Hubungan Tingkat Pengetahuan Ibu dengan Status Imunisasi Anak di Sekolah Dasar Negeri 064979 Medan

(1)

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN IBU DENGAN STATUS

IMUNISASI ANAK DI SEKOLAH DASAR NEGERI 064979 MEDAN

Oleh :

MERY ANASTASIA

090100169

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN IBU DENGAN STATUS

IMUNISASI ANAK DI SEKOLAH DASAR NEGERI 064979 MEDAN

KARYA TULIS ILMIAH

Oleh :

MERY ANASTASIA

090100169

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(3)

LEMBAR PENGESAHAN

Hubungan Tingkat Pengetahuan Ibu dengan Status Imunisasi Anak di Sekolah Dasar Negeri 064979 Medan

Nama : Mery Anastasia NIM : 090100169

Pembimbing Penguji I

Prof.dr.Guslihan Dasa Tjipta,Sp.A(K) dr.Ichwanul Adenin,M.Ked(OG),Sp.OG(K) NIP. 19550817 198111 1 002 NIP.195902231986031001

Penguji II

dr.Nurchaliza H.Siregar,Sp.M NIP.197009082000032001

Medan, Januari 2013 Dekan

Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

Prof. dr. Gontar Alamsyah Siregar, Sp. PD-KGEH NIP : 19540220 198011 1 001


(4)

ABSTRAK

Imunisasi adalah suatu cara untuk meningkatkan kekebalan seseorang secara aktif terhadap suatu penyakit infeksi. Pencegahan terhadap penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi di Indonesia belum terlaksana secara maksimal. Cakupan imunisasi yang rendah salah satunya disebabkan oleh minimnya pengetahuan ibu mengenai program dan manfaat imunisasi. Penelitian ini dilakukan untuk mencari apakah terdapat hubungan antara tingkat pengetahuan ibu dengan status imunisasi anak di sekolah dasar negeri 064979 Medan.

Penelitian ini bersifat analitik dengan pendekatan potong lintang. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini didapat dengan metode consecutive sampling

sehingga diperoleh 33 responden. Kuesioner yang digunakan telah diuji validitasnya dengan karakteristik sampel yang mirip dengan sampel penelitian.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan Fisher’s Exact Test didapat nilai p sebesar 0.651 (p>0.05) dalam menguji hubungan tingkat pengetahuan ibu terhadap status imunisasi dasar anak. Hasil penelitian menunjukkan m ayorit as anak m em iliki st at us im unisasi yang lengkap sebanyak 24 orang (72.7%) dan m ayorit as ibu berpenget ahuan baik sebanyak 25 orang (75.8%).

Berdasarkan hasil Fisher’s Exact Test dapat disimpulkan tidak terdapat hubungan yang signifikan antara tingkat pengetahuan ibu dengan status imunisasi anak.


(5)

ABSTRACT

Immunization is a method to improve human immunity toward infection diseases. The prevention towards the illness that could be prevented with immunization in Indonesia being not yet implemented maximally. The low immunization scope was caused by the insignificance of mothers’ knowledge concerning the benefit and the method of immunization. The aim of this study is to identify the relationship between mothers’ knowledge and the children’s immunization status in Government National Primary School 064979.

This is an analytic study with cross sectional approach. The sample has been recorded using consecutive sampling method. About 33 respondents have been reported. The questionnaires of this study have been validated by 20 respondents that have the similarities with the origin respondents.

Using Fisher’s Exact Test, this study shows there is no significant results with p value = 0.651 (p>0.05) in the relationship between mothers’ knowledge and children’s immunization status. There are 24 children (72.7%) with completed immunization and 25 mothers (75.8%) with optimal knowledge about immunization.

According to Fisher’s Exact Test shows no significant relationship between mothers’ knowledge and children’s immunization status.


(6)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala berkat dan karunia-Nya sehingga Karya Tulis Ilmiah (KTI) dengan judul “Hubungan Tingkat Pengetahuan Ibu dengan Status Imunisasi Anak di Sekolah Dasar Negeri 064979 Medan” ini dapat diselesaikan. Karya tulis ini disusun sebagai tugas akhir mata kuliah Community Research Program (CRP) dan merupakan salah satu syarat untuk memeroleh gelar Sarjana Kedokteran di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

Pada kesempatan ini penulis dengan rendah hati ingin mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Prof. dr. Gontar Alamsyah Siregar, SpPD-KGEH selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

2. Prof.dr.Guslihan Dasa Tjipta,Sp.A(K), selaku dosen pembimbing yang telah banyak memberikan pengarahan, bimbingan, dan ilmu dalam penelitian ini. 3. dr. Ichwanul Adenin, Sp.OG dan dr. Nurchaliza H. Siregar, Sp.M, selaku

dosen penguji yang telah bersedia menguji serta memberikan masukan dan saran kepada penulis.

4. Seluruh dosen dan staf di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara. 5. Kedua orang tua penulis atas segala pengorbanan, kasih sayang, dan doa yang

diberikan kepada penulis.

6. Kepada teman saya, Fenny, Aina Sarah Dalimunthe dan Erick Ary, yang turut memberi pendapat dan saran dalam penelitian ini.

7. Seluruh mahasiswa fakultas kedokteran USU yang telah bersedia membantu penulis menyelesaikan karya tulis ini.

8. Semua pihak yang baik secara langsung maupun tidak langsung memberikan bantuan dalam penyusunan karya tulis ini.

Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dan ketidaksempurnaan dalam penyusunan karya tulis ini akibat keterbatasan ilmu dan


(7)

pengalaman penulis. Oleh karena itu, semua saran dan kritik akan menjadi sumbangan yang sangat berarti guna menyempurnakan karya tulis ini.

Akhir kata, penulis mengharapkan hasil karya tulis ini dapat memberikan sumbangan pikiran yang berguna bagi institusi pendidikan, masyarakat, serta pengembangan ilmu pengetahuan.

Medan, 1 Januari 2013 Penulis

Mery Anastasia 090100169


(8)

HALAMAN PERSETUJUAN

Laporan Hasil Penelitian dengan Judul :

Hubungan Tingkat Pengetahuan Ibu dengan Status Imunisasi Anak di Sekolah Dasar Negeri 064979 Medan

Yang dipersiapkan oleh: MERY ANASTASIA

090100169

Hasil Penelitian ini telah diperiksa dan disetujui untuk dilanjutkan ke Seminar Hasil

Medan, 7 Desember 2012 Disetujui,

Dosen Pembimbing

Prof.dr.Guslihan Dasa Tjipta,Sp.A(K) NIP. 19550817 198111 1 002


(9)

ABSTRAK

Imunisasi adalah suatu cara untuk meningkatkan kekebalan seseorang secara aktif terhadap suatu penyakit infeksi. Pencegahan terhadap penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi di Indonesia belum terlaksana secara maksimal. Cakupan imunisasi yang rendah salah satunya disebabkan oleh minimnya pengetahuan ibu mengenai program dan manfaat imunisasi. Penelitian ini dilakukan untuk mencari apakah terdapat hubungan antara tingkat pengetahuan ibu dengan status imunisasi anak di sekolah dasar negeri 064979 Medan.

Penelitian ini bersifat analitik dengan pendekatan potong lintang. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini didapat dengan cara mengambil sampel tidak acak (non-probability sampling) dengan metode consecutive sampling sehingga diperoleh 33 responden. Kuesioner yang digunakan telah diuji validitasnya dengan karakteristik sampel yang mirip dengan sampel penelitian.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan Fisher’s Exact Test didapat nilai p value sebesar 0.651 (p>0.05) dalam menguji hubungan tingkat pengetahuan ibu terhadap status imunisasi dasar anak. Hasil penelitian menunjukkan mayoritas anak memiliki status imunisasi yang lengkap sebanyak 24 orang (72.7%) dan mayoritas ibu berpengetahuan baik sebanyak 25 orang (75.8%), namun dari hasil Fisher’s Exact Test tidak terdapat hubungan yang signifikan antara tingkat pengetahuan ibu dengan status imunisasi anak.


(10)

ABSTRACT

Immunization is a method to improve human immunity toward infection diseases. The prevention towards the illness that could be prevented with immunization in Indonesia being not yet implemented maximally. The low immunization scope was caused by the insignificance of mothers’ knowledge concerning the benefit and the method of immunization. The aim of this study is to identify the relationship between mothers’ knowledge and the children’s immunization status in Government National Primary School 064979.

This is an analytic study with cross sectional approach. The sample has been recorded using consecutive sampling method. About 33 respondents have been reported. The questionnaires of this study have been validated by 20 respondents that have the similarities with the origin respondents.

Using Fisher’s Exact Test, this study shows there is no significant results with p value = 0.651 (p>0.05) in the relationship between mothers’ knowledge and children’s immunization status. There are 24 children (72.7%) with completed immunization and 25 mothers (75.8%) with optimal knowledge about immunization. However the result of Fisher’s Exact Test shows no significant relationship between mothers’ knowledge and children’s immunization status.


(11)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala berkat dan karunia-Nya sehingga Karya Tulis Ilmiah (KTI) dengan judul “Hubungan Tingkat Pengetahuan Ibu dengan Status Imunisasi Anak di Sekolah Dasar Negeri 064979 Medan” ini dapat diselesaikan. Karya tulis ini disusun sebagai tugas akhir mata kuliah Community Research Program (CRP) dan merupakan salah satu syarat untuk memeroleh gelar Sarjana Kedokteran di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

Pada kesempatan ini penulis dengan rendah hati ingin mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Prof. dr. Gontar Alamsyah Siregar, SpPD-KGEH selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

2. Prof.dr.Guslihan Dasa Tjipta,Sp.A(K), selaku dosen pembimbing yang telah banyak memberikan pengarahan, bimbingan, dan ilmu dalam penelitian ini. 3. dr. Ichwanul Adenin, Sp.OG dan dr. Nurchaliza H. Siregar, Sp.M, selaku

dosen penguji yang telah bersedia menguji serta memberikan masukan dan saran kepada penulis.

4. Seluruh dosen dan staf di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara. 5. Kedua orang tua penulis atas segala pengorbanan, kasih sayang, dan doa yang

diberikan kepada penulis.

6. Kepada teman saya, Fenny, Aina Sarah Dalimunthe dan Erick Ary, yang turut memberi pendapat dan saran dalam penelitian ini.

7. Seluruh mahasiswa fakultas kedokteran USU yang telah bersedia membantu penulis menyelesaikan karya tulis ini.

8. Semua pihak yang baik secara langsung maupun tidak langsung memberikan bantuan dalam penyusunan karya tulis ini.

Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dan ketidaksempurnaan dalam penyusunan karya tulis ini akibat keterbatasan ilmu dan pengalaman penulis. Oleh karena itu, semua saran dan kritik akan menjadi sumbangan yang sangat berarti guna menyempurnakan karya tulis ini.


(12)

Akhir kata, penulis mengharapkan hasil karya tulis ini dapat memberikan sumbangan pikiran yang berguna bagi institusi pendidikan, masyarakat, serta pengembangan ilmu pengetahuan.

