5
1.7. Kerangka Berfikir
Kesimpulan Rumusan Masalah :
Apakah pengguna Lapangan Merdeka memanfaatkan dan
menggunakan lapangan
sesuai fungsinya
masing- masing
mengikuti desain
yang telah dirancang arsitek.
Tujuan Penelitian :
Untuk mengetahui
perilaku pengguna Lapangan Merdeka dan
penyimpangan pola perilaku dengan fokus physical traces.
Metode Penelitian :
Jenis penelitan Variabel penelitian
Metode pengumpulan data Kawasan penelitian
Metode analisa data
Tinjauan Pustaka :
A. Arsitektur, lingkungan dan
perilaku: Hubungan
arsitektur, lingkungan dan perilaku
Seting perilaku Batas behavior setting
Teori physical traces B.
Ruang terbuka publik Pengertian ruang terbuka
publik Fungsi ruang terbuka publik
Ragam jenis ruang terbuka C.
Peraturan ruang terbuka publik di Indonesia
D. Pemetaan perilaku pada ruang
terbuka publik
Analisis :
Analisis studi kasus berdasarkan teori physical traces
Gambar 1.1 Kerangka teori penelitan
Universitas Sumatera Utara
6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Arsitektur, Lingkungan dan Perilaku 2.1.1. Hubungan Arsitektur, Lingkungan dan Perilaku
Buku yang berjudul Arsitektur, Lingkungan dan Perilaku Haryadi dan Setiawan, 2010 menjelaskan bahwa ruang sebagai salah satu komponen arsitektur
menjadi penting dalam pembahasan studi hubungan arsitektur lingkungan dan perilaku karena fungsinya sebagai wadah kegiatan manusia. Dijelaskan juga oleh
Haryadi dan Setiawan 2010 bahwa perilaku dioperasionalisasikan sebagai kegiatan manusia yang membutuhkan seting atau wadah kegiatan yang berupa
ruang. Berbagai kegiatan manusia saling berkaitan dalam satu sistem kegiatan. Wadah-wadah berbagai kegiatan tersebut juga terkait dalam suatu sistem pula.
Keterkaitan wadah-wadah inilah yang membentuk tata ruang yang merupakan bagian dari bentuk arsitektur.
Lingkungan dapat mempengaruhi manusia secara psikologi. Manusia tinggal atau hidup dalam suatu lingkungan sehingga manusia dan lingkungan
saling berhubungan dan saling mempengaruhi Anthonius, 2011. Hubungan antara lingkungan dan perilaku adalah sebagai berikut :
1. lingkungan dapat mempengaruhi perilaku – lingkungan fisik dapat
membatasi apa yang dilakukan manusia. 2.
lingkungan mengundang atau mendatangkan perilaku – lingkungan fisik dapat menentukan bagaimana kita harus bertindak.
Universitas Sumatera Utara
7
3. lingkungan membentuk kepribadian.
4. lingkungan akan mempengaruhi citra diri.
Veitch dan Arkkelin 1995, menjelaskan bahwa psikologi lingkungan merupakan suatu area dari pencarian yang bercabang melalui beberapa disiplin
ilmu. Berdasarkan ruang lingkupnya, psikologi lingkungan ternyata selain membahas seting-seting yang berhubungan dengan manusia dan perilakunya, juga
melibatkan berbagai disiplin ilmu. Secara tidak langsung terdapat hubungan antara perilaku dan ruang dalam
dua sudut pandang. Pertama, sudut pandang dalam memahami pola perilaku, termasuk keinginan, motivasi, dan perasaan, merupakan hal yang harus dipahami
dalam suatu ruang dikarenakan ruang merupakan perwujudan fisik dari pola-pola tersebut. Kedua, sudut pandang terhadap ruang mempengaruhi perilaku dan
jalannya kehidupan. Kedua aspek tersebut memiliki dampak yang besar dan menjadi perhatian khusus bagi arsitek dan semua yang terlibat didalamnya
Rapoport, 1969. Kajian arsitektur lingkungan dan perilaku penting diperhatikan bahwa kita
berhadapan dengan sekelompok orang atau kelompok yang mempunyai persepsi atau nilai-nilai yang sama atau mirip dan melakukan suatu rangkaian kegiatan atau
perilaku tertentu untuk makna dan tujuan yang telah mereka sepakati. Setiap kelompok atau sekelompok manusia membentuk suatu behavior setting yang
berbeda, tergantung nilai-nilai, kesempatan dan keputusan yang dibentuk oleh kelompok tersebut Haryadi dan Setiawan, 2010.
