Tingkat Efek Kesehatan Lingkungan Kandungan Logam Berat Kadmium (Cd) dalam Kerang Hijau (Perna viridis) yang Dikonsumsi Masyarakat Kaliadem Muara Angke Jakarta Utara Tahun 2015

(1)

TINGKAT EFEK KESEHATAN LINGKUNGAN KANDUNGAN LOGAM

BERAT KADMIUM (Cd) PADA KERANG HIJAU (

Perna viridis

) YANG

DIKONSUMSI MASYARAKAT KALIADEM MUARA ANGKE

JAKARTA UTARA TAHUN 2015

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar

Sarjana Kesehatan Masyarakat (SKM)

OLEH:

FEELA ZAKI SAFITRI

1111101000142

PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

2015


(2)

(3)

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT

PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN

Skripsi, Agustus 2015

Nama : Feela Zaki Safitri, NIM : 1111101000142

Tingkat Efek Kesehatan Lingkungan Kandungan Logam Berat Kadmium (Cd)

dalam Kerang Hijau (

Perna viridis

) yang Dikonsumsi Masyarakat Kaliadem

Muara Angke Jakarta Utara Tahun 2015

ABSTRAK

Latar Belakang: Kerang hijau merupakan salah satu jenis hewan yang merupakan flitter feeder atau bertingkah laku sebagai vacum cleaner dan merupakan salah satu jenis kerang terbaik untuk menguji biopllution limbah B3 pada periaran. Salah satu logam berat yang berbahaya dan menimbulkan dampak yang buruk bagi kesehatan adalah kadmium(Cd). Pajanan Cd dengan konsentrasi yang rendah dalam jangka waktu yang lama dapat menyebabkan efek permanen pada sistem ginjal dan hati.

Tujuan: Untuk mengetahui tingkat efek kesehatan lingkungan kandungan Cd pada kerang hijau (Perna viridis) yang dikonsumsi masyarakat Kaliadem Muara Angke Jakarta Utara dari hasil budidaya yang dilakukan di perairan Teluk Jakarta.

Metode: Penelitian ini menggabungkan studi Epodemiologi Kesehatan Lingkungan (EKL) dan studi Analisis Risiko Kesehatan Lingkungan (ARKL). Desain studi yang digunakan adalah cross sectional. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh masyarakat yang tinggal di Kaliadem Muara Angke Jakarta Utara. Responden diambil secara acak dengan menggunakan teknik simple random sampling, jumlah sampel sebanyak 191 KK. Dari 191 KK diperoleh 230 anggota keluarga yang menjadi responden. Spesimen diambil di pusat budidaya kerang hijau Kaliadem yang terdiri dari 11 titik pengambilan spesimen kerang hijau dengan pengambilan pada sore hari. Kadar Cd dalam kerang hijau diukur dengan Atomic Absorption Spectrometry (AAS). Laju asupan, durasi pajanan, dan frekuensi pajanan diukur secara kuantitatif melalui wawancara menggunakan kuesioner, sedangkan berat badan diukur dengan menggunakan timbangan untuk menghitung intake Cd dan tingkat risiko kesehatan (RQ). Metode Chi Square digunakan untuk analisis hubungan tingkat risiko dengan berat badan, laju asupan, durasi pajanan, frekuensi pajanan, dan intake.

Hasil: Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa konsentrasi Cd pada kerang hijau yang dibudidayakan di perairan Teluk Jakarta berkisar 0,052-0,094 mg/L. Variabel yang memiliki nilai hubungan signifikan dengan tingkat risiko responden adalah variabel laju asupan, frekuensi pajanan, durasi pajanan, dan intake (p<0,05).

Kesimpulan: Konsentrasi rata-rata Cd pada kerang hijau di budidaya perairan Teluk Jakarta masih memenuhi standar konsentrasi Cd maksimum. Tetapi berdasarkan perhitungan analisis risiko berdasarkan realtime, diperoleh bahwa dengan konsentrasi tersebut sebanyak 60,9% responden yang mengkonsumsi kerang hijau mempunyai risiko yang tinggi untuk terpapar Cd (RQ >1), yang mengindikasikan bahwa masyarakat Kaliadem mempunyai risiko yang tinggi terpapar Cd sehingga perlu dikendalikan.

Kata Kunci : Kadmium, Kerang Hijau, Analisis Risiko


(4)

FACULTY OF MEDICINE AND HEALTH SCIENCES

PUBLIC HEALTH MAJOR

DEPARTEMENT ENVIRONMENTAL HEALTH

Undergraduate Thesis, August 2015

Name : Feela Zaki Safitri, NIM : 1111101000142

Level of Environmental Health Effects Content of Heavy Metal Cadmium (Cd)

in Green Mussels (

Perna viridis

), which Consumed by Kaliadem Muara Angke

People, North Jakarta 2015

ABSTRACT

Background: Green mussel is one kind of animal which is filter feeder or act as a vacuum cleaner and it is one of the best calm to test biopollution of hazardous and toxic substances (B3) in the waters. One of the heavy metals that are harmful and cause bad effects on health is cadmium (Cd). Cd exposure with low concentration within old ones can cause permanent effects in organ meats (e.g., liver and kidney).

Objective: To determine the risk level of the content of Cd in the green mussel (Perna viridis) which is consumed by people in Kaliadem Muara Angke, North Jakarta conducted farm in the waters of Jakarta Bay.

Methods: This research combines the study of Environmental Health Epidemiology (EHE) and Environmental Health Risk Analysis study (EHRA). Design study used was a cross sectional study. The populations in this study were all the people who live in Kaliadem Muara Angke, North Jakarta. Respondents were drawn at random by using a simple random sampling technique, the total sample of 191 households. Respondents were 230 family members from 191 households. Specimens were taken at the center of the green mussel cultivation Kaliadem consisting of 11 green mussel specimen, collection point of taking in the afternoon. Cd levels in mussels were measured by Atomic Absorption Spectrometry (AAS). The rate of intake, exposure duration, and frequency of exposure were measured quantitatively through interviews using a questionnaire, while weight was measured using scales to calculate the intake of Cd and the level of health risk (RQ). Chi Square methods used to analyze the correlation between risk-weight, intake rate, duration of exposure, frequency of exposure, and intake.

Results: The results showed that the concentration of Cd in green mussels, waters of Jakarta Bay ranged from 0.052 to 0.094 mg / L. Variables that have a significant relationship with the value of the risk level of the respondents was a variable rate of intake, frequency of exposure, duration of exposure, and intake (p <0.05).

Conclusion: The average concentration of Cd in green mussels in cultivation of Jakarta Bay waters still met the standard of a maximum concentration of Cd. But based on the calculation of risk analysis of realtime, found that with the concentration of as much as 60.9% of respondents who consumed mussels had a high risk for Cd exposure (RQ> 1), which indicated that the people in Kaliadem had a high risk of Cd exposure that need to be controlled.

Keywords: Cadmium, Mussels (Perna viridis), Risk Assessment Reference: 92 (1972-2014)


(5)

(6)

(7)

LEMBAR PERSEMBAHAN

Sembah sujud serta sykur kepada Allah SWT. Taburan cinta dan kasih

sayangMu telah memberikanku kekuatan, membekaliku dengan ilmu serta

memperkenalkanku dengan cinta. Atas karunia, ridho serta kemudahan yang Engkau

berikan akhirnya skripsi ini dapat terselesaikan. Sholawat dan salam selalu

terlimpahkan keharibaan Rasulullah Muhammad SAW.

Kupersembahkan karya ini kepada kedua orangtua, Abah dan Ibu tercinta

Sebagai tanda bakti, hormat, rasa sayang dan rasa terimakasih yang tiada

terhingga kupersembahkan karya sederhana ini kepada Abah dan Ibu yang telah

memberikan kasih sayang, segala dukungan, dan cinta kasih yang tiada terhingga

yang tiada mungkin dapat kubalas hanya dengan selembar kertas yang bertuliskan

kata cinta dan persembahan. Semoga ini menjadi langkah awal untuk membuat Abah

dan Ibu bangga dan bahagia. Terimakasih tak terhingga untuk Abah dan Ibu yang

selalu memberikanku motivasi dan menyiraminya dengan kasih sayang, yang tiada

hentinya mendoakanku disetiap proses, dan yang selalu menasehatiku dan menjadi

jembatan perjalanan hidupku untuk menjadi lebih baik.


(8)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP /

Curriculum Vitae

Data Pribadi /

Personal Details

Nama /

Name

: Feela Zaki Safitri

Alamat Asal/ Address

: Perum. Griya Pandana Merdeka Blok N 11

RT 01 RW 03 Kel. Bringin Kec. Ngaliyan

Semarang, Jawa Tengah

Nomor Telepon /

Phone

: 085742764360

E-mail

: feelasafitri@gmail.com

Jenis Kelamin /

Gender

:Perempuan

Tanggal Kelahiran /

Date of Birth

: Semarang, 10 April 1992

Warga Negara /

Nationality

:Indonesia

Agama /

Religion

:Islam

Status /

Status

: Belum Menikah

Riwayat Pendidikan /

Educational Qualification

No

Sekolah / Institusi / Universitas

Periode

Alamat

Formal

1.

SDN Ngaliyan 05

1998-2004 Semarang, Jawa Tengah

2.

Madrasah

Tsanawiyah

(MTs)

Raudlatul Ulum

2005-2008 Pati, Jawa Tengah

3.

Madrasah Aliyah (MA) Raudlatul

Ulum

2008-2011 Pati, Jawa Tengah

4.

UIN Syarif Hidayatullah-Jakarta

2011-2015 Ciputat,

Tangerang

Selatan, Banten

Informal

1.

Pondok Pesantren Raudlatul Ulum

2004-2011 Pati, Jawa Tengah

2.

Pondok Pesantren Al-

Ma’rufiyah

2013-2014 Semarang, Jawa Tengah


(9)

KATA PENGANTAR

Puji syukur senantiasa penulis panjatkan kepada Allah yang Maha Kuasa atas

berkah dan rahmat-Nya sehingga skripsi ini dapat penulis selesaikan sebagai salah

satu syarat menyelesaikan pendidikan strata satu pada progam studi Kesehatan

Masyarakat, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri

(UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. Penyususnan karya ini tidak lepas dari dukungan

dan bantuan dari banyak pihak, oleh karena itu penulis menyampaikan ucapan terima

kasih yang tak terhingga kepada:

1.

Dr. H. Arif Sumantri, SKM, M.Kes selaku Dekan Fakulats dan Kedokteran

Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2.

Fajar Ariyanti M.Kes, Ph.D selaku Kepala Progam Studi Kesehatan Masyarakat

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3.

Dewi Utami Iriani, M.Kes, PhD selaku dosen Pembimbing I dan Hoirun Nisa,

M.Kes, PhD selaku dosen Pembimbing II yang telah banyak memberikan

arahan, nasehat, dan motivasi selama penyusunan skripsi.