Medan, 7 Desember 2012 Penulis

Mery Anastasia 090100169


(13)

DAFTAR ISI

Halaman

Halaman Pengesahan ... i

Abstrak ... ii

Abstract ... iii

Kata Pengantar ... iv

Daftar Isi ... vi

Daftar Gambar ………...viii

Daftar Tabel………... ix

Daftar Lampiran ... xi

Daftar Singkatan ... .. xii

BAB 1 PENDAHULUAN……….1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Rumusan Masalah ... 3

1.3. Tujuan Penelitian ... 3

1.3.1. Tujuan Umum ... 3

1.3.2. Tujuan Khusus ... 3

1.4. Manfaat Penelitian ... 3

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA………..………...4

2.1. Konsep Pengetahuan ... 4

2.2. Konsep Imunisasi ... 5

2.2.1. Pengertian ... 5

2.2.2. Tujuan ... 6

2.2.3. Jenis Vaksin ... 6

2.3. Aspek Imunologi Imunisasi ... 7

2.3.1. Respon Imun ... 8

2.3.2. Antigen Sel T Dependen dan Sel T Independen ... 9

2.3.3. Pajanan Antigen Pada Sel B ... 10

2.3.4. Imunitas Seluler ... 11

2.3.5. Imunitas Humoral ... 11

2.4. Faktor yang Mempengaruhi Keberhasilan Imunisasi ... 11

2.4.1. Status Imun Penjamu ... 12

2.4.2. Faktor Genetik Penjamu ... 13

2.4.3. Kulitas dan Kuantitas Vaksin ... 13

2.5. Imunitas Dasar ... 14

2.5.1. Tuberkulosis ... 14

2.5.2. Hepatitis B... 16

2.5.3. Difteria, Pertusis, Tetanus (DPT) ... 17

2.5.4. Poliomielitia ... 18

2.5.5. Campak ... 19

2.6. Hubungan Pengetahuan Ibu dengan Status Imunisasi Dasar Anak . ... 20


(14)

BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONA………...21

3.1. Kerangka Konsep Penelitian ... 21

3.2. Definisi Operasional ... 21

3.3. Hipotesis ... 22

BAB 4 METODE PENELITIAN ……….…………..23

4.1. Jenis Penelitian ... 23

4.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 23

4.3. Populasi dan Sampel ... 23

4.3.1. Populasi ... 23

4.3.2. Sampel ... 24

4.4. Teknik Pengumpulan Data ... 25

4.5. Hasil Uji Validitas dan Uji Realibilitas ... 25

4.6. Pengolahan dan Analisis Data ... 25

BAB 5 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ………...27

5.1. Hasil Penelitian ... 27

5.1.1. Deskripsi Lokasi Hasil Penelitian ... 27

5.1.2. Deskripsi Karakteristik Subjek Penelitian ... 27

5.1.3. Distribusi Silang Karakteristik Subjek Penelitian ... 30

5.1.4. Hasil Analisis Data ... 35

5.2. Pembahasan ... 37

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN ………...39

6.1. Kesimpulan ... 39

6.2. Saran ... 39

DAFTAR PUSTAKA ... 40


(15)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman


(16)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

Tabel 5.1. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin

27 Tabel 5.2. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Usia 28 Tabel 5.3. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan

Tingkat Pendidikan Terakhir

28 Tabel 5.4. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan

Tingkat Pengetahuan Ibu

29 Tabel 5.5. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Status

Imunisasi Anak

29

Tabel 5.6. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Jumlah Anak

29 Tabel 5.7. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Sumber Informasi

Imunisasi

30 Tabel 5.8. Distribusi Frekuensi Usia Terhadap Tingkat

Pengetahuan Ibu

30 Tabel 5.9. Distribusi Frekuensi Usia Terhadap Status Imunisasi

Anak

31 Tabel 5.10. Distribusi Frekuensi Tingkat Pendidikan Terhadap

Tingkat Pengetahuan Ibu

31 Tabel 5.11. Distribusi Frekuensi Tingkat Pendidikan Terhadap

Status Imunisasi

32 Tabel 5.12. Distribusi Frekuensi Sumber Informasi Kesehatan

Terhadap Tingkat Pengetahuan

32 Tabel 5.13. Distribusi Frekuensi Sumber Informasi Kesehatan

Terhadap Status Imunisasi Anak

33 Tabel 5.14. Distribusi Frekuensi Jumlah Anak Terhadap Tingkat

Pengetahuan


(17)

Tabel 5.15. Distribusi Frekuensi Jumlah Anak Terhadap Status Imunisasi

34 Tabel 5.16. Distribusi Frekuensi Pekerjaan Terhadap Status

Imunisasi

34 Tabel 5.17. Distribusi Silang Tingkat Pengetahuan Ibu dengan

Status Imunisasi Anak

35 Tabel 5.18. Hubungan Tingkat Pengetahuan Ibu dengan Status

Imunisasi Anak Berdasarkan Fisher’s Exact Test

35 Tabel 5.19. Hubungan Berbagai Karakteristik yang Berpengaruh

Terhadap Status Imunisasi Anak

36

Tabel 5.20. Hubungan Berbagai Karakteristik yang Berpengaruh Terhadap Tingkat Pengetahuan Ibu


(18)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 : Halaman Riwayat Hidup Lampiran 2 : Lembar Penjelasan

Lampiran 3 : Lembar Pernyataan (Informed consent)

Lampiran 4 : Kuesioner Penelitian Lampiran 5 : Master Data

Lampiran 6 : Tabel-tabel Hasil Analisis SPSS Lampiran 7 : Uji validitas kuesioner


(19)

DAFTAR SINGKATAN

ADCC : Antibody Dependent Cellular Mediated Cytotoxity

Ag : Antigen

APC : Antigen Presenting Cell

BIAS : Bulan Imunisasi Anak Sekolah BCG : Bacille Calmette-Guerin

DPT : Difteria Pertusis Tetanus DT : Diphtheria and Tetanus Toxoid

GAIN UCI : Gerakan Akselerasi Nasional UCI HIV : Human Immunodeficiency Virus HiB : Hepatitis B

Ig : Imunoglobulin

IKA : Ilmu Kesehatan Anak

Kepmenkes : Keputusan Mentri Kesehatan KIPI : Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi MHC : Mayor Histocompatibility Complex

PD3I : Penyakit yang Dapat Dicegah dengan Imunisasi PPI : Pengembangan Program Imunisasi

Puskesmas : Pusat Kesehatan Masyarakat Posyandu : Pos Pelayanan Terpadu TB : Tuberculosis

TCR : T Cell Receptor

TD : T Dependent

Th : T helper


(20)

TT : Tetanus Toxoid

UCI : Universal Child Imunization

WHO : World Health Organization


(21)

ABSTRAK

Imunisasi adalah suatu cara untuk meningkatkan kekebalan seseorang secara aktif terhadap suatu penyakit infeksi. Pencegahan terhadap penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi di Indonesia belum terlaksana secara maksimal. Cakupan imunisasi yang rendah salah satunya disebabkan oleh minimnya pengetahuan ibu mengenai program dan manfaat imunisasi. Penelitian ini dilakukan untuk mencari apakah terdapat hubungan antara tingkat pengetahuan ibu dengan status imunisasi anak di sekolah dasar negeri 064979 Medan.

Penelitian ini bersifat analitik dengan pendekatan potong lintang. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini didapat dengan cara mengambil sampel tidak acak (non-probability sampling) dengan metode consecutive sampling sehingga diperoleh 33 responden. Kuesioner yang digunakan telah diuji validitasnya dengan karakteristik sampel yang mirip dengan sampel penelitian.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan Fisher’s Exact Test didapat nilai p value sebesar 0.651 (p>0.05) dalam menguji hubungan tingkat pengetahuan ibu terhadap status imunisasi dasar anak. Hasil penelitian menunjukkan mayoritas anak memiliki status imunisasi yang lengkap sebanyak 24 orang (72.7%) dan mayoritas ibu berpengetahuan baik sebanyak 25 orang (75.8%), namun dari hasil Fisher’s Exact Test tidak terdapat hubungan yang signifikan antara tingkat pengetahuan ibu dengan status imunisasi anak.


(22)

ABSTRACT

Immunization is a method to improve human immunity toward infection diseases. The prevention towards the illness that could be prevented with immunization in Indonesia being not yet implemented maximally. The low immunization scope was caused by the insignificance of mothers’ knowledge concerning the benefit and the method of immunization. The aim of this study is to identify the relationship between mothers’ knowledge and the children’s immunization status in Government National Primary School 064979.

This is an analytic study with cross sectional approach. The sample has been recorded using consecutive sampling method. About 33 respondents have been reported. The questionnaires of this study have been validated by 20 respondents that have the similarities with the origin respondents.

Using Fisher’s Exact Test, this study shows there is no significant results with p value = 0.651 (p>0.05) in the relationship between mothers’ knowledge and children’s immunization status. There are 24 children (72.7%) with completed immunization and 25 mothers (75.8%) with optimal knowledge about immunization. However the result of Fisher’s Exact Test shows no significant relationship between mothers’ knowledge and children’s immunization status.


(23)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Kemampuan suatu Negara untuk memberikan pelayanan kesehatan yang bermutu dan menyeluruh didasarkan atas tingkat pengetahuan mengenai pencegahan awal yang dapat dilakukan terhadap suatu penyakit tertentu. Tingkat pengetahuan tersebut juga dapat digunakan sebagai suatu gambaran mengenai tingkat kesehatan masyarakat di masa mendatang (Anonymus, 2012).

Salah satu pencegahan awal yang dapat dilakukan yaitu dengan pemberantasan penyakit menular dengan tindakan pengebalan atau imunisasi. Upaya imunisasi diselenggarakan di Indonesia sejak tahun 1956. Upaya ini merupakan upaya kesehatan masyarakat yang cost effective (Wibowo, 2008).

Imunisasi adalah suatu cara untuk menimbulkan/meningkatkan kekebalan seseorang secara aktif terhadap suatu penyakit, sehingga bila kelak ia terpapar dengan penyakit tersebut tidak akan sakit atau sakit ringan (Depkes RI, 2005).

Imunisasi merupakan salah satu cara untuk memberikan kekebalan pada bayi dan anak terhadap berbagai penyakit, sehingga dengan imunisasi diharapkan bayi dan anak tetap tumbuh dalam keadaan sehat.(Hidayat, 2008). Secara alamiah tubuh sudah memiliki mekanisme pertahanan sendiri terhadap penyakit. Mekanisme pertahanan tersebut meliputi pertahanan spesifik dan non spesifik. Mekanisme pertahanan tubuh yang pertama adalah non spesifik seperti komplemen dan makrofag. Setelah itu mekanisme pertahanan tubuh yang kedua adalah system pertahanan humoral dan seluler (Baratawidjaja, 2009).

Imunisasi telah terbukti dapat mencegah beberapa penyakit infeksi berat seperti polio, TBC, difteri, pertusis, tetanus, campak dan hepatitis B . Menurut Pusat Komunikasi Publik Departemen Kesehatan (2007), 1,7 juta kematian anak atau 5% balita Indonesia adalah akibat Penyakit yang Dapat Dicegah Dengan Imunisasi (PD3I). Salah satu program yang terbukti efektif untuk menekan angka kematian akibat PD3I adalah imunisasi. Imunisasi merupakan upaya preventif


(24)

untuk menurunkan angka kesakitan, kecacatan dan kematian akibat penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi (Astrianzah, 2011).

Menurut Keputusan Menetri Kesehatan (Kepmenkes) pada tahun 2010, pencapaian Universal Child Imunization (UCI) desa/kelurahan mencapai 68,2% pada Tahun 2008 dan 69,2% pada Tahun 2009. Cakupan imunisasi yang rendah salah satunya disebabkan oleh minimnya pengetahuan ibu mengenai program dan manfaat imunisasi. Guna mencapai target 100% UCI desa/kelurahan pada Tahun 2014, Kepmenkes mengembangkan Gerakan Akselerasi Imunisasi Nasional UCI (GAIN UCI) (Yuzar, A, 2010).

Saat ini pemberian imunisasi untuk masyarakat dilakukan di tempat– tempat pelayanan kesehatan seperti rumah sakit, klinik bersalin, puskesmas, posyandu, dan praktek dokter swasta. Setiap tahun dilayani imunisasi rutin kepada sekitar 4,5 juta (4.933.500) anak usia 0-1 tahun (diberikan vaksin BCG satu kali, polio empat kali, DPT/HB tiga kali dan campak pada usia 9 bulan satu kali), imunisasi BIAS (Bulan Imunisasi Anak Sekolah) campak dan tetanus difteri pada anak kelas satu, imunisasi tetanus difteri pada anak kelas dua dan tiga, dengan sasaran sekitar 12.521.944 anak sekolah (kelas satu sampai kelas tiga), dan 4,9 juta (4.933.500) ibu hamil dari sekitar 74 juta (74.983.674) WUS (Wanita Usia Subur) untuk sasaran vaksin TT (Tetanus Toxoid) (Ratih, 2010).

Berdasarkan hal – hal diatas, pencegahan terhadap PD3I di Indonesia belum terlaksana secara maksimal. Oleh karena itu, penulis tertarik untuk membahas dan meneliti hubungan tingkat pengetahuan ibu dengan status imunisasi anak. Adapun objek yang dipilih penulis untuk melakukan penelitian adalah para ibu yang menyekolahkan anak mereka di salah satu SD Negeri Medan. Penulis memilih para ibu dari anak – anak di SD Negeri Medan karena pada umumnya tingkat sosial ekonominya menengah ke bawah sehingga masih banyak para ibu yang memiliki riwayat bersalin di instansi yang kurang memenuhi standar kesehatan. Penulis mempertimbangkan bahwa persalinan di instansi yang kurang memenuhi standar kesehatan kurang mengarahkan para ibu mengenai pentingnya pencegahan penyakit menular melalui imunisasi pada anak.


(25)

1.2. Rumusan Masalah

Dari uraian latar belakang di atas dapat disimpulkan satu pertanyaan pada penelitian ini, yaitu : “Apakah terdapat hubungan tingkat pengetahuan ibu dengan status imunisasi anak ?”

1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui hubungan tingkat pengetahuan ibu dengan riwayat kelengkapan imunisasi anak.

1.3.2. Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui tingkat pengetahuan ibu mengenai imunisasi dasar di SD Negeri Medan

2. Untuk mengetahui status imunisasi siswa-siswi di SD negeri 064979 Medan

3. Untuk mengetahui berapa besar hubungan pengetahuan ibu tentang imunisasi dasar dengan status imunisasi anak di SD negeri 064979 .