Universitas Sumatera Utara
8
Penelitian Rogers 1974 dalam Anthonius 2011 mengungkapkan bahwa sebelum orang mengadopsi perilaku baru berperilaku baru, didalam diri orang
tersebut terjadi proses yang berurutan, yakni: 1.
awareness kesadaran, yakni orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui stimulus objek terlebih dahulu.
2. interest, yakni orang mulai tertarik kepada stimulus.
3. evaluation menimbang – nimbang baik dan tidaknya stimulus bagi dirinya.
Hal ini berarti sikap responden sudah lebih baik lagi. 4.
trial, orang telah mulai mencoba perilaku baru. 5.
adoption, subjek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan, kesadaran, dan sikapnya terhadap stimulus.
Pendekatan perilaku menekankan keterkaitan dialektik antara ruang dengan manusia dan masyarakat yang memanfaatkan atau menghuni ruang tersebut.
Pendekatan ini menekankan perlunya memahami perilaku manusia atau masyarakat yang berbeda-beda di setiap daerah dalam memanfaatkan
ruang.Penekannya lebih pada interaksi antara manusia dan ruang.Pendekatan ini cenderung menggunakan istilah seting daripada ruang. Pendekatan ini di Amerika
dipelopori salah satunya oleh Barker yang mengemukakan tentang seting perilaku behavior setting Haryadi dan Setiawan, 2010.Ruang mempunyai arti dan nilai
yang plural dan berbeda, tergantung tingkat apresiasi dan kognisi individu- individu yang menggunakan ruang tersebut Rapoport,1977.
Universitas Sumatera Utara
9
2.1.2 Seting Perilaku Behavior Setting
Behavioral setting dapat diartikan secara sederhana sebagai suatu interaksi antara suatu kegiatan dengan tempat dan waktu yang spesifik. Dengan demikian,
behavioral setting mengandung unsur-unsur sekelompok orang yang melakukan sesuatu kegiatan, aktivitas atau perilaku dari sekelompok orang tersebut dan
tempat serta waktu dimana kegiatan tersebut dilaksanakan. Manusia dan obyek adalah komponen primer. Manusia adalah bagian yang paling utama bagi
behavioral setting, tanpa keberadaan manusia sebagai pengguna, behavioral setting tidak akan terwujud. Meskipun demikian, hubungan antara manusia dan
obyek fisik mewujudkan keberadaan behavioral setting. Contoh dari behavioral setting dapat kita temui di sekeliling kita dalam kehidupan sehari-hariHaryadi
dan Setiawan, 2010. Menurut Barker 1968, dalam Laurens 2004, behavior setting disebut
juga dengan “tatar perilaku” yaitu pola perilaku manusia yang berkaitan dengan tatanan lingkungan fisiknya. Senada dengan Haviland 1967 dalam Laurens
2004 bahwa tatar perilaku sama dengan “ruang aktivitas” untuk menggambarkan suatu unit hubungan antara perilaku dan lingkungan bagi perancangan arsitektur.
Barker dan Wright 1968 dalam Laurens 2004 mengungkapkan ada kelengkapan kriteria yang harus dipenuhi oleh sebuah identitas, agar dapat
dikatakan sebagai sebuah behavior setting yang merupakan suatu kombinasi yang stabil antara aktivitas, tempat, dengan kriteria sebagai berikut:
terdapat suatu aktivitas yang berulang, berupa suatu pola perilaku standing pattern of behavior
Universitas Sumatera Utara
10
tata lingkungan tertentu circumjacent milieu, milieu berkaitan dengan pola perilaku.
membentuk suatu hubungan yang sama antar keduanya synomorphy dilakukan pada periode waktu tertentu.
Rapoport 1977 dalam Utami 2003 mengatakan bahwa perilaku adalah aspek signifikan dari sebuah proses yang merupakan interaksi pendekatan
dialektik antara manusia dan lingkungan dengan mempertimbangkan proses interaksi manusia dalam menetapkan konsepnya sendiri. Pendekatan perilaku
memperhatikan hubungan manusia dengan lingkungan yang mempengaruhi apresiasi dan kesadaran manusia.
Lang 1987 mengatakan bahwa seting perilaku merupakan pemahaman tentang lingkungan binaan sebagai bagian perilaku. Jika tampilan lingkungan
tidak mampu mengikuti pola perilaku maka manusia juga tidak akan dapat mengikuti tujuan.Jejak merupakan sesuatu yang tertinggal atau mereka sadar akan
perubahan Zeisel, 1980.
