17
Tabel 5. Metode untuk menghitung faktor hujan dan muka air tanah Variable
Keetch dan Byram 1968
Crane 1982 dalam Alexander 1990
Penelitian ini
100R – 0,2 R – 5,1
Model 1: R – 5,1 Model 2:
- - Catatan: parameter
, , dan diperoleh melalui proses optimisasi.
b. Optimisasi Parameter dan Kalibrasi Model KBDI
Penghitungan KBDI menggunakan parameter-parameter model yang dirangkum dalm Tabel 4 dan 5. Dalam proses perhitungan, nilai parameter model
Buchholz dan Weidemenn 2000, Tabel 4 digunakan sebagai nilai default model untuk proses optimisasi parameter. Sedangkan untuk nilai parameter muka air
tanah
,
, menggunakan pendekatan trial error untuk mendapatkan angka yang mendekati curah hujan maksimum selama tahun tersebut. Nilai indeks yang
diperoleh dari Persamaan 5 perlu diverifikasi dengan data pengukuran kandungan air tanah. Hubungan antara kadar air tanah dengan indeks kekeringan
dinyatakan dengan Persamaan 9. .
……… Pers. 9 dimana adalah kadar air tanah m
3
m
3
, kadar air residual didekati dengan
titik layu permanen, besarnya= 0.3205 m
3
m
3
, kadar air pada kondisi jenuh
besarnya 0.634 m
3
m
3
, adalah nilai maksimum indeks sebesar 2000.
Optimasi parameter dengan menggunakan Solver dalam Ms. Excel 2003 dilakukan untuk memperoleh
yang memberikan beda nilai terkecil atau Root Mean Squared Error RMSE dengan
. Proses kalibrasi nilai indeks dilakukan dengan mencari hubungan linear antara
dan sehingga diperoleh nilai
intersepsi a dan slope b yang digunakan untuk menghitung KBDI kalibrasi Persamaan 10.
. ……… Pers. 10
18
merupakan nilai KBDI di lokasi penelitian HTI-SBAWI yang diklasifikasikan menjadi empat kriteria tingkat bahaya kebakaran seperti yang dijelaskan oleh
Buchholz dan Weidemenn 2000 pada Tabel 6. Nilai indeks maksimum sebesar 2000 yang menunjukkan tanah dalam keadaan kering.
Tabel 6. Kelas Indeks Bahaya Kebakaran Kelas Minimum Maksimum Kriteria
1 0 999 Rendah
2 1000 1499 Sedang
3 1500 1749 Tinggi
4 1750 2000 Ekstrim
3.5. Pengembangan Sistem Informasi FDRS
a. Desain Sistem Informasi FDRS
Pengembangan sistem informasi FDRS untuk lokasi di HTI-SBAWI, Kabupaten OKI menggunakan indeks kekeringan KBDI. KBDI yang digunakan
telah dimodifikasi oleh Setiawan et al. 2009 untuk lokasi lahan basah. Aspek penting dalam desain sistem FDRS yaitu interaksi dengan pengguna yang akan
memanfaatkan sistem tersebut. Informasi yang ada dalam sistem harus relevan dengan keperluan pengguna dan format yang disusun sesuai dengan yang
dibutuhkan Fraisse et al. 2006. Tidak semua proses pengembangan sistem FDRS melibatkan pengguna seperti dalam proses optimisasi parameter model KBDI.
Pengembangan sistem informasi FDRS didesain untuk menyediakan informasi sebagai berikut:
Basisdata cuaca dan hidrologi tiap stasiun Informasi spasial bahaya kebakaran, curah hujan, suhu udara maksimum
dan kedalaman MAT. Informasi grafik harian KBDI, curah hujan, suhu udara maksimum dan
kedalaman MAT. Fasilitas untuk updating data pengamatan yang dapat diperbarui setiap hari.
b. Sistem Informasi FDRS
Sistem ini dibangun dengan menggunakan bahasa pemograman Visual Basic 6.0. Perangkat lunak yang terlibat dalam penyusunan model spasial yaitu
19
Map Object 2.0. Sistem Informasi FDRS terdiri dari; 1 modul utama, 2 modul update data, 2 modul grafik, 3 modul tabel data dan, 4 modul spasial. Modul
update data berisi tentang informasi stasiun pengamatan dan fasilitas pengisian data curah hujan, suhu udara maksimum dan kedalaman muka air tanah harian.
