24
4.5. Pembahasan
Dari hasil pengamatan pada sungai Blanakan memiliki nilai salinitas yang bervariasi ketika pasang. Dari tiga titik stasiun pada sungai Blanakan nampak
perbedaan nilai salinitas di setiap titiknya, pada bagian hulu memiliki nilai salinitas berkisar 1-5PSU saat pasang pertama dan 0-19PSU pada saat pasang kedua,
sedangkan pada bagian tengah berkisar 5-7PSU dan pada pasang kedua 3-25PSU, pada bagian hilir nilai salinitas berkisar 15-20 PSU saat pasang pertama dan pasang
kedua 10-30PSU perbedaan tersebut dipengaruhi oleh masukan air tawar dan gerakan pasut, sedangkan menurut Dahuri dkk 2008 pada kawasan estuaria terjadi
interaksi dari berbagai proses yang disebabkan oleh limpasan air sungai dengan pasut. Menurut Savenije 2005 mekanisme masuknya air laut terdapat tiga bentuk
yaitu, stratified type, partial mixed type, well mixed type, bila diperhatikan dari nilai salinitas yang telah diukur pada setiap stasiun di sungai Blanakan maka sungai
Blanakan dapat dimasukan ke dalam type yang berstratifikasi hal ini ditunjukan dengan nilai yang berbeda mulai dari hulu sungai hingga hilir sungai.
Perbedaan nilai salinitas yang ada dipengaruhi oleh waktu pasang surut yang terjadi pada laut daerah Blanakan. Dari hasil pengamatan pada sungai Blanakan
yang dilakukan pada bulan Mei secara umum nilai salinitas tertinggi terjadi pada saat pasang kedua, pada bagian hulu memiliki nilai salinitas tertinggi sebesar 13PSU
pada pukul 19.00 WIB, pada bagian tengah sungai salinitas terbesar bernilai 20PSU pada pukul 19.00 WIB dan pada bagian hilir pun terjadi pada pukul 19.00 WIB
dengan nilai salinitas 34PSU. Maka dapat diduga pada saat pasang kedua memiliki pasang yang lebih tinggi, hal tersebut sesuai dengan grafik pasang surut yang telah
disesuaikan dengan waktu Blanakan Lampiran 6. Sedangkan pada saluran di tengah area tambak yang diukur pada bulan
Agustus nilai salinitas tertinggi terjadi pada malam hari saat pasang pertama, bila dilihat dari grafik pasang surut bulan Agustus Lampiran 6 pada hari pengukuran
salinitas, pasang tertinggi terjadi saat pasang pertama sedangkan pasang kedua lebih rendah. Pada bagain hilir saluran nilai salinitas tertinggi terjadi pada pukul 04.00
WIB dengan nilai salinitas 36PSU, pada bagian tengah sungai nilai salintas tertinggi terjadi pada pukul 06.00 WIB dan pada bagian hulu pada pukul 08.00 WIB. Pada
25
saluran tambak tidak terjadi perbedaan nilai salinitas secara vertikal hal ini dikarenakan kedalaman yang kurang dari satu meter.
Dari data salinitas sungai Blanakan dan saluran tengah tambak yang telah diukur dan grafik sebaran salinitas yang dihasilkan oleh program ODV, serta dengan
menggunakan data salinitas Lampiran 9 yang diambil sepanjang saluran besar yang berasal dari sungai Blanakan menuju sungai kecil Gambar 3 atau biasa
disebut Kalimalang oleh masyarakat setempat dan dengan asumsi bahwa tidak ada sekat atau sekat-sekat yang ada tidak memberikan pengaruh yang nyata, maka dapat
diperkirakan persebaran salinitas pada desa Jayamukti saat pasang pertama dan pasang kedua atau dapat dibuat suatu peta skematik yang memperkirakan sebaran
salinitas yang terjadi pada kawasan tambak desa Jayamukti seperti pada Gambar 13 dan 14 berikut ini.
Gambar 13. Skematik perkiraan sebaran salinitas Desa Jayamukti saat pasang pertama
26
Gambar 14. Skematik perkiraan sebaran salinitas Desa Jayamukti saat pasang kedua
Kisaran salinitas pada Gambar 13 dan 14 tersebut dapat dijadikan suatu acuan dalam memlihara biota sesuai dengan rentang nilai salinitas yang ada. Pada Tabel 1
di bawah ini adalah beberapa biota dengan nilai toleran salinitas. Tabel 1. Biota budidaya dengan nilai toleransi
Nama Biota Nama Latin
Optimal Sumber
Ikan Nila O. niloticus
0-15 PSU Setyo 2006
Mujair O.mossambicus
0-19 PSU Pompa dkk 1999
Ikan Bandeng Chanos chanos
10-30 PSU Suharyanto dkk 2010
Udang Windu P. monodon
25-35 PSU Larva Primevera 1989
23-26 PSU Dewasa Taki dkk 1985
Udang Vanamei L.vannamei
20-25 PSU Larva Palafox 1997
15-25 PSU Dewasa Hendrajat dkk 2007
Beberapa biota yang terdapat pada tabel 1 merupakan biota yang umum dibudidayakan, masyarakat desa Blanakan biasa memelihara udang windu, ikan
bandeng dan ikan mujair. Dengan mengetahui kisaran atau nilai optimal salinitas dari habitat biota budidaya, petambak dapat memperkirakan daerah yang sesuai dan
berapa nilai salinitas air yang harus diambil.