2.1.3 Batas Behavior Setting
Batas behavior setting adalah batas dimana suatu perilaku berhenti tidak berlanjut yang terdiri dari dua jenis Laurens, 2004, yaitu:
Batas fisik physicalboundary Batas perilaku yang dipengaruhi dan ditandai dengan elemen fisik
lingkungan batas fisik ruang meliputi elemen dasar ruang atas, bawah, vertikal. Batas yang ideal adalah batas yang jelas seperti dinding masif. Apabila batas dari
satu behavior setting itu tidak jelas, masalah yang muncul adalah tidak jelasnya
Universitas Sumatera Utara
11
pemisah aktivitas, terutama apabila sebagian aspek dari pola perilaku harus dipisahkan dari lainnya. Beberapa objek berfungsi membentuk batas spasial dan
objek lain berfungsi mendukung pola aktivitas yang terjadi di dalamnya. Objek pembatas mengelilingi perilaku, sedangkan jenis objek kedua, sebagai pendukung
pola aktivitas, perilaku mengelilingi objek kedua. Batas simbolis
Batas simbolis merupakan batas perilaku yang ditandai dengan simbol, misalnya melalui pola lantai atau warna lantai. Masalah yang muncul dalam batas
ini apabila pemisah atau batas yang ada belum tentu dapat dikenali atau diketahui oleh setiap orang yang terlibat dalam aktivitas di daerah itu. Simbol-simbol yang
dibuat menjadi tidak efektif dikarenakan hanya dapat dimengerti oleh sekelompok orang tertentu sebagai batas behavior setting.
Personalisasi dan penandaan, seperti memberi nama, tanda atau menempatkan di lokasi strategis, bisa terjadi tanpa kesadaran akan teritorialitas,
seperti membuat pagar batas, memberi papan nama yang merupakan tanda kepemilikan. Perilaku personalisasi dapat juga dilakukan secara verbal.
Penandaan juga dipakai seseorang untuk mempertahankan haknya di teritori publik, seperti kursi di ruang publik. Personalisasi dan penandaan kadang juga
dibuat dengan sengaja dengan maksud tertentu, seperti tulisan “dilarang parkir di depan pintu” dan tulisan lainnya yang menandakan teritorialitas.
Altman 1975 dalam Burhanuddin 2010 memandang teritorialitas sebagai mekanisme untuk memperoleh privasi yang mendefinisikan perilaku teritorial
sebagai berikut: Perilaku teritorial adalah sebuah mekanisme aturan batas diri
Universitas Sumatera Utara
12
yang melibatkan personalisasi dari penandaan sebuah tempat atau obyek dan komunikasi yang dimiliki oleh seseorang atau sekelompok orang.
Haryadi dan Setiawan 2010, Altman 1975 membagi teritori menjadi tiga kategori dikaitkan dengan keterlibatan personal personal, involvement,
kedekatan dengan kehidupan sehari-hari individu atau kelompok, dan frekuensi penggunaan. Tiga kategori tersebut adalah: primary, secondary, serta public
territory. Teritori utama primary adalah suatu area yang dimiliki, digunakan secara
ekslusif, disadari oleh orang lain, dikendalikan secara permanen, serta menjadi bagian utama dalam kehidupan sehari-hari penghuninya. Teritori sekunder
secondary adalah suatu area yang tidak terlalu digunakan secara ekslusif oleh seseorang atau sekelompok orang, mempunyai cakupan area yang relatif luas,
dikendalikan secara berkala oleh kelompok yang menuntunnya. Teritori publik adalah suatu area yang dapat digunakan atau dimasuki oleh siapa pun, tetapi ia
harus mematuhi norma-norma serta aturan yang berlaku di area tersebut. Altman 1973 dalam Hadinugroho 2002 menampilkan diagram yang
dapat memberikan gambaran letak pokok bahasan personal space dan teritorial dalam kaitan dengan proses desain dan bidang garapan space, place and
environment.
Universitas Sumatera Utara
13
Gambar 2.1. Personal Space Dan Teritorial Konsep privacy, personal space dan teritorial memang terkait erat. Definisi
privacy ditekankan pada kemampuan individu atau kelompok untuk mengkontrol daya, auditory, dan olfactory dalam berinteraksi dengan sesamanya
Hadinugroho, 2002. Altman dan Haytorn 1967 dalam Hadinugroho 2002 menunjukkan
bahwa dalam teritori terjadi hubungan yang mutual antara dalam penggunaan area tempat dan benda sekitarnya oleh person ataupun kelompok. Exclusive use
secara tersirat merupakan penegasan terhadap pemenuhan kebutuhan penunjukan status.
