II. TINJAUAN PUSTAKA KARAKTERISTIK TAPIOKA
Tapioka Manihot esculenta dikenal dengan berbagai macam nama tergantung pada asal negaranya. Nama “Tapioka” dikenal di Asia, “Manioc” dikenal di Afrika
dan “ Manioca”,”Yucca” dan “mandioca” dikenal di wilayah selatan Amerika Balagopalan 1988.
Dibandingkan dengan sumber pati yang lainnya seperti jagung, beras dan gandum, tapioka memiliki kandungan strach yang tinggi dan sangat rendah
kandungan kotorannya. Oleh sebab itu tapioka merupakan material yang luar biasa dalam memproduksi pati dengan mempertimbangkan kemudahan ketersediaannya
availability, harga bahan dasarnya dan kemudahan proses ekstraksinya. Karakteristik yang terpenting dari tapioka adalah sebagai berikut 1 Tapioka
memiliki warna putih, 2 Tidak memiliki bau aroma yang khas seperti pati pada umumnya sehingga banyak diaplikasikan untuk produk pangan dan kosmetik, 3
Secara organoleptik, tapioka tidak menimbulkan after taste seperti tepung jagung dan proses pembuatan tapioka sangat cocok diaplikasikan untuk produk dengan berbagai
perisa seperti pudding dan isi dari pie, 4 Pada saat dimasak tapioka memiliki kejernihan paste clarity sehingga bisa dikombinasikan dengan bahan pewarna, 5
Memiliki perbandingan kandungan amilopektin : amilosa 80 : 20, tapioka mempunyai nilai viskositas yang tinggi, yang sangat berguna untuk berbagai aplikasi produk
pangan Raja 1990. Beberapa karakteristik penting dari tapioka dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2 Spesifikasi tapioka
Parameter Kualifikasi Spesifikasi
Moisture bk maksimum 13
Starch minimum by Polarimetric Method 85
pH 5 – 7
Pulp Maximum cm3 0.2
Ash Maximum 0.2
Color White
Viscocity cp 550
www.tapiocathai.org Menurut Radiyati dan Agusto 1990, kualitas tapioka sangat ditentukan oleh
beberapa faktor, yaitu : 1 Warna tepung; tepung tapioka yang baik berwarna putih, 2 Kandungan air; tepung harus dijemur sampai kering benar sehingga kandungan
airnya rendah, 3 Banyaknya serat dan kotoran; usahakan agar banyaknya serat dan kayu yang digunakan harus yang umurnya kurang dari 1 tahun karena serat dan zat
kayunya masih sedikit dan zat patinya masih banyak, 4 Tingkat kekentalan; usahakan daya rekat tapioka tetap tinggi dan juga untuk menghindari penggunaan air
yang berlebih dalam proses produksi. Tepung tapioka banyak digunakan untuk aplikasi pada produk pangan seperti
produk bakery , beverage dan confectionery. Tepung tapioka juga banyak digunakan untuk keperluan pengental thickening , bahan pengikat perekat binding, memberi
bentuk produk pangan texturizing dan sebagai bahan penstabil stabilizing agent. Tapioka juga banyak digunakan sebagai filler bahan pengisi pada produk perisa
makanan, pemanis sweetener dan bahan pengganti lemak fat replacement pada berbagai produk pangan termasuk dalam bentuk canned, produk pangan beku, dry
mixes, makanan ringansnacks, dressings, soups, saus, produk susu, produk daging dan ikan.
Pati tapioka diaplikasikan pada berbagai produk confectionery untuk berbagai macam kegunaan sebagai gelling, pengental thickening, penstabil tekstur texture
stabilizing, foam strengthening, mencegah pengkristalan crystallization inhibition, adhesi adhesion dan glazing. Karena tapioka memiliki tingkat kekentalan yang
rendah maka tapioka juga dipergunakan secara luas untuk pembuatan jelly dan buble gums permen karet.
KARAKTERISTIK MINYAK CENGKEH CLOVE OIL
Indonesia merupakan negara produsen dan sekaligus konsumen cengkeh terbesar di dunia karena sebagian besar cengkeh yang diproduksi adalah untuk memenuhi
kebutuhan bahan baku pabrik rokok kretek. Tanaman cengkeh Syzygium aromaticum di Indonesia lebih kurang 95
diusahakan oleh rakyat dalam bentuk perkebunan rakyat tersebar di seluruh propinsi. Cengkeh merupakan tanaman rempah yang termasuk komoditas sektor perkebunan
yang mempunyai peranan cukup penting antara lain dalam menyumbang pendapatan petani dan sebagai sarana untuk pemerataan wilayah pembangunan serta turut serta
dalam pelestarian sumber daya alam dan lingkungan Ruchnayat 1997. Sejak zaman dahulu cengkeh sudah banyak digunakan untuk berbagai
keperluan yaitu sebagai bahan obat-obatan, penambah rasa dan aroma pada makanan ataupun minuman, kemudian berkembang menjadi bahan baku rokok kretek.