1.4. Manfaat Penelitian

1. Hasil penelitian ini dapat menjadi masukan dan bahan bacaan dalam memberikan sumber dan pengembangan ilmu pengetahuan penelitian selanjutnya di bidang kesehatan.

2. Penelitian ini dapat menambah pengalaman dan wawasan penulis dalam melakukan penelitian.

3. Hasil penelitian ini dapat menjadi gambaran status imunisasi anak di SD Negeri yang diteliti.


(26)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Konsep Pengetahuan

Pengetahuan adalah hasil penginderaan manusia atau hasil tahu seseorang terhadap objek melalui indera yang dimilikinya (mata, hidung, telinga, dan sebagainya). Benyamin Bloom (1908) dalam Notoadmojo (2010) pada proses penginderaan sangat dipengaruhi oleh intensitas perhatian dan persepsi terhadap objek. Pengetahuan seseorang terhadap objek mempunyai intensitas atau tingkatan yang berbeda–beda. Secara garis besar pengetahuan dibagi dalam enam tingkatan, yaitu :

1. Tahu (Know)

Tahu diartikan sebagai recall (memanggil) memori yang telah ada sebelumnya setelah mengamati sesuatu. Misalnya: tahu bahwa buah tomat banyak mengandung vitamin C, apa penyebab penyakit TB, dan sebagainya.

2. Memahami (Comprehension)

Memahami objek bukan sekedar tahu terhadap objek tersebut, tidak sekedar dapat menyebutkan, tetapi orang tersebut harus dapat menginterpretasikan secara benar tentang objek yang diketahui tersebut. Misalnya: orang yang memahami cara pemberantasan penyakit demam berdarah, bukan hanya sekedar menyebutkan 3M ( mengubur, menutup, dan menguras), tetapi juga harus dapat menjelaskan mengapa harus mengubur, menutup, dan menguras tempat – tempat penampungan air tersebut.

3. Aplikasi (Application)

Aplikasi berarti orang yang telah memahami objek tersebut harus dapat mengaplikasikan atau menggunakan prinsip yang telah diketahui tersebut pada situasi tertentu. Misalnya: seorang telah dapat memahami metodologi penelitian maka ia akan mudah membuat proposal penelitian.


(27)

Analisis adalah kemampuan seseorang untuk menjabarkan dan atau memisahkan, dan kemudian mencari hubungan antara komponen– komponen yang terdapat dalam suatu masalah atau objek yang diketahui. Misalnya: seseorang yang dapat membedakan nyamuk Aedes agepty

dengan nyamuk biasa, seseorang yang dapat membuat siklus hidup (flow chart) cacing kremi, dan sebagainya.

5. Sintesis (Synthesis)

Sintesis menunjukkan kemampuan seseorang untuk merangkum atau meletakkan dalam satu hubungan logis dari komponen–komponen pengetahuan yang dimiliki. Misalnya: seseorang yang dapat merangkum isi dari artikel yang telah dibaca atau didengarkan.

6. Evaluasi (Evaluation)

Evaluasi berkaitan dengan kemampuan seseorang untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu objek. Misalnya: seseorang yang dapat menilai manfaat ikut keluarga berencana bagi keluarga (Notoatmodjo, 2010).

2.2. Konsep Imunisasi 2.2.1. Pengertian

Menurut Hidayat (2005) dalam Asuhan Neonatus Bayi dan Balita (2010), imunisasi adalah suatu usaha memberikan kekebalan pada bayi dan anak dengan memasukkan vaksin ke dalam tubuh agar tubuh membuat zat anti untuk mencegah terhadap penyakit tertentu.

Imunisasi adalah suatu cara untuk meningkatkan kekebalan seseorang secara aktif terhadap suatu antigen, sehingga bila kelak dia terpajan terhadap antigen serupa, dia tidak sakit (Ranuh, 2008). Imunisasi merupakan salah satu cara pencegahan penyakit infeksi serius yang paling efektif biayanya (Bart, 2000)

Imunisasi aktif adalah stimulasi sistem imun untuk membentuk suatu pertahanan terhadap suatu penyakit seperti dengan pemberian vaksin atau toksoid. Imunisasi adoptif adalah imunisasi pasif dengan transfer limfosit yang tersensitisasi dari donor imun ke resipian yang sebelumnya non imun. Imunisasi


(28)

pasif adalah timbulnya reaktivitas imun spesifik pada individu yang sebelumnya tidak memiliki imunitas melalui pemberian sel limfoid tersensitisasi atau serum dari individu yang imun (Dorland, 2002).

2.2.2. Tujuan

Tujuan pemberian imunisasi untuk seseorang, yaitu untuk mencegah terjadinya penyakit tertentu pada seseorang, menghilangkan penyakit tertentu pada sekelompok masyarakat, dan menghilangkan penyakit tertentu dari dunia seperti pada imunisasi cacar variola. Keadaan yang terakhir ini hanya dapat dilakukan pada penyakit yang ditularkan melalui manusia seperti difteria (Matondang, 2008).

2.2.3. Jenis vaksin

Vaksin adalah bahan yang dipakai untuk merangsang pembentukan antibodi yang dimasukkan ke tubuh manusia melalui suntikan atau mulut (Muslihatun, 2010). Pada dasarnya, vaksin dibagi menjadi 2 jenis, yaitu:

- Live attenuated

- Inactivated (Juyitno, 2008).

Vaksin life attenuated diproduksi di laboratorium dengan cara melakukan modifikasi virus atau bakteri penyebab penyakit. Vaksin mikroorganisme yang telah dihasilkan masih dapat bereplikasi dan merangsang terbentuknya antibodi tetapi tidak menyebabkan penyakit. Vaksin ini berkembang biak dalam tubuh resipien, supaya dapat merangsang respon imun. Vaksin bersifat labil dan dapat rusak oleh cahaya atau panas. Walaupun dapat menyebabkan penyakit namun bersifat lebih ringan daripada penyakit alamiah dan hal ini disebut kejadian ikutan (adverse effect). Contoh vaksin dari virus hidup adalah campak, gondongan, rubela, polio, rotavirus, yellow fever. Contoh vaksin dari bakteri hidup adalah BCG dan tipoid oral (Muslihatun, 2020).

Virus atau bakteri ini dilemahkan di laboratorium dengan cara pembiakan berulang-ulang. Misalnya vaksin campak yang dipakai sampai sekarang


(29)

membutuhkan waktu selama 10 tahun untuk mengubah virus campak liar menjadi virus campak yang dapak divaksinasi ke tubuh manusia (Suyitno, 2008).

Vaksin inactivated dihasilkan dengan cara membiakkan bakteri atau virus dalam media pembiakan, kemudian dibuat tidak aktif dengan penanaman bahan kimia. Vaksin inactivated tidak dapat hidup atau berkembang biak sehingga seluruh dosis antigen dimasukkan dalam suntikan. Vaksin ini tidak menyebabkan penyakit dan tidak dapat mengalami mutasi menjadi bentuk patogenik (Suyitno, 2008). Contoh vaksin yang berasal dari seluruh sel virus inactivated adalah influenza, polio, rabies, dan hepatitis A. Contoh vaksin yang berasal dari seluruh bakteri inactivated adalah pertusis, kolera, tifoid, dan lepra (Muslihatun, 2010).

2.3. Aspek Imunologi Imunisasi

Imunisasi menggambarkan proses menginduksi imunitas secara artifisial terhadap antigen dengan memberikan agen imnunobiologis. Pemberian bahan imunobiologis tidak dapat disamakan secara autonomis dengan perkembangan imunitas yang cukup (Bart, 2000).

Dilihat dari cara timbulnya kekebalan pada imunisasi maka terdapat dua jenis imunisasi yaitu imunisasi aktif dan imunisaasi pasif (Matondang dan Siregar, 2008). Imunisasi aktif adalah induksi tubuh untuk mengembangkan pertahanan terhadap penyakit dengan pemberian vaksin atau toksoid yang merangsang sistem imun untuk menghasilkan antibodi dan respon imun seluler yang melindungi terhadap agen infeksi (Bart, 2000). Kekebalan yang diperoleh dari imunisasi aktif dibuat oleh tubuh sendiri akibat terpajan pada imunisasi atau terpajan secara alamiah. Kekebalan aktif berlangsung lebih lama daripada kekebalan pasif karena adanya memori imunologik (Matondang dan Siregar, 2008).

Imunisasi pasif adalah kekebalan yang diperoleh dari luar tubuh, bukan dari individu itu sendiri. Imunisasi pasif terjadi melalui pemindahan antibodi transplasenta pada janin (Bart, 2000). IgG biasanya efektif dalam darah, juga dapat melewati plasenta dan memberikan imunitas pasif kepada janin. Adanya transfer pasif tersebut dapat merugikan oleh karena IgG maternal dapat


(30)

menghambat imunisasi yang efektif pada bayi. Jadi sebaiknya imunisasi pada neonates ditunggu sampai antibodi ibu menghilang dari darah anak (Imunologi Dasar, 2009). Kekebalan yang terbentuk dari imunisasi pasif tidak berlangsung lama karena akan dimetabolisme tubuh. Waktu paruh IgG 28 hari, sedangkan waktu paruh imunologik lainnya lebih pendek (Matondang dan Siregar, 2008).

Pendekatan utama imunisasi aktif adalah menggunakan agen infeksi hidup yang dilemahkan dan dinonaktifkan atau diambil ekstrak antigennya. Vaksin hidup yang dilemahkan menginduksi respon imunologis yang lebih menyerupai respon imunologis pada infeksi alamiah daripada vaksin yang dininaktifkan atau vaksin mati. Vaksin mati terdiri atas seluruh organisme yang diinaktifkan (vaksin pertusis), eksotoksin yang didetoksifikasi saja (toksoid tetanus), endotoksin terikat pada protein pembawa atau bahan kapsul yang dapat larut (polisakarida pneumokokus), bahan kapsul gabungan (vaksin gabungan Hib) dan ekstrak dari komponen–komponen organism (subunit influenza) (Bart, 2000).

2.3.1. Respon Imun

Respon imun adalah respon tubuh terhadap urutan kejadian yang kompleks terhadap antigen (Ag) untuk mengeliminasi antigen tersebut. Dikenal dua macam pertahanan tubuh yaitu mekanisme pertahanan tubuh non-spesifik dan mekanisme pertahanan tubuh spesifik. Mekanisme pertahanan non-spesifik disebut juga komponen non-adaptif atau innate artinya tidak ditujukan untuk satu antigen tapi untuk berbagai macam antigen. Mekanisme pertahanan tubuh spesifik atau komponen adaptif ditujukan khusus terhadap satu jenis antigen, terbentuknya antibodi lebih cepat dan lebih banyak pada pemberian antigen berikutnya. Hal ini disebabkan telah terbentuknya memori pada pemberian antigen pertama kali (Matondang dan Siregar, 2008).

Bila pertahanan non-spesifik belum dapat mengatasi invasi mikroorganisme maka imunitas spesifik akan terangsang. Mikroorganisme yang pertama kali dikenal oleh sistem imun akan dipresentasikan oleh sel makrofag (APC = antigen presenting cell) pada sel T untuk antigen TD (T dependent)


(31)

sedangkan antigen TI (T independent) akan langsung diproses oleh sel B (Matondang dan Siregar, 2008).

Mekanisme pertahanan spesifik terdiri atas imunitas seluler dan imunitas humoral. Imunitas humoral akan menghasilkan antibodi bila dirangsang oleh antigen. Semua antibodi adalah protein dengan struktur yang sama yang disebut immunoglobulin (Ig) yang dapat dipindahkan secara pasif kepada individu lain dengan cara penyuntikan serum. Berbeda dengan imunitas seluler hanya dapat dipindahkan melalui sel, contohnya pada reaksi penolakan organ transplantasi oleh sel limfosit dan pada graft versus – host – disease (Matondang dan Siregar, 2008).

Respon imun terdiri dari dua fase, yaitu fase pengenalan yang diperankan oleh APC, sel limfosit B, dan limfosit T dan fase efektor yang diperankan oleh antibodi dan limfosit T efektor (Matondang dan Siregar, 2008).

2.3.2. Antigen sel T dependen dan sel T independen

Pada umumnya pajanan antigen bersifat tergantung sel T (TD=T dependent antigen) yang akan mengaktifkan sel imunokompeten bila sel ini mendapat bantuan sel Th (T helper) melalui zat yang akan dilepaskan Th aktif. Antigen TD adalah antigen yang kompleks seperti bakteri, virus, dan antigen yang bersifat hapten. Sedangkan antigen yang tidak memerlukan sel T (TI = T independent antigen) untuk menghasilkan antibodi dengan cara langsung merangsang sel limfosit B misalnya antigen yang strukturnya sederhana dan berulang–ulang, biasanya merupakan molekul besar dan menghasilkan IgM, IgG2 dan sel memori yang lemah. Contohnya polisakarida komponen endotoksin yang terdapat pada dinding sel bakteri (Matondang dan Siregar, 2008).

