Hasil Pengaruh slag terhadap pertumbuhan kerang hijau

11 Seng Zn merupakan logam yang dimasukkan dalam kelompok kelas B, yang berarti bahwa Zn merupakan logam berat. Zn termasuk dalam golongan II B dengan nomor atom 30 dan massa atom relative 65,39. Hasil kandungan Zn dalam daging kerang hijau salama masa penelitian 3 bulan dapat dilihat pada Gambar 7. Gambar 7. Kandungan Zn dalam daging kerang hijau Perna viridis. hanya terdapat 1 ulangan dikarenakan kerang hijau pada 2 ulangan lainnya mati. Berdasarkan Gambar 7, dapat diketahui bahwa kandungan Zn setelah masa penelitian 1.5 bulan lebih tinggi dibandingkan waktu awal sebelum kerang diberikan perlakuan slag. Rata-rata peningkatan kandungan Zn yang terjadi yaitu sebesar 80 mgkg. Setelah 3 bulan, kandungan Zn dalam kerang hijau mengalami peningkatan untuk perlakuan slag sebesar 40, 60, dan 80, namun kandungan Zn mengalami penurunan pada perlakuan 0, 20, dan 100 slag. Penurunan tersebut tidak terjadi secara signifikan. Untuk perlakuan 100 slag menurun sebesar 36 mgkg, perlakuan 20 slag menurun sebesar 20 mgkg, dan untuk perlakuan 0 slag menurun sebesar 59 mgkg. Kandungan Zn tertinggi terdapat pada kerang dengan perlakuan 60 slag yaitu sebesar 391.940 mgkg . Sama halnya dengan Cu dan Zn, Kromium Cr juga termasuk dalam kelompok kelas B yang merupakan jenis logam berat. Kromium termasuk golongan VI B dengan nomor atom 24 dan massa atom relative 52. Hasil kandungan Cr dalam daging kerang hijau selama penelitian dapat dilihat pada Gambar 8. Berdasarkan Gambar 8, dapat diketahui bahwa pada awal sebelum diberikan perlakuan, kandungan Cr dalam kerang hijau sudah cukup tinggi, yaitu sebesar 103.800 mgkg. Setelah perlakuan selama 1.5 bulan, kandungan Cr dalam daging kerang hijau menurun sangat rendah sehingga tidak terdeteksi oleh alat analisis logam dengan batas deteksi limit 0.001 mgKg. 1.5 bulan berikutnya 3 bulan masa penelitian kandungan Cr dalam daging kerang hijau meningkat. Peningkatan kandungan Cr paling tinggi terdapat pada perlakuan 100 slag yaitu 345.185 mgkg. 100 200 300 400 500 600 700 800 100 80 60 40 20 [Zn ] m gk g konsentrasi slag Awal 1.5 bulan akhir 12 Gambar 8. Kandungan Cr dalam daging kerang hijau Perna viridis. Kalsium Ca merupakan logam ringan. Berbeda dengan logam Fe, Cu, Zn, dan Cr, logam Ca merupakan logam yang dikelompokkan dalam kelas A. Kalsium Ca pada air laut merupakan logam ringan yang berbentuk garam karbonat CaCO 3 . Kandungan kalsium dalam daging kerang hijau selama 3 bulan penelitian dapat dilihat pada Gambar 9. Gambar 9. Kandungan Ca dalam daging kerang hijau Perna viridis. hanya terdapat 1 ulangan dikarenakan kerang hijau pada 2 ulangan lainnya mati. Berdasarkan Gambar 9, dapat diketahui bahwa kandungan Ca dalam daging kerang hijau mengalami peningkatan seiring meningkatnya waktu. Pada awalnya kandungan Ca sebesar 2031.885 mgkg. Peningkatan kandungan Ca paling tinggi setelah 3 bulan yaitu pada kerang hijau dengan perlakuan 20 slag yaitu menjadi 48881.355 mgkg. 25 50 75 100 125 150 175 200 225 250 275 300 325 350 375 100 80 60 40 20 [C r] m gk g konsentrasi slag awal akhir 5000 10000 15000 20000 25000 30000 35000 40000 45000 50000 55000 60000 65000 70000 100 80 60 40 20 [C a ] m gk g konsentrasi slag awal 1.5 bulan akhir 13