Indonesia merupakan penghasil cengkeh terbesar didunia setelah Madagaskar Nurdjannah 1997.
Hasil utama tanaman cengkeh yaitu bunga dan daunnya sangat berfluktuasi dari tahun ke tahun sehingga dikenal dengan adanya musim panen besar dan kecil yang
perbedaannya hingga mencapai 60. Hal ini menyebabkan pengadaan cengkeh dipasaran tidak stabil sedangkan penggunaan cengkeh untuk makanan, minuman dan
obat-obatan relatif tetap. Untuk mengantisipasi keadaan tersebut perlu adanya suatu teknik penganekaragaman hasil tanaman cengkeh agar ketersediaanya di pasaran
tidak terhambat dan tidak merusak mutu hasil olahan cengkeh tersebut selama penyimpanan Nurdjannah 1997.
Pengolahan cengkeh dilakukan dengan cara ekstraksi. Ekstraksi minyak dilakukan pada bagian bunga, tangkai bunga dan daunnya. Dari ketiga bagian
tersebut yang paling ekonomis adalah ekstrak bagian daunnya. Oleh karena itu jenis minyak cengkeh yang umum diperjual belikan adalah minyak daun cengkeh clove
leaf oil Minyak daun cengkeh biasa diperoleh dari daun cengkeh yang sudah gugur.
Komposisi minyak yang dihasilkan bervariasi tergantung dari keadaan daun serta cara destilasinya, minyak yang dihasilkan mengandung eugenol antara 80 – 88 dengan
kadar eugenol asetat yang rendah tetapi kadar coryophyllene yang tinggi. Penyulingan daun dengan kadar air sekitar 7 – 12 yang dilakukan dalam tanki
stainless steel volume 100 liter selama 8 jam, menghasilkan minyak dengan rendemen 3.5 dan total eugenol 76.8 Nurdjannah et al. 1990.
Nurdjannah et al. 1990.
Sumber ekstraksi minyak cengkeh diantaranya yaitu : 1 Bud oil berasal dari pucuk bunga dari S.aromaticum, terdiri dari 60-90 eugenol, eugenyl acetate,
caryphyllene dan komponen lainnya dalam jumlah kecil, 2 Leaf oil berasal dari daun S.aromaticum, terdiri dari 82-88 eugenol, tidak terdeteksi adanya eugenyl
acetate dan komponen lainnya dalam jumlah kecil, 3 Stem oil berasal dari ranting S.aromaticum, terdiri dari 90-95 eugenol dan beberapa komponen lainnya dalam
jumlah kecil Weiss 1997. Cengkeh digunakan untuk keperluan sehari – hari rumah tangga sebagai
penambah rasa dan aroma khususnya untuk memasak, produk makanan yang menggunakan cengkeh diantaranya adalah bumbu kare curry powder, saus dan
makanan yang dipanggang baked foods Nurdjanah 1997. Cengkeh dalam indutri rokok berguna untuk memberikan aroma pada kretek ,
memberikan rasa panas dan sifat mengkretek juga memberikan rasa menggigit, langu dan pahit. Cengkeh juga digunakan dalam industri obat karena cengkeh memiliki efek
farmakologi, antimetik, antiseptik dan antipasmodik Perry dan Metzger 1990. KARAKTERISTIK GUM
Gum diklasifikasikan ke dalam tiga golongan besar yaitu gum alamiah, gum termodifikasi dan gum sintetik. Gum alamiah adalah gum yang merupakan hasil
sekresi dari bagian kulit atau batang tanaman Plant Exudation, berupa cairan yang kental dan akan menjadi padat jika dibiarkan dingin. Cairan ini akan keluar apabila
kulit batang tanaman terluka, untuk mecegah terjadinya pengeringan pada jaringan dibawahnya. Gum yang diekstrak dari tanaman yang termasuk dalam genus Acacia,
antara lain adalah gum arabika Acacia arabica dan gum senegal Acacia senegal Reineccius 1995.
Gum arabika merupakan polisakarida netral atau sedikit asam, biasanya terdapat dalam bentuk garam Ca, Mg dan K. Gum juga merupakan senyawa yang
tidak dapat dicerna dan dapat digolongkan berdasarkan kelarutannya menjadi dua golongan besar yaitu gum yang larut air hidrofilik dan gum yang tidak larut air
hidrofobik. Gum yang hidrofilik dapat dilarutkan atau didispersikan dalam air panas atau air dingin untuk meningkatkan viskositas larutan Bertolini 2001.
