Kebakaran Hutan TINJAUAN PUSTAKA

5  Regim kelembaban tanah basah . Pada regim ini, evapotranspirasi tidak sensitif terhadap kelembaban tanah. Sebaliknya limpasan permukaan sangat terpengaruh meskipun dengan variasi curah hujan rendah.  Regim kelembaban tanah transisional . Pada regim ini evapotranspirasi sensitif terhadap kelembaban tanah.  Regim kelembaban tanah kering . Pada regim ini evapotranspirasi sangat sensitif terhadap kelembaban tanah meskipun sangat terbatas karena kondisi kering.

2.2. Kebakaran Hutan

Kebakaran hutan dapat terjadi karena tersedianya bahan bakar yang cukup di dalam hutan. Ketersediaan bahan bakar dipengaruhi faktor iklim berupa curah hujan dan suhu udara dengan pengaruh berbeda. Adanya hujan akan meningkatkan kelembaban tanah sehingga jumlah bahan bakar berkurang, sedangkan peningkatan suhu udara akan meningkatkan kekeringan tanah bagian atas sehingga jumlah bahan bakar meningkat. Fenomena ini terjadi di kawasan hutan hujan tropis basah Sumatera Selatan. Kawasan hutan basah yang sebagian merupakan lahan gambut selalu mengalami penurunan muka air yang signifikan sehingga mengakibatkan kekeringan pada musim kemarau. Kondisi ini ideal untuk terjadinya kebakaran mengingat bahan bakar yang tersedia melimpah. Kandungan air pada bahan bakar merupakan faktor utama yang menentukan berapa banyak bahan bakar yang akan terbakar. Pada lahan gambut, kekeringan menyebabkan gambut tercerai berai dan rentan terhadap sulutan api. Fenomena kekeringan pada lahan basah yang berpotensi menimbulkan kebakaran mendapatkan tekanan tambahan berupa pembakaran hutan karena alasan ekonomi dan kebutuhan hidup rumah tangga. Masyarakat lokal menggunakan pembakaran sebagai alat untuk mendapatkan akses sumberdaya alam Chokkalingam et al. 2004 seperti; untuk mendapatkan kayu komersial, untuk keperluan mencari ikan yang terjebak dalam rawa yang kering, dan untuk keperluan pertanian padi sonor. Cara pembakaran yang digunakan sering tidak 6 terkontrol sehingga menyebar ke berbagai kawasan hutan. Setijono 2004 menguraikan kegiatan sosial ekonomi masyarakat Kabupaten Ogan Komering Ilir terkait dengan pembakaran lahan sebagai berikut:  Budaya pembakaran ladang di darat Dilakukan dengan cara pembakaran terkendali untuk pembukaan atau peremajaan pada kebun karet. Kegiatan ini dilakukan di Kecamatan Tulung Selapan dan Pampangan. Tradisi pembakaran terkendali berlangsung pada desa-desa yang telah berkembang khususnya di daerah darat yang memiliki tata kepemilikan lahan dengan batas yang jelas. Pada sistem ini diberlakukan sistem sanksi jika pembakaran lahan menyebabkan kebakaran di lahan orang lain. Sanksi dapat berupa denda uang dan memelihara lahan.  Budaya pembakaran lahan rawa gambut untuk sawah sonor Musim kemarau menyebabkan penurunan air pada lahan rawa secara drastis. Dengan sistem pembakaran, lahan rawa yang kering siap ditanami untuk lahan pertanian. Masyarakat lokal biasanya menanam padi dengan cara ditugal agar padi memiliki perakaran yang dalam. Untuk mempercepat pengeringan rawa, masyarakat biasanya membangun kanal- kanal drainase. Pembakaran dapat meningkatkan pH lahan gambut, dan membunuh hama dan penyakit.  Budaya pembakaran lahan rawa gambut untuk mencari ikan Pembakaran dilakukan pada musim kemarau ketika akses terhadap ikan sulit karena air sungai yang surut. Dengan pembakaran, nelayan dapat menemukan lebakcekungan rawa yang masih ada air tempat ikan terjebak. Penggunaan api yang tidak terkontrol telah menimbulkan kebakaran yang parah di lahan basah Sumatera Selatan. Kebakaran yang berulang-ulang telah menjadi ancaman besar bagi konservasi lahan basah, pemanfaatan yang lestari dan pemulihan areal yang rusak. Kebakaran pada lahan gambut menimbulkan masalah asap, kesehatan dan jarak pandang di wilayah Asean. Tacconi 2003 menyebutkan kebakaran yang terjadi pada tahun El-Nino 1997 di Sumatera 7 Selatan seluas 2,798 jt ha dengan prosentasi kebakaran pada lahan non-hutan dan hutan berturut-turut sebesar 75 dan 25 Tabel 1. Tabel 1. Rincian kebakaran pada tahun 1997 di Sumatera Selatan Status lahan dan tataguna lahan Kawasan yang terbakar Ha Lahan non-hutan  Kebakaran yang dikendalikan  Kebakaran yang tidak dikendalikan 2.097.050 1.501.000 596.050 75 54 21 Lahan hutan  Kebakaran yang dikendalikan  Kebakaran yang tidak dikendalikan 700.988 70.000 630.988 25 2.5 22.5 Total kebakaran yang dikendalikan Total kebakaran yang tidak dikendalikan 1.571.000 1.227.038 56 44 Total kebakaran 2.798.038 100 Sumber: Tacconi 2003 Untuk mengatasi kebakaran dapat dilakukan prediksi daerah kekeringan yang rawan kebakaran. Untuk mengurangi dampak dari kekeringan diperlukan pengembangan kemampuan untuk meramal karakteristik dari kekeringan yang meliputi: durasi kekeringan, intensitas kekeringan tingkat keparahan dan periode ulang dari kekeringan tersebut.

2.3. KBDI