Batas Behavior Setting Arsitektur, Lingkungan dan Perilaku 1. Hubungan Arsitektur, Lingkungan dan Perilaku

10 tata lingkungan tertentu circumjacent milieu, milieu berkaitan dengan pola perilaku. membentuk suatu hubungan yang sama antar keduanya synomorphy dilakukan pada periode waktu tertentu. Rapoport 1977 dalam Utami 2003 mengatakan bahwa perilaku adalah aspek signifikan dari sebuah proses yang merupakan interaksi pendekatan dialektik antara manusia dan lingkungan dengan mempertimbangkan proses interaksi manusia dalam menetapkan konsepnya sendiri. Pendekatan perilaku memperhatikan hubungan manusia dengan lingkungan yang mempengaruhi apresiasi dan kesadaran manusia. Lang 1987 mengatakan bahwa seting perilaku merupakan pemahaman tentang lingkungan binaan sebagai bagian perilaku. Jika tampilan lingkungan tidak mampu mengikuti pola perilaku maka manusia juga tidak akan dapat mengikuti tujuan.Jejak merupakan sesuatu yang tertinggal atau mereka sadar akan perubahan Zeisel, 1980.

2.1.3 Batas Behavior Setting

Batas behavior setting adalah batas dimana suatu perilaku berhenti tidak berlanjut yang terdiri dari dua jenis Laurens, 2004, yaitu: Batas fisik physicalboundary Batas perilaku yang dipengaruhi dan ditandai dengan elemen fisik lingkungan batas fisik ruang meliputi elemen dasar ruang atas, bawah, vertikal. Batas yang ideal adalah batas yang jelas seperti dinding masif. Apabila batas dari satu behavior setting itu tidak jelas, masalah yang muncul adalah tidak jelasnya Universitas Sumatera Utara 11 pemisah aktivitas, terutama apabila sebagian aspek dari pola perilaku harus dipisahkan dari lainnya. Beberapa objek berfungsi membentuk batas spasial dan objek lain berfungsi mendukung pola aktivitas yang terjadi di dalamnya. Objek pembatas mengelilingi perilaku, sedangkan jenis objek kedua, sebagai pendukung pola aktivitas, perilaku mengelilingi objek kedua. Batas simbolis Batas simbolis merupakan batas perilaku yang ditandai dengan simbol, misalnya melalui pola lantai atau warna lantai. Masalah yang muncul dalam batas ini apabila pemisah atau batas yang ada belum tentu dapat dikenali atau diketahui oleh setiap orang yang terlibat dalam aktivitas di daerah itu. Simbol-simbol yang dibuat menjadi tidak efektif dikarenakan hanya dapat dimengerti oleh sekelompok orang tertentu sebagai batas behavior setting. Personalisasi dan penandaan, seperti memberi nama, tanda atau menempatkan di lokasi strategis, bisa terjadi tanpa kesadaran akan teritorialitas, seperti membuat pagar batas, memberi papan nama yang merupakan tanda kepemilikan. Perilaku personalisasi dapat juga dilakukan secara verbal. Penandaan juga dipakai seseorang untuk mempertahankan haknya di teritori publik, seperti kursi di ruang publik. Personalisasi dan penandaan kadang juga dibuat dengan sengaja dengan maksud tertentu, seperti tulisan “dilarang parkir di depan pintu” dan tulisan lainnya yang menandakan teritorialitas. Altman 1975 dalam Burhanuddin 2010 memandang teritorialitas sebagai mekanisme untuk memperoleh privasi yang mendefinisikan perilaku teritorial sebagai berikut: Perilaku teritorial adalah sebuah mekanisme aturan batas diri Universitas Sumatera Utara 12 yang melibatkan personalisasi dari penandaan sebuah tempat atau obyek dan komunikasi yang dimiliki oleh seseorang atau sekelompok orang. Haryadi dan Setiawan 2010, Altman 1975 membagi teritori menjadi tiga kategori dikaitkan dengan keterlibatan personal personal, involvement, kedekatan dengan