Gum arabika dapat digunakan untuk memperbaiki viskositas, tekstur dan bentuk dari makanan. Selain itu gum arabika dapat mempertahankan flavor dari
makanan yang dikeringkan dengan menggunakan pengering semprot spray drier. Hal ini disebabkan gum arabika dapat membentuk lapisan yang dapat melapisi
partikel flavor, sehingga melindungi partikel flavor tersebut dari oksidasi, evaporasi dan absorpsi air dari udara terutama untuk produk produk yang higroskopis
Reineccius 2002. Gum arabika merupakan senyawa kompleks hetero polisakarida yang terdiri
dari L-arabinosa, L-rhamnosa, D-galaktosa dan D-asam glukoronat serta mengandung ion kalsium, magnesium dan kalium. Struktur utama molekulnya adalah unit unit1,3
galaktopiranosa dengan rantai cabang 1,6 galaktopiranosa sebagai pangkal bagi asam glukoronat atau 4-0-metil glukoronat Krishnan et al. 2005.
Dalam industri pangan, gum arabika digunakan sebagai penstabil busa dalam minuman berkarbonasi, pengikat aroma dan juga sebagai penstabil dan pengemulsi
dalam pembuatan es krim . Gum arabika termasuk dalam golongan GRAS Generally
Recoqnized As Safe, tidak beracun dan tidak berbahaya untuk dikomsumsi manusia Reineccius 2002.
ENKAPSULASI FLAVOR
Flavor didefinisikan oleh Dordland et al 1977, sebagai sensasi dari makanan minuman dan seasoning yang dihasilkan dari ransangan terhadap indra pada saat
makanan masuk ke dalam saluran makanan dan pernafasan, terutama untuk atribut rasa dan bau. Pohborn dan Rusell 1977, menyatakan bahwa perisa makanan
merupakan kombinasi dari rasa, bau dan perasaan taste, smell and mouthfeel. Hall 1968 menambahkan bahwa perisa makanan merupakan salah satu pertimbangan
utama dari masyarakat untuk menerima suatu produk pangan, disamping penampakan dan teksturnya. Sedangkan menurut Lindsay 1985, perisa makanan didefinikan
sebagai gabungan perpsepsi yang diterima oleh indra kita yaitu bau, rasa , penampakan, sentuhan dan bunyi saat kita mengkomsumsi makanan. Tiga sensasi
yang ditimbulkan perisa makanan pada indra kita adalah rasa, bau dan tekstur. Menurut Burdock 1991, klasifikasi perisa makanan berdasarkan legal status
adalah : 1.
Natural merupakan senyawa –senyawa yang diekstrak dari bahan – bahan yang terdapat dialam. Contohnya : vanilin , orange oil dan celery oil.
2. Natural Identical merupakan senyawa – senyawa yang dapat diekstrak atau
terdapat di alam, tetapi pada prosesnya dibuat secara kimia. Umumnya flavor yang dibuat dari bahan alam ini lebih murah dibandingkan dengan Natural.
Suatu bahan disebut Natural Identical bila prosesnya dilakukan secara sintetis
kimiawi dan sedikitnya 99 sama dengan bahan aslinya. Contohnya : etil asetat dan lakton.
3. Artificial merupakan senyawa yang tidak terdapat di alam dan hanya dapat
dibuat melalui proses sintesis tetapi dapat memberikan efek flavor tertentu. Contohnya senyawa articial adalah ethyl vanillin yang mempunyai struktur
dan perisa makanan yang hampir sama dengan vanilin tetapi sampai saat ini belum ditemukan secara alami.
Menurut Chee-Teck Tan 1995, bahan-bahan dasar perisa makanan biasanya mempunyai satu atau lebih sifat – sifat berikut 1 mempunyai konsentrasi tinggi 2
sangat volatil 3 dapat larut atau berinteraksi dengan air 4 mudah teroksidasi. Bahan – bahan penyusun perisa makanan biasanya dilarutkan dalam pelarut netral
untuk memudahkan penggunaannya. Pelarut yang umumnya digunakan adalah air, triacetin, etanol, minyak, propilen glikol, gliserol dan isopropanol.
Berdasarkan bentuk fisiknya perisa dapat diklasifikasikan menjadi tiga kelas yaitu bentuk cair liquid flavourings, bentuk emulsi emulsions, bentuk pasta atau
padat paste atau solid flavourings dan bentuk powder kering Winarno 2002. Menurut Chee-Teck Tan 1995, teknologi yang banyak terlibat dalam
pembuatan flavor untuk digunakan pada produk pangan antara lain 1 Pencampuran compounding 2 Emulsi mikroenkapsulasi 3 Mikro emulsi 4 Spray dring 5
Spray chilling 6 Ekstruksi 7 Adsorpsi 8 Molecular inclusion 9 Coacervation 10 Co-crystallization 11 Pembentukan liposom.
Pengeringan Semprot merupakan metode yang paling populer untuk membuat produk flavor bubuk dari flavor cair dan mengenkaspulasi flavor untuk mengontrol
pelepasannya. Pengeringan semprot melibatkan tiga tahapan : 1 Persiapan carrier atau matriks pelindung, 2 Mencampur flavour ke dalam larutan carrier dan
dihomogenisasi untuk membuat emulsi dan 3 Atomisasi emulsi ke dalam ruang pengering untuk menguapkan air dari fase air pada butiran emulsi Winarno 2002.