3.2 Pembahasan

Slag pembuatan baja adalah produk sampingan dari proses pembuatan baja. Slag dihasilkan dalam proses pemurnian logam panas oleh tanur tinggi menjadi baja. Material dari slag masih mengandung beberapa logam, baik logam berat yaitu logam dari golongan kelas B maupun logam dari golongan kelas A. Logam- logam yang terkandung dalam slag yaitu silika Si, alumunium Al, seng Zn, tembaga Cu, kromium Cr, besi Fe, dan kalsium Ca. Tossavainen et al.2007 menyatakan bahwa slag mengandung beberapa bahan logam seperti Fe, Al, Ca, Mg, Mn, Si, Mo, Ni, K, Na, P, Ti,V Cr, Cu, dan Zn. Penelitian Damar et al. 2013 menunjukkan bahwa slag pembuatan baja yang berbentuk granula memiliki kandungan Fe total sebesar 32.8, CaO 26.5, SiO 2 13.10, Al 2 O 3 4.34, K 2 O 0.097, MgO 5.71, MnO 3.54, Cu 0.004, Zn 0.014, Cr 0.048, dan Na 2 O 0.26. Pada slag ini tidak terdapat kandungan Pb dan Cd yang merupakan logam berat bersifat sangat toksik. Biota uji yang digunakan pada penelitian ini yaitu kerang hijau. Kerang hijau yang dikenal dengan sebutan green mussel merupakan organisme dari Filum Moluska, Kelas Bivalva, Family Mytilidae, Genus Perna, dan spesies Perna viridis Dance 1997. Kerang ini memiliki bentuk agak pipih, cangkangnya padat, memanjang dan mempunyai umbo puncak cangkang yang mengarah pada tepi ventral. Liu Kueh 2005 menyatakan bahwa penelitian mengenai pengaruh logam berat terhadap suatu organisme perlu mempertimbangkan beberapa aspek seperti kemampuan organisme untuk mengakumulasi bahan pencemar, ketersediaannnya yang melimpah mudah diakses dan lebih berlimpah di daerah tercemar, bersifat sesil dan mudah diidentifikasi. Kerang hijau merupakan organisme yang sering kali dijadikan sebagai bioindikator. Di beberapa wilayah asia pasifik, seperti: Hongkong, Thailand, Philippines, Taiwan, dan juga Indonesia kerang hijau telah ditetapkan sebagai biomonitoring suatu zat logam berat Yap et al. 2003; Gosling 1992. Kerang hijau dari famili Mytilidae mempunyai kemampuan mengakumulasi berbagai kontaminan Suseno 2011. Pada penelitian ini dikaji mengenai pengaruh slag terhadap pertumbuhan kerang hijau, sehingga kerang hijau yang digunakan merupakan kerang yang memiliki ukuran relatif sama, yaitu memiliki panjang 4.03-4.26 cm, tinggi 1.16-1.30 cm, dan bobot 3.7550-5.1757 gram. Hasil sidik ragam Lampiran 4 dengan SK 95 menunjukkan bahwa ukuran kerang panjang, tinggi dan bobot yang digunakan tidak berbeda nyata. Hasil pertumbuhan pada panjang cangkang Gambar 3a menunjukkan bahwa laju pertambahan panjang setiap minggunya meningkat. Laju pertumbuhan panjang kerang hijau selama 7 minggu pengamatan pada perlakuan slag 0, 20, 40, 60, 80, dan 100 masing-masing yaitu 0.06 cm, 0.12 cm, 0.06 cm, 0.01 cm, 0.05 cm, dan 0.07 cm. Laju pertumbuhan kerang hijau pada penelitian ini dalam jangka waktu 30 hari satu bulan untuk masing-masing perlakuan yaitu: 0.05 cm untuk perlakuan dengan 100 slag, 0.02 untuk perlakuan dengan 80 