b. Legalitas Kata legal berarti sesuai dengan hukum. Legalitas adalah kesesuaian
dengan hukum yang berlaku. Legalitas adalah salah satu kemungkinan bagi keabsahan wewenang dan menuntut agar wewenang dijalankan sesuai dengan
hukum yang berlaku. Adalah cukup jelas bahwa legalitas tidak mungkin merupakan tolak ukur paling fundamental bagi keabsahan wewenang politis,
karena legalitas hanya dapat memperbandingkan suatu tindakan dengan hukum yang berlaku, maka selalu sudah diandaikan keabsahan hukum.
Pendasaran wewenang politik pada legalitas akhirnya merupakan regressus ad infinitum mundur tanpa akhir karena hukum positif yang mendasari legalitas
selalu harus berdasarkan suatu hukum positif lagi. Dengan kata lain, legitimasi paling fundamental tidak dapat didasarkan pada penetapan hukum positif.
c. Legitimasi Etis Mempersoalkan keabsahan wewenang kekuasaan politik dari segi
norma-norma moral. Setiap tindakan negara eksekutif atau legislatifdapat harus dipertanyakan dari segi norma-norma moral. Legitimasietis yang menjadi pokok
bahasan etika politik tidak menyangkut masing-masing kebijaksanaan dari kekuasaan politik, melainkan dasar kekuatan politis itu sendiri.
C. Teori Kedaulatan
Kedaulatan itu artinya adalah kekuasaan yang tertinggi dalam suatu negara. Dalam Undang-undang Dasar Negara, dikatakan bahwa kedaulatan itu
adalah kekuasaan yang tertinggi. Tetapi kekuasaan yang tertinggi yang terkandung dalam Undang-undang Dasar Negara untuk apa dan bagaimana sifatnya.
Salah seorang sarjana dari Perancis yang hidup pada abad ke-XVI yang bernama Jean Bodin mengatakan bahwa kedaulatan itu adalah kekuasaan tertinggi
untuk menentukan hukum suatu negara, yang sifatnya : tunggal, asli, abadi, dan tidak dapat dibagi-bagi. Tetapi perumusan, atau tegasnya definisi kedaulatan dari
Jean Bodin ini untuk masa sekarang tidak dapat dilaksanakan secara konsekuen, sebab pada waktu itu ia hanya meninjau souvereiniteit dalam hubungannya
dengan masyarakat didalam negeri itu saja. Jadi perumusannya itu bersifat intern. Hal ini terjadi karena pada waktu itu hubungan antar negara belum intensif seperti
sekarang ini. Yang sudah barang tentu untuk dewasa ini, dimana hubungan antar negara yang satu dengan yang lainnya itu sudah sebegitu luas, mau tidak mau
suatu negara itu mesti terkena pengaruh dari hubungan antar negara-negara tersebut.
Sebagai akibat daripada hal tersebut maka orang mengenal : 3. Interne Souvereiniteit kedaulatan kedalam
4. Externe Souvereiniteit kedaulatan keluar Menurut Jean Bodin, interne soubereiniteit itu yang memiliki adalah
negara. Tetapi perlu diingat bahwa Jean Bodin itu tidak secara tegas membedakan antara pengertian negara dengan pengertian pemerintah. Kedaulatan adalah
kekuasaan tertinggi. Sedangkan kekuasaan itu sendiri mempunyai arti sebagai
Page | 19
kemampuan dari seseorang atau golongan orang untuk mengubah berbagai-bagai tabiat atau sikap, dalam suatu kebiasaan, menurut keinginannya, dan untuk
mencegah perubahan-perubahan tabiat atau sikap yang tidak menjadi keinginannya dalam suatu kebiasaan.
Berikut ini adalah beberapa teori kedaulatan, yaitu: 1. Teori Kedaulatan Tuhan
Teori ini mengatakan bahwa kekuasaan tertinggi itu ada pada tuhan.Teori ini berkembang pada jaman abad pertengahan, yaitu antara abad ke-V sampai
abad ke-XV. Didalam perkembangannya teori ini sangat erat hubungannya dengan perkembangan agama baru yang timbul pada saat itu,yaitu agama Kristen, yang
kemudian diorganisir dalam suatu organisasi keagamaan, yaitu gereja yang dikepalai oleh seorang Paus.