Menurut Master 1979, pengeringan semprot adalah proses perubahan bahan dari bentuk cair ke bentuk partikel kering oleh suatu proses penyemprotan bahan
kedalam medium kering dan panas. Sedangkan menurut Greenwald dan King 1981, produk kering yang dihasilkan dapat berupa tepung, butiran atau gumpalan,
tergantung sifat fisik dan kimia bahan yang dikeringkan. Menurut Onwulata 2005, tahapan-tahapan dalam pengeringan semprot adalah
: 1 Persiapan larutan matriks pelindung 2 Pencampuran perisa pada larutan dan dibuat emulsi dengan proses homogenisasi 3 Proses atomisasi perisa emulsi dalam
dry chamber untuk menguapkan air dari fase air pada droplet emulsi. Prinsip kerja pengeringan semprot adalah bahan dipompa ke dalam atomizer, proses ini
mengasilkan partikel bahan berukuran kecil dan seragam. Partikel-partikel tersebut dikeringkan oleh udara pemanas yang berasal dari heater electric. Dalam chamber
pengering partikel mengalami proses pemanasan secara mendadak dan cepat sehingga dihasilkan bahan yang berbentuk bubuk, selanjutnya aliran udara panas akan
membawa bubuk tersebut ke cyclon. Produk terpisah dari udara karena adanya gaya sentrifugal yang bekerja pada gerakan produk di cyclon, seperti terangkum pada
Gambar 2 .
Gambar 2 Tahapan proses pengeringan semprot Teknik enkapsulasi dengan metode pengeringan semprot ditujukan untuk
mengkonversikan perisa cair atau produk cair menjadi perisa padat atau bubuk sekaligus mencegah kerusakan komponen perisa. Kerusakan komponen perisa dapat
terjadi karena penguapan, oksidasi cahaya dan oksigen. Kerusakan ini pada akhirnya dapat menyebabkan off flavor. Enkaspulasi diharapkan dapat mencegah kerusakan
perisa Reinecius 1989. Tahap atomisasi
R. Pengering
Tahap :Evaporasi
Siklon Scrubber
Produk Tahap : Pemisahan produk dari
udara kering
Tahap 2 : kontak
partikel udara
Menurut Food Science and Technology Comittee 2005, metode pengeringan semprot meliputi pendispersian bahan yang akan dilapisi ke dalam larutan pelapis dan
penyemprotan larutan tersebut ke dalam udara panas. Saat terjadi kontak dengan udara panas, pelarut yang umumnya berupa air akan dilepaskan sehingga pemadatan
pelapis dapat terjadi dengan pelapis atau penyalut atau bahan pelindung dapat dipecah dengan adanya panas, tekanan, proses pengadukan ataupun dengan melarutkannya
dengan pelarut yang cocok sehingga kandungan bahan didalamnya akan terlepaskan Takeoka 2001.
Selama proses enkapsulasi, setiap komponen perisa memiliki partikel emulsi yang berbeda serta memiliki perbedaan tekanan, titik didih , panas laten atau
evaporasi, panas spesifik cairan dan tekanan. Beberapa komponen perisa dapat membentuk azeotrop dengan air pada emulsi. Karena komponen yang berbeda secara
fisik, komponen perisa akan hilang beberapa derajat selama proses pengeringan semprot. Hal inilah yang menyebabkan produk hasil pengeringan semprot memiliki
sedikit karakter aroma yang sedikit berbeda lebih lemah dibandingkan perisa aslinya Winarno 2002.
Bahan pengisi seringkali dikombinasikan agar didapatkan semua sifat yang dibutuhkan dan lebih ekonomis. Kombinasi yang sering digunakan adalah antara
gum arab dan maltodekstrin. Gum arabika adalah bahan pengisi yang memiliki viskositas yang tinggi. Gum arabika sering digunakan karena memiliki kemampuan
emulsifikasinya dan kemampuan membentuk filmnya baik Bhandari et al., 1992. Bahan pengisi atau pelapis disebut juga sebagai kulit, dinding atau membran,
dapat berasal dari film forming pembuat lapisan tipis polimer natural atau sintesis.
Memilih pelapis harus berdasarkan pada sifat kimia maupun fisik bahan aktif, bahan pelapis harus tidak larut dan tidak bereaksi dengan zat aktif. Ide dasar dari
mikroenkaspulasi berasal dari sel, yaitu permeabilitas selektif membran sel memberikan perlindungan tehadap inti sel dari kondisi lingkungan yang berubah-
ubah dan berperan dalam pengaturan metabolisme sel Reineccius 2002. Mikroenkapsulasi yang berkembang saat ini menggunakan prinsip yang sama untuk
melindungi bahan aktif dari kondisi lingkungan yang tidak mendukung. Dua jenis struktur utama dari mikroenkapsulasi adalah satu inti single core
dan banyak inti multiple core pada bagian dindingnya seperti telihat pada Gambar 3. Mikroenkapsulasi dengan satu inti biasanaya diproduksi dengan cara coacervation,
droplet co-extrusion dan pemasukan molekul. Mikroenkapsulasi dengan struktur banyak inti dibagian dindingnya umumnya diproduksi dengan menggunakan teknik
pengeringan semprot. Bahan inti tersebar secara merata di bagian dinding dan bagian tengah mikrokapsul biasanya berupa rongga kosong yang dihasilkan dari pemuaian
selama tahap –tahap pengeringan akhir Reineccius 2002.
