yang terjadi pada musim kemarau dan suhu minimum sebesar 13-15 C di musim basah. Kondisi iklim yang kering dan kemarau yang panjang menyebabkan jumlah
dan kualitas curah hujan menjadi kecil Lesmana dkk. 2000. Sehingga karakteristik habitat di Nusa Tenggara termasuk Pulau Padar kering.
Tabel 2 Data curah hujan mm rata-rata per bulan Stasiun Meteorologi Ruteng
Tahun Jan
Peb Mar
Apr Mei
Jun Jul
Agt Sep
Okt Nop
Des 2001
599.7 673.2
467.4 485.1
107.6 54.2
110.8 14.6
400 729
149.9
2002 497.7
510.2 550.1
483.7 41.6
1.2 9.2
3.3 17
138.7 370.2
545.5
2003 532.6
647.2 230.1
338.4 57.3
81.3 32.4
60.7 87.5
363.2 617.1
402.1
2004 395
317.6 181.5
277.8 127.4
53.5 0.2
1 94.9
111.7 350.8
503.3
2005
292 418.2
499.5 250
26.6 122
59.3 48.5
170.5 217.6
289.5 630.6
2006 601
371.3 375.8
403 266.8
65.8 12.5
15.1 54
23.4 320.8
679.2
2007 181.1
323.9 939.3
521.3 57.7
150 0.5
33.8 43.1
302 262
643
2008 401.6
704.4 873.3
379.5 117.7
17.3 6.2
15.7 148.8
346.1 643.3
1146
2009
246.5 462.3
439.1 298.3
350.5 25.5
6.2 11
290.3 179.4
261.8 421.2
2010 300.4
435.9 673.1
419.8 525.4
83.2 198.1
159.1 572.2
270
Sumber: Database BMKG 2012
Faktor lingkungan dalam kehidupan herpetofauna, yaitu suhu dan kelembaban. Kedua faktor ini sangat berperan penting karena herpetofauna
merupakan hewan berdarah dingin yang suhu tubuhnya sangat dipengaruhi oleh suhu lingkungannya. Pada pengukuran suhu yang dilakukan di Pulau Padar dalam
sehari umumnya berkisar antara 25° - 27° C pada pagi dan malam hari, dengan tingkat kelembaban yang tinggi antara 84-92. Pada siang dan sore hari suhu
semakin meningkat dengan puncaknya pada jam 23 siang mencapai 37 derajat dengan kelembapan paling rendah hanya sekitar 59. Pada grafik tersebut terlihat
bahwa suhu terendah dan kelembapan tertinggi di Pulau Padaryakni pada saat pagi dan malam. Pengamatan dilakukan pada jam aktif reptil yakni pada pagi, ketika
reptil-reptil melakukan berjemur dan pada malam hari saat reptil diurnal tidur dan reptil nokturnal memulai aktivitasnya. Sehingga dapat dikatakan bahwa reptil aktif
pada saat suhu terendah dengan kelembapan tinggi karena reptil termasuk satwa ektotermal yang suhu tubuhnya tergantung dari lingkungannya.
4.4. Tanah dan Geologi
Kondisi tanah Padar adalah kompleks, campuran berbagai jenis tanah, termasuk latosol dan gromusol, berwarna coklat keabu-abuan. Tanahnya
mengandung tanah liat dan batu kerikil dengan struktur yang padat, dengan
kecenderungan untuk retak pada saat musim kemarau. Tufa batu cadas, napal dan formasi endapan vulkanis terdapat dari Barat Laut ke Barat Daya Padar. Aluvium
ditemukan di ujung Timur Laut pulau, dan sisa dataran rendah ditutupi oleh andesit. TNK 2000. Jenis bebatuan yang paling umum penyusun Pulau Padar adalah
batuan kapur.
4.5. Kondisi Hidrologi
Faktor geologis Padar menyebabkan tanah yang ada sangat tipis dan berakibat penyerapan air sangat kecil menyebabkan sangat jarang sumber air di
Padar, mata air yang memadai hanya terdapat di tengah pulau bagian utara Padar. Pada bagian yang curam terdapat cerukan erosi, sungai yang kering atau sungai
musiman yang merupakan jalan air saat musim hujan, sedangkan pada musim kemarau cerukan-cerukan ini cenderung kering Gambar 3.
Ditemukan tujuh mata air tetapi hanya ada dua yang memiliki debit cukup besar yaitu Wae Luwi dan Wae Ara. Aliran Wae Ara terletak di bagian Padar Timur
bukit dekat Batu Cincin, air mengalir dari atas bukit menuju pantai, lebar aliran 0,5- 2 meter, kedalaman air hanya sekitar 10 -30 cm. Substrat aliran serasah-serasah
daun dan tanah. Di sekitar aliran terdapat pohon-pohon yang rapat dan ilalang yang mencapai 1,5 meter. Pada tahun 2010 petugas lapangan di Pulau Padar telah
melakukan pengukuran debit mata air Wae Ara yaitu sebesar 90,90 mldetik. Sedangkan mata air Wae Luwi dan Wae Sita terletak di lembah belakang
bukit Padar utara camp, Wae Sita dulunya digunakan sebagai sumber air umtuk kebutuhan namun, karena debitnya kecil dan kondisi sumber mata air kotor saat ini
aliran air dari Wae Sita tidak digunakan lagi untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari di camp. WaeLuwi adalah mata air yang menjadi sumber utama air di pulau ini,
debit mata air untuk wae luwi hasil pengukuran pada bulan Februari kemarin didapat rata-rata sebesar 238,22 mldetik, namun pada musim kemarau nilai debit
akan jauh lebih rendah. Banyaknya pohon luwi disekitar mata air ini menyebabkan nama mata air ini Wae luwi, lebar aliran tidak berbeda jauh dengan Wae Ara namun
kedalaman dan volume air lebih banyak. Aliran air ditampung oleh bendungan kecil dan dialirkan ke camp petugas Taman Nasional. Para nelayan juga biasanya
memenuhi kebutuhan air tawar dari aliran air ini. Air di Pulau Padar mengandung
kapur yang cukup tinggi dilihat dari kondisi penyusun pulau yang merupakan batuan kapur.
Gambar 3 Peta mata air dan sungai musiman Pulau Padar. Sungai-sungai musiman dan mata air yang mengalir sepanjang tahun hanya
terdapat pada mata air Wae Ara, Wae Luwi, dan Wae Sita yang terdapat pada Padar bagian utara. Sementara bagian selatan sama sekali tidak ditemukan aliran air selain
sungai musiman karena cerukan lembah yang merupakan jalannya air saat musim
hujan, hal ini yang menyebabkan hutan dan pepohonan pada Padar selatan tidak banyak. Tanah dan batuan kapur terlihat lebih kering dan mudah longsor .
4.6. Topografi