Sommer 1969 dalam Haryadi dan Setiawan 2010 mendefinisikan ruang privat personal space sebagai batas tak tampak disekitar seseorang, yang mana
orang lain tidak boleh atau merasa enggan untuk memasukinya. Personal space, sebagai bagian yang elementer dari kajian arsitektur lingkungan dan perilaku,
Universitas Sumatera Utara
14
menunjukkan secara jelas pengaruh psikologis individu atau kultural sekelompok individu terhadap kognisinya mengenai ruang.
Terdapat dua faktor yang mempengaruhi batas perilaku Ardana, 2009, yaitu:
1. tingkat pengenalan batas: yaitu tingkat jelas tidaknya suatu elemen batas
perilaku dapat dikenal oleh manusia. Maksudnya disini adalah seberapa jelasnya batas suatu elemen tersebut dilihat oleh setiap orang, baik batas
tersebut fisik maupun simbolis. Biasanya semakin jelas visibilitas dari batas tersebut, membuat beberapa orang semakin jelas dalam mengenal dan
mengintepretasikan batas-batas tersebut. 2.
tingkat pemisahan batas: yaitu tingkat pembatasan elemen batas terhadap suatu perilaku visual, aksesibilitas, bahan, elemen, indra, dll. Elemen batas
terhadap suatu perilaku, baik fisik maupun simbolis memisahkan tiap-tiap perilaku pada suatu tempat tersebut, seperti contohnya pada tingkat
pembatasan elemen visual yaitu apa yang kelihatan oleh mata manusia menjadi batas suatu aktivitas pada suatu ruang tertentu. Aksesibilitas juga
demikian, seperti contohnya pintu masuk pada suatu ruang yang menunjukkan bahwa ruang tersebut memisahkan aktivitas luar dengan
aktivitas yang ada pada ruang yang memiliki pintu masuk tersebut. Bahan, disini dimaksudkan bahan apa yang dipakai dalam membentuk suatu batas
perilaku, biasanya semakin solid bahan yang dipakai maka batas tersebut secara visual akan semakin terlihat oleh manusia, seperti contohnya
pembatas berupa dinding bata, kaca, sekat triplex, dsb.
Universitas Sumatera Utara
15
2.1.4. Teori Physical Traces Jejak Fisik
Physical traces jejak yang ditinggalkan dapat diketahui dengan memperhatikan lingkungan fisik di sekitar untuk menemukan aktivitas
sebelumnya. Secara tidak sadar manusia akan meninggalkan jejak pada setiap aktivitasnya, seperti tapak kaki di tanah atau bercak tangan di lantai. Disisi lain,
physical traces dapat mengubah perilaku manusia di lingkungan, contohnya pada saat seseorang memasuki gedung baru tentu perilakunya akan berbeda dengan saat
ia berada di gedung sebelumnya Zeisel, 1980. Physical Traces adalah suatu metode penelitian dalam perilaku manusia
yang bertujuan untuk mengetahui jejak yang dapat menjadi acuan perbaikan rancangan. Physical traces juga dapat digunakan sebagai analilis pada rancangan
suatu lingkungan dan menilai apakah lingkungan tersebut sudah berfungsi secara efektif Utami, 2003.
2.2. Ruang Terbuka Publik 2.2.1. Pengertian Ruang Terbuka Publik
Menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 2007, ruang terbuka adalah ruang-ruang dalam kota atau wilayah yang lebih luas baik dalam
bentuk area kawasan maupun dalam bentuk area memanjang jalur di mana dalam penggunaannya lebih bersifat terbuka yang pada dasarnya tanpa bangunan.
Ruang terbuka didefinisikan sebagai landscape, hardscape jalan, trotoar, dan sejenisnya, taman, dan ruang rekreasi diwilayah perkotaan. Unsur-unsur
ruang terbuka meliputi taman-taman, ruang hijau perkotaan, pepohonan, bangku, perkebunan, air, pencahayaan, paving, kios, tempat sampah, air mancur, patung,
Universitas Sumatera Utara
16
jam, dan seterusnya. Pedestrian, tanda-tanda, dan fasilitas yang juga mungkin dianggap sebagai elemen ruang terbuka yang dibahas secara terpisah Shirvani,
1985. Ketersediaan ruang terbuka kota sangat penting dalam perencanaan kota Darmawan, 2007.
Menurut Hakim 1991, ruang terbuka pada dasarnya merupakan suatu wadah yang dapat menampung kegiatan aktivitas tertentu dari warga lingkungan
tersebut baik secara individu atau secara kelompok. Bentuk daripada ruang terbuka ini sangat tergantung pada pola susunan massa bangunan.