Gambar 3. Dua jenis struktur utama mikroenkapsulasi
Keuntungan pembuatan perisa powder terenkapsulasi yang dilanjutkan dengan pengeringan menggunakan pengering semprot adalah sebagai berikut: 1 Kekuatan
dan kualitas perisa bertahan cukup lama selama penyimpanan, 2 Bersifat tidak mudah menguap karena material perisa berada dalam lapisan tertutup yang
melindunginya dari penguapan dan perubahan oksidatif, 3 Ketika dilakukan pencampuran dengan air, kapsul menjadi pecah dan membebaskan perisa dalam
bentuk awan mikrokospik , 4 Memiliki Aw yang rendah 0.2 – 0.3, 5 Produk menjadi kering tanpa menyentuh permukaan logamyang panas, suhu produk akhir
rendah walaupun udara pengering yang digunakan relatif tinggi, 6 Mempermudah penanganan handling dan transportasi dan 7 Waktu pengeringan yang singkat
sehingga cocok diterapkan pada bahan yang mudah rusak apabila dipanaskan dalam waktu yang relative lama Onwulata 1996.
Kriteria keberhasilan suatu bahan yang diproses dengan metode pengeringan semprot tersebut adalah mempunyai rasa, bau dan penampakan yang sebanding
dengan produk segar atau produk- produk yang telah diolah dengan cara lain, dapat direkonstruksi dengan mudah, masih mempunyai nilai gizi yang tinggi dan harus
mempunyai stabilitas penyimpanan yang baik Suratmi 1993. Selain keuntungan diatas pengeringan semprot juga mempunyai kekurangan
yaitu biaya operasi yang cukup tinggi dibandingkan dengan alat pengeringan yang lain dan produk hasil pangan semprot ini cenderung bersifat higroskopis yang akan
menurunkan mutu selama penyimpanan jika proses pengemasan kurang baik Onwulata 1996.
UMUR SIMPAN
Umur simpan atau masa kadaluwarsa shelf life didefinisikan oleh Ellis 1994 sebagai waktu antara saat produk di produksi dan dikemas, sampai saat
produk tidak dapat diterima lagi pada kondisi lingkungan dimana produk tersebut digunakan.
Menurut Syarief dan Halid 1993, hasil atau akibat dari berbagai reaksi kimiawi yang terjadi dalam produk pangan bersifat akumulatif dan irreversible tidak
dapat dipulihkan kembali selama penyimpanan, sehingga pada saat tertentu hasil rekasi tersebut mengakibatkan mutu makanan tidak dapat diterima disebut sebagai
jangka waktu kadaluarsa. Selanjutnya ditambahkan bahwa pangan disebut rusak apabila bahan pangan tersebut telah kadaluarsa, yaitu telah melampui masa simpan
optimumnya dan pada umumnya makanan tersebut menurun mutu gizinya meskipun penampakannya masih bagus.
Menurut Institute of Food of Technology seperti dikutip Arpah 2001, umur simpan produk pangan adalah selang waktu antara saat produksi hingga saat
komsumsi dimana produk berada dalam kondisi yang memuaskan pada sifat penampakan, rasa, aroma, tekstur dan nilai gizi. Menurut Arpah 2001, umur simpan
adalah waktu hingga produk mengalami penurunan mutu. Penyimpangan suatu produk dari mutu awalnya disebut deteriosas penurunan mutu. Reaksi deteriosasi
merupakan suatu reaksi kimia, oleh karena itu mekanisme deteriosasi dapat dianalisa secara matematika. Dengan analisa tersebut, waktu produk pangan mulai rusak dapat
diketahui sehingga umur simpan produk pangan dapat ditentukan.
Menurut Labuza 1982, seharusnya konsumen memperoleh informasi tentang umur simpan dari produk yang dikomsumsinya. Informasi tersebut dapat berupa
tanggal pada saat produk diproduksi pack date, tanggal apda saat produk diletakan di toko display date, tanggal terakhir yang dianjurkan bagi konsumen untuk
membeli produk tersebut sehingga masih mempunyai jangka waktu untuk mengkomsumsinya, tanpa produk tersebut mulai mengalami kerusakan pull date
atau sell by date atau tanggal pada saat kualitas produk sudah tidak dapat diterima lagi oleh konsumen use by date atau expiration date.
Dibeberapa negara maju telah ditetapkan peraturan bahwa produk makanan harus menetapkan tanggal minimum yang menunjukan produk tersebut mulai rusak.
