi melimpah, produksi ikan Pulau Gersik dijual langsung ke Pulau Bangka dan produksi ikan Pulau Sumedang dijual langsung ke Jakarta Gambar 6. Gambar 6. Aliran variabel output pemasaran regional dan ekspor Pulau Sumedang Pulau Gersik Pulau Belitung : Tanjung Binga Keciput Tanjung Pandan Sungai Samak Pegantungan Lassar Tanjung Rusa Pulau Mendanau Pulau Seliu Sentra industri perikanan tangkap Regional: Bangka Batam Palembang Lampung Jakarta Pontianak Ekspor: Singapura Pasar 26 Lima perusahaan yang aktif melakukan ekspor ikan beku yaitu CV Wadah Lautan Makmur, PT Nelayan Indah Mandiri, CV Laut Jaya, PT Eka Lancar Mandiri dan PT Serikat Indo Makmur. Negara tujuan ekspor adalah Singapura. 3.1.2 Status sentra industri Hasil penelitian dengan menggunakan analisis MCA menunjukkan bahwa Pulau Belitung dengan pusatnya di PPN Tanjung Pandan ditetapkan sebagai pelabuhan perikanan dengan status penyedia jasa utama karena mendapatkan total score tertinggi yaitu 4 pada analisis MCA dan merupakan rangking pertama pada analisis TOPSIS Tabel 5 dan Tabel 6. Hal ini menunjukkan bahwa prasarana, jumlah kapal perikanan, pasokan faktor input dan jumlah ikan yang didaratkan merupakan sentra industri terbaik, terle ngkap dan terbanyak produksi ikannya dibandingkan dengan 4 sentra di empat pulau lainnya Tabel 5 Nilai IPFP, IKAPI, IK dan KSI sentra industri perikanan tangkap di Kab. Belitung. IPFP IKAPI IK KSI Belitung 1,00 1,00 1,00 1,00 Sumedang 0,04 0,00 0,00 0,00 Seliu 0,04 0,04 0,00 0,06 Mendanau 0,07 0,31 0,04 0,30 Gersik 0,00 0,04 0,00 0,06 Tabel 6 Ranking dan status sentra industri perikanan tangkap di Kab. Belitung Ranking Sentra industri Random utility value Nilai IPFP dan IKAPI Status 1 Belitung 1.00000 Tertinggi Penyedia jasa utama 2 Mendanau 0.20462 Positip Penyedia jasa antara 3 Seliu 0.04046 Positip Penyedia jasa antara 4 Gersik 0.03484 Client 5 Sumedang 0.02020 Client Pulau Sumedang mendapatkan score 0,04 pada analisi MCA, score 0 pada parameter IPFP dan IKAPI, ranking terendah pada analisis TOPSIS. Kondisi ini menandakan bahwa kapasitas sentra industri perikanan tangkap di Pulau Sumedang 27 merupakan yang terkecil dibandingkan 4 sentra industri lainnya. Analisis tersebut diatas menyimpulkan bahwa sentra industri perikanan tangkap di Pulau Sumedang mempunyai status sebagai clientfeeder. Pulau Seliu merupakan sentra industri perikanan tangkap yang mendapatkan score positip pada parameter IPFP dan IKAPI yaitu masing- masing sebesar 0,04 dan 0,04 dengan ranking ke 3 dalam analisis TOPSIS. Hasil analisis tersebut diatas menyimpulkan bahwa sentra industri perikanan tangkap di Pulau Seliu mempunyai status sebagai penyedia jasa antara serverspoke. Rendahnya nilai IKAPI dan KSI sentra industri ini menunjukkan kapasitas kapal perikanan dan ikan yang didaratkan kecil. Nilai nol parameter IK menandakan pasokan faktor input sentra industri ini tergantung pada pasokan dari Pulau Belitung. Pulau Mendanau yang merupakan pulau terbesar nomor 2 di Kabupaten Belitung mendapatkan score positip pada analisis MCA pada parameter IPFP dan IK, menempati ranking ke dua pada analisis TOPSIS. Analisis tersebut menunjukkan bahwa sentra industri perikanan tangkap Pulau Mendanau berfungsi sebagai penyedia jasa antara serverspoke. Rendahnya score IPFP menunjukkan pelayanan fasilitas pelabuhan perikanan Pulau Mendanau sangat minim. Demikian juga halnya dengan rendahnya score IK menunjukkan bahwa pasokan faktor input Pulau Mendanau masih sangat tergantung pada Pulau Belitung. Analisis MCA dan TOPSIS menyimpulkan bahwa sentra industri perikanan tangkap di Pulau Gersik berfungsi sebagai clientfeeder karena mendapatkan score nol pada parameter IPFP dan IK, serta menempati ranking ke 4. Nilai nol pada parameter IPFP menunjukkan bahwa Pulau Gersik belum memiliki pelayanan fasilitas pelabuhan perikanan. Sedangkan score nol pada parameter IK menunjukkan bahwa seluruh faktor input dipasok dari Pulau Belitung. 