4.

Dr. Ela Laelasari, SKM, M.Kes dan Nasrudin, SKM sebagai penguji dan dosen

matakuliah ARKL. Terimakasih atas bimbingan dan saran yang telah diberikan.

5.

Kedua orangtua yang tak henti-hentinya memberikan doa, dukungan, cinta,

motivasi, dan segalanya yang tak mungkin terbalaskan oleh penulis.

6.

Kepala UPT PKPP dan PPI, Kepala Dinas Kesehatan Jakarta Utara, dan Kepala

Puskesmas Muara Angke yang telah memberikan izin untuk melakukan

penelitian di salah satu wilayah kerja.

7.

Kak Anis Risenti sebagai laboran Laboratorium Kesehatan Lingkungan yang

telah membantu dalam proses analisis laboratorium selama penelitian ini

berlangsung.

8.

Kementrian Agama sebagai penyelenggara Progam Beasiswa Santri Berprestasi

(PBSB) yang telah memberikan kesempatan belajar di UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta.


(10)

9.

Keluarga besar Pondok Pesantren Raudlatul Ulum Pati Jawa Tengah atas

dukungan dan doa yang diberikan

10.

Almen, Alifia, Chandra, Rois, Hanik, Fiqoh, Tanza, Ilham, Lailatul, dan IIs

yang telah membantu dalam pengumpulan data, analisis data, telah meluangkan

waktu untuk berdiskusi.

11.

Teman seperjuangan Kesehatan Lingkungan 2011, saudara seperjuangan CSS

MoRA UIN Jakarta 2011, dan sahabat alumni pesantren Raudlatul Ulum Pati

yang selalu memberikan semangat, motivasi, dan doa.

Harapan penulis semoga karya ini bermanfaat bagi dunia kesehatan dan

pembaca pada umunya, sehingga dapat berpesan serta dalam pengembangan ilmu dan

pengetahuan.

Ciputat, 18 Agustus 2015


(11)

DAFTAR ISI

LEMBAR PERNYATAAN ... i

ABSTRAK ... iii

PERNYATAAN PERSETUJUAN ... v

KATA PENGANTAR ... viii

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR BAGAN ... xiv

DAFTAR TABEL ... xv

DAFTAR GAMBAR ... xvi

BAB I ... 1

PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 7

C. Pertanyaan Penelitian ... 8

D. Tujuan Penelitian ... 8

1. Tujuan Umum ... 8

2. Tujuan Khusus ... 9

E. Manfaat Penelitian ... 10

F. Ruang Lingkup ... 11

BAB II ... 13

TINJAUAN PUSTAKA ... 13

A. Kerang Hijau (Perna viridis) ... 13

B. Kadmium... 15

1. Sifat dan Karakteristik Kadmium ... 15

2. Pencemaran Kadmium ... 16

3. Sumber Pencemaran Kadmium ... 19

4. Baku Mutu atau Guideline Konsentrasi Kadmium ... 21

5. Toksikologi Kadmium ... 21

6. Toksikokinetik Kadmium ... 28

7. Toksikodinamik Kadmium ... 29


(12)

9. Bioakumulasi Kadmium ... 30

C. Analisis Risiko Kesehatan Lingkungan ... 31

D. Kerangka Teori ... 36

BAB III ... 39

KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL ... 39

A. Kerangka Konsep ... 39

B. Definisi Operasional ... 41

C. Uji Hipotesis ... 45

BAB IV ... 46

METODE PENELITIAN ... 46

A. Desain Penelitian ... 46

C. Populasi dan Responden Penelitian ... 47

D. Teknik Pengumpulan Data ... 51

E. Alur Kerja Penelitian ... 52

F. Pemeriksaan Laboratorium ... 53

G. Metode Analisa Kadmium (Cd) dalam Kerang Hijau ... 54

H. Pengolahan dan Analisis Data... 57

BAB V ... 62

HASIL PENELITIAN ... 62

A. Gambaran Umum Wilayah Penelitian ... 62

1. Kondisi Perairan Teluk Jakarta... 62

2. Kaliadem Muara Angke Jakarta Utara ... 63

B. Karakteristik Responden ... 65

C. Konsentrasi Kadmium (Cd) pada Kerang Hijau yang Dikonsumsi Masyarakat Kaliadem Muara Angke ... 67

D. Analisis Risiko ... 68

1. Analisis Paparan (Exposure Assessment)-Intake Kadmium Masyarakat Kaliadem Muara Angke Jakarta Utara ... 68

2. Karakteristik Risiko (Risk Characterization) - Tingkat Risiko (RQ) ... 71

E. Hubungan Konsentrasi Kadmium, Laju Asupan, Frekuensi Pajanan, Durasi Pajanan, Berat Badan, dan Intake dengan Tingkat Risiko Masyarakat Kaliadem Muara Angke Jakarta Utara ... 72


(13)

PEMBAHASAN ... 75

A. Keterbatasan Penelitian ... 75

B. Karakteristik Responden ... 76

C. Konsentrasi Kadmium (Cd) Pada Kerang Hijau yang Dikonsumsi Masyarakat Kaliadem Muara Angke Tahun 2015 ... 85

D. Analisis Risiko ... 88

1. Analisis Pajanan (Esposure Assessment) – Intake Kadmium Masyarakat Kaliadem Muara Angke Jakarta Utara ... 88

2. Karakteristik risiko (Risk Characterization) – Tingkat Risiko (RQ) ... 99

E. Hubungan Konsentrasi Kadmium, Laju Asupan, Frekuensi Pajanan, Durasi Pajanan, Berat Badan, dan Intake dengan Tingkat Risiko Masyarakat Kaliadem Muara Angke Jakarta Utara Tahun 2015 ... 103

BAB VII ... 117

SIMPULAN DAN SARAN ... 117

A. SIMPULAN ... 117

B. SARAN ... 119

DAFTAR PUSTAKA ... 123


(14)

DAFTAR BAGAN

Bagan 2.1 Fase Toksikokinetik...28

Bagan 2.2 Kerangka Teori...37

Bagan 3.1 Kerangka Konsep...40

Bagan 4.1 Teknik Pengambilan Sampel...46


(15)

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Definisi Operasional...44

Tabel 4.1 Peralatan Analisis yang Digunakan...53

Tabel 4.2 Bahan Analisis yang Digunakan...53

Tabel 5.1 Distribusi Menurut Usia, Jenis Kelamin, Status Pernikahan, Cara Memasak

Kerang Hijau, dan Pekerjaan Responden Di Kaliadem Muara Angke Jakarta Utara

Tahun 2015...66

Tabel 5.2 Hasil Pengukuran Konsentrasi Cd dalam Kerang Hijau Tiap Sampel

Budidaya Kerang Hijau Tahun 2015...67

Tabel 5.3 Distribusi Konsentrasi Cd pada Kerang Hijau Hasil Budidaya di Perairan

Teluk Jakarta Tahun 2015...68

Tabel 5.4 Distribusi Intake Cd Masyarakat Kaliadem Muara Angke Jakarta Utara

Tahun 2015...69

Tabel 5.5 Tingkat Risiko Logam Cd dalam Kerang Hijau yang Dikonsumsi

Masyarakat

Kaliadem

Muara

Angke

Jakarta

Utara

Tahun

2015...72

Tabel 5.6 Hubungan Konsentrasi Cd, Laju Asupan, Frekuensi Pajanan, Durasi

Pajanan, Berat Badan, dan Intake dengan Tingkat Risiko Masyarakat Kaliadem

Muara Angke Jakarta Utara Tahun 2015...73


(16)

DAFTAR GAMBAR


(17)

BAB I

PENDAHULUAN

A.

Latar Belakang

Kegiatan sektor perindustrian yang ada di wilayah Jabodetabek yang

mempunyai instalasi pengelolaan limbah hanya kurang dari 5%, dan dari 5%

tersebut tidak semua IPAL berfungsi dengan baik dan digunakan dengan

semestinya (Riani, 2012). Teluk Jakarta merupakan muara dari tiga belas

sungai yang mengalir di wilayah DKI Jakarta dan digunakan sebagai media

untuk membuang limbah berbagai industri yang berada di wilayah sekitarnya

yakni tiga sungai besar (Sungai Citarum, Sungai Bekasi dan Sungai Ciliwung)

dan sepuluh sungai kecil (Sungai Kamal, Sungai Kanal Cengkareng, Sungai

Angke, Sungai Karang, Sungai Ancol, Sungai Sunter, Sungai Cakung, Sungai

Blencong, Sungai Grogol dan Sungai Pesanggrahan), dengan total rata-rata

aliran limpahan dari ke tiga belas sungai tersebut adalah 112,7 m³det

־

' (BLH

DKI Jakarta, 2013).

Berdasarkan Laporan Kantor Pengkajian Perkotaan dan Lingkungan

Hidup (KPPL), DKI Jakarta tahun 2013 diperkirakan limbah yang masuk ke

perairan Teluk Jakarta melalui aliran sungai adalah limbah dari kegiatan

industri produksi sekitar 97,82% yakni 1.632.896,47 m³/tahun, limbah

domestik 2,17% yakni 36.229,90 m³/tahun, dan limbah industri pertanian

0,01% yakni 232,25 m³/tahun (BLH DKI Jakarta, 2013). Limbah tersebut

berasal dari beberapa industri di wilayah Jakarta dan sekitarnya yang


(18)

menggunakan logam Cd sebagai bahan pokok maupun sampingan dalam

produksi. Industri tersebut seperti industri pengemasan makanan kaleng,

industri yang menggunakan zat pewarna (tekstil, percetakan, produksi kertas),

industri logam (komputer, mesin, peralatan listrik, baterai), dan industri

manufaktur (BLH DKI Jakarta, 2013).

Pada

tahun 2013 perairan Teluk Jakarta telah mengalami peningkatan

konsentrasi logam berat Cd sebesar 82,6% (BLH DKI Jakarta, 2013). Hal

tesebut sesuai dengan penelitian Sarjono (2009) yang menyatakan bahwa

rata-rata konsentrasi logam berat kadmium di perairan Teluk Jakarta sebesar

0,004-0,010 mg/L. Hal tersebut menunjukkan nilai yang telah melampaui

baku mutu yang dikeluarkan oleh Kementerian Negara Lingkungan Hidup No

51 tahun 2004 yaitu sebesar 0,001 mg/L.

Peningkatan konsentrasi logam berat pada perairan Teluk Jakarta

merupakan salah satu hal yang mengakibatkan terjadinya akumulasi logam

berat terhadap biota perairan. Hal ini sejalan dengan ditemukannya

peningkatan laju akumulasi logam Cd pada kerang hijau sebesar 0,0051

0,0295

μ

g/minggu di perairan Teluk Jakarta (Ningtyas, 2002). Dibuktikan

dengan hasil analisis terhadap kerang konsumsi yang dijual di pasar ikan

Muara Angke Jakarta Utara kandungan Cd dalam kerang hijau sebesar 1,332

ppm telah melebihi ambang batas yang dipersyaratkan oleh WHO dan FAO

(Nurjanah et al., 1999).