Limfosit Th dapat mengenal antigen bila dipresentasikan bersama molekul produk MHC (mayor histocompatibility complex) kelas I dan II yaitu molekul yang terdapat pada membran sel makrofag. Setelah antigen diproses oleh sel makrofag, antigen akan dipresentasikan bersama MHC kelas I atau kelas II kepada sel Th sehingga terjadi ikatan antara TCR (T cell receptor) . Kemudian


(32)

akan terjadi diferensiasi menjadi sel Th efektor, sel Tc efektor, sel Th memori dan sel Tc memori atas pengaruh sitokin berada di jaringan perifer. Sel Th efektor mengaktivasi makrofag. Peran utama dari Th adalah membantu sel limfosit B menghasilkan antibodi (Matondang dan Siregar, 2008). Bantuan tersebut berupa sitokin yang dilepas sel T setelah kontak dengan antigen (Imunologi Dasar, 2009).

Terdapat dua jenis sel Th yaitu sel Th1 dan sel Th2 yang dapat dibedakan dengan sitokin yang dihasilkannya dan fungsi efektornya (Matondang dan Siregar, 2008). Sel Th1 memperantarai respon imun seluler sedangkan sel Th2 memperbanyak produksi antibody. Sel Th1 menghasilkan IL-2 dan interferon gamma dan sel Th2 menghasilkan IL-4, IL-5, dan IL-10 (Bart, 2000).

2.3.3. Pajanan Antigen pada Sel B

Pada antigen TD akan berikatan dengan immunoglobulin permukaan sel B dan dengan bantuan Th akan terjadi aktivasi enzim dalam sel B sehingga terjadi transformasi blast, proliferasi, dan diferensiasi menjadi sel plasma yang mensekresi antibodi dan membentuk sel B memori. Sedangkan antigen TI dapat secara langsung mengaktivasi sel B tanpa bantuan sel Th. Antibodi yang disekresi dapat menetralkan antigen sehingga virulensinya hilang ataupun berikatan dengan antigen sehingga lebih mudah difagositosis oleh makrofag dalam proses opsonisasi (Matondang dan Siregar, 2008).

Proses pengikatan antibodi dengan antigen sehingga mempermudah lisis antigen oleh sel Tc disebut antibody dependent cellular mediated cytotoxity

(ADCC). Hal yang diharapkan dari imunisasi adalah pembentukan sel memori sebagai hasil akhir dari aktivasi sel B. Sehingga bila kelak tubuh terpajan lagi dengan antigen serupa maka antibodi akan cepat berproliferasi dan berdiferensiasi melalui respon imun sekunder (Matondang dan Siregar, 2008).

Respon imun sekunder terjadi dengan cepat, biasanya 4-5 hari (Bart, 2000). Antibodi yang terbentuk pada respon imun sekunder adalah IgG, dengan titer dan afinitasnya lebih tinggi serta phase lag lebih pendek. Sedangkan antibodi yang terbentuk pada respon imun primer (respon imun pada pajanan pertama) kebanyakan adalah IgM dan IgG dengan titer yang lebih rendah dibandingkan


(33)

dengan respon imun sekunder (Matondang dan Siregar, 2008). Pada respon imun primer, titer IgM akan turun setelah titer IgG naik selama minggu kedua sesudah pajanan antigen (Bart, 2000).

2.3.4. Imunitas Seluler

Imunitas seluler terdiri dari:

- Proses fagositosis yang diperankan oleh sel dalam system retikuloendotelial.

- Kemampuan sel tubuh dalam menolak dan mengeluarkan benda asing. - Timbulnya reaksi alergi pada kulit

- Proses pengenalan antigen yang pernah terpajan sebelumnya dengan cepat (Ilmu Kesehatan Anak, 2005).

Respons imun seluler diperankan oleh limfosit T yang dapat langsung melisis sel yang mengekspresikan antigen spesifik (sel Tc = sel T cytotoxic) atau mensekresi sitokin yang akan merangsang terjadinya proses inflamasi (Th = sel T helper) hipersensivitas tipe lambat. Sel Tc dan sel Th berperan pada mikroorganisme intraselular seperti infeksi virus, parasit, dan beberapa bakteri. Sel T sitotoksik akan melisis sel yang mengandung virus. Sel Th aktif juga merangsang sel Tc untuk mengenal antigen pada sel target bila berasosiasi pada molekul MHC kelas I (Matondang dan Siregar, 2008).

2.3.5. Imunitas Humoral

Imunitas humoral terkandung dalam immunoglobulin (Ilmu Kesehatan Anak, 2005). Respon immunoglobulin (Ig) pada sel limfosit B mengenal dan berinteraksi dengan epitop antigen. Pada awalnya immunoglobulin yang dihasilkan adalah kelas IgM dan pada perkembangan selanjutnya sel B juga menghasilkan IgG, IgA, dan IgD (Matondang dan Siregar, 2008).

2.4. Faktor yang Mempengaruhi Keberhasilan Imunisasi

Kualitas respon yang timbul tergantung dari faktor intrinsik Ag dan faktor – faktor lain seperti:


(34)

- Jumlah dosis obat.

- Cara pemberian antigen. Pada pemberian secara intradermal (id), intramuskular (im), subkutan (sc), organ sasaran adalah kelenjar limfoid regional. Secara intravenous (iv) berada di limpa, sedangkan pemberian secara oral akan ke plaque-Peyer’s, dan melalui inhalasi berada di jaringan limfoid brackhial.

- Penambahan dengan zat yang bekerja sinergis dengan antigen, misalnya ajuvan atau antigen lain.

- Sifat molekul antigen, jumlah protein, ukuran, dan daya larutnya. - Faktor genetik penjamu (Matondang dan Siregar, 2008).

2.4.1. Status Imun Penjamu

Jenis antibodi yang terdapat dalam tubuh mempengaruhi keberhasilan imunisasi (Muslihatun, 2010). Misalnya pada bayi yang semasa janin mendapatkan antibodi maternal spesifik terhadap virus campak. Bila vaksin virus campak diberikan pada saat kadar antibodi spesifik campak masih tinggi akan memberikan hasil yang kurang memuaskan (Matondang dan Siregar, 2008).

Hal yang serupa terjadi pada air susu ibu (ASI) yang mengandung IgA sekretorik (SIgA) terhadap virus polio dapat mempengaruhi keberhasilan vaksinasi virus polio yang diberikan secara oral (Muslihatun, 2010). Bagian Alergi-Imunologi Bagian IKA FKUI/RSCM Jakarta, kadar SIgA polio pada ASI sudah tidak ditemukan lagi setelah bayi berumur 5 bulan. Kadar SIgA yang tinggi terdapat pada kolostrum. Oleh karena itu vaksinasi polio yang diberikan pada masa pemberian kolostrum, hendaknya ASI tidak diberikan dua jam sebelum dan sesudah vaksinasi (Matondang dan Siregar, 2008).

Keadaan gizi yang buruk akan menurunkan fungsi sel sistem imun seperti makrofag, limfosit, imunitas seluler, dan imunitas humoral. Imunoglobulin yang terbentuk tidak dapat mengikat antigen dengan baik karena terdapat kekurangan asam amino yang dibutuhkan untuk sintesis antibodi. Kadar komplemen dan mobilitas makrofag juga berkurang sehingga respon terhadap vaksin dan toksoid juga berkurang (Matondang dan Siregar, 2008).


(35)

2.4.2. Faktor Genetik Penjamu

Interaksi sel-sel sistem imun dipengaruhi oleh variabilitas genetik. Secara genetik respon imun manusia dapat dibagi menjadi respon baik, cukup, dan rendah terhadap antigen tertentu. Seseorang dapat memberikan respon rendah terhadap antigen tertentu, tapi respon yang tinggi terhadap antigen lain. Oleh karena itu keberhasilan vaksinasi tidak dapat mencapai 100% (Matondang dan Siregar, 2008). Untuk keberhasilan imunisasi, seseorang harus berada dalam keadaan yang imunokompeten (Baratawidjaja dan Rengganis, 2009).

2.4.3. Kualitas dan Kuantitas Vaksin

Beberapa faktor kuantitas dan kualitas vaksin dapat menentukan keberhasilan vaksinasi seperti cara pemberian, dosis, frekuensi pemberian adjuvan yang digunakan, dan jenis vaksin (Matondang dan Siregar, 2008).

Cara pemberian vaksin akan mempengaruhi respon imun misalnya pada vaksin polio oral akan menimbulkan imunitas lokal dan sistemik, sedangkan vaksin polio parenteral hanya memberikan imunitas sistemik saja. Dosis vaksin yang tidak tepat juga mempengaruhi respon imun. Dosis yang terlalu tinggi menghambat sistem imun (Matondang dan Siregar, 2008).

Frekuensi pemberian mempengaruhi respon imun yang terjadi. Respon imun sekunder memiliki reaksi imun yang lebih cepat, lebih tinggi produksinya, dan afinitasnya lebih tinggi (Matondang dan Siregar, 2008). Adjuvan adalah bahan yang berbeda dari antigen yang berfungsi meningkatkan respon imun dengan mempertahankan antigen pada tempat suntikan (Baratawidjaja dan Rengganis, 2009).

Vaksin hidup akan memberikan respon imun yang lebih kuat dibandingkan vaksin mati (Matondang dan Siregar, 2008). Besar molekul penting untuk menentukan kemampuan menginduksi respon imun. Molekul yang besar biasanya lebih imunogenik karena memiliki lebih banyak epitop. Pemberian vaksinasi secara subkutan dan intramuskular merupakan rute yang tersering untuk merangsang respon imun (Baratawidjaja dan Rengganis, 2009).


(36)

2.5. Imunisasi Dasar

Guna tercapainya universal child immunization, Indonesia menerapkan Pengembangan Program Imunisasi (PPI). PPI diharapkan dapat menanggulangi penyakit infeksi di Indonesia seperti eradikasi polio, eliminasi tetanus maternal dan neonatal, reduksi campak, peningkatan mutu pelayanan imunisasi, standar pemberian suntikan yang aman dan keamanan pengelolaan limbah tajam PPI telah dikenal sejak tahun 1977. Imunisasi yang termasuk dalam PPI adalah BCG, polio, DTP, campak, dan hepatitis B (Ismael, 2008).

2.5.1. Tuberkulosis

Tuberkulosis adalah setiap penyakit menular pada manusia dan hewan yang disebabkan oleh spesies Mycobacterium dan ditandai dengan pembentukan tuberkel dan nekrosis kaseosa pada jaringan-jaringan. Spesies penyebab penyakit paling sering adalah Mycobacteriun tuberculosis dan Mycobacterium bovis. Tuberkulosis bervariasi secara luas dalam hal manifestasinya dan mempunyai kecenderungan kronisitas yang besar. Berbagai organ dapat terkena penyakit ini, namun paru merupakan organ utama yang terkena pada manusia. (Dorland, 2002).

Tuberkulosis adalah penyakit utama pada anak yang kelima. Secara berurut penyakit pada anak di Indonesia adalah infeksi saluran pernafasan, penyakit saluran pencernaan, malnutrisi energi protein, defisiensi vitamin A, dan tuberkulosis (Hasan dan Alatas, 2005).

BCG (Bacillus calmette guerin) adalah kuman tuberkulosis yamg dibiakkan oleh Calmette dan Guerin sehingga menghasilkan basil yang attenuated

(Hasan dan Alatas, 2005). Imunisasi BCG diberikan pada bayi sebelum umur 3 bulan (Hadinegoro, 2008). Imunisasi BCG ulangan tidak dianjurkan karena manfaatnya diragukan (Muslihatun, 2010). Seorang anak masih dapat menderita tuberkulosis primer walaupun telah mendapatkan vaksin BCG tetapi anak tersebut tidak akan mendapat komplikasi berat seperti meningitis dan tuberkulosis milier (Hasan dan Alatas, 2005).

Para pakar menyatakan bahwa efektivitas vaksin untuk perlindungan penyakit hanya mencapai 40% dan sekitar 70% kasus tuberkulosis berat


(37)

(meningitis) ternyata mempunyai riwayat imunisasi BCG (Muslihatun, 2010). Vaksin BCG merupakan vaksin hidup sehingga tidak diberikan pada pasien imunokompromais seperti pada penderita leukemia, anak yang sedang mendapatkan pengobatan steroid jangka panjang dan penderita HIV (Hadinegoro, 2008). Imunisasi BCG juga tidak boleh diberikan jika tes Mantoux lebih dari 5 mm, sedang menjalani pengobatan radiasi keganasan sumsum tulang atau sistem limfe, gizi buruk, demam tinggi, infeksi kulit luas, pernah menderita tuberkulosis, dan sedang hamil (Muslihatun, 2010).