slag, 0 cm untuk perlakuan dengan 60 slag, 0.05 cm untuk perlakuan dengan 40 slag, 0.06 cm untuk perlakuan dengan 20 slag, dan 0 cm untuk perlakuan dengan 0 slag. Litasari 2002 menyatakan bahwa kecepatan panjang pertumbuhan kerang hijau pada kondisi terkontrol adalah 0.70-1.00 cm per bulan. Cheong Chen 1980, pertumbuhan panjang P. viridis dapat mencapai 1.06 cm 14 perbulan. Vakily 1989 menyatakan bahwa pertumbuhan panjang rata-rata kerang hijau 0.42 cm perbulan. Pertumbuhan kerang hijau yang terpapar slag lebih rendah dibandingkan hasil studi literatur dalam kondisi yang terkontrol. Hal ini menunjukkan bahwa logam berat yang terdapat dalam slag dapat menghambat pertumbuhan kerang hijau. Widdows dan Johnson 1988 menyatakan bahwa hewan dari perairan tercemar memiliki pertumbuhan terbelakang dan kondisi jaringan yang sedikit. Oleh karena itu, kondisi indeks dari kerang berpotensi sangat sensitif terhadap polusi. Berdasarkan hasil penelitian Nicholson 1999 pertumbuhan individu kerang dari stasiun yang terkontaminasi menunjukkan pertumbuhan cangkang yang paling rendah. Pada kerang dengan perlakuan 0 slag, laju pertumbuhan panjangnya lebih lambat dibandingkan hasil studi pada keadaan terkontrol. Perbedaan hasil tersebut dapat disebabkan oleh beberapa faktor antara lain umur kerang hijau dan ketersediaan makanan. Semakin besar dan dewasa maka laju pertumbuhan kerang hijau semakin lambat, dan apabila makanan tidak tersedia dalam jumlah cukup, maka pertumbuhanpun akan lambat. Umur kerang yang digunakan saat penelitian akan berbeda pada setiap peneliti. Selain itu dapat disebabkan karena sampel kerang di ambil dari perairan yang sudah tercemar, sehingga pertumbuhan kerang dari tempat tersebut relatif lambat. Hal tersebut dapat dibuktikan dengan kurva pertumbuhan kerang hijau menurut Vakily 1989 lampiran 7, stage ataupun umur kerang yang digunakan pada penelitian ini yaitu berkisar antara 0-1 tahun, dan kerang yang digunakan terdapat pada fase pertumbuhan eksponensial, dimana masih akan mengalami pertumbuhan panjang yang tidak terlalu cepat signifikan. Terdapatnya kandungan bahan pencemar pada perairan tempat pengambilan sampel juga dapat menjadikan pertumbuhan kerang yang masih berumur muda menjadi lambat. Perbandingan laju pertumbuhan kerang hijau antara perlakuan 0-100 slag menunjukkan bahwa perlakuan dengan 20 slag menunjukkan laju pertumbuhan yang paling tinggi. Berdasarkan hasil sidik ragam, perlakuan yang memberikan pengaruh paling berbeda nyata yaitu pada perlakuan 20 slag. Pada Gambar 3a dan 3b dapat terlihat bahwa pertumbuhan panjang dan tinggi cangkang kerang hijau lebih cepat meningkat pada perlakuan 20 slag. Pada perlakuan lainnya, pertumbuhan cangkang relatif tetap. Hal ini berarti, dalam konsentrasi tertentu, slag dapat meningkatkan laju peretumbuhan, akan tetapi jika kadarnya berlebih maka slag dapat menghambat pertumbuhan. Hal ini dapat disebabkan karena kandungan logam dalam slag merupakan logam yang essential bagi tubuh, namun karena logam tersebut merupakan logam berat, maka kandungan logam yang masuk dalam tubuh berlebih dapat menghambat