(19)

Kasus keracunan kadmium yang telah terjadi di Jepang yang dikenal

dengan

itai-itai disease

telah menjadi permasalahan dunia

.

Kasus ini terjadi

pada tahun 1960, pencemaran Cd terjadi pada tanah, air dan makanan akibat

aktivitas proses pertambangan pada hilir sungai Jinzu, Honsyu kota Toyama

Jepang. Penyakit

itai-itai

disebabkan oleh konsumsi beras penduduk yang

tinggal disekitar sungai Jinzu mengandung konsentrasi logam Cd lebih dari

0,4 mg/kg (Wang et al., 2009). Penyakit ini ditandai dengan penuruan fungsi

ginjal dan fungsi sistem reproduksi yang disertai dengan kerusakan hati

(ATSDR, 1999).

Berdasarkan data Riskesdas tahun 2013 prevalensi gangguan fungsi

ginjal yang pernah didiagnosis oleh dokter di DKI Jakarta sebesar 0,1%.

Prevalensi gangguan fungsi ginjal tersebut terjadi pada masyarakat yang

bekerja sebagai nelayan sebesar 0,3% dan prevalensi paling banyak terjadi

pada usia >75 tahun sebesar 0,6% (Riskesdas, 2013). Didukung dengan data

penelitian Masengi et al. (2013) bahwa masyarakat yang hidup di wilayah

pesisir memiliki angka kejadian hipertensi 6,3%, dikarenakan konsumsi

makanan laut yang berlebih. Pada penelitian ini didapatkan hubungan yang

signifikan antara konsumsi makanan laut dengan kejadian hipertensi (p value

=0,001). Berdasarkan data tersebut bahwa salah satu efek dari keracunan

kadmium rata-rata terjadi pada nelayan yang tinggal di daerah pesisir Teluk

Jakarta yang banyak mengkonsumi ikan dari perairan tersebut. Salah satu

pemukiman yang terletak di pesisir Teluk Jakarta adalah Kaliadem.


(20)

Kaliadem Muara Angke merupakan salah satu daerah yang berada di

tepi Teluk Jakarta. Perkampungan ini dihuni oleh beberapa kelompok nelayan

termasuk nelayan kerang hijau sehingga mayoritas mata pencahariaan

penduduk disana adalah budidaya kerang hijau yang dilakukan di pesisir

wilayah perairan Teluk Jakarta. Kegiatan budidaya kerang hijau tersebut

sudah dimulai sejak tahun 1983 dengan jumlah rakit sebanyak 50 unit.

Produksi dari hasil budidaya kerang hijau tersebut bisa mencapai 15-20 ton

perbagan tancap setiap minggunya (DPPK, 2006). Walaupun kerang hijau

bukan merupakan makanan pokok pada daerah ini, namun lokasi yang dekat

dengan budidaya

membuat

masyarakat setempat lebih cenderung

mengkonsumsi kerang hijau dibandingkan dengan hasil laut yang lain.

Sebagian besar laki-laki bekerja sebagai nelayan kerang hijau,

sedangkan rata-rata penduduk perempuan dewasa di daerah tersebut memiliki

pekerjaan sampingan sebagai pengupas kerang. Masyarakat di sana

merupakan

high fish consumption yaitu masyarakat yang lebih banyak

mengkonsumsi hasil laut dibandingkan dengan masyarakat yang tidak tinggal

dekat perairan Teluk Jakarta (Susiyeti, 2010). Sehingga memungkinkan

bahwa tingkat konsumsi kerang hijau pada masyarakat Kaliadem Muara

Angke Jakarta Utara lebih tinggi dibandingkan dengan masyarakat lain.

Salah satu jenis hewan yang merupakan

flitter

feeder

atau bertingkah

laku sebagai

vacum cleaner

terhadap limbah B3 adalah hewan yang sesil

(menetap) yakni golongan kekerangan. Golongan kekerangan yang

mampunyai kemampuan yang basar dalam menyerap limbah B3 (terutama


(21)

logam berat) adalah kerang hijau (

Perna viridis

). Kerang hijau ukuran kecil

dapat bertingkah sebagai

vacum cleaner

bagi limbah cair kawasan industri

yang masuk ke dalam perairan (Riani, 2009).

Selain berperan sebagai

vacum cleaner

dan

flitter feeder

kerang hijau

juga merupakan salah satu spesies kerang terbaik untuk menguji

biopollution

(Molnar et al., 2008)

sehingga hal tersebut memungkinkan akumulasi logam

berat yang berbahaya bagi manusia sangat tinggi di dalam kerang hijau.

Penelitian yang telah dilakukan (Alfian, 2005) dengan menguji beberapa hasil

laut dari perairan Pekalongan bahwa kadar Cd dalam udang dogol 0,372 ±

0,177 ppm, kerang hijau 0,451 ± 0,174 ppm dan sotong gurita 0,204 ± 0,035

ppm. Berdasarkan penelitian tersebut meskipun semua hasil laut tidak aman

dikonsumsi dan telah melebihi yang ditetapkan SNI namun kadungan logam

Cd terbesar ditemukan dalam kerang hijau.

Studi pendahuluan telah dilakukan oleh peneliti di Laboratorium

Kesehatan Lingkungan FKIK UIN Jakarta pada tanggal 16 Desember 2014

dengan menganalisis beberapa logam berat yaitu Hg, Cd, dan Pb. Sampel

hasil laut yang dianalisis antara lain kerang hijau, kerang dara, ikan tongkol,

ikan peda, ikan kembung, kerang batik, dan ikan pindang. Sampel hasil laut

yang didapatkan dari Pusat Pelelangan Ikan Muara Angke dan merupakan

hasil tangkapan dari perairan Teluk Jakarta. Hasil analisis awal diketahui

kandungan kadmium paling banyak terdapat pada sampel kerang hijau yaitu

sebesar 1,48 mg/kg. Konsentrasi ini telah melebihi baku mutu yang ditetapkan

pemerintah Indonesia mengenai batas cemaran logam berat pada hasil laut


(22)

yaitu 1,0 mg/kg (BPOM, 2009);(SNI, 2009). Sedangkan konsentrasi logam Pb

dalam kerang hijau sebesar 2,3 mg/kg juga telah melebihi baku mutu yaitu 1,5

mg/kg (BPOM, 2009);(SNI, 2009). Konsentrasi Cd dalam sedimen lebih

tinggi dibandingkan dengan konsentrasi di perairan. Penelitian yang dilakukan

di Teluk Jakarta pada tahun 2009 menyebutkan bahwa nilai kisaran rata-rata

konsentrasi kadmium di sedimen berkisar antara 0,201-0,625 mg/l. Sedangkan

pada perairan menunjukkan nilai konsentrasi rata-rata sebesar

0,0040-0,010mg/l (Sarjono, 2009).

Namun menurut efek bahayanya terhadap tubuh logam Cd lebih

berbahaya dari pada logam Pb, karena berapapun jumlah Cd yang masuk ke

dalam tubuh manusia menimbulkan efek yang berbahaya. Sifat Cd yang

mudah terakumulasi dan lebih sulit terdegredasi dalam tubuh dari pada Pb

menimbulkan risiko lebih besar terhadap kesehatan manusia.

Sebelumnya telah banyak dilakukan penelitian mengenai konsentrasi

logam berat dalam biota perairan di Teluk Jakarta, namun hingga saat ini

masih belum ada penelitian yang membahas tentang tingkat konsentarsi

logam logam dalam biota dengan tingkat risiko yang ditimbulkan akibat

mengkonsumsi logam berat yang terakumulasi dalam biota di Teluk Jakarta.

Perhitungan tingkat risiko logam berat dalam kerang hijau jika dikonsumsi

oleh manusia dapat diketahui dengan melakukan pendekatan Analsisi Risiko

Kesehatan Lingkungan (ARKL).

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka penulis tertarik untuk

melakukan penelitian mengenai analisis risiko kandungan logam berat Cd


(23)

pada kerang hijau (Perna viridis) di Kaliadem Muara Angke Jakarta Utara.

Penelitian ini penting untuk dilakukan guna mengetahui tingkat risiko (RQ)

kandungan logam berat kadmium (Cd) pada masyarakat Kaliadem Muara

Angke Jakarta ketika mengkonsumsi kerang hijau dalam waktu tertentu.

B.

Rumusan Masalah

Kerang hijau merupakan salah satu jenis hewan yang merupakan flitter

feeder atau bertingkah laku sebagai vacum cleaner dan merupakan salah satu

jenis kerang terbaik untuk menguji biopllution limbah B3 pada periaran. Salah

satu logam berat yang berbahaya dan menimbulkan dampak yang buruk bagi

kesehatan adalah kadmium (Cd). Saat ini telah terjadi akumulasi logam berat

Cd dalam perairan Teluk Jakarta sebesar 82,6% sehingga berpengaruh juga

terhadap akumuasi pada kerang hijau. Pajanan Cd dengan konsentrasi yang

rendah dalam jangka waktu yang lama dapat menyebabkan efek permanen

pada sistem ginjal dan hati. Namun, sampai saat ini belum ada penelitian yang

menghitung dan menghubungkan tingkat risiko konsumsi kerang hijau dengan

keracunan Cd sehingga dapat menimbulkan efek kesehatan yang merugikan

pada masyarakat Kaliadem Muara Angke Jakarta Utara. Oleh karena itu, perlu

dilakukan penelitian secara khusus terkait tingkat risiko kandungan Cd pada

kerang hijau yang dikonsumsi masyarakat Kaliadem Muara Angke Jakarta

Utara tahun 2015.


(24)

C.

Pertanyaan Penelitian

1.

Bagaimana karakterisitik individu (usia, jenis kelamin, status

pernikahan, pekerjaan, dan cara memasak kerang) pada masyarakat

Kaliadem Muara Angke Jakarta Utara?

2.

Berapa besar kandungan Cd dalam kerang hijau yang dikonsumsi

masyarakat Kaliadem Muara Angke Jakarta Utara dan dibudidayakan

di perairan Teluk Jakarta?

3.

Berapa besar nilai

intake

(konsumsi) logam berat Cd pada masyarakat

Kaliadem Muara Angke Jakarta Utara ketika mengkonsumsi kerang

hijau yang didapatkan dari Pusat Pelelangan Ikan Muara Angke

Jakarta dan hasil dari budidaya kerang hijau yang dilakukan di

perairan Teluk Jakarta ?

4.

Apakah masyarakat Kaliadem Muara Angke Jakarta Utara berisiko

terhadap terjadinya gangguan kesehatan ketika mengkonsumsi kerang

hijau yang dibudidaya di Teluk Jakarta?