Sehingga pada jaman tersebut terdapat dua organisasi kekuasaan, yaitu organisasi kekuasaan negara yang diperintah oleh seorang raja, dan organisasi
kekuasaan gereja yang dikepalai oleh seorang Paus, karena pada waktu itu organisasi gereja tersebut mempunyai alat-alat perlengkapan yang hampir sama
dengan perlengkapan-perlengkapan negara..
Menurut Marsilius raja itu adalah wakil daripada Tuhan untuk melaksanakan kedaulatan atau memegang kedaulatan di dunia. Akibat dari ajaran
Marsilius ini sangat terasa di abad-abad berikutnya. Karena raja-raja merasa berkuasa untuk berbuat apa saja yang menurut kehendaknya, dengan alasan bahwa
perbuatannya itu adalah sudah menjadi kehendak Tuhan. Raja tidak merasa bertanggung jawab kepada siapapun kecuali kepada Tuhan.Bahkan raja merasa
berkuasa menetapkan kepercayaan atau agama yang harus dianut oleh rakyatnya atau warga negaranya. Keadaan ini semakin memuncak pada jaman renaissance
yang semula orang mengatakan bahwa hukum yang harus ditaati itu adalah hukum Tuhan, sekarang mereka berpendapat bahwa hukum negaralah yang harus
ditaati, dan negaralah satu-satunya yang berwenang menentukan hukum. Dengan demikian timbul ajaran baru tentang kedaulatan.
2. Teori Kedaulatan Negara Teori kedaulatan negara mengatakan bahwa negaralah yang menciptakan
hukum, jadi segala sesuatu harus tunduk kepada negara. Negara disini dianggap sebagai suatu keutuhan yang menciptakan peraturan-peraturan hukum, jadi adanya
hukum itu karena adanya negara, dan tiada satupun hukum yang berlaku jika tidak dikehendaki oleh negara.
Perlu diperhatikan bahwa hakekatnya teori kedaulatan negara itu atau Staat-Souvereiniteit, hanya mengatakan bahwa kekuasaan tertinggi itu adapada
negara, entah kekuasaan itu sifatnya absolut, entah sifatnya terbatas, danini harus dibedakan dengan pengertian ajaran Staats-Absolutisme. Karena dalam ajaran
Staats-Souvereiniteit itu ada pada prinsipnya hanya dikatakan bahwa kekuasaan tertinggi itu ada pada negara, kekuasaan tertinggi inimungkin bersifat absolut, jadi
berarti tidak mungkin bersifat terbatas, dalamarti bahwa negara itu kekuasaannya
Page | 20
meliputi segala segi kehidupan masyarakat, sehingga mengakibatkan para warga negara itu tidak lagimempunyai kepribadian.
Menurut Georg Jellinek, hukum itu merupakan penjelmaan daripada kehendak atau kemauan negara. Jadi negaralah yang menciptakan hukum,maka
negara dianggap satu-satunya sumber hukum, dan negaralah yang memiliki kekuasaan tertinggi atau kedaulatan. Di luar negara tidak ada satu orangpun yang
berwenang menetapkan hukum. Dalam hal ini berarti bahwa adat kebiasaan, yaitu hukum yang tidak tertulis, yang bukan dikeluarkan atau dibuat oleh negara, tetapi
yang nyata-nyata berlaku di dalam masyarakat, tidak merupakan hukum. Dan memang demikian juga kalau menurut Jean Bodin:sedangkan kalau menurut
Jellinek adat kebiasaan itu dapat menjadi hukum,apabila itu sudah ditetapkan oleh negara sebagai hukum.
Menurut Krabbe diatas negara masih ada barang sesuatu souvereiniteit, yang berdaulat yaitu kesadaran hukum. Jadi yang berdaulat bukanlah negara,
tetapi hukumlah yang berdaulat. Maka dengan demikian timbullah ajaran baru lagi tentang kedaulatan, yaitu teori kedaulatan hukum.
3. Teori Kedaulatan Hukum Menurut teori kedaulatan hukum atau Rechts-Soubereiniteit tersebut yang
memiliki bahkan yang merupakan kekuasaan tertinggi di dalam suatu negara itu adalah hukum itu sendiri. Karena baik raja atau penguasa maupun rakyat atau
warga negara, bahkan negara itu sendiri semuanya tunduk kepada hukum. Semua sikap, tingkah laku dan perbuatannya harus sesuai atau menurut aturan hukum.
