2.5.2. Hepatitis B
Hepatitis B adalah penyakit yang menginfeksi liver dan disebabkan oleh virus hepatitis B. Infeksi akut hepatitis dapat menyebabkan gejala-gejala seperti
kehilangan nafsu makan, kecapekan, diare, muntah-muntah, jaundice, rasa sakit di otot, persendian, dan bagian perut. Sedangkan infeksi kronik hepatitis B dapat
menyebabkan sirosis, kanker hati, dan kematian CDC, 2012. Indonesia termasuk negara dengan daerah endemis hepatitis B sedang
sampai tinggi. Transmisi dapat terjadi melalui kontak perkutaneus, parenteral, dan melalui hubungan seksual. Virus hepatitis B juga dapat bertahan di permukaan
suatu benda selama kurang lebih 1 minggu tanpa kehilangan daya tularnya Hidayat dan Pujiarto, 2008.
Jadwal imunisasi hepatitis B dilakukan sebanyak tiga kali. Imunisasi hepatitis B yang pertama dilakukan dalam waktu 12 jam setelah bayi lahir,
kemudian dilanjutkan dengan imunisasi kedua dan ketiga saat bayi berusia dua bulan dan tiga hingga enam bulan. Dapat dikatakan juga jarak antara imunisasi
hepatitis B pertama dengan kedua adalah 1 bulan, sedangkan jarak antara imunisasi hepatitis B kedua dengan yang ketiga adalah 2 hingga 5 bulan
Hadinegoro, 2008. Vaksin hepatitis B diberikan secara intramuskular. Pada bayi dan neonatus
penyuntikan di anterolateral paha, sedangkan pada anak-anak dan dewasa di region deltoid Muslihatun, 2010. Setiap vaksin hepatitis yang diberikan
dievaluasi untuk menentukan dosis sesuai umur sehingga dapat menimbulkan respon antibodi yang cukup Hidayat dan Pujiarto, 2008.
Efektivitas vaksin dalam mencegah infeksi virus hepatitis B sekitar 90- 95 dengan memori sistem imun yang menetap minimal hingga 12 tahun
Hidayat dan Pujiarto, 2008. Sebagian besar orang yang divaksin tidak mengalami efek samping 65, tetapi sekitar 3 dari orang yang diimunisasi
mengalami rasa sakit dan nyeri tekan ditempat suntikan CDC, 2012.
Universitas Sumatera Utara
2.5.3. Difteria, Pertusis, Tetanus DPT
Difteri, pertusis dan tetanus DPT adalah produk polivalen yang mengandung toksoid Korinebakter difteri, Bordetela pertusis dan Klostridium
tetani Baratawidjaja dan Rengganis, 2009. Difteri akan memproduksi toksin yang menghambat sintesis protein seluler
dan menyebabkan destruksi jaringan setempat sehingga terbentuk suatu selaput yang menyumbat saluran nafas. Toksik yang terbentuk pada selaput tersebut dapat
diabsorbsi darah dan dibawa ke seluruh tubuh sehingga menyebabkan komplikasi berupa miokarditis, neuritis, trombositopenia, dan proteinuria Jumbelaka dan
Hadinegoro, 2008. Pertusis atau batuk rejan merupakan penyakit yang bersifat toxic-mediated.
Toksik yang dihasilkan menempel pada bulu getar saluran nafas dan merusak bulu getar tersebut. Bulu getar yang rusak menyebabkan gangguan aliran sekret saluran
pernafasan dan dapat menyebabkan sumbatan jalan nafas Jumbelaka dan Hadinegoro, 2008. Pemberian vaksin pertusis mempunyai efek samping berupa
demam ringan dan kadang terjadi ensefalitis dengan gejala hiperpireksia, status konvulsivus, dan penurunan kesadaran. Oleh karena itu, vaksinasi pertusis perlu
dipertimbangkan lagi pada anak yang kejang dan mempunyai alergi Hassan dan Alatas, 2005.
Tetanus disebabkan oleh Klostridium tetani yang masuk ke tubuh manusia melalui luka dan suasana anaerob dengan penyebarannya melalui darah dan limfe.
Toksik tetanus menempel di sistem saraf dan mempengaruhi pelepasan neurotransmitter, yang berakibat terjadi penghambatan impuls inhibisi. Akibatnya
terjadi kontraksi serta spastisitas otot tak terkontrol, kejang dan gangguan system saraf otonom Jumbelaka dan Hadinegoro, 2008.
Imunisasi DPT diberikan sebanyak tiga kali setelah bayi berumur 2 bulan dengan interval 4 sampai 8 minggu. Interval terbaik adalah 8 minggu sejak
imunisasi DPT yang terakhir diberikan, maka imunisasi DPT-1 pada umur 2 bulan, DPT-2 pada umur 4 bulan, dan DPT-3 pada umur 6 bulan. Sedangkan
ulangan booster DPT diberikan satu tahun setelah DPT-3 dan DPT-5 pada saat umur 5 tahun atau pada usia masuk sekolah Hadinegoro, 2008.
Universitas Sumatera Utara
Vaksin DPT diberikan dengan dosis 0,5 ml secara intramuskular baik untuk imunisasi dasar maupun untuk ulangan Hadinegoro,2008. Anak-anak
dengan demam tinggi harus menunggu hingga demam hilang untuk imunisasi DTP. Anak yang mengalami reaksi alergi atau mengalami gangguan sistem saraf
dalam waktu 7 hari setelah pemberian vaksin DPT-1 tidak boleh melanjutkan vaksin berikutnya. Vaksinasi DPT tidak dianjurkan untuk orang dewasa dan anak
diatas 7 tahun. Dianjurkan vaksinasi DT Difteri Tetanus untuk usia 11 tahun keatas CDC, 2007.
2.5.4. Poliomielitis