5.

Bagaimana hubungan antara karakterisitik indivudu, pola aktivitas dan

intake konsumsi kerang hijau masyarakat Kaliadem Muara Angke

Jakarta Utara dengan tingkat risiko akibat mengkonsumsi kerang

hijau?

D.

Tujuan Penelitian

1.

Tujuan Umum

Mengetahui tingkat efek kesehatan lingkungan kandungan

logam berat Cd pada kerang hijau (Perna viridis) yang


(25)

dikonsumsi masyarakat Kaliadem Muara Angke Jakarta Utara

dari hasil budidaya yang dilakukan di perairan Teluk Jakarta.

2.

Tujuan Khusus

a.

Mengetahui karakteristik individu (usia, jenis kelamin, status

pernikahan, cara memasak kerang, dan pekerjaan) masyarakat

Kaliadem Muara Angke Jakarta Utara.

b.

Mengetahui konsentrasi Cd dalam kerang hijau (Perna viridis)

yang dibudidayakan di Teluk Jakarta.

c.

Mengetahui intake logam berat Cd pada masyarakat Kali Adem

Muara Angke Jakarta Utara ketika mengkonsumsi kerang hijau

hasil budidaya di Teluk Jakarta.

d.

Mengetahui tingkat risiko (RQ) individu kandungan logam berat

Cd pada masyarakat Kali Adem Muara Angke Jakarta Utara ketika

mengkonsumsi kerang hijau hasil budidaya yang dilakukan di

Teluk Jakarta.

e.

Mengetahui hubungan konsentrasi Cd dalam kerang hijau, laju

asupan, frekuensi pajanan, durasi pajanan, berat badan dan intake

dengan tingkat risiko masyarakat Kaliadem Muara Angke Jakarta

Utara.


(26)

E.

Manfaat Penelitian

Penelitian yang ini akan memberikan manfaat kepada berbagai pihak dan

instasi, manfaat tersebut adalah:

1.

Bagi Peneliti

Penelitian ini bermanfaat untuk menigkatkan pengetahuan dan

kesempatan untuk aplikasi teori kesehatan lingkungan yang telah

didapat di bangku kuliah. Penelitian ini juga diharapkan dapat

membantu peneliti lain jika membutuhkan referensi terkait penelitian

dengan topik yang sama.

2.

Bagi Masyarakat

Penelitian ini akan memberikan informasi kepada masyarakat

mengenai konsentrasi Cd pada kerang hijau (

Perna viridis

) yang di

budidaya di Teluk Jakarta masih dalam standar baku mutu aman atau

tidak, sehingga masyarakat dapat melakukan pencegahan dengan cara

mengurangi konsumsi kerang hijau atau dengan melakukan beberapa

cara untuk mengurangi kandungan logam dalam kerang hijau.

3.

Bagi UPT PKPP dan PPI Muara Angke Jakarta Utara

Adanya penelitian ini akan membantu UPT PKPP dan PPI

Muara Angke Jakarta Utara karena hasil penelitian ini akan dijadikan

bahan pertimbangan untuk membuat kebijakan selanjutnya terhadap

kegiatan budidaya kerang hijau di perairan Teluk Jakarta yang sampai

saat ini masih dilakukan. Selain hal tersebut penelitian ini juga dapat


(27)

memberikan gambaran mengenai tingkat pencemaran yang terjadi

terhadap hasil laut yang ditangkap dari perairan Teluk Jakarta.

4.

Bagi Dinas Kesehatan Jakarta Utara

Penelitian ini juga dapat memberikan gambaran tentang tingkat

risiko kandungan logam berat Cd dalam kerang hijau (

Perna viridis

)

yang merupakan hasil budidaya yang dilakukan di perairan Teluk

Jakarta yang dikonsumsi oleh masyarakat khususnya masyarakat yang

tinggal disekitar pesisir perairan Teluk Jakarta sehingga dapat

dilakukan manajemen risiko terhadap efek kesehatan yang akan

ditimbulkan.

5.

Bagi Badan Lingkungan Hidup (BLH) DKI Jakarta

Penelitian ini dapat digunakan sebagai gambaran pencemaran

lingkungan utamanya pada wilayah perairan Teluk Jakarta dan dapat

digunakan untuk menyusun kebijakan mengenai pengawasan limbah

pabrik yang dibuang pada badan air.

F.

Ruang Lingkup

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat efek kesehatan

lingkungan kandungan logam berat Cd pada kerang hijau (Perna viridis) yang

dikonsumsi masyarakat Kaliadem Muara Angke Jakarta Utara. Analisis

spesimen dilakukan di Laboratorium Kesehatan Lingkungan FKIK dan

Laboratorium Terpadu UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Populasi dalam

penelitian ini diambil di Kaliadem Muara Angke Jakarta Utara yang


(28)

merupakan pusat budidaya kerang hijau yang dilakukan di perairan Teluk

Jakarta. Penelitian ini dilakukan pada bulan April-Juni 2015.

Desain penelitian yang digunakan adalah

cross sectional dengan

menggunakan metode pendekatan Analisis Risiko Kesehatan Lingkungan

(ARKL), sehingga dalam penelitian ini menggabungkan antara studi

Epidemiologi Kesehatan Lingkungan (EKL) dengan studi ARKL. Teknik

pengambilan responden dilakukan dengan teknik

simple random sampling.

Populasi dari peneltian ini adalah masyarakat Kaliadem Muara Angke Jakarta

Utara yaitu kelompok 2, 6, 7, dan 9 dengan jumlah 415 KK. Jumlah sampel

dalam penelitian ini adalah 191 KK (230 responden) dan 11 spesimen kerang

hijau. Responden dalam penelitian ini adalah laki-laki atau perempuan yang

berusia ≥10

tahun yang tercatat dalam kelompok nelayan 2,6,7, dan 9 di

Kaliadem Muara Angke Jakarta Utara.

Jenis data yang digunakan adalah data primer untuk mengetahui

karakteristik individu dan pola aktifitas individu dengan cara melakukan

pengisian kuesioner terhadap masyarakat Kaliadem Muara Angke Jakarta

Utara. Data yang telah dikumpulkan kemudian dilakukan perhitungan dengan

formulasi rumus sehingga didapatkan nilai

intake dan tingkat risiko (RQ).

Data konsentrasi Cd dalam kerang hijau didapatkan dari pemeriksaan di

Laboratorium Terpadu dengan menggunakan Atomic Absorption Spectrometry

(AAS) metode Flow. Sebelum dilakukan pengujian dengan AAS sampel

kerang hijau dilakukan ektraksi dengan metode destruksi basah yang

dilakukan di Laboratorium Kesehatan Lingkungan FKIK UIN Jakarta.


(29)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A.

Kerang Hijau (

Perna viridis

)

Kerang hijau (

Perna viridis

) di Indonesia mempunyai nama yang berbeda-beda di

setiap daerah, seperti Kijing (Jakarta), Kedaung (Banten), dan Kemudi Kapal (Riau). Di

Malaysia dikenal dengan sebutan Siput Kudu,

Chay Luan/Tam Chay

(Singapura),

Ta

Hong

(Philipina) dan

Hoi Pong

(Thailand) (National Park Service, 2014). Kerang hijau

diklasifikasikan sebagai berikut (Vakily, 1989):

Filum

:

Moluska

Kelas

:

Bivalvia

Subkelas

:

Lamellibranchia

Ordo

:

Anisomyria

Famili

:

Mytilidae

Genus

:

Perna

Spesies

:

Perna viridis L.

Kerang hijau adalah organisme yang dominan pada ekosistem litoral (wilayah

pasang surut) dan subtorial dangkal. Kerang hijau dapat hidup dengan subur pada

perairan teluk, estuari, perairan sekitar area mangrove dan muara dengan kondisi

lingkungan yang dasar perairannya berlumpur campur pasir, dengan cahaya dan

pergerakan air yang cukup, serta kadar garam yang tidak terlalu tinggi (Setyobudiandi,

2000).

Kerang hijau pada umumnya bersifat dioecius yaitu induk jantan dan betina

terpisah dan pembuahan terjadi di luar tubuh. Telur yang dibuahi berbentuk bola dengan

diameter sekitar 50

μ

m, sedangkan telur yang tidak dibuahi berbentuk lonjong.


(30)

Perkembangan kerang hijau dari larva hingga dewasa sangat dipengaruhi oleh salinitas.

Pada tingkat larva, salinitas 21-33% memungkinkan larva tersebut tumbuh normal dan

berkembang menjadi tingkat berikutnya sebagai

veliger

(Molnar et al., 2008).

Kerang hijau secara alami mendiami muara perairan di mana salinitas berkisar

27-33 PSU, batas bawah sekitar 16 ppt. Kisaran suhu optimal 26-32

o

C tetapi beberapa

kerang hijau bisa bertahan untuk jangka pendek dari 10-35

o

C. Kerang hijau memakan

fitoplankton, zooplankton, dan detritus yang disaring dari air (Linnaeus, 2001).

Kerang hijau tersebar luas di banyak muara sungai perairan Indonesia dan perairan

tropika lainnya. Mereka umunya hidup menempel pada dasar (

subtrat

) yang keras

seperti kayu, bambu, batu, bangunan beton, dan lumpur keras dengan bantuan

byssus

(serabut penempel) (National Park Service, 2014).

Golongan kekerangan merupakan salah satu jenis hewan yang bertingkah laku

sebagai

flitter

sebagai

vacum cleaner

terhadap limbah B3 adalah hewan yang

sesil

(menetap) yakni goIongan kekerangan. Diantara golongan kekerangan yang mampunyai

kemampuan yang basar dalam menyerap limbah B3 (terutama logam berat) adalah

kerang hijau (

Perna viridis

). Kerang hijau ukuran kecil dapat bertingkah laku sebagai

vacum cleaner

bagi limbah cair kawasan industri yang masuk ke dalam perairan (Riani,

2009).

Kerang Hijau telah digunakan sebagai indikator

biopollution

logam berat,

organoklorin, dan hidrokarbon minyak bumi. Kerang Hijau adalah salah satu spesies

kerang terbaik untuk menguji

biopollution

(Molnar et al., 2008)

.


(31)

B.

Kadmium

1.

Sifat dan Karakteristik Kadmium

Kadmium (Cd) adalah salah satu logam berat dengan penyebaran yang sangat

luas di alam. Logam ini bernomor atom 48, berat atom 112,40 dengan titik cair

312

0

C dan titik didih 765

0

C, dan masuk dalam golongan IIB (ATSDR, 1999).