Jadi menurut Krabbe yang berdaulat itu adalah hukum.
Menurut Krabbe yang menjadi sumber hukum itu adalah rasa hukum yang terdapat di dalam masyarakat itu sendiri. Rasa hukum ini dalam bentuknya yang
masih sederhana, jadi yang masih bersifat primitif atau yang tingkatannya masih rendah disebut instink hukum. Sedang dalam bentuknya yang lebih luas atau
dalam tingkatnya yang lebih tinggi disebut kesadaran hukum. Jadi menurut Krabbe hukum itu tidaklah timbul dari kehendak negara, dan dia memberikan
kepada hukum suatu kepribadian tersendiri. Dan hukum itu berlaku terlepas daripada kehendak negara. Dengan demikian menurut Krabbe hukum itu adalah
merupakan penjelmaan daripada salah satu bagian dari perasaan manusia. Terhadap banyak hal manusia itu mengeluarkan perasaannya, sehingga orang
dapat membedakan adanya bermacam-macam norma, dan norma-norma itu sebetulnya terlepas dari kehendak kita, oleh karena itu kita lalu mau tidak mau
tentu mengeluarkan reaksi, untuk menetapkan mana yang baik, mana yang adil, dan sebagainya.
4. Teori Kedaulatan Rakyat Ajaran dari kaum monarkomen tersebut di atas, khusunya ajaran dari
Johannes Althusius, diteruskan oleh para sarjana dari hukum alam yang mencapai kesimpulan baru yaitu bahwa semula individu individu itu membentuk
masyarakat, dan kepada masyarakat inilah para individu inilah menyerahkan kekuasaannya.
Page | 21
Selanjutnya masyarakat inilah yang menyerahkan kekuasaannya kepada raja. Sehingga sesungguhnya raja mendapatkan kekuasaan dari individu tersebut.
Akan tetapi timbul persoalan baru yang mempermasalahkan dari mana individu mendapatkan kekuasaannya itu. Lalu para sarjana pun memberikan jawaban
bahwa individu individu tersebut mendapatkan kekuasaan dari hukum alam. Jadi apabila disimpulkan raja mendapatkan kekuasaan dari rakyat, maka rakyat
mendapatkan kekuasaan tertinggi, sehingga yang berdaulat adalah rakyat. Dari kesimpulan ini timbul ide baru tentang paham kedaulatan yaitu kedaulatan rakyat
yang dipelopori oleh J.J. Rousseau. Adapun hal yang perlu diingat dari ajaran ini bahwa yang dimaksud dengan rakyat bukanlah penjumlahan dari individu
individu dalam negara itu, melainkan adalah kesatuan yang dibentuk individu individu itu yang mempunyai kehendak, dan kehendak itu diperoleh melalui
perjanjian masyarakat. Rousseau menyebut kehendak tadi sebagai kehendak umum atau folonte generale. Selain itu yang perlu diingat bahwa yang dimaksud
oleh Rousseau dengan kedaulatan rakyat itu adalah cara atau sistem yang bagaimana pemecahan suatu soal memenuhi kehendak umum.
Teori kedaulatan rakyat ini sendiri juga diikuti oleh Emmanuel Kant yaitu yang mengatakan tujuan negara itu adalah untuk menegakan hukum dan
menjamin kebebasan daripada warga negaranya. Dalam melaksanakan teori kedaulatan rakyat kita harus bisa membedakan organisasi itu sendiri dalam hal ini
negara dengan alat alat yang menjalan organisasi itu. Hal ini penting sekali sebab jatuhnya orang menjalankan organisasi itu belum tentu mengakibatkan
menjatuhkan organisasinya. Tetapi jatuhnya organisasi itu sendiri selalu membawa akibat jatuhnya badan badan yang menjalankan organiasasi itu. Jadi sebenarnya
persoalan legitimasi kekuasaan sangat erat hubungannya dengan tujuan negara.
Sebab kita dapat mengakui sah atau tidaknya kekuasaan tergantung oleh tujuan yang direncanakan oleh pemerintah. Adapun pemerintah disini meliputi
seluruh badan kenegaraan yang ada dalam negara.
BAB IV TIMBUL DAN LENYAPNYA NEGARA
Page | 22
A. Teori TimbulnyaTerbentuknya Negara