pertumbuhan. Cordova et al. 2011 menyatakan bahwa logam berat akan terakumulasi dalam tubuh kerang hijau, karena logam berat dapat dengan mudah dan cepat masuk ke dalam tubuh mahluk hidup. Proses yang terjadi adalah logam berat masuk melalui lapisan lipid dari dinding sel melalui proses endosistosis. Cepatnya laju pertumbuhan kerang hijau pada pelakuan 20, dapat dipengaruhi oleh tingginya kandungan kalsium Ca Gambar 9 pada perlakuan tersebut. Kalsium berguna bagi pembentukkan cangkang dan juga kitin pada biota air. Selain Ca, logam Cu dan Zn yang terdapat dalam slag juga merupakan logam esensial yang secara umum bermanfaat bagi pertumbuhan. Hutagalung et al.1995 menyatakan Cu dan Zn mempunyai sifat akseptor elektron yang lemah, 15 dan dibutuhkan oleh kerang hijau untuk pertumbuhan dan perkembangan hidup sebagai “metal cofactor”, namun bila jumlahnya berlebih akan di ekskresikan. Berbeda dengan pertumbuhan panjang dan tinggi kerang hijau, pertumbuhan bobot mengalami fluktuasi, namun tidak signifikan Gambar 4. Peningkatan dan penurunan bobot yang dialami dapat dikarenakan kandungan air yang terdapat dalam daging kerang hijau yang akan berbeda setiap kali dilakukan pengukuran. Penurunan bobot juga dapat terjadi karena kurangnya pakan yang diberikan, sehingga kondisi tubuh menurun. Pemaparan kerang terhadap slag dapat meningkatkan aktifitas ekskresi sehingga diperlukan energi yang cukup besar, apabila pakan yang diberikan tidak mencukupi maka bobot dapat turun. Berdasarkan analisis sidik ragam ANOVA, diketahui bahwa perlakuan konsentrasi slag tidak berpengaruh terhadap pertumbuhan bobot kerang hijau. Sama halnya dengan hasil penelitian yang dilakukan Nicholson 1999, bahwa antara konsentrasi kontaminan tidak berpengaruh terhadap bobot basah pada kerang hijau, akan tetapi jika dilihat dari indeks kondisi tubuh, terdapat pengaruh kontaminan terhadap indeks kondisi tubuh kerang hijau. Kerang hijau yang hidup pada daerah dengan kontaminan tinggi memiliki indeks kondisi tubuh yang lebih rendah. Penelitian Airas 2003 menunjukkan bahwa bobot kerang dari Famili Mytilidae pada daerah yang terkontaminasi tidak berbeda secara signifikan dengan bobot kerang yang ada pada daerah bebas kontaminan. Kandungan Fe dalam daging kerang hijau Gambar 5 meningkat setelah 1.5 bulan masa penelitian. Peningkatan tertinggi terdapat pada perlakuan 20 yaitu menjadi 11490 mgkg. yang sebelumnya sebesar 1348 mgkg. Selanjutnya kandungan Fe dalam daging setelah 3 bulan relatif mengalami penurunan, kecuali pada kerang dengan perlakuan 100 slag dan 20 slag yang mengalami peningkatan kandungan Fe yang cukup signifikan. Konsentrasi Fe tersebut dipengaruhi oleh logam Ca Gambar 9. Ketika konsentrasi Fe dalam kerang hijau tinggi, maka konsentrasi dari Ca dalam kerang hijau rendah. Kenneth 1988 menyatakan bahwa besarnya konsentrasi besi Fe berbanding balik dengan konsentrasi kalsium Ca. zat besi dalam kerang hijau dapat menurunkan kalsium. Kandungan Cu dalam kerang hijau Gambar 6 terus meningkat hingga akhir pemaparan. Peningkatan Cu dalam daging kerang hijau dapat terjadi karena sebagai