Logam Cd mempunyai penyebaran yang sangat luas di alam namun kadmium

murni jarang ditemukan di alam. Hanya ada satu jenis mineral Cd dialam yaitu

greennocike

(CdS) yang selalu ditemukan bersama dengan mineral spalerit (ZnS)

(Palar, 1994). Mineral CdS ini sangat jarang ditemukan di alam, sehingga dalam

eksploitasi logam Cd, biasanya merupakan produksi sampingan dari peristiwa

peleburan dan refining bijih Zn. Bisanya pada konsentrat Zn didapatkan 0,2

sampai 0,3% logam Cd (Wang et al., 2009).

Berdasarkan sifat fisiknya Cd merupakan logam yang lunak,

ductile

, berwarna

putih seperti perak. Logam ini akan kehilangan kilapnya bila berada dalam udara

yang basah atau lembab serta akan mengalami kerusakan bila dikenai oleh uap

amonia (NH

3

) dan sulfur hidroksida (SO

2

) (ATSDR, 1999). Sedangkan

berdasarkan sifat kimianya logam Cd dalam, persenyawaan yang dibentuknya

pada umumnya mempunyai bilangan valensi

2+

, apabila dimasukan ke dalam

larutan yang mengandung ion OH

-

, ion Cd

2+

akan mengalami proses

pengendapan (Louekari et al., 2000).


(32)

2.

Pencemaran Kadmium

a.

Pencemaran Kadmium dalam Perairan

Bahan pencemar (polutan) adalah material atau energi yang dibuang

ke lingkungan yang mengakibatkan kerusakan lingkungan baik abiotik

maupun biotik (Nurjanah et al., 1999). Menurut keputusan Menteri

Negara Kependudukan dan Lingkungan Hidup No.02/MENKLH/I/1988

yang dimaksud dengan polusi atau pencemaran air dan udara adalah

masuk dan dimasukannya mahluk hidup, zat, energi dan atau komponen

lain ke dalam air/udara dan atau berubahnya tatanan (komposisi) air/udara

oleh kegiatan manusia atau proses alam, sehingga kualitas air/udara turun

sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan air/udara menjadi kurang

atau tidak berfungsi lagi sesuai dengan peruntukannya (Kepmen LH,

1988).

Pencemaran logam berat terhadap lingkungan perairan terjadi karena

adanya suatu proses yang erat hubungannya dengan penggunaan logam

tersebut dalam kegiatan manusia, dan secara sengaja maupun tidak

sengaja membuang berbagai jenis limbah beracun termasuk di dalamnya

terkandung logam berat ke dalam lingkungan perairan. Sumber utama

pemasukan logam berat berasal dari kegiatan pertambangan, cairan

limbah rumah tangga, limbah dan buangan industri, limbah pertanian

(Connel and Miller, 1995).

Secara alamiah logam berat juga masuk ke dalam perairan dapat

digolongkan sebagai: (1) pasokan dan daerah pantai, yang meliputi


(33)

masukan dari sungai-sungai dan erosi yang disebabkan oleh gerakan

gelombang dan

gletser

, (2) pasokan dari laut dalam, yang meliputi

logam-logam yang dilepaskan gunung berapi di laut dalam dan dari partikel atau

endapan oleh adanya proses kimiawi, (3) pasokan yang melampaui

lingkungan dekat pantai yang meliputi logam yang diangkut ke dalam

atmosfer sebagai partikel-partikel debu atau sebagai aerosol dan juga

bahan yang dihasilkan oleh erosi

gletser

di daerah kutub dan diangkut

oleh es-es yang mengambang (Cai et al., 1995).

Logam berat termasuk sebagai zat pencemar karena sifatnya yang

tidak dapat diuraikan secara biologis dan stabil, sehingga dapat tersebar

jauh dari tempatnya semula (Azhar et al., 2012). Selanjutnya dikatakan

bahwa ada dua hal yang menyebabkan logam berat digolongkan sebagai

pencemar yang berbahaya, yaitu (1) tidak dihancurkan oleh

mikroorganisme yang hidup di lingkungan dan (2) terakumulasi dalam

komponen-komponen lingkungan, terutama air dengan membentuk

senyawa kompleks bersama bahan organik dan anorganik secara adsorpsi

dan kombinasi (Jerrold B. Leikin and Frank P. Paloucek, 2008).

b.

Pencemaran Kadmium dalam Sedimen

Sedimen berasal dari kerak bumi yang diangkut melalui proses

hidrologi dari suatu tempat ke tempat lain, baik secara vertikal ataupun

horizontal (Prasad, 2001). Sedimen terdiri dari beberapa komponen.

Komponen tersebut bervariasi, tergantung dari lokasi, kedalaman dan


(34)

geologi dasar (Awalina-Satya et al., 2011). Sedimen terdiri dari bahan

organik dan bahan anorganik yang berpengaruh negatif terhadap kualitas

air. Bahan organik berasal dari biota atau tumbuhan yang membusuk lalu

tenggelam ke dasar dan bercampur dengan lumpur. Bahan anorganik

umumnya berasal dari pelapukan batuan. Sedimen hasil pelapukan batuan

terbagi atas: kerikil, pasir, lumpur dan liat. Butiran kasar banyak dijumpai

dekat pantai, sedangkan butiran halus banyak di perairan dalam atau

perairan yang relatif tenang (Puspitasari, 2007 ).

Bahan partikel yang tidak terlarut seperti pasir, lumpur, tanah dan

bahan kimia anorganik dan organik menjadi bahan yang tersuspensi di

dalam air, sehingga bahan tersebut menjadi penyebab pencemaran

tertinggi dalam air (CRC, 2002). Keberadaan sedimen pada badan air

mengakibatkan peningkatan kekeruhan perairan yang selanjutnya

menghambat penetrasi cahaya yang dapat menghambat daya lihat

(

visibilitas

) organisme air, sehingga mengurangi kemampuan ikan dan

organisme air lainnya untuk memperoleh makanan, karena pakan ikan

menjadi tertutup oleh lumpur (Augustine, 2008). Kekeruhan yang tinggi

dapat mengakibatkan terganggunya kerja organ pernapasan seperti insang

pada organisme air dan akan mengakumulasi bahan beracun seperti

pestisida dan senyawa logam (Augustine, 2008).

Pada sedimen terdapat hubungan antara ukuran partikel sedimen

dengan kandungan bahan organik. Pada sedimen yang halus, persentase

bahan organik lebih tinggi dari pada sedimen yang kasar. Hal ini


(35)

berhubungan dengan kondisi lingkungan yang tenang, sehingga

memungkinkan pengendapan sedimen lumpur yang diikuti oleh

akumulasi bahan organik ke dasar perairan (Riani, 2009). Sedangkan

pada sedimen yang kasar, kandungan bahan organiknya lebih rendah

karena partikel yang lebih halus tidak mengendap. Demikian pula dengan

bahan pencemar, kandungan bahan pencemar yang tinggi biasanya

terdapat pada partikel sedimen yang halus. Hal ini diakibatkan adanya

daya tarik elektrokimia antara partikel sedimen dengan partikel mineral

(UNEP, 1990).

3.

Sumber Pencemaran Kadmium

Aktifitas masyarakat seperti kegiatan perikanan (tangkap dan

budidaya), industri, dan pariwisata menyebabkan banyak bahan pencemar

yang masuk ke dalam perairan. Berdasarkan sumbernya, pencemaran pada

perairan dapat dibagi menjadi dua kelompok (Hutagalung, 1984), yakni :

a.

Dari laut, misalnya tumpahan minyak baik dari sumbernya langsung

maupun hasil pembuangan kegiatan pertambangan di laut, sampah dan air

ballast dari kapal tanker.

b.

Kegiatan darat melalui udara dan terbawa oleh arus sungai yang akhirnya

bermuara ke laut.

Berdasarkan sifatnya polutan dibagi menjadi zat yang mudah terurai

(

biodegradable

). Contoh zat yang mudah terurai adalah seperti sampah


(36)

organik sedangkan zat yang sukar terurai (

non biodegradable

) contohnya

adalah minyak dan logam berat (UNEP, 1990).

Logam kadmium sangat banyak digunakan dalam kehidupan sehari-hari.

Logam ini telah digunakan semenjak tahun 1950 dan total produksi manusia

adalah sekitar 15.000

18.000 per tahun. Sumber pencemaran kadmium

dapat berasal dari aktifitas pertambangan, produksi, domestik dan pertanian.

Beberapa industri yang menggunakan kadmium sebagai bahan produksi

adalah (Connel and Miller, 1995):

a.

Senyawa CdS dan CdSeS, banyak digunakan sebagai zat pewarna.

b.

Senyawa CdSO

4

digunakan dalam industri baterai yang berfungsi

untuk pembuatan sel weston karena Cd mempunyai potensial

stabil sebesar 1,0186 volt.

c.

Senyawa CdBr

2

dan CdI

2

secara terbatas digunakan dalam dunia

fotografi.

d.

{(C

2

H

5

)2Cd} digunakan dalam proses pemuatan tetraetil-Pb.

e.

Senyawa Cd-strearat banyak digunakan dalam perindustrian

manufaktur Polyvinil Chlorida (PVC) sebagai bahan yang

berfungsi untuk stabilizer.

Selain itu Cd banyak digunakan dalam industri ringan seperti pada

proses pengolahan roti, pengolahan ikan, pengolahan minuman, industri

tekstil, dan lain-lain banyak melibatkan senyawa yang dibentuk dengan Cd


(37)

meskipun penggunaannya dengan konsentrasi yang sangat rendah

(Darmono, 1995).

4.

Baku Mutu atau

Guideline

Konsentrasi Kadmium

Berdasarkan

Peraturan

Kepala

Badan

POM

RI

Nomor

HK.00.06.1.52.4011 tahun 2009 tentang penetapan batas maksimum

cemaran mikroba dan kimia dalam makanan, batas maksimum cemaran

Cd dalam kerang adalah 1,0 mg/kg (BPOM, 2009).

Peraturan Standar

Nasional Indonesia tahun 2009 menetapkan batas maksimum cemaran

logam berat kadmium dalam jenis kerang adalah 1,0 mg/kg (SNI, 2009).

Diperkuat pernyataan dari FAO dan WHO bahwa ambang batas

toleransi Cd sekitar 70 mg Cd tiap hari (WHO, 1972). Sedangkan

menurut WHO, kadar kadmium (Cd) maksimum pada air yang

diperuntukan untuk air minum adalah 0,005 mg/L (WHO, 1994)dan

untuk peruntukan pertanian dan perikanan sebaiknya tidak lebih dari 0,05

mg/kg (WHO, 1972).

5.

Toksikologi Kadmium

a.

Toksikologi Kadmium di Lingkungan

Kadmium berpotensi besar merugikan dan mempengaruhi

kualitas lingkungan dan pencemaran melalui rantai makanan.

Konsentrasi kadmium dalam makanan merupakan phatway dari

akumulasi logam yang dapat mempengaruhi kesehatan manusia.