The best before merupakan tanggal yang menunjukan jangka waktu minimum dari produk diproduksi sampai produk sudah tidak dapat diterima lagi secara fisik dan
kualitasnya. Sedangkan use by merupakan tanggal yang menunjukan jangka waktu minimum dari produk diproduksi sampai mengalami kerusakan mikrobiologis yang
berbahaya bagi kesehatan Ellis 1994. Syarief dan Halid 1993, menyatakan bahwa perubahan mutu makanan
terutama dapat diketahui dari perubahan faktor mutu tersebut, oleh karenanya dalam menentukan daya simpan suatu produk perlu dilakukan pengukuran terhadap atribut
mutu produk tersebut. Menurut Syarief et al. 1989 faktor –faktor yang mempengaruhi umur simpan bahan pangan yang dikemas adalah sebagai berikut :
1. Keadaan alamiah atau sifat makanan dan mekanisme berlangsungnya perubahan, misalnya kepekaan terhadap air dan oksigen dan kemungkinan
terjadinya perubahan kimia internal dan fisik.
2. Ukuran kemasan dalam hubungannya dengan volume. 3. Kondisi atmosfir terutama suhu dan kelembaban dimana kemasan dapat
bertahan selama masa transit dan sebelum digunakan. 4. Kemasan keseluruhan dari kemasan terhadap keluar masuknya air, gas dan
bau, termasuk perekatan, penutupan dan bagian-bagian yang terlipat. Penentuan umur simpan produk pangan merupakan suatu jaminan mutu
industri pangan bahwa produk pangan yang bermutu baik saja yang didistribusikan ke konsumen. Menurut Floros 1993, umur simpan produk pangan dapat diduga
kemudian ditetapkan waktu kadaluarsanya dengan menggunakan dua konsep studi penyimpanan produk pangan yaitu dengan Extended Storage Studies ESS atau
metode konvesional dan Accelerated Storage Studies AAS atau metode akselerasi. Penentuan umur simpan secara konvensional membutuhkan waktu yang lama
karena dilakukan dengan cara menyimpan suatu seri produk pada kondisi normal sehari-hari sambil dilakukan pengamatan penurunan mutunya. Metode akselerasi
diterapkan pada produk pangan dengan memvariasikan kondisi kelembaban relative RH, suhu, atau intensitas cahaya, baik secara sendiri- sendiri maupun gabungannya.
Keuntungan metode ini adalah memerlukan waktu yang relative singkat, tetapi tetap memiliki ketepatan dan akurasi yang tinggi Floros 1993.
PERKIRAAN UMUR SIMPAN BERDASARKAN PERUBAHAN KADAR
AIR.
Kerusakan produk pangan dapat disebabkan oleh adanya penyerapan air oleh produk pangan selama penyimpanan. Produk pangan yang dapat mengalami
kerusakan seperti ini diantaranya adalah produk kering seperti makanan ringan, biskuit, krupuk, permen dan sebagainya. Kerusakan produk dapat diamati dari
penurunan kekerasan dan kerenyahan danatau peningkatan kelengketan atau penggumpalan Kusnandar 2010.
Produk pangan yang mengandung kadar sukrosa tinggi seperti permen, umumnya bersifat higrokopis dan mudah mengalami penurunan mutu selama
penyimpanan yang disebabkan oleh terjadinya penyerapan air. Umur simpan produk seperti ini akan ditentukan oleh seberapa mudah uap air dapat bermigrasi ke dalam
produk selama penyimpanan dengan menembus kemasan. Semakin besar perbedaan antara kelembaban relatif lingkungan penyimpanan dibandingkan dengan kadar air
produk pangan, maka air akan semakin mudah bermigrasi Hariyadi 2004. Laju penyerapan air oleh produk pangan selama penyimpanan dipengaruhi
oleh tekanan uap air murni pada suhu udara tertentu, permeabilitas uap air, dan luasan kemasan yang diguanakan, kadar air awal produk, berat kering awal produk , kadar
air kritis, kadar air kesetimbangan pada RH penyimpanan dan slope kurva isotermis sorpsi air. Faktor - faktor tersebut diformulasikan oleh Labuza dan Schmidl 1985
menjadi model matematika seperti pada persamaan matematika dan digunakan sebagai model untuk menduga umur simpan. Model matematika ini dapat diterapkan
khususnya untuk produk pangan kering yang memiliki kurva isoterm sorpsi air ISA berbentuk sigmoid Kusnandar 2010.
Menurut Labuza dan Schmidl 1985, pengujian akselerasi dapat diaplikasikan pada produk kering jika secara berkesinambunagn kadar air produk berubah selama
penyimpanan dan jika kecepata kerusakan hanya tergantung pada kadar air dan suhu.
Metode ini didasarkan kepada kecepatan kerusakan dengan perlakuan produk pada kelembaban relatif RH dan suhu tinggi. Untuk melakukan percobaan dengan benar,
perkiraan kriteria mutu produk harus cocok dan mewakili secara keseluruhan. Peningkatan kadar air pada produk kering dapat menyebabkan beberapa tipe
kerusakan dinatarnya kehilangan kerenyahan, pengerasan dan penggumpalan. Selanjutnya Labuza dan Schmidl 1985, menambahkan bahwa penelitian
tentang umur simpan dapat dilakukan pada kondisi dipercepat akselerasi, yang selanjutnya dapat digunakan untuk memperkirakan umur simpan pada suhu rendah.
Kondisi akselerasi dapat dilakukan dengan mengkondisikan bahan pada suhu dan RH yang tinggi sehingga kadar air kritis lebih cepat tercapai daripada kondisi normal atau
kondisi penyimpanan pada suhu rendah. Metode akselerasi ini dilakukan hanya untuk mempercepat proses perkiraan umur simpan sedangkan pengamatan pada kondisi
normal tetap dilakukan sebagai kontrol. Labuza 1982, menyatakan bahwa pertambahan atau kehilangan air dari
suatu bahan pangan pada suhu dan kelembaban RH yang konstan dapat dihitung dengan persamaan berikut :
Dw Dθ = k A Pout – P in
x Keterangan :
dW d θ = jumlah air yang bertambah atau berkurang per hari g
k = Permeabilitas kemasan g H
2
A = Luas Permukaan kemasan m
Ohari,mmHg P out = Tekanan uap air diluar kemasan mmHg
P in = Tekanan uap air dalam kemasan mmHg
Lebih lanjut Labuza 1982, menambahkan bahwa dengan meningkatnya suhu dan kelembaban udara pada kondisi penyimpanan bahan pangan kering yang
disimpan dalam kemasan, dapat mengakibatkan meningkatnya kadar air pada bahan pangan tersebut sampai mencapai kondisi yang tidak diinginkan. Kondisi suhu dan
kelembaban udara yang tinggi dapat digunakan untuk mempersingkat waktu perkiraan umur simpan suatu produk pangan atau disebut dengan metode akselerasi.
Faktor – faktor yang dibutuhkan untuk memperkirakan umur simpan suatu bahan pangan kering yang dikemas adalah sebagai berikut :
1. Kurva isoterm sorpsi air Kurva sorpsi isothermis ini diasumsikan sebagai garis linier dengan persamaan
sebagai berikut : m = ba + c
Keterangan : m = Kadar air bahan bk
a = aktivitas air b = slope kurva
c = intersep kurva
Secara alami, produk pangan ada yang bersifat mneyerap air atau melepaskan air, yang dapat digambarkan dalam kurva isotermis, yaitu kurva yang menunjukan
hubungan antara kadar air bahan pangan Me dengan kelembaban relatif kesetimbangan ruang penyimpanan RHs atau aktivitas air pada suhu tertentu.
Istilah sorpsi air dipakai untuk penggabungan air ke dalam bahan pangan, sedangkan apabila proses dimulai dengan bahan basah disebut desorpsi Syarief dan Halid
1993.
2. Permeabilitas kemasan kx k = konstanta permeabilitas g H2O . Ketebalan X
hari.area.tekanan uap 3. Rasio Luas Kemasan A dengan berat kering produk Ws
AWs m2g padatan 4. Kadar air awal produk dan kadar air kritis produk.
Dari Gambar 4. Dapat dilihat bahwa kondisi III merupakan kondisi yang sebenarnya untuk bahan pangan , kemasan dan lingkungannya, kemudian kondisi I
merupakan kondisi akselerasi yang dapat mempersingkat waktu untuk mencapai kadar air kritis. Kondisi akselerasi ini dapat dilakukan dengan berbagai cara antara
lain menggunakan kemasan dengan permeabilitas uap air atau oksigen yang besar, meningkatkan tekanan uap jenuh, memperkecil ukuran kemasan, meningkatkan suhu
dan kelembaban. Labuza 1982 menggambarkan pertambahan kadar air pada kondisi akselerasi tergambar pada Gambar 4.
Ln Me – Mi Me – Mc
Kadar Air
I II III mc untuk RH
1 2
3 4
5 RH Gambar 4 Perubahan kadar air sampai menjadi kadar air kritis.
5. Kadar air kesetimbangan. Untuk mengontrol a
w
atau RH ruang penyimpanan, digunakan berbagai jenis larutan garam jenuh, yaitu garam yang mengandung kelebihan kristal yang tidak larut
Labuza 1982. Berbagai jenis garam yang digunakan untuk mengontrol aktivitas air adalah MgCl
2
, NaBr, KI, NaCl, KCl, KNO
3
Tabel 3 Larutan garam jenuh yang digunakan dalam menentukan kadar air kesetimbangan. Syarief dan Halid 1989.
digunakan sebagai kalibrasinya karena stabil pada berbagai suhu seperti terlihat pada Tabel 3. NaCl stabil pada berbagai
suhu ruang sehingga digunakan sebagai kalibrasinya Syarief dan Halid 1989.