respon kerang hijau untuk memenuhi kebutuhan Cu yang berguna bagi proses metabolism. Pyatt et al. 2003 menyatakan bahwa logam Cu merupakan logam yang dibutuhkan kerang hijau untuk proses pembentukkan hemosianin dan enzimatik, sehingga kandungan Cu dalam kerang hijau dapat terus menerus meningkat dengan level yang rendah. Cu merupakan logam essensial yang tidak berbahaya, dimana menurut Adler et al. 1999, Cu dapat berupa ion bebas atau dapat berikatan dengan bahan organik berbentuk kompleks sehingga menurunkan efek toxic dan bioavailable. Kandungan seng Zn dalam daging kerang hijau juga mengalami fluktuasi, namun kandungan Zn dalam daging kerang Gambar 7 relative tinggi. Zn merupakan prekursor penting untuk berbagai aktivitas enzimatik, sehingga organisme cenderung mengumpulkan Zn dengan jumlah yang tinggi pada jaringan tubuhnya Kamaruzzaman et al. 2011. Perubahan kandungan logam Zn dalam tubuh tergantung dari konsentrasi pemaparan, ukuran tubuh, lama pemaparan, dan tropik level. Young Folsom 1967 menyatakan bahwa logam Zn dalam daging 16 kerang hijau dapat berkurang. Hal ini dapat terjadi karena adanya proses ekskresi pada kerang hijau. Hasil kandungan logam Cr Gambar 8 menunjukkan adanya penurunan logam Cr setelah selama 1.5 bulan dan mengalamai peningkatan kembali diakhir penelitian. Sebelum dilakukan perlakuan terhadap kerang tersebut, kadar kromium 103.800 mgkg, dan setelah 1.5 bulan kromium pada kerang tersebut 0.001 mgkg. Menurunnya kromium dapat diakibatkan adanya ekskresi logam tersebut oleh kerang hijau, dan terjadinya peningkatan karena adanya Cr yang kembali terakumulasi setelah 3 bulan pemaparan. Nicholson 1999 menyatakan bahwa untuk logam seperti kromium Cr, dapat diekskresi, namun ekskresi yang terjadi relatif lambat. Studi yang dilakukan Zaroogian Johnson 1983 memperlihatkan bahwa adanya akumulasi Cr pada daging kerang hijau yang diberikan pemaparan Cr selama 12 minggu. Kandungan logam-logam dalam daging kerang hijau, dapat dikaitkan dengan kandungan logam dalam air laut yang digunakan sebagai media pemeliharaan. Kerang hijau bersifat filter feeder, sehingga untuk mendapatkan makanannya dilakukan dengan cara menyaring sejumlah air. Dari proses penyaringan tersebut logam akan masukterakumulasi dalam tubuh. Kandungan Fe dalam daging kerang hijau tersebut berhubungan dengan kandungan logam Fe dalam air laut yang digunakan sebagai media pemeliharaan Lampiran 8. Kandungan Fe tertinggi terdapat pada perlakuan konsentrasi 20 slag, yaitu 0.208 mgL Damar et al. 2013. Hal tersebut dapat menjelaskan bahwa kandungan logam dalam air akan mempengaruhi tingkat kandungan logam dalam daging kerang hijau. Akan tetapi, kandungan Fe dalam air tidak berkorelasi dengan perlakuan slag. Pada perlakuan 40-60 slag, kandungan Fe dalam air lebih rendah dibandingkan perlakuan 20 slag, hal ini menunjukkan adanya pengaruh lain yang mempengaruhi kandungan Fe dalam air laut, misalnya pasir pantai yang juga digunakan sebagai sedimen pemeliharaan kerang hijau. Sama halnya dengan Fe, kandungan Ca pada kerang hijau juga berkorelasi dengan kandungan Ca dalam