Penyebaran pencemar dalam lingkungan perairan sangat dipengaruhi


(38)

oleh sejumlah proses pengangkutan interaktif, seperti penguapan,

presipitasi dari udara, pencucian, dan aliran. Proses masuknya zat

polutan pada lingkungan melalui atmosfer, tanah dan sedimen (Connel

and Miller, 1995).

Logam Cd membawa sifat racun yang sangat merugikan bagi

semua organisme bahkan juga berbahya bagi manusia. Pada badan

perairan kelarutan Cd dalam kosentarsi tertentu dapat membunuh biota

perairan.

b.

Toksikologi Kadmium dalam Tubuh Manusia

Kadmium masuk kedalam tubuh melalui makanan, air minum,

partikel dan asap rokok yang terhirup. Kadmium dianggap sebagai

salah satu logam dengan toksisitas tinggi yang menimbulkan efek

negatif terhadap fungsi biologis manusia, hewan, dan tumbuhan

(Kabata-Pendias and Mukhreje, 2001). Logam Cd bersifat racun

akumulatif (SNI, 2009). Kadmium masuk ke dalam tubuh (

phatway

)

sebagian besar melalu pencernaan (

ingesti

) dan pernafasan (

inhalasi

)

(Darmono, 1995).

Logam Fe dan Ca ditambah diet rendah protein dapat

meningkatkan daya toksisitas kadmium dalam tubuh. 50% dari

metabolisme logam Cd akan disimpan dan terakumulasi dalam hati

dan ginjal melalui distribusi darah yang mengandung logam Cd dari

proses adsorbsi dinding usus manusia (Jerrold B. Leikin and Frank P.


(39)

Paloucek, 2008). Logam Cd akan terekskresi melalui fases dan urin,

dengan konsentrasi rendah, ditambah waktu paruh (

biological half life

)

sampai 10

30 tahun. Akumualsi kadmium akan berpengaruh pada

faktor umur dan waktu terpajan dimana akumulasi akan terjadi dan

terlihat efeknya ketika dewasa nanti (Darmono, 1995)

Di dalam tubuh, logam berat akan terakumulasi, sehingga

kadarnya akan jauh lebih tinggi dari kadar logam berat tersebut

daripada sumbernya. Hal ini membahayakan kesehatan manusia,

karena dapat menyebabkan toksisitas kronis bila dikonsumsi terus

menerus. Apabila kadmium masuk ke dalam tubuh, maka sebagian

besar akan terkumpul di dalam ginjal, hati dan sebagian yang

dikeluarkan melalui saluran pencernaan (WHO, 1992). Selain itu

dalam tubuh manusia Cd juga akan mengalami proses bioakumulasi

dan biotransformasi. Logam masuk ke dalam tubuh bersama makanan

yang dikonsumsi, yang makanan tersebut terkontaminasi oleh logam

Cd atau persenyawaannya (Wang et al., 2009).

Akumulasi pada ginjal dan hati 10

100 kali konsentrasi pada

jaringan yang lain. Hanya sedikit kadmium yang diserap yaitu sekitar

5

10 % (Prasad, 2001). Penyerapan dipengaruhi faktor diet seperti

intake protein, kalsium, vitamin D dan logam seperti seng (Zn).

Proporsi yang besar adalah absorbsi melalui pernafasan yaitu antara 10

40 % (Hutagalung and Rohchyatun, 2000). Perkiraan dosis

mematikan (

lethal dose

) akut kadmium adalah 500 mg/kg untuk


(40)

dewasa dan efek dosis akan nampak jika terserap 0,043 mg/kg per hari

(Simeonov et al., 2011).

1)

Penyerapan Kadmium dalam Tubuh

Sifat kadmium adalah sukar diabsropsi dari saluran

cerna. Sebanyak 5% kadmium diserap melalui saluran

pencernaan (SNI, 2009).

Selanjutnya Cd diangkut dalam darah, sebagian besar

terikat pada sel darah merah dan albumin. Seletah distribusi,

kira-kira 50% dari jumlah Cd dalam tubuh ditemukan pada hati

dan ginjal (Ratnaningsih, 2014). Waktu paruh kadmium dalam

tubuh berkisar antara 10-30 tahun hingga munculnya gangguan

kesehatan yang bersifat non karsinogenik (Ratnaningsih,

2014).

Absrobsi Cd akan meningkat bila terjadi defisiensi Ca,

Fe, dan rendah protein dalam makanannya. Defisiensi Ca

dalam makanan akan merangsang sintetis ikatan Ca-protein

sehingga akan meningkatkan absrobsi Cd, sedangkan

kecukupan Zn dalam makanan bisa menurunkan absrobsi Cd.

Hal tersebut diduga karena Zn merangsang produksi

metalotionin (Ratnaningsih, 2014).


(41)

2)

Bio-transformasi dan Metabolisme Kadmium

Logam kadmium yang masuk ke dalam tubuh ikut

mengalami proses fisiologis yang terjadi dalam tubuh. Secara

umum proses fisiologis tubuh lebih dikenal dengan istilah

metabolisme

tubuh

(Ridwan,

2011).

Kadmium

ditransportasikan dalam darah yang berikatan dengan sel darah

merah dan protein berat molekul tinggi dalam plasma

khususnya oleh albumin. Sejumlah kecil Cd dalam darah

mungkin ditransportasikan oleh metalotionin (Nordberg et al.,

2005). Kadar Cd dalam darah pada orang dewasa yang terpapar

Cd secara berlebihan biasanya 1

μ

g/dL (IPCS, 1992).

Absropsi Cd melalui gastrointestinal lebih renggang

dibandingkan absrobsi melalui respirasi yaitu sekitar 5-8%

(ATSDR, 1999). Sistem hayati memiliki peluang untuk

meingkatkan atau mengosentrasi unsur logam berat yang

bersifat toksik dalam tubuhnya sebagai fungsi detoksifikasi

yaitu mengikat logam berat dalam lingkaran metabolisme

tanpa mengeliminasinya (F.Nordberg, 1992). Setelah toksikan

Cd memasuki darah, toksikan didistribusikan dengan cepat

keseluruh tubuh (Nordberg et al., 2005). Pengikatan toksikan

dalam jaringan bisa menyebabkan lebih tingginya kadar

toksikan dalam jaringan tersebut.


(42)

Hati dan ginjal memiliki kapasitas yang lebih tinggi

untuk mengikat zat kimia (toksikan Cd). Pengikatan toksikan

bisa meingkatkan kadarnya dalam organ. Kadmium memiliki

afinitas yang kuat terhadap hati dan ginjal. Pada umumnya

sekitar 50-75% dari beban Cd dalam tubuh terdapat pada kedua

organ tersebut (Gupta, 2009). Kadar Cd dalam hati dan ginjal

bervariasi tergantung pada kadar total Cd dalam tubuh. Apabila

MT hati dan ginjal tidak mampu lagi melakukan detoksifikasi

maka akan menjadi kerusakan sel hati dan ren (Gupta, 2009).

3)

Ekskresi Kadmium

Proses pengeluaran logam Cd melalui proses

pembentukan granula yang dibuang oleh ginjal (ATSDR,

1999). Dalam konsentrasi kecil kadmium dibuang oleh tubuh

melalui urin dan feses. Pembungan kadmium melalui saluran

pencernaan hanya sebesar 5% sisanya disimpan dan

terakumulasi dalam ginjal dan hati (ATSDR, 1999).

4)

Dampak Kadmium terhadap Kesehatan Manusia

Keracunan yang disebabkan kadmium dapat bersifat akut

dan kronis. Gejala keracunan akut yang disebabkan oleh logam

Cd adalah timbulnya rasa sakit dan panas pada bagian dada

(Anggraeny, 2010). Gejala keracunan akut ini muncul setelah

4-10 jam sejak terpapar. Akibat dari paparan Cd ini dapat


(43)

mengakibatkan penyakit paru akut. Penyakit paru ini dapat

terjadi apabila terpapar uap logam Cd selama 24 jam (Laura

Robinson and Ian Thorn, 2005). Paparan kornik dapat

mengakibatkan kematian apabila terpapar konsentrasi yang

berkisar 2500-2900 mg/m3 (Gupta, 2009).

Keracunan yang bersifat kronis disebabkan oleh daya

racun yang dibawa logam Cd terjadi dalam selang waktu yang

panjang. Peristiwa ini terjadi karena logam Cd yang masuk

dalam tubuh dalam jumlah kecil sehingga dapat ditolerir oleh

tubuh pada saat tersebut. Akan tetapi karena proses tersebut

terjadi secara terus-menerus secara berkelanjutan maka tubuh

pada batas akhir tidak mampu memberikan toleransi terhadap

daya racun yang dibawa oleh Cd. Keracunan yang bersifat

kronis ini membawa akibat yang lebih parah dibandingkan

dengan paparan secara akut. Keracunan kronis yang

disebabkan oleh Cd umumnya berupa kerusakan sistem

fisiologis tubuh.

Target sistem tubuh yang dapat dirusak oleh Cd adalah

pada sistem urinaria, sistem respirasi, sistem sirkulasi, dan

sistem reproduksi (Widowati et al., 2008). Toksisitas kronis

kadmium

baik

melalui

inhalasi

maupun

oral,

bisa

menyebabkan kerusakan pada tubulus renalis, kerusakan ginjal

yang ditunjukkan oleh ekskresi berlebihan, protein berat


(44)

molekul rendah, gagal ginjal, gangguan sistem kardiovaskuler,

gangguan sistem skeletal, menurunkan fungsi pulmo,

empisema, kehilangan mineral tulang yang disebabkan oleh

disfungsi nefron ginjal, berkurangnya reabsrobsi Ca, dan

terjadinya peningkatan ekskresi Ca yang berpengaruh terhadap

tulang (Gupta, 2009).

6.

Toksikokinetik Kadmium

Secara umum toksikokinetik diartikan sebagai perjalanan suatu

polutan yang terjadi di dalam tubuh manusia. Pada perjalanan kadmium

fase toksikokinetik terjadi dalam waktu paruh 10-30 tahun (Darmono,

1995) hingga dapat menuju target organ. Selain hal tersebut kadmium yang

bersifat akumulatif maka diperlukan dosis tertentu untuk dapat

menimbulkan suatu efek terhadap target organ. Fase toksikokinetik adalah

sebagai berikut (Hartono, 2013):

Polutan Absorpsi Distibusi Biotransformasi

Metabolisme

Ekskresi

 Fisika

 Kimia

 Biologi

 Dermal

 Ingesti

 Inhalasi

 Sirkulasi

 Penyimpanan

 Urin

 Feses

 Respirasi  Keringat

Bagan 2.1


(45)

7.