Secara garis
besar, Krier
1979 dalam
Deazaskia 2008
mengklasifikasikan ruang terbuka menjadi dua jenis: 1.
ruang terbuka yang bentuknya memanjang koridor yang pada umumnya hanya mempunyai batas pada sisi-sisinya, misalnya bentuk ruang terbuka
pada jalan. 2.
ruang terbuka dengan bentuk bulat yang pada umumnya mempunyai batasan di sekelilingnya, misalnya ruang rekreasi dan lapangan upacara.
Menurut Urban Land Institute dalam Deazaskia 2008 pengertian umum ruang publik adalah ruang-ruang yang berorientasi manusia people oriented
speces. Ruang publik adalah suatu tempat atau ruang yang terbentuk karena adanya kebutuhan manusia akan tempat untuk bertemu ataupun berkomunikasi.
Carr 1992 dalam Niniek 2005, mendefinisikan ruang publik sebagai suatu area atau tempat yang mencerminkan pola kehidupan bermasyarakat. Ruang
publik merupakan ruang yang dinamis dan diperlukan masyarakat sebagai
Universitas Sumatera Utara
17
penyeimbang rutinitas kerja dan kehidupan di rumah, ruang pergerakan, pusat komunikasi, dan taman bermain dan relaksasi.
Peranan ruang publik sebagai salah satu elemen kota dapat memberikan karakter tersendiri, dan pada umumnya memiliki fungsi interaksi sosial bagi
masyarakat, kegiatan ekonomi rakyat dan tempat apresiasi budaya Darmawan, 2007
Menurut Rapuano 1994 dalam Suwandy 2015, ruang terbuka publik merupakan lahan yang tidak terbangun dengan penggunaan tertentu, ruang
terbuka publik tidak ditempati oleh bangunan dan dapat dirasakan apabila mempunyai pembatas di sekitarnya. Ruang terbuka mempunyai fungsi dan
kualitas yang terlihat dari komposisinya. Sedangkan menurut Trancik 1986 dalam Suwandy 2015, ruang terbuka
publik lebih ditekankan ke bentuk lorong linear yang berbentuk jalan menerus dengan elemen-elemen disepanjang jalan. Ruang terbuka tersebut berbentuk
koridor dan berfungsi untuk sirkulasi yang menghubungkan dua atau lebih fungsi.
2.2.2. Fungsi Ruang Terbuka Publik
Menurut Hakim 1987 fungsi ruang terbuka publik antara lain: 1.
fungsi umum, yaitu ruang terbuka sebagai tempat bersantai, bermain, berolahraga, sebagai pembatas atau jarak bangunan, sebagai sarana
penghubung antar tempat, sebagai ruang terbuka untuk mendapat udara segar, sebagai tempat komunikasi sosial, tempat peralihan atau
menunggu.
Universitas Sumatera Utara
18
2. fungsi ekologis, yaitu ruang terbuka sebagai tempat penyerapan air hujan,
penyegaran udara, tempat untuk memelihara ekosistem, pengendali banjir dan penghalus arsitektur pada bangunan.
Pendapat lain dikemukakan oleh Ardiyanto 1998 dalam Kartika 2004, secara berurutan ruang terbuka publik tingkatan dan fungsinya terdiri atas:
1. pocket park, merupakan sebuah taman yang dikelilingi oleh sekelompok
bangunan, dinikmati oleh penghuni lingkungan disekitarnya. 2.
play-lot, merupakan ruang publik yang menghubungkan beberapa kelompok lingkungan,
berfungsi untuk
menampung kegiatan-kegiatan
yang melibatkan penghuni dari blok lain.
3. play ground, merupakan ruang publik yang berfungsi sebagai tempat
bermain, dengan fasilitas yang lebih lengkap dan sebagai pusat rekreasi bagi penghuni kawasan.