Imunisasi BCG sebaiknya diberikan pada anak kurang dari 3 bulan (Muslihatun, 2010). Untuk anak umur lebih dari 3 bulan, sebaiknya dilakukan uji tuberkulin terlebih dahulu. Vaksin diberikan apabila uji tuberkulin menunjukkan hasil negatif (Hadinegoro, 2008). Bila anak pernah kontak dengan penderita TBC, maka berikan profilaksis INH terlebih dahulu (Muslihatun, 2010).

Dosis imunisasi BCG yang diberikan pada anak kurang dari 1 tahun 0,05 ml, sedangkan dosis untuk anak diatas 1 tahun adalah 0,1 ml (Hadinegoro, 2008). Sistem imun mulai terbentuk 8-12 minggu setelah penyuntikan (Muslihatun, 2010). Sesuai anjuran WHO, vaksin BCG diberikan secara intrakutan di daerah lengan kanan atas pada insersio Musculus deltoideus (Hadinegoro, 2008). BCG diberikan rutin hanya bila tes tuberkulin negatif (Meadow dan Newell, 2005). Terdapat beberapa efek samping imunisasi BCG, yaitu:

- Pada tempat penyuntikan terjadi ulkus yang lama sembuh terutama bila tempat penyuntikan di subkutan bukan di intrakutan.

- Pembengkakan kelenjar regional yang dapat pecah dan menimbulkan ulkus. - Terjadi infeksi sekunder dari ulkus yang terbentuk (Hasan dan Alatas, 2005).

Vaksin BCG tidak boleh terkena sinar matahari, harus disimpan pada suhu 2-8 °C, tidak boleh beku, dan vaksin yang telah diencerkan harus dibuang dalam 8 jam. Tiga minggu setelah penyuntikan akan timbul ulkus dengan diameter 4-8 mm yang akan sembuh dalam waktu 2-3 bulan. Apabila dosis terlalu tinggi, maka ulkus yang timbul lebih besar. Kadang-kadang dijumpai limfadenitis supuratif di aksila atau leher. Apabila timbul fistul pada limfadenitis, maka dilakukan drainase dan diberikan obat anti tuberkulosis oral (Muslihatun, 2010).


(38)

2.5.2. Hepatitis B

Hepatitis B adalah penyakit yang menginfeksi liver dan disebabkan oleh virus hepatitis B. Infeksi akut hepatitis dapat menyebabkan gejala-gejala seperti kehilangan nafsu makan, kecapekan, diare, muntah-muntah, jaundice, rasa sakit di otot, persendian, dan bagian perut. Sedangkan infeksi kronik hepatitis B dapat menyebabkan sirosis, kanker hati, dan kematian (CDC, 2012).

Indonesia termasuk negara dengan daerah endemis hepatitis B sedang sampai tinggi. Transmisi dapat terjadi melalui kontak perkutaneus, parenteral, dan melalui hubungan seksual. Virus hepatitis B juga dapat bertahan di permukaan suatu benda selama kurang lebih 1 minggu tanpa kehilangan daya tularnya (Hidayat dan Pujiarto, 2008).

Jadwal imunisasi hepatitis B dilakukan sebanyak tiga kali. Imunisasi hepatitis B yang pertama dilakukan dalam waktu 12 jam setelah bayi lahir, kemudian dilanjutkan dengan imunisasi kedua dan ketiga saat bayi berusia dua bulan dan tiga hingga enam bulan. Dapat dikatakan juga jarak antara imunisasi hepatitis B pertama dengan kedua adalah 1 bulan, sedangkan jarak antara imunisasi hepatitis B kedua dengan yang ketiga adalah 2 hingga 5 bulan (Hadinegoro, 2008).

Vaksin hepatitis B diberikan secara intramuskular. Pada bayi dan neonatus penyuntikan di anterolateral paha, sedangkan pada anak-anak dan dewasa di region deltoid (Muslihatun, 2010). Setiap vaksin hepatitis yang diberikan dievaluasi untuk menentukan dosis sesuai umur sehingga dapat menimbulkan respon antibodi yang cukup (Hidayat dan Pujiarto, 2008).

Efektivitas vaksin dalam mencegah infeksi virus hepatitis B sekitar 90%-95% dengan memori sistem imun yang menetap minimal hingga 12 tahun (Hidayat dan Pujiarto, 2008). Sebagian besar orang yang divaksin tidak mengalami efek samping (65%), tetapi sekitar 3% dari orang yang diimunisasi mengalami rasa sakit dan nyeri tekan ditempat suntikan (CDC, 2012).


(39)

2.5.3. Difteria, Pertusis, Tetanus (DPT)

Difteri, pertusis dan tetanus (DPT) adalah produk polivalen yang mengandung toksoid Korinebakter difteri, Bordetela pertusis dan Klostridium tetani (Baratawidjaja dan Rengganis, 2009).

Difteri akan memproduksi toksin yang menghambat sintesis protein seluler dan menyebabkan destruksi jaringan setempat sehingga terbentuk suatu selaput yang menyumbat saluran nafas. Toksik yang terbentuk pada selaput tersebut dapat diabsorbsi darah dan dibawa ke seluruh tubuh sehingga menyebabkan komplikasi berupa miokarditis, neuritis, trombositopenia, dan proteinuria (Jumbelaka dan Hadinegoro, 2008).

Pertusis atau batuk rejan merupakan penyakit yang bersifat toxic-mediated. Toksik yang dihasilkan menempel pada bulu getar saluran nafas dan merusak bulu getar tersebut. Bulu getar yang rusak menyebabkan gangguan aliran sekret saluran pernafasan dan dapat menyebabkan sumbatan jalan nafas (Jumbelaka dan Hadinegoro, 2008). Pemberian vaksin pertusis mempunyai efek samping berupa demam ringan dan kadang terjadi ensefalitis dengan gejala hiperpireksia, status konvulsivus, dan penurunan kesadaran. Oleh karena itu, vaksinasi pertusis perlu dipertimbangkan lagi pada anak yang kejang dan mempunyai alergi (Hassan dan Alatas, 2005).

Tetanus disebabkan oleh Klostridium tetani yang masuk ke tubuh manusia melalui luka dan suasana anaerob dengan penyebarannya melalui darah dan limfe. Toksik tetanus menempel di sistem saraf dan mempengaruhi pelepasan

neurotransmitter, yang berakibat terjadi penghambatan impuls inhibisi. Akibatnya terjadi kontraksi serta spastisitas otot tak terkontrol, kejang dan gangguan system saraf otonom (Jumbelaka dan Hadinegoro, 2008).

Imunisasi DPT diberikan sebanyak tiga kali setelah bayi berumur 2 bulan dengan interval 4 sampai 8 minggu. Interval terbaik adalah 8 minggu sejak imunisasi DPT yang terakhir diberikan, maka imunisasi DPT-1 pada umur 2 bulan, DPT-2 pada umur 4 bulan, dan DPT-3 pada umur 6 bulan. Sedangkan ulangan booster DPT diberikan satu tahun setelah DPT-3 dan DPT-5 pada saat umur 5 tahun atau pada usia masuk sekolah (Hadinegoro, 2008).


(40)

Vaksin DPT diberikan dengan dosis 0,5 ml secara intramuskular baik untuk imunisasi dasar maupun untuk ulangan (Hadinegoro,2008). Anak-anak dengan demam tinggi harus menunggu hingga demam hilang untuk imunisasi DTP. Anak yang mengalami reaksi alergi atau mengalami gangguan sistem saraf dalam waktu 7 hari setelah pemberian vaksin DPT-1 tidak boleh melanjutkan vaksin berikutnya. Vaksinasi DPT tidak dianjurkan untuk orang dewasa dan anak diatas 7 tahun. Dianjurkan vaksinasi DT (Difteri Tetanus) untuk usia 11 tahun keatas (CDC, 2007).

2.5.4. Poliomielitis

Penyakit ini disebabkan oleh virus poliomyelitis yang menyerang medulla spinalis sehingga menyebabkan kelumpuhan anggota gerak bawah. Virus polio umumnya menyebar secara oro-faecal, namun dalam beberapa kasus dapat menyebar secara oral ke oral. Poliomielitis sangat infeksius dari 7 sampai 10 hari sebelum dan setelah timbul gejala, tetapi virusnya dapat ditemukan di tinja dalam 3 minggu sampai 6 minggu (Suyitno, 2008).

Vaksin poliomielitis yang digunakan adalah vaksin Salk (Inactivated Polio Vaccin) dan vaksin Sabin (Oral Polio Vaccin) (Baratawidjaja dan Rengganis, 2009). Di Indonesia jenis imunisasi polio yang digunakan adalah jenis Sabin yang telah dilaksanakan sejak tahun 1980 dan pada tahun 1990 telah mencapai UCI (universal of child immunization) (Suyitno, 2008).

Vaksin Salk disuntikkan secara subkutan dengan jadwal imunisasi pertama saat anak berumur 3 bulan, yang kedua 4 minggu setelah imunisasi pertama, dan yang ketiga adalah 6 sampai 7 bulan sesudah imunisasi kedua (Hassan dan Alatas, 2005). Vaksin ini memberikan imunitas terhadap infeksi polio sistemik, tetapi tidak terhadap infeksi intestinal (Baratawidjaja dan Rengganis, 2009).

Vaksin Sabin diberikan secara oral sesuai dengan rute masuk alamiah virus (Baratawidjaja dan Rengganis, 2009). Vaksin ini diberikan pertama kali sejak bayi dengan dosis 2 tetes. Virus vaksin ini menempel pada usus dan merangsang pembentukkan antibodi di saluran cerna dan di darah. Jadwal imunisasi yang diberikan pada vaksin Sabin dimulai pada saat lahir, kemudian


(41)

dilanjutkan dengan tiga kali imunisasi dalam rentan waktu 2 bulan. Setelah imunisasi keempat, maka dapat dilakukan imunisasi kelima dan keenam pada saat bayi berumur 1,5 tahun dan 5 tahun (Suyitno, 2008).

2.5.5. Campak

Campak adalah penyakit infeksi yang sangat menular dan dapat menginfeksi segala usia. Infeksi campak ditandai dengan gejala demam, batuk, flu, konjutivitis, dan kemerahan pada kulit yang menyeluruh (Medscape, 2012). Penyakit campak disebabkan oleh virus campak dari paramyxovirus yang sangat sensitif terhadap panas dan mudah rusak pada suhu 37°C. Campak umumnya ditularkan dari droplet infeksi (Soegijanto, 2008).

Ruam timbul pada hari ketiga sampai hari keempat dari timbulnya demam. Ruam yang timbul berupa maculopapila eritematosa yang dimulai dari daerah leher, belakang telinga, perbatasan rambut di kepala, dan meluas ke seluruh tubuh dalam waktu 24 jam. Setelah tiga atau empat hari ruam kemerahan itu akan berubah warna menjadi kecoklatan hingga kehitaman dan mengalami deskuamasi berupa sisik berwarna keputihan (Soegijanto, 2008).

Ada dua jenis vaksin campak, yaitu vaksin yang berasal dari virus campak yang hidup dan dilemahkan dan vaksin yang berasal dari virus campak yang dimatikan (Muslihatun,2010). Vaksin campak dianjurkan dalam satu dosis 0,5 ml secara subkutan pada umur 9 bulan (Hadinegoro ,2008). Imunisasi ulangan perlu diberikan pada saat anak masuk SD atau usia 6 tahun (Muslihatun, 2010).

Imunisasi campak tidak dianjurkan pada ibu hamil, anak dengan imunodefisiensi, pasien TB yang tidak diobati, pasien kanker, pasien transplantasi organ, pasien yang mendapat pengobatan imunosupresi jangka panjang, dan anak

immunocompromised yang terinfeksi HIV. Anak yang terinfeksi HIV tanpa imunosupresi berat bisa mendapat imunisasi campak (Soegijanto, 2008). Reaksi KIPI pada imunisasi campak banyak ditemukan pada pemberian vaksin campak dari virus yang dimatikan. Gejala KIPI dari imunisasi campak berupa demam lebih dari 39,5°C pada hari kelima sampai hari keenam setelah imunisasi yang


(42)

berlangsung selama 2 hari dan gangguan sistem saraf pusat pada reaksi KIPI berat (Muslihatun, 2010).

2.6. Hubungan Pengetahuan Ibu dengan Status Imunisasi Dasar Anak

Ketidaktahuan ibu terhadap imunisasi dapat menyebabkan minimnya informasi tentang inunisasi pada anak (Ali, 2002). Hasil penelitian Tarigan (2011) yang dilakukan di Puskesmas Namorambe menunjukkan adanya hubungan yang kuat antara tingkat pengetahuan ibu dengan status imunisasi anak. Namun ada hasil penelitian lain yang menunjukkan tidak adanya hubungan yang bermakna antara tingkat pendidikan ibu dengan status imunisasi anak (Asrtianzah dan Margawati, 2011).