Toksikodinamik Kadmium

Toksikodinamik adalah

ultimate toxicant

(molekul yang akan bereaksi

dengan molekul sasaran dan menyebabkan perubahan fungsi fisiologis)

(C.H.Walker et al., 2001). Fase ini terjadi setelah toksikokinetik. Secara

umum toksikodinamik merupakan interaksi antara polutan dengan reseptor

pada suatu organ sehingga menimbulkan efek toksik. Kebanyakan efek

toksik akan mengalami fase repair dulu (sifat toksik muncul jika repairnya

gagal) (Jerrold B. Leikin and Frank P. Paloucek, 2008). Toksikodinamik

digunakan untuk mendeteksi berbagai efek kerusakan suatu polutan pada

fungsi vital.

Toksikodinamik yang terjadi pada kadmium menuju organ target yaitu

ginjal, hati dan sistem reproduksi sehingga menimbulkan efek toksik pada

organ target tersebut. Waktu yang dibutuhkan logam kadmium dalam fase

toksikodinamik (hingga menimbulkan efek toksik pada organ target) adalah

10-30 tahun (Darmono, 1995).

8.

Biomagnifikasi Kadmium

Biomagnifikasi adalah kecenderungan peningkatan kadar bahan kimia

seiring peningkatan level trofik pada jaringan atau rantai makanan.

Biomagnifikasi melibatkan rantai makanan sebagai penghubungnya. Pada

biomagnifikasi, terlihat adanya peningkatan konsentrasi bahan kimia pada

tiap tingkatan trofik, jadi semakin tinggi tingkatan trofiknya akan diikuti

peningkatan kadar bahan kimia tersebut (Puspitasari, 2007 ).


(46)

Tingakatan biota dalam sistem rantai makanan turut menentukan

jumlah Cd yang terakumulasi. Dimana pada biota yang lebih tinggi

stratanya akan ditemukan akumulasi Cd yang lebih banyak, sedangkan

pada biota top level merupakan tempat akumulasi yang paling besar. Bila

jumlah Cd yang masuk tersebut telah melebihi nilai ambang maka biota

dari satu level atau strata tersebut akan mengalami kematian atau

kemusnahan. Keadaan inilah yang menyebabkan kehancuran suatu tatanan

sistem lingkungan (ekosistem) (Puspitasari, 2007 ).

Pada biota yang tahan terhadap Cd, logam ini diserap oleh biota laut

diserap melalui insang dan saluran pencernaan, tertimbun dalam

jaringannya, dan mengalami proses biotransformasi dan bioakumulasi

(Palar, 1994). Apabila kerang dengan kadar logam Cd tinggi dikonsumsi

manusia, maka dalam tubuh manusia akan terjadi proses biomagnifikasi,

dan suatu saat dapat mengganggu fungsi organ tubuh manusia, tergantung

pada toleransi masing-masing individu.

Fenomena biomagnifikasi ini berimplikasi pada manusia karena

manusia menduduki posisi puncak tingkat trofik pada hampir semua rantai

makanan dalam ekosistem. Jadi dengan demikian, manusia adalah makhluk

yang menanggung risiko biomagnifikasi paling tinggi.

9.

Bioakumulasi Kadmium

Bioakumulasi merupakan suatu proses dimana substansi kimia

mempengaruhi makhluk hidup dan ditandai dengan peningkatan


(47)

konsentrasi bahan kimia di tubuh organisme dibandingkan dengan

konsentrasi bahan kimia itu di lingkungan. Karena penyerapan bahan kimia

ini lebih cepat daripada proses metabolisme dan ekskresi tubuh organisme,

maka bahan-bahan kimia ini akan terakumulasi di dalam tubuh.

Konsentrasi polutan yang diikuti perpindahan dari lingkungan ke

organisme pertama pada rantai makanan (Jaluis et al., 2008). Proses

bioakumulasi melibatkan tahap-tahap antara lain (Puspitasari, 2007 ):

a.

Pengambilan (

Uptake

), yaitu masuknya bahan-bahan kimia (melalui

pernafasan, atau adsorbsi melalui kulit, pada ikan biasanya dapat

melalui insang)

b.

Penyimpanan (

Storage

), yaitu penyimpanan sementara di jaringan

tubuh atau organ. Kadar bahan kimia ini akan terus bertambah di

dalam tubuh organisme dan bila kadarnya sampai melebihi kadar

bahan tersebut di lingkungan (air atau udara) maka proses

bioakumulasi telah terjadi; dan

c.

Eliminasi, dapat berupa pemecahan bahan kimia menjadi senyawa

yang lebih sederhana, dapat dilakukan dengan proses biologik

disebut metabolisme.

C.

Analisis Risiko Kesehatan Lingkungan

Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan No. 876 Tahun 2001,

analisis risiko kesehatan lingkungan merupakan suatu pendekatan untuk

mencermati potensi besarnya risiko yang dimulai dengan mendiskripsikan


(48)

masalah lingkungan yang telah dikenal dan melibatkan penetapan risiko pada

kesehatan manusia yang berkaitan dengan masalah lingkungan yang

bersangkutan (Depkes RI, 2012). Analisis risiko kesehatan biasanya

berhubungan dengan masalah lingkungan saat ini atau di masa lalu.

Secara garis besarnya ARKL terdiri dari empat tahap kajian, yaitu

identifikasi bahaya, analisis dosis-respon, analisis pemajanan dan

karakterisasi risiko (IPCS, 2010). Manajemen risiko merupakan tindak lanjut

setelah diketahui suatu populasi memiliki risiko terhadap suatu pajanan

(Rahman et al., 2004).

a.

Identifikasi Bahaya

Identifikasi bahaya atau

hazard identification

adalah

tahap awal ARKL

untuk mengenali sumber risiko.

Informasinya bisa ditelusuri dari sumber dan penggunaan

risk

agent

memakai pendekatan

agent oriented

(IPCS, 2010).

Identifikasi bahaya juga bisa dilakukan dengan

mengamati gejala dan penyakit yang berhubungan dengan

tosksitas

risk agent

di masyarakat yang telah terkumpul dalam

studi-studi sebelumnya, baik di wilayah kajian atau di

tempat-tempat lain. Penelusuran seperti ini dikenal sebagai pendekatan

disease oriented

(WHO 1983).

b.

Dosis Respon

Analisis

dosis-respon

disebut

juga

dose-response

assessment

atau

toxicity assessment

yaitu menetapkan nilai-nilai


(49)

kuantitatif toksisitas

risk agent

untuk setiap bentuk spesi

kimianya (Rahman et al., 2004). Toksisitas dinyatakan sebagai

dosis

referensi

(

reference

dose

,

RfD)

untuk

efek

nonkarsinogenik dan

Cancer Slope Factor

(CSF) atau

Cancer

Unit Risk

(CCR) untuk efek karsinogenik. Analisis dosis-respon

merupakan tahap paling menentukan karena ARKL hanya bisa

dilakukan untuk

risk agent

yang sudah ada dosis-responnya.

RfD adalah toksisitas kuantitatif non karsinogenik,

menyatakan estimasi dosis pajanan harian yang diperkirakan

tidak menimbulkan efek merugikan kesehatan meskipun pajanan

berlanjut sepanjang hayat (IPCS 2004).

Dosis referensi dibedakan untuk pajanan oral atau tertelan

(

ingesi

, untuk makanan dan minuman) yang disebut RfD dan

untuk pajanan

inhalasi

(udara) yang disebut

reference

concentration

(RfC).

Dalam analisis dosis-respon, dosis dinyatakan sebagai

risk

agent

yang terhirup (

inhaled

), tertelan (

ingested

) atau terserap

melaluikulit (

absorbed

) per kg berat badan per hari (mg/kg/hari)

(Rahman et al., 2004). Respon atau efek nonkarsinogenik, yang

disebut juga efek sistemik, yang ditimbulkan oleh dosis

risk

agent

tersebut dapat beragam, mulai dari yang tidak teramati

yang sifatnya sementara, kerusakan organ yang menetap,


(50)

kelainan fungsional yang kronik, sampai kematian (Rachman,

2007).

Dosis yang digunakan untuk menetapkan RfD adalah yang

menyebabkan efek paling rendah yang disebut NOAEL (

No

Observed Adverse Effect Level

) atau LOAEL (

Lowest Observed

Adverse Effect Level

). NOAEL adalah dosis tertinggi suatu zat

pada studi toksisitas kronik atau subkronik yang secara statistik

atau biologis tidak menunjukkan efek merugikan pada hewan uji

atau pada manusia sedangkan LOAEL berarti dosis terendah

yang (masih) menimbulkan efek. Secara numerik NOAEL selalu

lebih rendah daripada LOAEL (enHelath, 1992)

c.

Analisis Pemajanan

Analisis pemajanan

(exposure assessment)

yang disebut

juga penilaian kontak, bertujuan untuk mengenali jalur-jalur

pajanan

risk agent

agar jumlah asupan yang diterima individu

dalam populasi berisiko bisa dihitung.

Risk agent

bisa berada di

dalam tanah, di udara, air, atau pangan seperti ikan, daging, telur,

susu, sayur dan buah-buahan. Karakteristik individu (pola

konsumsi, berat badan, dan usia) dan pola aktifitas (durasi

pajanan dan frekuensi pajanan) merupakan bagian dari analisis

pemajanan. Data dan informasi yang dibutuhkan untuk

menghitung asupan adalah semua variabel (IPCS, 2010). Adapun

rumus perhitungan yang digunakan adalah sebagai berikut:


(51)

Keterangan :

I

=

intake

(mg/kgxhari)

C

= konsentrasi (mg/kgxhari)

R

= laju ingesti (mg/kg)

f

E

= frekuensi pajanan (hari/tahun)

D

t

= durasi pajanan (

lifetime exposure

) (tahun)

W

b

= berat badan (kg)

t

avg

= periode waktu rata-rata (30 x 365 hari/tahun untuk

non-karsinogen, 70 tahun x 365 hari/tahun untuk karsinogen)

d.

Karakteristik Risiko

Karakteristik risiko kesehatan dinyatakan sebagai

Risk

Quotient

(RQ, Tingkat Risiko) untuk efek-efek nonkarsinogenik

(IPCS, 2010) dan

Excess Cancer Risk

(ECR) untuk efek-efek

karsinogenik (enHelath, 1992). RQ dihitung dengan membagi

asupan nonkarsinogenik (Intake)

risk agent

dengan RfD atau

RfC nya menurut persamaan:

RQ

=

Risk Qoutient

I

=

intake

(mg/kgxhari)


(52)

Baik intake maupun RfD atau RfC harus spesifik untuk bentuk

spesi kimia

risk agent

dan jalur pajanannya. Risiko kesehatan

dinyatakan ada dan perlu dikendalikan jika RQ>1. Namun apabila

RQ≤1, risiko tidak perlu dikendalikan tetapi perlu dipertahankan

agar nilai numerik RQ tidak lebih dari 1 (Rahman et al., 2004).

D.

Kerangka Teori

Polutan dapat masuk ke suatu lingkungan dengan berbagai cara.