Dalam modul ini, proses perhitungan KBDI dikerjakan untuk tiap stasiun. Modul grafik menyajikan informasi visual grafik suhu udara, curah hujan, muka air tanah
dan KBDI time series harian. Modul tabel data menyajikan informasi tabulasi perhitungan KBDI. Terakhir, modul spasial digunakan untuk proses interpolasi
data. Interpolasi data dilakukan dengan menggunakan metode IDW. Dalam membangun Dynamic Drought Index Tool untuk North Carolina dan South
Carolina, Dow et al. 2009 mengemukakan metode IDW menghasilkan distribusi frekwensi kekeringan yang lebih konsisten daripada metode lain. Dow et al.
2009 tidak merinci metode interpolasi yang digunakan dan diperbandingkan. Prinsip dari sistem informasi FDRS yang dibangun sebagai berikut:
i. Pembangunan basisdata.
Data pengamatan tiap stasiun disusun dalam format text dengan susunan urutan data sebagai berikut: tanggal, curah hujan, suhu udara maksimum,
dan kedalaman muka air tanah. Data ini disimpan dalam format text dengan nama “data + nama stasiun”
ii. Penyiapan peta kerja. Peta kerja menggunakan dua peta dasar yaitu peta batas HTI dan peta lokasi
stasiun. Peta kawasan HTI dalam format shapefile seluas 479400 Ha disusun dalam format grid 1 km
2
. Proses ini menghasilkan 4794 grid yang kemudian tiap grid diberi atribut koordinat grid X,Y. Tiap lokasi stasiun
pada peta lokasi stasiun juga diberi atribut koordinat grid X,Y. iii. Pembangunan Sistem Informasi FDRS.
Sistem informasi FDRS dibangun dan dikembangkan dengan perangkat lunak Ms. Visual Basic 6. Integrasi dengan Map Object 2.0 memungkinkan
sistem informasi FDRS untuk menampilkan peta spasial.
20
iv. Perhitungan model KBDI di lahan basah. Proses perhitungan dikerjakan dengan sistem informasi FDRS yang telah
dikembangkan. Model KBDI yang telah dihasilkan untuk lokasi Stasiun HQ Baung digunakan dalam penghitungan KBDI di stasiun lain di seluruh
kawasan HTI-SBAWI. Sistem didesain secara otomatis untuk menghitung KBDI jika ada input data baru. Tabulasi data perhitungan disimpan dalam
format text dengan nama stasiun yang bersangkutan. Data ini digunakan dalam proses-proses selanjutnya termasuk dalam proses interpolasi.
v. Proses interpolasi data. Prinsip proses interpolasi yang dibangun yaitu memanggil tabulasi
perhitungan KBDI kalibrasi prinsip iv untuk tiap stasiun berdasarkan tanggal dan variabel yang dipilih. Setelah data terpilih, proses interpolasi
dikerjakan dengan metode IDW untuk menghasilkan peta KBDI, peta curah hujan, peta suhu udara maksimum, dan peta kedalaman muka air tanah.
Hasil interpolasi disimpan dengan nama “variabel tanggal.shp”. vi. Tampilan data.
Modul KBDI menampilkan data dalam tiga format yaitu: peta, tabel, dan grafik. Format peta menampilkan distribusi spasial tiap variabel. Format
tabel menampilkan tabulasi perhitungan KBDI, dan format grafik menyajikan grafik harian tiap variabel. Untuk peta sebaran KBDI, legenda
peta dikelompokkan menjadi empat berdasarkan kelas indeks kebakaran seperti pada Tabel 6.
21
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN