33 dan nelayan pekerja buruh. Nelayan pemilik adalah orang atau badan hukum yang
dengan hak apapunberkuasa atas kapalperahu yang diperlukan dalam usaha penangkapan ikan di laut. Nelayan pekerja buruh yaiu semua orang yang sebagai
satu kesatuan menyediakan tenaga kerjanya turut serta dalam usaha penangkapan ikan di laut baik sebagai nakodapendega maupun sebagai pengoperasian alat
tangkap.
2.5 Sumberdaya Perikanan
Sumberdaya perikanan bukan satu-satunya manfaat yang dapat diperoleh dari pengelolaan laut nasional. Laut juga memiliki fungsi penyedia produksi dan jasa
bagi sektor-sektor transportasi, pertambangan mineral, pariwisata, pertahanan dan keamanan, serta produksi energi. Namun demikian, sebagai sebuah sistem,
sumberdaya perikanan dapat dijadikan indikator yang baik bagi pengelolaan laut Dahuri 2004. Hal ini terkait dengan premis bahwa sumberdaya perikanan
merupakan sistem yang kompleks dan dinamik dimana dalam tataran empiris melakukan sharing dengan sumberdaya lain dalam konteks ruang space. Dengan
demikian, pengelolaan sumberdaya perikanan secara langsung maupun tidak akan mencakup keterkaitan dengan sumberdaya lain. Persoalan yang muncul dalam
pengelolaan sumberdaya perikanan menjadi tanda signals bagi kesalahan kebijakan kelautan yang bisa berlaku baik di level lokal, regional maupun nasional.
Namun demikian, pendekatan pengelolaan sumberdaya perikanan dan kelautan secara komprehensif tetap diperlukan dalam konteks bahwa seluruh manfaat laut
memiliki keterkaitan kedalam maupun keluar antar sumberdaya alam yang terkandung di dalamnya. Ini berarti pendekatan kebijakan kelautan marine policy
menjadi salah satu prasyarat didalam konteks platform ini, sumberdaya perikanan menjadi salah satu indikator utamanya.
Sementara itu, dalam hal struktur pengelolaan, Hanna 1999 mengindentifikasi bahwa tidak ada bentuk terbaik dari struktur pengelolaan
sumberdaya perikanan. Selalu ada kesenjangan trade-offs antara stabilitas dan fleksibilitas, antara otoritas dan keterwakilan, antara sosial dan individu, dan lain
sebagainya. Dalam teori kebijakan, fungsi utama dari struktur pengelolaan sumberdaya perikanan adalah adanya stabilitas dan konsistensi dari pengambilan
34 keputusan ketika sistem atau kondisi senatiasa harus adaptif terhadap perubahan
Nohria and Gulati, 1994. Dalam konteks ini maka struktur yang baik bagi pengelolaan sumberdaya perikanan adalah struktur yang stabil dalam konteks
representasi, distribusi otoritas pengambilan keputusan dan informasi serta mampu memberikan batas yang jelas antara advisory roles dan decision roles.
Seperti yang telah diidentifikasi oleh Charles 2001, paling tidak ada dua makna dalam hal ini, yaitu pertama, bahwa sumberdaya perikanan yang tidak tak
terbatas ini diakses oleh hampir semua kapal yang tidak terbatas laissez-faire yang diyakini akan menghasilkan kerusakan sumberdaya dan masalah ekonomi. Makna
kedua adalah bahwa tidak ada kontrol terhadap akses kapal namun terdapat pengaturan terhadap hasil tangkapan. Hal ini diyakini menjadi salah satu kontributor
dari over-kapitalisasi terhadap kapal yang didorong oleh pemahaman rush for the fish siapa yang kuat dia yang menang.
Indonesia, melalui penataan hukum yang menyangkut kegiatan sumberdaya perikanan maupun pengelolaan laut pada umumnya, memang menyebut adanya
pembatasan akses terhadap wilayah penangkapan ikan. Namun demikian, pengaturan ini tidak diikuti dengan pembatasan jumlah kapal sehingga yang terjadi
adalah quasi open access atau open access dalam makna kedua menurut Charles 2001 seperti yang telah diuraikan di atas. Selain itu, lemahnya penegakan hukum
di laut menjadi kontributor utama dari belum berhasilnya rejim tata kelola governance sumberdaya perikanan kita. Dalam konteks ini revitalisasi tata kelola
governance revitalization menjadi salah satu prasyarat utama sebagai bagian dari sebuah konsepsi negara kelautan terbesar ocean state di dunia.
Charles 2001 memperingatkan bahwa rejim pengelolaan limited entry tidak dapat digunakan secara sendirian, namun harus dilakukan dalam skema manajemen
portofolio dimana melibatkan tool lain seperti quantitative allocation of inputs atau allowable catches yang dipayungi oleh sebuah kerangka peraturan legal
endorsment yang sesuai. Konsepsi limited entry ini akan semakin bermanfaat dalam konteks sumberdaya perikanan budidaya. Tidak jarang kegiatan budidaya yang
sudah established harus kolaps karena tidak adanya kepastian hukum, ekonomi dan politik terhadap unsur spasialnya. Konsepsi limited entry ini dapat pula menjadi titik
awal bagi pemberian hak yang jelas kepada nelayan sumberdaya perikanan pantai
35 untuk melakukan aktifitasnya melalui mekanisme fishing right. Dalam konteks ini,
pemberian hak penangkapan ikan fishing right harus mempertimbangkan kepada siapa hak tersebut diberikan. Oleh karena itu, definisi nelayan perlu pula
direvitalisasi sehingga menghasilkan nelayan yang profesional bukan sekedar free raiders yang menjadi ciri utama pelaku sumberdaya perikanan dalam rejim open
access. Pengetahuan nelayan terhadap Sumberdaya tidak berorientasi hanya kepada pertimbangan ekonomi saja, namun yang lebih penting adalah pertimbangan
komunitas sehingga menjamin keberlanjutan sumberdaya perikanan dari sisi komunitas seperti yang telah diuraikan sebelumnya.
Berdasarkan karakteristik human system dalam tipologi fishery system seperti yang disampaikan oleh Charles 2001, terdapat beberapa karakteristik umum dari
nelayan fishers yaitu bahwa : Pertama, nelayan berbeda menurut latar belakang sosial seperti tingkat umur, pendidikan, status sosial dan tingkat kohesitas dalam
komunitas mikro antar nelayan dalam satu grup atau dalam komunitas makro nelayan dengan anggota masyarakat pesisir lainnya. Kedua, dalam komunitas
nelayan komersial, nelayan dapat bervariasi menurut occupational commitment-nya seperti nelayan penuh, nelayan sambilan utama dan nelayan sambilan, atau menurut
occupational pluralism-nya seperti nelayan dengan spesialisasi tertentu, nelayan dengan sumber pendapatan beragam, dan lain sebagainya. Ketiga, nelayan dapat
bervariasi menurut motivasi dan perilaku di mana dalam hal ini terdiri dari dua kelompok yaitu nelayan dengan karakteristik profit-maximizers yaitu nelayan yang
aktif menangkap ikan untuk mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya dan cenderung berperilaku seperti layaknya perusahaan, dan kelompok nelayan
satisficers atau nelayan yang aktif menangkap ikan untuk mendapatkan penghasilan yang cukup.
2.6 Kesejahteraan.