Misalnya unsur logam yang dapat masuk secara alami karena sudah berada di

bumi, batuan dan tanah secara alamiah kemudian masuk ke lingkungan laut

melalui hujan dan erosi. Sumber lainnya adalah melalui buangan industri,

limbah rumah tangga, pertanian, pertambangan dan lainnya. Laut sering

dijadikan sebagai lokasi pembuangan akhir dari berbagai sisa aktivitas

manusia di daratan. Banyak sumber polutan pencemar lingkungan akuatik,

salah satunya adalah logam, yang kini banyak dipakai dalam proses industri

dan dipakai oleh manusia dalam kehidupan sehari-hari seperti kosmetik,

bahan bakar dan lainnya. Berdasarkan teori tersebut maka kerangka teori

dalam penelitian ini adalah:


(1)

2.

Output

hasil analisis univariat

Descriptives

Statistic Std. Error

R

Mean 16,3364 1,59677

95% Confidence Interval for Mean

Lower Bound 13,1902 Upper Bound 19,4826

5% Trimmed Mean 13,0059

Median 4,7100

Variance 586,423

Std. Deviation 24,21618

Minimum ,03

Maximum 96,18

Range 96,15

Interquartile Range 18,09

Skewness 2,002 ,160

Kurtosis 3,280 ,320

Tests of Normality

Kolmogorov-Smirnova

Shapiro-Wilk

Statistic df Sig. Statistic df Sig.

R ,262 230 ,000 ,677 230 ,000

a. Lilliefors Significance Correction

Descriptives

Statistic Std. Error

C

Mean ,08364 ,003467

95% Confidence Interval for Mean

Lower Bound ,07591 Upper Bound ,09136

5% Trimmed Mean ,08482

Median ,08600

Variance ,000

Std. Deviation ,011500

Minimum ,052

Maximum ,094

Range ,042

Interquartile Range ,009

Skewness -2,369 ,661

Kurtosis 6,542 1,279

Tests of Normality

Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk

Statistic df Sig. Statistic df Sig.

C ,253 11 ,048 ,728 11 ,001

a. Lilliefors Significance Correction

Descriptives

Statistic Std. Error

FE

Mean 104,9297 8,21612

95% Confidence Interval for Mean

Lower Bound 88,7408 Upper Bound 121,1185

5% Trimmed Mean 96,2174

Median 52,0000

Variance 15526,060


(2)

Minimum ,50

Maximum 365,00

Range 364,50

Interquartile Range 144,00

Skewness 1,304 ,160

Kurtosis ,254 ,320

Tests of Normality

Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk

Statistic df Sig. Statistic df Sig.

FE ,265 230 ,000 ,733 230 ,000

a. Lilliefors Significance Correction

Descriptives

Statistic Std. Error

DT

Mean 17,5909 ,86078

95% Confidence Interval for Mean

Lower Bound 15,8948 Upper Bound 19,2869

5% Trimmed Mean 16,9203

Median 15,0000

Variance 170,416

Std. Deviation 13,05437

Minimum ,30

Maximum 57,00

Range 56,70

Interquartile Range 21,25

Skewness ,615 ,160

Kurtosis -,425 ,320

Tests of Normality

Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk

Statistic df Sig. Statistic df Sig.

DT ,137 230 ,000 ,940 230 ,000

a. Lilliefors Significance Correction

Descriptives

Statistic Std. Error

BB

Mean 57,0533 ,80972

95% Confidence Interval for Mean

Lower Bound 55,4579 Upper Bound 58,6488

5% Trimmed Mean 56,8618

Median 57,2250

Variance 150,800

Std. Deviation 12,28007

Minimum 24,30

Maximum 98,75

Range 74,45

Interquartile Range 16,25

Skewness ,210 ,160

Kurtosis ,370 ,320

Tests of Normality

Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk

Statistic df Sig. Statistic df Sig.


(3)

*. This is a lower bound of the true significance. a. Lilliefors Significance Correction

Descriptives

Statistic Std. Error

INTAKE

Mean ,0977395 ,01685281

95% Confidence Interval for Mean

Lower Bound ,0645331 Upper Bound ,1309459

5% Trimmed Mean ,0478236

Median ,0040427

Variance ,065

Std. Deviation ,25558553

Minimum ,00000

Maximum 1,53138

Range 1,53138

Interquartile Range ,04308

Skewness 3,663 ,160

Kurtosis 13,725 ,320

Tests of Normality

Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk

Statistic df Sig. Statistic df Sig. INTAKE ,351 230 ,000 ,432 230 ,000 a. Lilliefors Significance Correction

PEKERJAAN

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid

PEDAGANG 2 ,9 ,9 ,9

BURUH 68 29,3 29,3 30,2

IRT 82 35,3 35,3 65,5

NELAYAN 23 9,9 9,9 75,4

PEDAGANG 27 11,6 11,6 87,1

PEGAWAI 1 ,4 ,4 87,5

PELAJAR 12 5,2 5,2 92,7

SWASTA 7 3,0 3,0 95,7

WIRASWASTA 10 4,3 4,3 100,0

Total 232 100,0 100,0

KATEGORIUSIA

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid

>34 114 49,6 49,6 49,6

<34 116 50,4 50,4 100,0

Total 230 100 100,0

STATUS

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid

MENIKAH 203 88,3 88,3 88,3

BELUM MENIKAH 27 11,7 11,7 100,0

Total 230 100,0 100,0

GENDER

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent


(4)

PEREMPUAN 174 75,7 75,7 100,0

Total 230 100,0 100,0

MEMASAK

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid

0 3 1,3 1,3 1,3

DENGAN CANGKANG 112 48,7 48,7 50,0

TANPA CANGKANG 115 50,0 50,0 100,0

Total 230 100,0 100,0

3.

Output

hasil analisis bivariat

KATEGORIBB * RQREAL Crosstabulation

RQREAL Total TIDAK BERISIKO BERISIKO

KATEGORIBB

>57,22 Count 42 75 117

% within RQREAL 46,7% 53,6% 50,9%

<57,22 Count 48 65 113

% within RQREAL 53,3% 46,4% 49,1%

Total Count 90 140 230

% within RQREAL 100,0% 100,0% 100,0%

Chi-Square Tests

Value df Asymp. Sig. (2-sided)

Exact Sig. (2-sided)

Exact Sig. (1-sided) Pearson Chi-Square 1,045a 1 ,307

Continuity Correctionb

,787 1 ,375

Likelihood Ratio 1,046 1 ,307

Fisher's Exact Test ,345 ,188

Linear-by-Linear Association 1,040 1 ,308 N of Valid Cases 230

a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 44,22. b. Computed only for a 2x2 table

KATEGORIR * RQREAL Crosstabulation

RQREAL Total TIDAK BERISIKO BERISIKO

KATEGORIR

>4,77 Count 6 109 115

% within RQREAL 6,7% 77,9% 50,0%

<4,77 Count 84 31 115

% within RQREAL 93,3% 22,1% 50,0%

Total Count 90 140 230

% within RQREAL 100,0% 100,0% 100,0%

Chi-Square Tests

Value df Asymp. Sig. (2-sided)

Exact Sig. (2-sided)

Exact Sig. (1-sided) Pearson Chi-Square 111,057a

1 ,000 Continuity Correctionb

108,228 1 ,000 Likelihood Ratio 126,721 1 ,000

Fisher's Exact Test ,000 ,000

Linear-by-Linear Association 110,574 1 ,000 N of Valid Cases 230

a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 45,00. b. Computed only for a 2x2 table


(5)

KATEGORIFE * RQREAL Crosstabulation

RQREAL Total TIDAK BERISIKO BERISIKO

KATEGORIFE

>52 Count 2 90 92

% within RQREAL 2,2% 64,3% 40,0%

<52 Count 88 50 138

% within RQREAL 97,8% 35,7% 60,0%

Total Count 90 140 230

% within RQREAL 100,0% 100,0% 100,0%

Chi-Square Tests

Value df Asymp. Sig. (2-sided)

Exact Sig. (2-sided)

Exact Sig. (1-sided) Pearson Chi-Square 87,923a 1 ,000

Continuity Correctionb 85,356 1 ,000 Likelihood Ratio 107,912 1 ,000

Fisher's Exact Test ,000 ,000

Linear-by-Linear Association 87,541 1 ,000 N of Valid Cases 230

a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 36,00. b. Computed only for a 2x2 table

KATEGORIDT * RQREAL Crosstabulation

RQREAL Total TIDAK BERISIKO BERISIKO

KATEGORIDT

>15 Count 37 85 122

% within RQREAL 41,1% 60,7% 53,0%

<15 Count 53 55 108

% within RQREAL 58,9% 39,3% 47,0%

Total Count 90 140 230

% within RQREAL 100,0% 100,0% 100,0%

Chi-Square Tests

Value df Asymp. Sig. (2-sided)

Exact Sig. (2-sided)

Exact Sig. (1-sided) Pearson Chi-Square 8,452a 1 ,004

Continuity Correctionb

7,683 1 ,006

Likelihood Ratio 8,486 1 ,004

Fisher's Exact Test ,004 ,003

Linear-by-Linear Association 8,415 1 ,004 N of Valid Cases 230

a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 42,26. b. Computed only for a 2x2 table

KATEGORIIN * RQREAL Crosstabulation

RQREAL Total TIDAK BERISIKO BERISIKO

KATEGORIIN

>0,004 Count 0 99 99

% within RQREAL 0,0% 70,7% 43,0%

<0,004 Count 90 41 131

% within RQREAL 100,0% 29,3% 57,0%

Total Count 90 140 230


(6)

Chi-Square Tests

Value df Asymp. Sig. (2-sided)

Exact Sig. (2-sided)

Exact Sig. (1-sided) Pearson Chi-Square 111,739a 1 ,000

Continuity Correctionb 108,874 1 ,000 Likelihood Ratio 145,068 1 ,000

Fisher's Exact Test ,000 ,000

Linear-by-Linear Association 111,254 1 ,000 N of Valid Cases 230

a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 38,74. b. Computed only for a 2x2 table

KATEGORIC * RQREAL Crosstabulation

RQREAL Total TIDAK BERISIKO BERISIKO

KATEGORIC

>0,083 Count 2 5 7

% within KATEGORIC 28,6% 71,4% 100,0%

<0,083 Count 2 2 4

% within KATEGORIC 50,0% 50,0% 100,0%

Total Count 4 7 11

% within KATEGORIC 36,4% 63,6% 100,0%

Chi-Square Tests

Value df Asymp. Sig. (2-sided)

Exact Sig. (2-sided)

Exact Sig. (1-sided) Pearson Chi-Square ,505a 1 ,477

Continuity Correctionb

,004 1 ,953

Likelihood Ratio ,500 1 ,480

Fisher's Exact Test ,576 ,470

Linear-by-Linear Association ,459 1 ,498 N of Valid Cases 11

a. 4 cells (100,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 1,45. b. Computed only for a 2x2 table