7
Sistem tambak tumpang sari atau silvofishery merupakan suatu konsep untuk membantu masayarakat pedesaan dengan meningkatkan pendapatan dan juga untuk
pengelolaan kualitas hutan mangrove sebagai suatu ekosistem multiguna baik untuk perikanan maupun kehutanan Soewardi 1994 dalam Handayani 2004.
Di samping digunakan untuk kegiatan budidaya perikanan pada kawasan hutan mangrove terdapat juga hewan lain seperti kepiting, udang, ikan yang hidup secara
alami dan memiliki nilai ekonomi yang dapat dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai hasil sampingan.
2.3. Salinitas
Pada tambak air payau salinitas merupakan hal yang perlu diukur. Salinitas merupakan gambaran padatan total di dalam air, setelah semua karbonat dikonversi
menjadi oksida, semua bromide dan iodide digantikan oleh klorida, dan semua bahan organic telah dioksidasi Effendi 2003. Salinitas biasa dinyatakan dalam
satuan gkg atau ‰. Namun menurut Reid 2006 pada tahun 1978 sebuah definisi
baru salinitas didirikan oleh Joint Panel on Oceanographic Tablesand Standards UNESCO, 1981 yang disebut practical salinity, satuan ini didefinisikan dan diukur
dalam referensi untuk konduktivitas listrik dari sampel air laut dibandingkan dengan yang dari larutan kalium klorida konsentrasi tertentu, satuan ini adalah nomor
terkecil yang pada dasarnya sama dengan satuan yang lama yaitu bagian perseribu. Nilai salinitas perairan terbagi ke dalam empat kelompok, yaitu perairan tawar
dengan salinitas kurang dari 0,5PSU, perairan payau antara 0,5PSU-30PSU, perairan laut antara 30PSU-40PSU, dan perariran hipersalin berkisar 40PSU-80PSU Effendi,
2003. Menurut Goldman dan Horne 1983 peningkatan salinitas hanya sebagai minor efek bagi kelarutan oksigen, kelarutan garam di air mereduksi intermolecular
ruang yang tersedia untuk oksigen. Nilai salinitas dapat berubah-ubah, pada perairan pesisir, nilai salinitas sangat
dipengaruhi oleh masukan air tawar dan pasang surut air laut, hal ini yang perlu diperhatikan bagi petambak tradisional karena perubahan nilai salinitas yang
signifikan dapat mempengaruhi kehidupan komoditas budidaya yang dipelihara. Menurut Venkataramuah dkk. 1974 dalam Aziz 1984 udang atau biota air
mempunyai toleransi salinitas yang berbeda-beda.
8
2.4. Suhu
Suhu merupakan suatu ukuran yang menunjukan derajat panas benda. Suhu biasa digambarkan sebagai ukuran energi gerakan molekul. Suhu sangat berperan
mengendalikan kondisi ekosistem suatu perairan. Pada perairan suhu sangat mempengaruhi segala proses yang terjadi di dalamnya baik fisika, kimia, dan biologi
badan air. Suhu merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam mengatur proses kehidupan dan penyebaran organisme Nybakken 1992.
Peningkatan suhu mengakibatkan peningkatan vikositas, rekasi kimia, evaporasi dan volatilisasi Effendi 2003, hal tersebut sangat mempengaruhi nilai
salinitas yang terdapat pada daerah estuary. Suhu di estuary lebih bervariasi daripada di perairan Pantai di dekatnya. Menurut Nybakken 1992 variasi suhu di
daerah estuary disebabkan karena pada daerah estuary volume air lebih kecil sedangkan luas permukaan lebih besar, dengan demikian pada kondisi atmosfer
yang ada, air estuary ini lebih cepat panas dan lebih cepat dingin. Pada daerah mangrove suhu juga dipengaruhi oleh penutupan hutan mangrove. Suhu dapat
mempengaruhi laju penguapan yang berpengaruh pada nilai salinitas.
9
3. METODE PENELITIAN