kehidupan sehari-hari individu atau kelompok, dan frekuensi penggunaan. Tiga kategori tersebut adalah: primary, secondary, serta public territory. Teritori utama primary adalah suatu area yang dimiliki, digunakan secara ekslusif, disadari oleh orang lain, dikendalikan secara permanen, serta menjadi bagian utama dalam kehidupan sehari-hari penghuninya. Teritori sekunder secondary adalah suatu area yang tidak terlalu digunakan secara ekslusif oleh seseorang atau sekelompok orang, mempunyai cakupan area yang relatif luas, dikendalikan secara berkala oleh kelompok yang menuntunnya. Teritori publik adalah suatu area yang dapat digunakan atau dimasuki oleh siapa pun, tetapi ia harus mematuhi norma-norma serta aturan yang berlaku di area tersebut. Altman 1973 dalam Hadinugroho 2002 menampilkan diagram yang dapat memberikan gambaran letak pokok bahasan personal space dan teritorial dalam kaitan dengan proses desain dan bidang garapan space, place and environment. Universitas Sumatera Utara 13 Gambar 2.1. Personal Space Dan Teritorial Konsep privacy, personal space dan teritorial memang terkait erat. Definisi privacy ditekankan pada kemampuan individu atau kelompok untuk mengkontrol daya, auditory, dan olfactory dalam berinteraksi dengan sesamanya Hadinugroho, 2002. Altman dan Haytorn 1967 dalam Hadinugroho 2002 menunjukkan bahwa dalam teritori terjadi hubungan yang mutual antara dalam penggunaan area tempat dan benda sekitarnya oleh person ataupun kelompok. Exclusive use secara tersirat merupakan penegasan terhadap pemenuhan kebutuhan penunjukan status. Sommer 1969 dalam Haryadi dan Setiawan 2010 mendefinisikan ruang privat personal space sebagai batas tak tampak disekitar seseorang, yang mana orang lain tidak boleh atau merasa enggan untuk memasukinya. Personal space, sebagai bagian yang elementer dari kajian arsitektur lingkungan dan perilaku, Universitas Sumatera Utara 14 menunjukkan secara jelas pengaruh psikologis individu atau kultural sekelompok individu terhadap kognisinya mengenai ruang. Terdapat dua faktor yang mempengaruhi batas perilaku Ardana, 2009, yaitu: 1. tingkat pengenalan batas: yaitu tingkat jelas tidaknya suatu elemen batas perilaku dapat dikenal oleh manusia. Maksudnya disini adalah seberapa jelasnya batas suatu elemen tersebut dilihat oleh setiap orang, baik batas tersebut fisik maupun simbolis. Biasanya semakin jelas visibilitas dari batas tersebut, membuat beberapa orang semakin jelas dalam mengenal dan mengintepretasikan batas-batas tersebut. 2. tingkat pemisahan batas: yaitu tingkat pembatasan elemen batas terhadap suatu perilaku visual, aksesibilitas, bahan, elemen, indra, dll. Elemen batas terhadap suatu perilaku, baik fisik maupun simbolis memisahkan tiap-tiap perilaku pada suatu tempat tersebut, seperti contohnya pada tingkat pembatasan elemen visual yaitu apa yang kelihatan oleh mata manusia menjadi batas suatu aktivitas pada suatu ruang tertentu. Aksesibilitas juga demikian, seperti contohnya pintu masuk pada suatu ruang yang menunjukkan bahwa ruang tersebut memisahkan aktivitas luar dengan aktivitas yang ada pada ruang yang memiliki pintu masuk tersebut. Bahan, disini dimaksudkan bahan apa yang dipakai dalam membentuk suatu batas perilaku, biasanya semakin solid bahan yang dipakai maka batas tersebut secara visual akan semakin terlihat oleh manusia, seperti contohnya pembatas berupa dinding bata, kaca, sekat triplex, dsb. Universitas Sumatera Utara 15

2.1.4. Teori Physical Traces Jejak Fisik