air. Kandungan Ca dalam air terus meningkat selama 1.5 bulan pemaparan Lampiran 8. Akan tetapi kandungan Ca tertinggi pada air terdapat pada perlakuan 80 slag, sedangkan pada kerang hijau kandungan Ca tertinggi setelah 1.5 bulan pemaran pada perlakuan 40 slag. Berbeda dengan Fe, kandungan Zn pada daging kerang hijau tidak berkorelasi dengan kandungan Zn dalam air media percobaan Lampiran 8. Setelah 1.5 bulan pemaparan, pada perlakuan 40 slag kandungan Zn dalam kerang hijau lebih tinggi dibandingkan perlakuan lainnya namun tidak terlalu signifikan Gambar 7. Akan tetapi kandungan Zn dalam air pada perlakuan 40 slag lebih rendah dibandingkan perlakuan lainnya Damar et al. 2013. Hal ini dapat disebabkan perbedaan biota dalam mengakumulasi Zn, sesuai dengan kebutuhannya. Logam yang terkandung dalam kerang hijau dapat berkurang. Hal ini karena kerang melakukan proses homeostasis terhadap tubuhnya. Cara kerang untuk mempertahankan kondisi tubuhnya dapat berupa proses ekskresi dan proses pengeluaran lendir pada tubuhnya. Cordova et al. 2011 menyatakan bahwa saat logam masuk ke tubuh, organ tubuh memiliki kemampuan untuk mereduksi logam berat. Logam berat yang masuk ke saluran pencernaan akan dibuang bersamaan dengan feses. Pada darah, logam berat akan di fagositasi oleh sel darah putih. Sebenarnya dalam hepatopankreas Juga terdapat sitokrom P450 yang 17 memiliki kemampuan untuk mengeluarkan logam berat dari tubuh, namun karena jumlahnya terbatas, logam berat yang telah masuk dalam tubuh akan disimpan terlebih dahulu dengan cara di fagositasi oleh sel pada hepatopankreas, dan nantinya akan diekskresikan.

4. KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan

Slag dapat mempengaruhi pertumbuhan. Pada konsentrasi 20, slag dapat meningkatkan laju pertumbuhan panjang dan tinggi kerang hijau. Akan tetapi pada konsentrasi lebih tinggi dari 20, slag dapat menghambat pertumbuhan. Sehingga penggunaan slag dalam konstruksi bangunan di daerah pantai perlu mempertimbangkan jumlah slag yang digunakan. Kandungan logam dalam daging kerang hijau tidak hanya berasal dari slag. Setelah dipaparkan slag kandungan logam tertinggi dalam daging kerang hijau yaitu kalsium sebesar 13284.775-48881.355 mgkg. Kandungan logam dalam daging kerang hijau berfluktuasi karena adanya proses ekskresi dan homeostatis pada kerang hijau.

4.2 Saran

Perlu pengkajian lebih lanjut mengenai konsentrasi slag antara 0-20 dengan selang konsentrasi yang lebih kecil, agar diketahui secara pasti konsentrasi yang paling mempengaruhi pertumbuhan kerang hijau. Juga diperlukan pangkajian faktor lain yang dapat menjadi sumber logam yang terakumulasi dalam kerang hijau. Persantunan Penelitian ini merupakan bagian dari penelitian kerjasama departemen Manajemen Sumber Daya Perairan dengan LPPM PKSPL- IPB yang dibiayai oleh perusahaan Rist Posco, Korea. Penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr. Ario Damar S.Pi. M.Si., Dr. Ir. Yusli Wardiatno M.Sc., Dr. Majariana Krisanti S.Pi. M.Si., Dr. M. Mukhlis Kamal M.Sc., Dr. Inna Puspa Ayu S.Pi. M.Si., Dr. Kustiariyah, dan Ir. Husnileili Yusran M.Si.