4. urban park, merupakan ruang publik yang terletak pada pusat kota, yang
berfungsi untuk aktivitas-aktivitas yang melibatkan warga kota, dikunjungi oleh masyarakat dari berbagai kawasan, baik di dalam kota yang sama
maupun yang berasal dari kota lain.
2.2.3. Ragam Jenis Ruang Terbuka
Undang-undang Penataan Ruang mengatur ruang terbuka, yang terdiri atas ruang terbuka hijau dan ruang terbuka non hijau. Ruang terbuka hijau merupakan
area memanjang jalur dan atau mengelompok, yang penggunaannya lebih bersifat terbuka, tempat tumbuh tanaman, baik yang tumbuh secara alamiah
Universitas Sumatera Utara
19
maupun yang sengaja ditanam. Ruang terbuka hijau dapat berupa ruang terbuka hijau publik dan ruang terbuka hijau privat.
Ruang terbuka hijau publik merupakan ruang terbuka hijau yang dimiliki dan dikelola oleh pemerintah daerah yang digunakan untuk kepentingan
masyarakat secara umum, antara lain berupa taman kota, taman pemakaman umum dan jalur hijau sepanjang jalan, sungai, serta pantai.
Ruang terbuka hijau privat merupakan ruang terbuka hijau yang dimiliki dan dikelola oleh swasta masyarakat, antara lain berupa kebun atau halaman
rumah gedung milik masyarakat swasta yang ditanami tumbuhan. Menurut Peraturan Menteri PU no.12 tahun 2009 ruang terbuka privat terdiri dari Ruang
Terbuka Hijau RTH dan Ruang Terbuka Non Hijau RTNH: Ruang Terbuka Hijau RTH adalah area memanjang jalur dan atau
mengelompok, yang penggunaannya lebih bersifat terbuka, tempat tumbuh tanaman, baik yang tumbuh tanaman secara alamiah maupun yang sengaja
ditanam Peraturan Menteri PU no.12 tahun 2009. Ruang Terbuka Non Hijau RTNH adalah ruang terbuka di bagian wilayah
perkotaan yang tidak termasuk dalam kategori RTH, berupa lahan yang diperkeras atau yang berupa badan air, maupun kondisi permukaan tertentu
yang tidak dapat ditumbuhi tanaman atau berpori Peraturan Menteri PU no.12 tahun 2009.
Universitas Sumatera Utara
20
2.3. Peraturan Ruang Terbuka Publik
Ruang terbuka hijau terdiri dari ruang terbuka hijau publik dan privat. Ruang terbuka hijau publik merupakan ruang terbuka hijau yang dimiliki dan
dikelola oleh pemerintah daerah kota yang digunakan untuk kepentingan masyarakat secara umum. Yang termasuk ruang terbuka hijau publik, antara lain
adalah taman kota, taman pemakaman umum, dan jalur hijau sepanjang jalan, sungai, dan pantai. Sedangkan ruang terbuka hijau privat merupakan ruang
terbuka hijau yang dimiliki oleh masyarakat antara lain adalah kebun atau halaman rumah gedung milik masyarakat swasta yang ditanami tumbuhan.
Berdasarkan UU No. 26 tahun 2007 tentang penataan ruang, khususnya pada pasal 29 ayat 2 mengamanatkan bahwa proporsi 30 tiga puluh persen
merupakan ukuran minimal untuk menjamin keseimbangan ekosistem kota, baik keseimbangan sistem hidrologi dan sistem mikroklimat, maupun sistem ekologis
lain, yang selanjutnya akan meningkatkan ketersediaan udara bersih yang diperlukan masyarakat, serta sekaligus dapat meningkatkan nilai estetika kota.
Untuk lebih meningkatkan fungsi dan proporsi ruang terbuka hijau di kota, pemerintah, masyarakat, dan swasta didorong untuk menanam tumbuhan di atas
bangunan gedung miliknya. Ayat 3 menyebutkan bahwa proporsi ruang terbuka hijau publik seluas
minimal 20 dua puluh persen yang disediakan oleh pemerintah daerah kota dimaksudkan agar proporsi ruang terbuka hijau minimal dapat lebih dijamin
pencapaiannya sehingga memungkinkan pemanfaatannya secara luas oleh masyarakat. Jika proporsi tersebut dibandingkan dengan luas wilayah Kota Medan
Universitas Sumatera Utara
21
sebesar 26.510 Ha, maka idealnya luas ruang terbuka hijau yang harus ada di Kota Medan adalah sekitar 7.953 Ha.
2.4. Pemetaan Perilaku pada Ruang Terbuka Publik