27
Dari hasil wawancara beberapa petambak desa Jayamukti Blanakan, kondisi petambak yang ada saat ini adalah mereka tidak mengetahui nilai salinitas yang
dari air yang akan digunakan, sehingga dalam mengukur nilai salinitas suatu perairan hanya menggunakan indera perasa dengan nilai tidak asin, asin dan sangat
asin. Sedangkan dalam mengambil air para petambak hanya mengetahui bahwa untuk mengganti atau menambahkan air dilakukan pada malam hari tanpa
memperhitungkan waktu pasang. Dari hasil pengamatan apabila petambak ingin mengganti atau menambahkan
air maka saat yang tepat adalah sekitar pukul 21.00 WIB atau pasang kedua untuk nilai tertinggi pada masing-masing daerah hulu, tengah dan hilir, seperti pada
Gambar 7 dan 8 sungai Blanakan saat pasang kedua bila dilihat secara horizontal maka untuk daerah hilir salinitas air sungai cukup tinggi baik di permukaan maupun
di dasar untuk bagian permukaan sehingga apabila ingin memelihara udang hal tersebut sangat memungkinkan, menurut Primavera 1987 udang windu cukup baik
pertumbuhannya pada salinitas 23-26PSU tapi mampu pada salinitas tinggi namun pertumbuhannya menjadi terganggu
, untuk daerah tengah sungai Blanakan salinitas
tertinggi hanya 20PSU namun pada bagian dasar sungai salinitas bisa mencapai 25PSU, sehingga bila ingin mendapatkan salinitas yang tinggi harus mengambil air
pada bagian dasar sungai dan saat malam hari, sedangkan untuk daerah hulu nilai tertinggi adalah 19PSU.
Untuk saluran tengah tambak pada Gambar 10 bila dilihat secara keseluruahn maka daerah hulu ketika pasang sangat sulit mendapatkan salinitas yang cukup
tinggi, sedangkan pada bagian tengah saluran tambak nilai maksimum yang didapat dari pengamatan adalah 20PSU dan pada bagian hilir saluran tambak cukup tinggi
dengan nilai maksimum 36PSU. Nilai salinitas yang didapat bergantung pada kekuatan pasang dan masukan air tawar, bila pasang cukup tinggi dan masukan air
tawar sedikit maka akan didapat salinitas yang cukup tinggi sebaliknya bila pasang cukup rendah sedangkan masukan air tawar cukup banyak maka akan didapatkan
salinitas yang rendah. Dari pengamatan nilai sebaran salinitas yang telah diamati serta beberapa nilai
toleran biota pada Tabel 1 maka apabila ingin meningkatkan produksi tambak perlu penyesuain terhadap biota yang dipelihara, seperti daerah antara kalimalang satu
28
dengan kalimalang dua memiliki kisaran salinitas dari 0PSU-15PSU seperti pada Gambar 13 dan 14, maka biota yang cocok berdasarkan tabel 5 adalah dari jenis ikan
mujair, nila, dan bandeng serta apabila ingin membudidayakan udang bisa dilakukan tetapi sangat sulit mengingat salinitas maksimum adalah 15PSU, sehingga untuk
biota yang dibudidaya lebih dioptimalkan pada jenis bandeng, mujair dan nila. Daerah kedua adalah antara kalimalang dua dengan Kalimalang tiga dengan
kisaran salinitas 16-20PSU maka biota yang cocok adalah ikan mujair, nila untuk daerah yang terdekat dengan saluran Kalimalang dua, lalu ikan bandeng dan udang
vanamei dapat dipelihara pada seluruh daerah tetapi nilai salintas yang ada masih belum optimal untuk budidaya udang namun untuk dapat lebih sesuai untuk
memelihara ikan bandeng mengingat ikan bandeng adalah ikan yang memiliki nilai toleran yang cukup luas, sehingga untuk daerah dekat kalimalang dua dapat
dioptimalkan dengan untuk produksi ikan bandeng. Daerah ketiga adalah antara kalimalang tiga hingga dekat dengan laut, pada
daerah ini memiliki kisaran salinitas yang tinggi yaitu 21PSU-30PSU, dari Tabel 1 maka biota yang cocok adalah ikan bandeng, udang vanamei dan udang windu, nilai
tersebut sudah cukup optimum untuk budidaya udang windu sehingga untuk daerah hilir produksi udang bisa lebih dioptimalkan.
29
5. KESIMPULAN DAN SARAN
5.5. Kesimpulan
Rambatan pasang yang tidak bisa menjangkau seluruh area pertambakan membuat sebaran salinitas tambak desa Jayamukti tidak merata dan terjadi
perbedaan salinitas pada bagian hulu, tengah dan hilir. Sehingga dari hasil pengamatan daerah hulu memiliki salinitas berkisar 0-15PSU, daerah tengah
memiliki salinitas berkisar 11-20PSU dan daerah hilir memiliki salinitas berkisar 20- 30PSU dimana nilai semakin meningkat seiring mendekati laut. Penyesuaian waktu
pengambilan air dengan waktu pasang serta pemilihan biota yang akan dibudidayakan diperlukan dalam mengoptimalkan produktivitas tambak.
5.6. Saran
Perlu dilakukan penelitian lanjutan mengenai distribusi salinitas saat musim hujan.