No Garam Jenuh
RH , T 28 C
1 NaOH
6,9 2
LiCl 11,2
3 CH
3
22,6 COOK
4 MgCl
32,4
2
5 NaI
36,3 6
K
2
CO 43,0
3
7 MgNO
3
51,3
2
8 NaBr
57,5 9
NaNO 64,0
2
10 KI 69,0
11 SrCl 71,0
2
12 NaNO 73,8
3
13 NaCl 75,5
14 KBr 80,7
15 KCl 84,0
16 K
2
Cr
2
O 85,9
4
17 Na
2
SO 86,4
4
18 BaCl 90,3
2
19 NH
4
H
2
PO 92,7
4
20 KNO 93,0
3
21 K
2
SO 97,0
4
Pengemasan dan Penyimpanan
Mutu produk pangan akan mengalami perubahan penurunan selama proses penyimpanan. Umur simpan produk pangan dapat diperpanjang apabila dikathui
faktor-faktor yang mempengaruhi masa simpan produk. Upaya memperpanjang masa simpan dapat dilakukan dengan beberapa cara yaitu, meningkatkan nilai mutu dan
memperlambat laju penurunan mutu Hariyadi 2004. Peningkatan nilai mutu awal produk dapat dilakukan dengan memilih dan
menggunakan bahan baku yang bermutu baik sedangkan memperlambat laju penurunan mutu produk dapat dilakukan dengan memperbaiki kemasan, faktor
penyimpanan, faktor penanganan distribusi atau faktor penanganan lainnya sehingga masa kadaluwarsa produk menjadi lebih lama Andarwulan 2004.
Pengemasan merupakan parameter yang sangat penting bagi daya kestabilan flavor. Biasanya kemasan alumunium foil bag merupakan yang terbaik bagi berbagai
senyawa flavor, tetapi jenis kemasan tersebut tergolong mahal. Pengemasan dan penyimpanan tidak dapat dipisahkan dari proses dalam industri pangan dan
merupakan satu kesatuan. Kedua hal ini juga menentukan dalam perkiraaan umur simpannya. Bucle et al 1987 menyatakan, kemasan yang dapat digunakan sebagai
wadah penyimpanan harus memenuhi beberapa persyaratan yakni dapat memepertahankan mutu produk supaya tetap bersih serta mampu memberi
perlindungan terhadap produk dari kotoran, pencemaran dan kerusakan fisik, serta dapat menahan perpindahan gas dan uap air.
Pengemasan merupakan teknik dalam industri dan pemasaran untuk mengisi, melindungi, mengidentifikasi dan memudahkan distribusi dari produk yang
bersangkutan. Menurut perusahaan kemasan di inggris, pengemasan adalah suatu sistem terkoordinasi dari produk atau barang selama transportasi, distribusi,
penyimpanan dan penjualan secara eceran, mengirim secara aman suatu produk kepada konsumen dengan biaya yang minimum dan gabungan antara fungsi teknologi
dan ekonomi yang bertujuan untuk meminimalkan harga dan menaikkan penjualan Rudolf 1986.
Menurut Reily and Man 1994, salah satu fungsi penting dari kemasan adalah untuk melindungi produk dari faktor-faktor lingkungan seperti sinar, uap air, gas dan
bau. Produk pangan dalam bentuk powder dapat dikemas dengan menggunakan kemasan struktur lapis banyak multilayer misalnya polipropilenalufo atau lapis
tunggal seperti LDPE, HDPE dan OPP. Jenis kemasan lain adalah kemasan yang bagian dalamnya dilaminasi dengan foil dan bagian luarnya menggunakan karton,
sehingga melindungi dari oksigen dan penyerapan air, sinar serta kerusakan mekanis. Polimer dapat digunakan baik sendiri maupun dengan bahan lain seperti kertas,
karton, alumunium foil sesuai dengan bahan pangannya. Alumunium foil bag, film selulosa kuning transparan merupakan kemasan
yang sangat bermanfaat. HDPE High Density Polyethylene merupakan salah satu jenis film yang lebih kaku dibandingkan LDPE Low Density Polyethylene, tahan
minyak, melindungi produk dari uap air, permeabilitas gasnya kurang bagus apabila dibandingkan dengan LDPE, penampakannya opak. Ketebalan film berkisar 10-12
μm Rudolf 1986. Kerusakan atau penurunan mutu produk yang dikemas sangat berhubungan
dengan transfer masa dan panas pindah masa dan panas melalui kemasan. Pada
transfer masa, pertukaran uap air dan gas dengan lingkungan sekitar mendapat perhatian utama, disamping migrasi volatil dari atau menuju produk pangan.
Perbedaan tekanan parsial sekitar kemasan mengontrol laju permeasi, selain itu adanya lubang, kerusakan dan retaknya kemasan juga akan mempengaruhi reaksi
kerusakan Rudolf 1986.
III. METODELOGI