Pengetahuan orang tua yang berhubungan dengan peningkatan status imunisasi anak dapat dimanfaatkan sebagai strategi dalam meningkatkan program imunisasi dasar anak. Strategi ini berasumsi bahwa anak yang tidak diimunisasi dengan benar dikarenakan orang tua tidak mendapatkan informasi yang cukup dan karena pandangan yang buruk mengenai imunisasi. Program imunisasi dapat berhasil jika ada usaha yang sungguh-sungguh dan berkesinambungan pada orang-orang yang memiliki pengetahuan yang tinggi mengenai imunisasi. Jika suatu program intervensi preventif seperti imunisasi ingin dijalankan secara serius dalam menjawab perubahan pola penyakkit dan persoalan pada anak, maka perbaikan dalam evaluasi prilaku kesehatan masyarakat dan peningkatan pengetahuan sangat diperlukan (Ali, 2002).


(43)

BAB 3

KERANGKA KONSEP PENELITIAN DAN DEFINISI OPERASIONAL

3.1. Kerangka Konsep Penelitian

Kerangka konsep penelitian merupakan kerangka yang menggambarkan dan mengarahkan asumsi mengenai elemen-elemen yang diteliti. Berdasarkan rumusan masalah yang telah dipaparkan dalam tujuan penelitian, latar belakang, dan tinjauan kepustakaan di atas, maka kerangka konsep penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut:

Gambar 3.1. Kerangka Konsep Penelitian

3.2. Definisi Operasional

1. Ibu didefinisikan sebagai seorang wanita yang memiliki anak yang bersekolah di SD negeri 064979.

2. Pengetahuan didefinisikan sebagai segala sesuatu yang diketahui ibu tentang imunisasi dasar yang diberikan pada bayi berdasarkan jawaban kuesioner yang diberikan.

Cara Ukur : Wawancara

Alat Ukur : Kuesioner Hasil Ukur :

1. Ibu berpengetahuan baik : Jawaban kuesioner yang benar sebanyak 13-20

Tingkat Pengetahuan Ibu tentang :

1. Definisi dan Tujuan Imunisasi

2. Jenis Imunisasi Dasar 3. Frekuensi pemberian

imunisasi 4. Efek samping

imunisasi 5. Usia pemberian

imunisasi

Status Imunisasi Dasar: - Lengkap


(44)

2. Ibu berpengetahuan kurang : Jawaban kuesioner yang benar adalah < 12

Skala Ukur : Ordinal

3. Status imunisaasi didefinisikan sebagai kelengkapan semua jenis imunisasi anak yang meliputi imunisasi BCG, DTP, Polio, Campak, Hepatitis B.

4. Imunisasi dasar didefinisikan sebagai imunisasi pada anak dibawah 13 tahun yang meliputi imunisasi BCG, DTP, Polio, Campak, Hepatitis B.

Cara Ukur : Wawancara

Alat Ukur : Kuesioner

Hasil Ukur : berdasarkan pertanyaan yang diajukan dalam kuesioner dengan kategori :

1. Semua ‘Ya’ : Imunisasi lengkap 2. Salah satu atau lebih ‘Tidak’ : Imunisasi tidak lengkap Skala Ukur : Ordinal

3.3. Hipotesis

Ada hubungan tingkat pengetahuan ibu dengan status imunisasi dasar anak pada Sekolah Dasar Negeri 064979 Medan.


(45)

BAB 4

METODE PENELITIAN

4.1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah penelitian analitik dengan desain cross sectional, yang dimaksudkan untuk mengetahui hubungan ada atau tidak adanya hubungan tingkat pengetahuan ibu terhadap status imunisasi dasar anak pada siswa SD Negeri 064979 Medan. Pada penelitian ini pendekatan atau pengumpulan data dilakukan dalam suatu saat (point time approach).

4.2. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan selama 3 bulan (Juli – September 2012) terhadap orang tua siswa SD Negeri 064979 Medan. Adapun alasan peneliti memilih sekolah adalah karena umur minimal seorang anak masuk SD sudah mencakupi umur pemberian imunisasi dasar sesuai program yang dilakukan pemerintah. Penulis memilih sekolah tersebut karena sebagian besar siswa SD negeri 064979 diantar-jemput orang tua ke sekolah.

4.3. Populasi dan Sampel 4.3.1. Populasi

Populasi target pada penelitian ini adalah semua orang tua siswa SD Negeri 064979 Medan tahun pelajaran 2012/2013.

Kriteria inklusi populasi pada penelitian ini adalah:

a. Merupakan orang tua dari siswa SD Negeri 064979 Medan.

b. Menyetujui untuk menjadi responden setelah diberikan penjelasan mengenai tindakan yang akan dilakukan dalam penelitian (informed consent).

c. Dapat membaca dan menulis. d. Dalam kondisi mental yang baik.


(46)

f. Ibu dengan usia 25-35 tahun.

Kriteria eksklusi populasi pada penelitian ini adalah: a. Tidak mengisi seluruh pertanyaan pada kuesioner. b. Bukan orang tua kandung dari siswa SD Negeri tersebut. c. Tidak dapat membaca dan menulis.

4.3.2. Sampel

Sampel yang digunakan dalam penelitian ini didapat dengan cara mengambil sampel tidak acak (non-probability sampling) dengan teknik

consecutive sampling, dimana pengambilan sampel ditetapkan berdasarkan teori dan

pertimbangan yang telah ditentukan peneliti (Wahyuni, 2007). Adapun jumlah

sampel minimal yang diperlukan dihitung sesuai dengan cara uji hipotesis satu populasi dengan rumus menurut buku Wahyuni, 2007:

dengan:

N = jumlah sampel minimum

Z1α/2 = nilai distribusi normal baku menurut table Z pada α tertentu

Z1β = nilai distribusi normal baku menurut table Z pada β tertentu P0 = proporsi di populasi

Pa = perkiraan proporsi di populasi

Pa-P0 = perkiraan selisih proporsi yang diteliti dengan proporsi di populasi

Berdasarkan rumus tersebut, ditetapkan nilai α sebesar 0,05 (tingkat kepercayaan 95%) sehingga untuk uji hipotesis dua arah diperoleh nilai Z1α/2

sebesar 1,96. Nilai β yang ditetapkan pada penelitian ini adalah sebesar 0,2 (power penelitian 80%) sehingga untuk uji hipotesis dua arah diperoleh nilai Z1β sebesar 0,842. Berdasarkan penelitian yang dilakukan di Desa Gedung Aji maka


(47)

diperoleh nilai P0 yang digunakan adalah 0,74 yang dibulatkan menjadi 0,7. Beda klinis yang dianggap penting adalah 0,2 sehingga nilai Pa adalah 0,9. Maka dengan menggunakan rumus di atas, besarnya sampel minimal yang diperlukan dalam penelitian ini adalah:

N = 33,06

Dengan demikian besar sampel minimal yang diperlukan adalah 33,06 orang, dibulatkan menjadi 33 orang.

4.4. Teknik Pengumpulan Data

Pada penelitian ini, digunakan data yang didapat langsung dari responden melalui wawancara. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah dengan menggunakan kuesioner untuk mengetahui tingkat pengetahuan subjek dan status imunisasi dasar anak dari subjek.

4.5. Hasil Uji Validitas dan Uji Reliabilitas

Kuesioner yang digunakan dalam penelitian ini akan diuji validitas dan reliabilitasnya dengan menggunakan program SPSS. Sampel yang digunakan dalam uji validitas ini memiliki karakter yang hampir sama dengan sampel dalam penelitian ini. Jumlah sampel dalam uji validitas dan reliabilitas ini adalah sebanyak 20 orang.

4.6. Pengolahan dan Analisis Data

Pengolahan data dilakukan melalui beberapa proses. Proses awal adalah memeriksa ketepatan dan kelengkapan data. Jika ada data belum yang lengkap ataupun ada kesalahan, maka data tersebut tidak digunakan. Selanjutnya data yang lengkap dan tepat tersebut diberi kode secara manual sebelum diolah dengan komputer. Kemudian data dimasukkan ke dalam program komputer dan dilakukan


(48)

pemeriksaan untuk menghindari terjadinya kesalahan dalam pemasukan data. Kemudian dilanjutkan dengan analisis bivariat yaitu dengan uji Chi Square untuk mengetahui apakah ada hubungan antara tingkat pengetahuan ibu dengan status imunisasi anak di SD Negeri 064979 Medan.


(49)

BAB 5

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Proses pengambilan data penelitian berlangsung selama 3 hari, tepatnya pada tanggal 3 September 2012 – 6 September 2012 di Sekolah Dasar Negeri 064979 Medan. Sebanyak 33 orang ibu dari siswa dan siswi sebagai sampel penelitian diberikan penjelasan lisan dan tertulis untuk kemudian menandatangani lembar informed consent.

5.1. Hasil Penelitian

5.1.1. Deskripsi Lokasi Hasil Penelitian

Penelitian dengan judul “Hubungan Tingkat Pengetahuan Ibu dengan Status Imunisasi Anak di Sekolah Dasar Negeri 064979 Medan” dilakukan di SDN NO. 064979 di jalan Setia Budi No.6 kecamatan Medan Sunggal kabupaten Medan propinvi Sumatera Utara.

5.1.2. Deskripsi Karakteristik Subjek Penelitian

Tabel 5.1. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin

Jenis Kelamin Frekuensi (orang) Persentasi (%)

Laki-laki 0 0

Perempuan 33 100

Total 33 100.0

Responden yang ikut serta dalam penelitian ini berjumlah 33 orang (100%) yang keseluruhannya adalah perempuan yang dapat dilihat pada tabel 5.1.


(50)

Tabel 5.2. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Usia

Usia Frekuensi (orang) Persentasi (%)

20-29 3 9.1

30-39 25 75.8

40-49 5 15.2

Total 33 100.0

Dilihat dari karakteristik usia responden yang mengikuti penelitian pada tabel 5.2., kelompok usia terbesar dalam penelitian adalah responden yang berada dalam rentang usia 30-39 tahun sebanyak 25 orang (75.8%) dan kelompok usia terkecil dalam penelitian adalah responden yang berusia 20-29 tahun sebanyak 3 orang (9.1%). Sedangkan untuk responden yang berusia 40-49 tahun berjumlah 5 orang (15.2%).

Tabel 5.3. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan Terakhir

Tingkat Pendidikan Frekuensi (orang) Persentasi (%)

SMP 4 12.1

SMA 19 57.6

Diploma 7 21.2

Sarjana 3 9.1

Total 33 100.0

Dari tabel 5.3., dapat diketahui bahwa dari 33 orang yang mengikuti penelitian terdapat kelompok terbesar responden adalah tamatan SMA sebanyak 19 orang (57.6%), sedangkan kelompok responden yang tamatan SMP sebanyak 4 orang (12.1%), tamatan diploma sebanyak 7 orang (21.2%), dan kelompok terkecil adalah tamatan sarjana sebanyak 3 orang (9.1%).


(51)

Tabel 5.4. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Tingkat Pengetahuan Ibu

Tingkat Pengetahuan Frekuensi (orang) Persentasi (%)

Pengetahuan Baik 25 75.8

Pengetahuan Kurang 8 24.2

Total 33 100.0

Distribusi frekuensi responden berdasarkan tingkat pengetahuan ibu diperoleh mayoritas ibu berpengetahuan baik sebanyak 25 orang (75.8%), sedangkan ibu berpengetahuan kurang sebanyak 8 orang (24.2%). Hal ini dapat dilihat pada tabel 5.4. di atas.

Tabel 5.5. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Status Imunisasi Anak

Status Imunisasi Frekuensi (orang) Persentasi (%)

Lengkap 24 72.2

Tidak Lengkap 9 27.3

Total 33 100.0

Distribusi frekuensi berdasarkan status imunisasi anak pada tabel 5.5. menunjukkan kelompok anak terbesar memiliki status imunisasi yang lengkap sebanyak 24 orang (72.7%), sedangkan anak dengan status imunisasi tidak lengkap sebanyak 9 orang (27.3%).

Tabel 5.6. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Jumlah Anak

Jumlah Anak Frekuensi (orang) Persentasi (%)

1 orang 4 12.1

2 orang 14 42.4

3 orang 12 36.4

> 3 orang 3 9.1


(52)

Dilihat dari jumlah anak yang dimiliki responden, Kelompok responden terbesar memiliki 2 anak sebanyak 14 orang (42.4%) sedangkan yang memiliki 1 anak sebanyak 4 orang (12.1%), yang memiliki 3 anak sebanyak 12 orang (36.4%), dan kelompok responden terkecil memiliki lebih dari 3 anak sebanyak 3 orang (9.1%). Hal ini dapat dilihat pada tabel 5.6. di atas.