3.1.3 Alternatif jaringan industri Alternatif jaringan industri perikanan tangkap dilakukan dengan formulasi alternatif model, analisis waktu tempuh dan biaya transportasi variabel output. 28 3.1.3.1 Formulasi alternatif model Formulasi alternatif model dilakukan dengan membuat 3 skenario pengembangan sektor perikanan tangkap. Skenario pertama adalah meningkatkan kapasitas PPI Selat Nasik untuk menjadi server bagi seluruh sentra industri perikanan di pulau-pulau kecil tidak termasuk pulau utama yang selanjutnya disebut dengan model A Gambar 7. Skenario kedua adalah mengoptimalkan PPI Selat Nasik untuk menjadi server bagi sentra industri perikanan di Pulau Gersik yang selanjutnya disebut dengan model B Gambar 8. Skenario ketiga adalah memfungsikan sentra industri sesuai dengan statusnya dalam jaringan industri yang selanjutnya disebut dengan model C Gambar 9. Skala 1:12.500 107 o 3 o Tanjung Pandan PPI Selat Nasik P Gersik P Seliu P Sumedang Gambar 7 Model A BT LS Skala 1:12.500 107 o 3 o Tanjung Pandan PPI Selat Nasik P Gersik P Seliu P Sumedang Gambar 8 Model B BT LS Skala 1:12.500 107 o 3 o Tanjung Pandan PPI Selat Nasik P Gersik P Seliu P Sumedang Gambar 9 Model C BT LS 29 3.1.3.2 Optimasi model Optimasi model dilakukan dengan analisis minimalisasi jarak berdasarkan status sentra industri seperti yang tertuang dalam Tabel 7. Tabel 7. Jarak antar pelabuhan perikanan Asal client Tujuan server Pulau Mendanau PPI Selat Nasik Pulau Seliu Pulau Gersik 15 0 30 15 Pulau Sumedang 45 30 15 0 Berdasarkan tabel diatas, disimpulkan: 1 Pulau Gersik client mempunyai jarak terdekat dengan Pulau Mendanau sehingga produksi ikan dari Pulau Gersik akan langsung dikirim langsung ke Pulau Mendanau 2 Pulau Sumedang client mempunyai jarak terdekat dengan Pulau Seliu sehingga produksi ikan dari Pulau Sumedang akan langsung dikirim langsung ke Pulau Seliu Berdasarkan kesimpulan analisis minimalisasi jarak diatas, diperoleh model terpilih yaitu: Pulau Belitung dengan pusatnya di PPN Tanjung Pandan berstatus sebagai penyedia jasa utama main server berinteraksi langsung dengan 2 server Pulau Mendanau dan Pulau Seliu dimana server yang berinteraksi langsung dengan 1 client lain Pulau Mendanau berstatus sebagai server yang melayani Pulau Gersik dan Pulau Seliu berstatus sebagai server yang melayani Pulau Sumedang Gambar 10. Model jaringan industri terpilih tersebut sesuai dengan model C. 30 Skala 1:12.500 107 o 3 o Tanjung Pandan PPI Selat Nasik P Gersik P Seliu P Sumedang BT LS Gambar 10 Model C jaringan industri perikanan tangkap: Kota Tanjung Pandan sebagai main server yang berinteraksi langsung dengan 2 server dan satu server melayani satu client 3.1.3.3 Analisis waktu tempuh dan biaya transportasi Analisis MCA tahap kedua dilakukan terhadap kedua model, yaitu: eksisting model Gambar 5 dan model C Gambar 10 dengan parameter total waktu tempuh dan biaya transfer dengan hasil sebagai berikut: 3.1.3.2.1 Jaringan industri yang ada eksisting model Pada model jaringan industri yang ada sekarang Point 3.1.1.1, produksi hasil tangkapan di transportasikan secara langsung dari masing- masing pelabuhan perikanan sentra industri ke penyedia jasa utama. Variabel ouput yang ditransportasikan selama setahun dari sentra produksi ke pelabuhan penyedia jasa utama pada tahun 2007 berjumlah 17. 531, 09 ton dengan biya transportasi senilai Rp. 23.452.470.680,-. Biaya transportasi rata-rata Rp 1.337.764,55. Total waktu tempuh yang dibutuhkan mengangkut variabel produksi dari sentra industri yang tersebar di 4 pulau ke penyedia jasa utama adalah 20,999 jam Tabel 8. Waktu tempuh eksisting model merupakan waktu tempuh terlama yang mengindikasikan jaringan industri belum efisien. 