Tabel 5.7. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Sumber Informasi Imunisasi

Sumber Informasi Frekuensi (orang) Persentasi (%)

Petugas Kesehatan 30 90.9

Media 1 3

Keluarga, teman, tetangga 2 6.1

Total 33 100.0

Berdasarkan sumber informasi imunisasi yang diperoleh responden pada tabel 5.7. dapat dilihat mayoritas informasi mengenai imunisasi diperoleh dari petugas kesehatan sebanyak 30 orang (90.9%).

5.1.3. Distribusi Silang Karakteristik Subjek Penelitian

Tabel 5.8. Distribusi Frekuensi Usia Terhadap Tingkat Pengetahuan Ibu Pengetahuan

Baik Kurang Total

Umur 20-29 0 3 3

30-39 20 5 25

40-49 5 0 5

Total 25 8 33

Dari tabel 5.8., diperoleh mayoritas ibu berusia 30-39 tahun memiliki pengetahuan baik mengenai imunisasi dengan jumlah 20 orang (80%) dari 25 orang responden di usia tersebut.


(53)

Tabel 5.9. Distribusi Frekuensi Usia Terhadap Status Imunisasi Anak Status Imunisasi

Lengkap Tidak

Lengkap

Total

Umur 20-29 2 1 3

30-39 18 7 25

40-49 4 1 5

Total 24 9 33

Dilihat dari tabel 5.9., dapat diketahui kelompok umur terbesar pada usia 30-39 tahun dengan jumlah terbanyak pada anak yang diimunisasi lengkap sebanyak 18 orang (72%) dan jumlah anak yang tidak diimunisasi lengkap sebanyak 7 orang (28%).

Tabel 5.10. Distribusi Frekuensi Tingkat Pendidikan Terhadap Tingkat Pengetahuan Ibu

Tingkat Pengetahuan

Baik Kurang Total

Pendidikan Terakhir SMP 3 1 4

SMA 12 7 19

Diploma 7 0 7

Sarjana 3 0 3

Total 25 8 33

Berdasarkan data yang diperoleh, tingkat pendidikan responden juga sangat berpengaruh terhadap pengetahuan mengenai imunisasi. Pada tabel 5.10. dapat dilihat kelompok terbesar responden adalah tamatan SMA dengan jumlah 12 orang (63%) yang berpengetahuan baik dan 7 orang (37%) tamatan SMA yang berpengetahuan kurang. Sebaliknya untuk tamatan Diploma dan Sarjana yang masing-masing berjumlah 7 orang (100%) dan 3 orang (100%) semuanya berpengetahuan baik serta untuk tamatan SMP diperoleh 3 orang (75%) berpengetahuan baik dan 1 orang (25%) berpengetahuan kurang.


(54)

Tabel 5.11. Distribusi Frekuensi Tingkat Pendidikan Terhadap Status Imunisasi

Status Imunisasi

Lengkap Tidak

Lengkap

Total

Pendidikan Terakhir SMP 4 0 4

SMA 13 6 19

Diploma 5 2 7

Sarjana 2 1 3

Total 24 9 33

Dari data ini diperoleh status imunisasi anak yang lengkap lebih banyak pada responden tamatan SMA sebanyak 13 orang (68.4%) begitu juga anak dengan status imunisasi tidak lengkap lebih banyak pada responden tamatan SMA sebanyak 6 orang (31.6%). Hal ini dapat dilihat pada tabel 5.11.

Tabel 5.12. Distribusi Frekuensi Sumber Informasi Kesehatan Terhadap Tingkat Pengetahuan

Tingkat Pengetahuan

Baik Kurang Total

Sumber Informasi

Petugas Kesehatan 24 6 30

Media 1 0 1

Keluarga, teman, tetangga

0 2 2

Total 25 8 33

Dari data ini responden yang memiliki tingkat pengetahuan baik lebih banyak mendapat informasi imunisasi dari petugas kesehatan sebanyak 24 orang (80%) dan responden yang memiliki tingkat pengetahuan kurang setelah memperoleh informasi kesehatan dari petugas kesehatan sebanyak 6 orang (20%). Sedangkan responden yang memperoleh informasi dari media memiliki tingkat pengetahuan baik sebanyak 1 orang (100%). Responden yang memperoleh


(55)

informasi dari keluarga,teman,dan tetangga berjumlah 2 orang (100%) dengan tingkat pengetahuan yang kurang. Hal ini dapat dilihat pada tabel 5.12.

Tabel 5.13. Distribusi Frekuensi Sumber Informasi Kesehatan Terhadap Status Imunisasi Anak

Status Imunisasi

Lengkap Tidak

Lengkap

Total

Sumber Informasi

Petugas Kesehatan 21 9 30

Media 1 0 1

Keluarga, teman, tetangga

2 0 2

Total 24 9 33

Dari tabel 5.13. dapat dilihat responden yang memperoleh informasi imunisasi dari petugas kesehatan sebanyak 30 orang (90.9%) dengan jumlah 21 orang (70%) memiliki status imunisaasi anak yang lengkap. Sedangkan responden yang memiliki status imunisasi anak yang tidak lengkap keseluruhannya juga terdapat pada responden yang memperoleh informasi imunisasi dari petugas kesehatan yaitu sebanyak 9 orang (30%).

Tabel 5.14. Distribusi Frekuensi Jumlah Anak Terhadap Tingkat Pengetahuan

Tingkat Pengetahuan

Baik Kurang Total

Jumlah Anak 1 orang 4 0 4

2 orang 9 5 14

3 orang 9 3 12

> 3 orang 3 0 3


(56)

Pada tabel 5.14. dapat dilihat responden yang memiliki 3 orang anak memiliki tingkat pengetahuan yang baik terbesar sebanyak 9 orang (75%). Sedangkan responden yang memiliki 2 orang anak memiliki tingkat pengetahuan kurang terbesar sebanyak 5 orang (35.7%).

Tabel 5.15. Distribusi Frekuensi Jumlah Anak Terhadap Status Imunisasi Status Imunisasi

Lengkap Tidak

Lengkap

Total

Jumlah Anak 1 orang 4 0 4

2 orang 9 5 14

3 orang 9 3 12

> 3 orang 2 1 3

Total 24 9 33

Pada tabel 5.15., dapat dilihat responden yang memiliki 3 orang anak merupakan kelompok dengan status imunisasi anak lengkap terbesar yaitu 9 orang (75%), sedangkan responden dengan status imunisasi anak tidak lengkap terbanyak terdapat pada kelompok responden dengan 2 orang anak (35.7%).

Tabel 5.16. Distribusi Frekuensi Pekerjaan Terhadap Status Imunisasi Status Imunisasi

Lengkap Tidak Lengkap Total

Pekerjaan Bekerja 4 3 7

Tidak Bekerja 20 6 26

Total 24 9 33

Pada tabel 5.16. dapat dilihat mayoritas responden yang tidak bekerja memiliki status imunisasi anak lengkap terbanyak dengan jumlah 20 orang (77%), sedangkan pada kelompok responden yang tidak bekerja terdapat 6 responden (23%) yang memiliki riwayat imunisasi anak tidak lengkap.


(57)

5.1.4. Hasil Analisis Data

Tabel 5.17.

Distribusi Silang Tingkat Pengetahuan Ibu dengan Status Imunisasi Anak Status Imunisasi

Lengkap Tidak

Lengkap

Total

Pengetahuan Baik 19 6 25

Kurang 5 3 8

Total 24 9 33

Pada penelitian ini, ingin dibuktikan apakah terdapat hubungan tingkat pengetahuan ibu terhadap status imunisasi anak. Dari 25 orang (75.8%) ibu dengan tingkat pengetahuan baik, didapati 19 orang (76%) ibu yang status imunisasi anaknya lengkap dan 6 orang (24%) ibu yang status imunisasi anaknya tidak lengkap, sedangkan pada 8 orang (24.2%) ibu dengan tingkat pengetahuan yang kurang, didapati 5 orang (62.5%) ibu yang status imunisasi anaknya lengkap dan 3 orang (37.5%) ibu yang status imunisasi anaknya tidak lengkap. Hal ini dapat dilihat pada tabel 5.17.

Tabel 5.18. Hubungan Tingkat Pengetahuan Ibu dengan Status Imunisasi Anak Berdasarkan Fisher’s Exact Test

Status Imunisasi

p value

Tingkat Pengetahuan 0.651

Hasil pada tabel 5.17. kemudian diuji dengan uji Chi Square, namun didapati nilai ekspetasi yang lebih dari 20% sehingga uji Chi Square tidak dapat dilakukan dan diganti dengan uji Fisher’s Exact Test. Fisher’s Exact Test yang menunjukkan hubungan antara dua buah variabel. Dari hasil uji Fisher’s Exact Test pada tabel 5.18., diperoleh nilai p value sebesar 0.651 dengan tingkat signifikansi 5%. Berdasarkan hal tersebut, dapat dilihat bahwa nilai p value> α =


(58)

5% sehingga dapat disimpulkan tidak terdapat hubungan antara tingkat pengetahuan ibu dengan status imunisasi anak.

Tabel 5.19. Hubungan Berbagai Karakteristik yang Berpengaruh Terhadap Status Imunisasi Anak

Status Imunisasi

p value

Sumber Informasi 0.545

Jumlah Anak 0.555

Pekerjaan 0.358

Berdasarkan hasil uji Fisher’s Exact Test, didapat nilai p=0.545 (p>0.05) sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat hubungan antara sumber informasi yang diperoleh terhadap status imunisasi anak.

Berdasarkan hasil uji Fisher’s Exact Test, didapat nilai p=0.555 (p>0.05) sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat hubungan antara jumlah anak responden terhadap status imunisasi anak.

Berdasarkan hasil uji Fisher’s Exact Test, didapat nilai p=0.358 (p>0.05) sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat hubungan antara pekerjaan terhadap status imunisasi anak. Hal ini dapat dilihat pada tabel 5.19. di atas.

Tabel 5.20. Hubungan Berbagai Karakteristik yang Berpengaruh Terhadap Tingkat Pengetahuan Ibu

Tingkat Pengetahuan

p value

Sumber Informasi 0.139

Jumlah Anak 0.550

Pekerjaan 0.652

Berdasarkan hasil uji Fisher’s Exact Test, didapat nilai p=0.139 (p>0.05) sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat hubungan antara sumber informasi yang diperoleh terhadap tingkat pengetahuan ibu.


(1)

Uji

Chi square

: Pekerjaan * Tingkat Pengetahuan

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

Exact Sig. (2-sided)

Exact Sig. (1-sided)

Pearson Chi-Square ,480a 1 ,489 Continuity Correctionb ,038 1 ,845

Likelihood Ratio ,523 1 ,469

Fisher's Exact Test ,652 ,444

Linear-by-Linear Association

,465 1 ,495

N of Valid Cases 33

a. 1 cells (25,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 1,70. b. Computed only for a 2x2 table


(2)

p1 p2 p3 p4 p5 p6 p7 p8 p9 p10 p11 p12 p13 p14 p15 p16 p17 p18 p19 p20 Total Pearson

Correlation

1 -,157 ,256 ,340 ,331 ,331 ,331 ,256 -,132 ,200 ,115 ,331 ,669 ,375 ,331 ,256 -,132 ,447 ,154 ,580 ,454

Sig. (2-tailed)

,496 ,263 ,131 ,143 ,143 ,143 ,263 ,567 ,386 ,621 ,143 ,001 ,094 ,143 ,263 ,567 ,042 ,505 ,006 ,039

N 21 21 21 21 21 21 21 21 21 21 21 21 21 21 21 21 21 21 21 21 21

Pearson Correlation

-,157 1 ,691 ,509 ,495 ,495 ,495 ,382 ,495 ,298 ,171 ,149 ,382 ,070 ,495 ,382 ,495 ,256 ,230 ,298 ,560

Sig. (2-tailed)

,496 ,001 ,019 ,022 ,022 ,022 ,087 ,022 ,189 ,457 ,521 ,087 ,763 ,022 ,087 ,022 ,263 ,316 ,189 ,008

N 21 21 21 21 21 21 21 21 21 21 21 21 21 21 21 21 21 21 21 21 21

Pearson Correlation

,256 ,691 1 ,509 ,842 ,842 ,842 ,382 ,495 ,583 ,171 ,149 ,382 ,070 ,842 ,382 ,495 ,669 ,230 ,298 ,678

Sig. (2-tailed)

,263 ,001 ,019 ,000 ,000 ,000 ,087 ,022 ,006 ,457 ,521 ,087 ,763 ,000 ,087 ,022 ,001 ,316 ,189 ,001

N 21 21 21 21 21 21 21 21 21 21 21 21 21 21 21 21 21 21 21 21 21

Pearson Correlation

,340 ,509 ,509 1 ,428 ,428 ,428 ,266 ,156 ,362 ,337 ,156 ,509 ,330 ,428 ,266 ,428 ,340 ,452 ,586 ,659

Sig. (2-tailed)

,131 ,019 ,019 ,053 ,053 ,053 ,244 ,500 ,106 ,135 ,500 ,019 ,144 ,053 ,244 ,053 ,131 ,040 ,005 ,001

N 21 21 21 21 21 21 21 21 21 21 21 21 21 21 21 21 21 21 21 21 21

Pearson Correlation

,331 ,495 ,842 ,428 1 1,000 1,000 ,495 ,611 ,730 ,289 ,222 ,495 ,196 1,000 ,495 ,611 ,795 ,344 ,411 ,819

Sig. (2-tailed)

,143 ,022 ,000 ,053 ,000 ,000 ,022 ,003 ,000 ,204 ,333 ,022 ,393 ,000 ,022 ,003 ,000 ,126 ,064 ,000

N 21 21 21 21 21 21 21 21 21 21 21 21 21 21 21 21 21 21 21 21 21

Pearson ,331 ,495 ,842 ,428 1,000 1 1,000 ,495 ,611 ,730 ,289 ,222 ,495 ,196 1,000 ,495 ,611 ,795 ,344 ,411 ,819 p5

p6

Lampiran 7: Uji validit as kuesioner

Correlations

p1

p2

p3


(3)

Sig. (2-tailed)

,143 ,022 ,000 ,053 ,000 ,000 ,022 ,003 ,000 ,204 ,333 ,022 ,393 ,000 ,022 ,003 ,000 ,126 ,064 ,000

N 21 21 21 21 21 21 21 21 21 21 21 21 21 21 21 21 21 21 21 21 21

Pearson Correlation

,331 ,495 ,842 ,428 1,000 1,000 1 ,495 ,611 ,730 ,289 ,222 ,495 ,196 1,000 ,495 ,611 ,795 ,344 ,411 ,819

Sig. (2-tailed)

,143 ,022 ,000 ,053 ,000 ,000 ,022 ,003 ,000 ,204 ,333 ,022 ,393 ,000 ,022 ,003 ,000 ,126 ,064 ,000

N 21 21 21 21 21 21 21 21 21 21 21 21 21 21 21 21 21 21 21 21 21

Pearson Correlation

,256 ,382 ,382 ,266 ,495 ,495 ,495 1 ,149 ,298 -,086 ,495 ,691 ,315 ,495 1,000 ,149 ,256 ,230 ,583 ,619

Sig. (2-tailed)

,263 ,087 ,087 ,244 ,022 ,022 ,022 ,521 ,189 ,712 ,022 ,001 ,164 ,022 ,000 ,521 ,263 ,316 ,006 ,003

N 21 21 21 21 21 21 21 21 21 21 21 21 21 21 21 21 21 21 21 21 21

Pearson Correlation

-,132 ,495 ,495 ,156 ,611 ,611 ,611 ,149 1 ,411 ,577 -,167 ,149 -,079 ,611 ,149 ,611 ,331 ,043 ,091 ,455

Sig. (2-tailed)

,567 ,022 ,022 ,500 ,003 ,003 ,003 ,521 ,064 ,006 ,470 ,521 ,735 ,003 ,521 ,003 ,143 ,853 ,694 ,038

N 21 21 21 21 21 21 21 21 21 21 21 21 21 21 21 21 21 21 21 21 21

Pearson Correlation

,200 ,298 ,583 ,362 ,730 ,730 ,730 ,298 ,411 1 ,553 ,411 ,298 ,194 ,730 ,298 ,411 ,580 ,636 ,475 ,741

Sig. (2-tailed)

,386 ,189 ,006 ,106 ,000 ,000 ,000 ,189 ,064 ,009 ,064 ,189 ,400 ,000 ,189 ,064 ,006 ,002 ,030 ,000

N 21 21 21 21 21 21 21 21 21 21 21 21 21 21 21 21 21 21 21 21 21

Pearson Correlation

,115 ,171 ,171 ,337 ,289 ,289 ,289 -,086 ,577 ,553 1 ,000 ,171 ,204 ,289 -,086 ,577 ,115 ,224 ,316 ,484

Sig. (2-tailed)

,621 ,457 ,457 ,135 ,204 ,204 ,204 ,712 ,006 ,009 1,000 ,457 ,375 ,204 ,712 ,006 ,621 ,330 ,163 ,026

N 21 21 21 21 21 21 21 21 21 21 21 21 21 21 21 21 21 21 21 21 21

Pearson Correlation

,331 ,149 ,149 ,156 ,222 ,222 ,222 ,495 -,167 ,411 ,000 1 ,495 ,196 ,222 ,495 -,167 ,331 ,645 ,411 ,488

Sig. (2-tailed)

,143 ,521 ,521 ,500 ,333 ,333 ,333 ,022 ,470 ,064 1,000 ,022 ,393 ,333 ,022 ,470 ,143 ,002 ,064 ,025

N 21 21 21 21 21 21 21 21 21 21 21 21 21 21 21 21 21 21 21 21 21

p7 p8 p9 p10 p11 p12


(4)

Pearson Correlation

,669 ,382 ,382 ,509 ,495 ,495 ,495 ,691 ,149 ,298 ,171 ,495 1 ,560 ,495 ,691 ,149 ,256 ,230 ,868 ,767

Sig. (2-tailed)

,001 ,087 ,087 ,019 ,022 ,022 ,022 ,001 ,521 ,189 ,457 ,022 ,008 ,022 ,001 ,521 ,263 ,316 ,000 ,000

N 21 21 21 21 21 21 21 21 21 21 21 21 21 21 21 21 21 21 21 21 21

Pearson Correlation

,375 ,070 ,070 ,330 ,196 ,196 ,196 ,315 -,079 ,194 ,204 ,196 ,560 1 ,196 ,315 ,196 ,047 ,091 ,645 ,519

Sig. (2-tailed)

,094 ,763 ,763 ,144 ,393 ,393 ,393 ,164 ,735 ,400 ,375 ,393 ,008 ,393 ,164 ,393 ,840 ,694 ,002 ,016

N 21 21 21 21 21 21 21 21 21 21 21 21 21 21 21 21 21 21 21 21 21

Pearson Correlation

,331 ,495 ,842 ,428 1,000 1,000 1,000 ,495 ,611 ,730 ,289 ,222 ,495 ,196 1 ,495 ,611 ,795 ,344 ,411 ,819

Sig. (2-tailed)

,143 ,022 ,000 ,053 ,000 ,000 ,000 ,022 ,003 ,000 ,204 ,333 ,022 ,393 ,022 ,003 ,000 ,126 ,064 ,000

N 21 21 21 21 21 21 21 21 21 21 21 21 21 21 21 21 21 21 21 21 21

Pearson Correlation

,256 ,382 ,382 ,266 ,495 ,495 ,495 1,000 ,149 ,298 -,086 ,495 ,691 ,315 ,495 1 ,149 ,256 ,230 ,583 ,619

Sig. (2-tailed)

,263 ,087 ,087 ,244 ,022 ,022 ,022 ,000 ,521 ,189 ,712 ,022 ,001 ,164 ,022 ,521 ,263 ,316 ,006 ,003

N 21 21 21 21 21 21 21 21 21 21 21 21 21 21 21 21 21 21 21 21 21

Pearson Correlation

-,132 ,495 ,495 ,428 ,611 ,611 ,611 ,149 ,611 ,411 ,577 -,167 ,149 ,196 ,611 ,149 1 ,331 ,043 ,091 ,554

Sig. (2-tailed)

,567 ,022 ,022 ,053 ,003 ,003 ,003 ,521 ,003 ,064 ,006 ,470 ,521 ,393 ,003 ,521 ,143 ,853 ,694 ,009

N 21 21 21 21 21 21 21 21 21 21 21 21 21 21 21 21 21 21 21 21 21

Pearson Correlation

,447 ,256 ,669 ,340 ,795 ,795 ,795 ,256 ,331 ,580 ,115 ,331 ,256 ,047 ,795 ,256 ,331 1 ,513 ,200 ,612

Sig. (2-tailed)

,042 ,263 ,001 ,131 ,000 ,000 ,000 ,263 ,143 ,006 ,621 ,143 ,263 ,840 ,000 ,263 ,143 ,017 ,386 ,003

N 21 21 21 21 21 21 21 21 21 21 21 21 21 21 21 21 21 21 21 21 21

Pearson Correlation

,154 ,230 ,230 ,452 ,344 ,344 ,344 ,230 ,043 ,636 ,224 ,645 ,230 ,091 ,344 ,230 ,043 ,513 1 ,389 ,525

Sig. (2- ,505 ,316 ,316 ,040 ,126 ,126 ,126 ,316 ,853 ,002 ,330 ,002 ,316 ,694 ,126 ,316 ,853 ,017 ,081 ,015 p15 p16 p13 p14 p17 p18 p19


(5)

N 21 21 21 21 21 21 21 21 21 21 21 21 21 21 21 21 21 21 21 21 21 Pearson

Correlation

,580 ,298 ,298 ,586 ,411 ,411 ,411 ,583 ,091 ,475 ,316 ,411 ,868 ,645 ,411 ,583 ,091 ,200 ,389 1 ,768

Sig. (2-tailed)

,006 ,189 ,189 ,005 ,064 ,064 ,064 ,006 ,694 ,030 ,163 ,064 ,000 ,002 ,064 ,006 ,694 ,386 ,081 ,000

N 21 21 21 21 21 21 21 21 21 21 21 21 21 21 21 21 21 21 21 21 21

Pearson Correlation

,454 ,560 ,678 ,659 ,819 ,819 ,819 ,619 ,455 ,741 ,484 ,488 ,767 ,519 ,819 ,619 ,554 ,612 ,525 ,768 1 Sig.

(2-tailed)

,039 ,008 ,001 ,001 ,000 ,000 ,000 ,003 ,038 ,000 ,026 ,025 ,000 ,016 ,000 ,003 ,009 ,003 ,015 ,000

N 21 21 21 21 21 21 21 21 21 21 21 21 21 21 21 21 21 21 21 21 21

p20

Tota l


(6)

Dokumen yang terkait

Hubungan tingkat pengetahuan ibu dengan kelengkapan imunisasi dasar pada bayi di Kelurahan Sayurmatinggi Tapanuli Selatan tahun 2011

2 73 89

Hubungan Pengetahuan Ibu Tentang Imunisasi Dasar Dengan Status Imunisasi Bayi di Puskesmas Namorambe Tahun 2008

0 43 71

HUBUNGAN PENGETAHUAN IBU TENTANG IMUNISASI DASAR DENGAN KELENGKAPAN IMUNISASI DASAR BAYI Hubungan Pengetahuan Ibu Tentang Imunisasi Dasar Dengan Kelengkapan Imunisasi Dasar Bayi Di Wilayah Kerja Puskesmas Bendo Kabupaten Magetan.

0 1 15

HUBUNGAN PENGETAHUAN GIZI IBU DAN STATUS IMUNISASI DASAR BALITA DENGAN STATUS GIZI BALITA DI DAERAH Hubungan Pengetahuan Gizi Ibu Dan Status Imunisasi Dasar Balita Dengan Status Gizi Balita Di Daerah Polokarto Wilayah Kerja Puskesmas Polokarto Sukoharjo.

0 2 15

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN, USIA DAN PEKERJAAN IBU DENGAN STATUS IMUNISASI DASAR BAYI DI DESA JAPANAN Hubungan Tingkat Pengetahuan, Usia Dan Pekerjaan Ibu Dengan Status Imunisasi Dasar Bayi Di Desa Japanan Kecamatan Cawas Kabupaten Klaten Tahun 2012.

0 5 17

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN, USIA DAN PEKERJAAN IBU DENGAN STATUS IMUNISASI DASAR BAYI DI DESA JAPANAN Hubungan Tingkat Pengetahuan, Usia Dan Pekerjaan Ibu Dengan Status Imunisasi Dasar Bayi Di Desa Japanan Kecamatan Cawas Kabupaten Klaten Tahun 2012.

0 6 14

HUBUNGAN PENGETAHUAN IBU, PENDAPATAN KELUARGA DAN PERAN KELUARGA DENGAN STATUS IMUNISASI DASAR

0 0 11

Hubungan Tingkat Pengetahuan Ibu dengan Status Imunisasi Anak di Sekolah Dasar Negeri 064979 Medan

0 0 29

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep Pengetahuan - Hubungan Tingkat Pengetahuan Ibu dengan Status Imunisasi Anak di Sekolah Dasar Negeri 064979 Medan

0 0 17

Hubungan Tingkat Pengetahuan Ibu dengan Status Imunisasi Anak di Sekolah Dasar Negeri 064979 Medan

0 0 20