31 Tabel 8 Route, volume, waktu tempuh dan biaya transportasi eksisting model No Route Volume Ton Waktu tempuh Jam Biaya Rp 1 P.Mendanau – P. Belitung 8.429,75 2,218 9.626.774.500 2 P. Gersik – P. Belitung 3.458,08 4,732 5.432.643.680 3 P. Seliu – P. Belitung 3.429,97 6,655 4.630.459.500 4 P. Sumedang – P. Belitung 2.213,29 7,394 3.762.593.000 Total 17.531,09 20,999 23.452.470.680 3.1.3.2.2 Model C Pada model C, produksi dari semua sentra industri yang berstatus client terlebih dahulu dikumpulkan di penyedia jasa antara server terdekat sebelum ditransportasikan lebih lanjut ke Pulau Belitung penyedia jasa utama. Biaya transportasi yang dipergunakan pada model C mencapai Rp 27,806,246,860,- dengan biaya transportasi rata-rata sebesar Rp 1.586.110,55 per ton. Total waktu tempuh yang dibutuhkan untuk mengangkut variabel output dari seluruh sentra industri ke penyedia jasa utama adalah 13,309 jam Tabel 9. Tabel 9 Route, volume, waktu tempuh dan biaya transportasi model C No Route Volume Ton Waktu tempuh Jam Biaya Rp 1 P. Mendanau – P.Belitung 11,887.83 2,218 13,575,901,860.00 2 P. Gersik – P.Mendanau 3,458.08 2,218 4,841,312,000.00 3 P. Sumedang – P.Seliu 2,213.29 2,218 1,770,632,000.00 4 P. Seliu – P. Belitung 5,643.26 6,655 7,618,401,000.00 Total - 13,309 27,806,246,860.00 3.1.3.2.3 Model Terpilih Model terpilih ditentukan berdasar biaya terendah setelah dilakukan pembobotan terhadap waktu tempuh sebagaimana tertuang dalam Tabel 10. 32 Tabel 10 Biaya transportasi rata-rata jaringan industri perikanan tangkap di Kabupaten Belitung Model Total waktu tempuh jam Biaya transportasi per tahun Rp Biaya rata-rata biaya transfer Rpton Bobot waktu tempuh Biaya transfer rata- rata Rptonjam Eksisting 20,999 23.452.470.680 1.337.764,55 0,612 818.711,90 C 13,309 27.806.246.860 1.586.110,55 0,388 615.410,89 Jumlah 34,308 Berdasarkan analisis tersebut ditentukan bahwa model C merupakan model dengan biaya transportasi yang rendah, yaitu Rp 615.410,89 ton jam. Perbedaan nyata waktu tempuh sebesar 7,70 jam 30 lebih singkat dari jaringan yang ada dan biaya transportasi sebesar Rp 203.301,01 25 lebih hemat dari jaringan yang ada terbukti bahwa konfigurasi jaringan industri menentukan tingkat efisiensi industri perikanan tangkap yang diukur terhadap waktu dan biaya transportasi. 3.1.4 Strategi pengelolaan industri perikanan tangkap di sentra-sentra industri Salah satu pertimbangan dalam melakukan pembangunan sektor perikanan tangkap di wilayah kepulauan adalah kapasitas pengusahaan penangkapan ikan. Nilai kapasitas pengusahaan penangkapan ikan berbeda antara satu perairan dengan perairan lainnya. Salah satu parameter yang dapat dipergunakan untuk mengukur kapasitas pengusahaan penangkapan ikan suatu perairan adalah mengukur efisiensi teknik TE relatif armada penangkapan ikan. TE adalah ratio produktivitas kapal perikanan pada suatu pelabuhan perikanan atau perairan. Berdasarkan pengukuran TE masing-masing pulau diperoleh hasil sebagaimana dalam Gambar 11. 33 Gambar 11. Efisiensi teknik kapal perikanan di lokasi penelitian Gambar 11 menunjukkan tingkat efisiensi teknis tertinggi dari kapal perikanan diperoleh kapal perikanan di Pulau Sumedang dengan nilai 1 dan terletak pada kuadran I. Nilai ini menunjukkan bahwa pengusahaan penangkapan ikan di Pulau Sumedang merupakan yang terbaik dan usaha penangkapan ikan masih perlu dikembangkan. Tingkat efisiensi teknis relatif dengan kategori sedang diperoleh Pulau Seliu dan Pulau Gersik dengan nilai masing- masing 0,63 dan 0,62 terletak pada kuadran 2. Hal ini menunjukkan bahwa pengusahaan penangkapan ikan di kedua pulau tersebut masih dapat dikembangkan namun usaha penangkapan ikan diarahkan pada pengendalian terhadap degradasi sumber daya ikan. Tingkat efisiensi terendah adalah armada penangkapan di Pulau Belitung dan Pulau Mendanau dengan nilai antara 0,29 – 0,31 dan terletak pada kuadran 3. Dengan nilai yang rendah tersebut, pengembangan industri perikanan tangkap diarahkan pada pengembangan infrastruktur dalam memenuhi statusnya sebagai pusat pelayanan jasa utama dan antara, serta usaha penangkapan ikan diarahkan pada pencegahan terhadap degradasi sumber daya ikan . 0.2 0.4 0.6 0.8 1 Belitung Gersik Mendanau Sumedang Seliu Pulau TE 34

3.2 Pembahasan