normalnya akan meningkatkan persentase kecernaan bahan organik. Nilai kecernaan bahan organik rumput Paspalum notatum menunjukkan bahwa
perlakuan W0M1 memiliki rataan kecernaan tertinggi, sedangkan perlakuan W1M0 memiliki nilai rataan terendah. Perlakuan W0M0 memiliki nilai yang sama
dengan perlakuan W1M1. Hal ini menunjukkan bahwa pemberian FMA dalam kondisi cekaman kekeringan ternyata mampu menyamai nilai kecernaan bahan
organik pada perlakuan disiram tanpa diberi FMA. Kadar protein kasar rumput Paspalum notatum menunjukkan hasil berbeda
P0,01 antar keempat perlakuan. Cekaman kekeringan sangat nyata menurunkan kadar protein kasar, baik diberi atau tanpa FMA. Begitu pula perlakuan disiram
dan diberi FMA sangat nyata meningkatkan kadar protein kasar sebesar 9,94 dibandingkan tanpa FMA.
4.3.2 Legum Stylosanthes seabrana
Rataan produksi gas, kecernaan bahan organik dan kadar protein kasar legum Stylosanthes seabrana disajikan pada Gambar 8. Gambar 8 menunjukkan
bahwa perlakuan cekaman kekeringan sangat mempengaruhi produksi gas hasil fermentasi rumen, total gas yang terbentuk lebih rendah P0,01 dibandingkan
perlakuan disiram yang berarti rendahnya proses fermentasi yang terjadi.
Gambar 8 Grafik Rataan Produksi Gas, Kecernaan Bahan Organik dan Kadar Protein Kasar Legum Stylosanthes seabrana
Produksi gas legum Stylosanthes seabrana menunjukkan perbedaan sangat nyata P0,01 antar keempat perlakuan. Perlakuan disiram dan diberi FMA
44,64
b
29,77
d
45,31
a
31,10
c
69,98
l
56,88
m
72,73
k
57,85
m
17,92
q
14,52
s
18,70
p
15,47
r
- 10,00
20,00 30,00
40,00 50,00
60,00 70,00
80,00
M0W0 M0W1
M1W0 M1W1
PG 24h ml200 mg BK KCBO
PK
W0M1 memberikan hasil tertinggi sebesar 45,31 ml200 mg BK, sebaliknya produksi gas terendah pada perlakuan W1M0 sebesar 29,77 ml200 mg BK.
Terjadi peningkatan produksi gas sebesar 4,14 untuk perlakuan yang diberi FMA dalam kondisi cekaman kekeringan dibandingkan tanpa FMA. Rataan
kecernaan bahan organik menunjukkan bahwa perlakuan W0M1 memberikan hasil kecernaan bahan organik tertinggi, sedangkan perlakuan W1M0 adalah
terendah dan tidak berbeda dengan perlakuam W1M1. Hal ini menunjukkan bahwa pernanan FMA terlihat nyata pada kondisi ketersediaan air tanah yang
cukup disiram namun tidak terlihat nyata pada kondisi cekaman kekeringan. Kadar protein kasar legum Stylosanthes seabrana menunjukkan hasil
berbeda P0,01 antar keempat perlakuan. Secara berurutan perlakuan paling baik adalah M1W0, M0W0, M1W1 dan M0W1. Hal ini menunjukkan bahwa
perlakuan cekaman kekeringan sangat berpengaruh menurunkan kadar protein kasar tanaman dan pemberian FMA dalam kondisi cekaman kekeringan tidak
mampu menyamai perlakuan kontrol yang disiram tanpa FMA W0M0 kemungkinan dikarenakan cekaman kekeringan yang diberikan tergolong
cekaman sangat berat.
5 DISKUSI UMUM
Cekaman kekeringan merupakan salah satu faktor lingkungan terpenting yang menjadi faktor pembatas pertumbuhan tanaman yang menghambat aktivitas
fotosintesis dan translokasi fotosintat Yakushiji et al. 1998; Savin Nicolas 1996, selanjutnya mempengaruhi produktivitas tanaman. Istilah kekeringan ini
menunjukkan bahwa tanaman mengalami kekurangan air akibat keterbatasan air dari lingkungan tumbuhnya yaitu media tanam.
Kondisi cekaman kekeringan sangat mempengaruhi performa tanaman. Tanaman yang diberi perlakuan cekaman kekeringan menunjukkan respon yang
berbeda-beda sesuai kemampuan tanaman mengubah morfologi dan mengatur mekanisme fisiologis tubuhnya. Setiap tanaman harus dapat menyeimbangkan
antara proses kehilangan air dan proses penyerapannya, bila proses kehilangan air tidak diimbangi dengan penyerapan melalui akar maka akan terjadi kekurangan
air di dalam sel tanaman yang dapat menyebabkan berbagai kerusakan pada banyak proses dalam sel tanaman Taiz Zeiger 2002.
Gambaran morfologi umum yang ditunjukkan oleh tanaman dimulai dari pelayuan, perubahan warna daun menjadi kuning kecoklatan, penggulungan ujung
daun, perubahan ukuran daun menjadi lebih kecil dan tipis hingga pengguguran daun. Sejalan dengan penjelasan Wang et al. 1995 bahwa cekaman kekeringan
yang dialami tanaman pada setiap periode pertumbuhan dan perkembangan dapat menurunkan hasil produksi meskipun besar penurunannya tergantung fase
pertumbuhan pada saat terjadi dan lamanya cekaman. Pada fase pertumbuhan vegetatif, ketersediaan air berpengaruh pada beberapa asfek fisiologi serta
morfologi, antara lain menurunkan laju kecepatan fotosintesis dan luas daun. Jika tanaman terkena cekaman kekeringan, potensial air daun akan menurun,
pembentukan klorofil daun akan terganggu dan struktur kloroplas akan mengalami disintegrasi Alberte et al. 1997.
Kramer 1996 menjelaskan lebih lanjut bahwa pengaruh cekaman kekeringan pada pertumbuhan vegetatif terutama pada penurunan perluasan area
daun dan pertumbuhan tunas baru dan nisbah akar-tajuk. Pertumbuhan reproduktif mengakibatkan ketidaknormalan pembungaan, aborsi embrio, ketidaknormalan
perkembangan biji dan buah. Ditambahkan oleh Sloane et al. 1990 bahwa
tanaman pada fase perkembangan reproduktif sangat peka terhadap cekaman kekeringan. Kondisi cekaman kekeringan dapat menyebabkan gugurnya
bunga,polong, dan biji yang telah terbentuk. Hal ini berhubungan dengan penurunan kecepatan fotosintesis akibat keterbatasan ketersediaan air.
Pengamatan terhadap bobot kering tajuk tanaman rumput Tabel 7 menunjukkan bahwa perlakuan disiram dan diberi FMA W0M1 direspon sangat
baik oleh tanaman Chloris gayana dengan rataan bobot kering tajuk tertinggi sebesar 169,75 g. Namun, rataan total bobot kering tajuk tertinggi bukanlah
tanaman Chloris gayana, melainkan tanaman Paspalum dilatatum. Hal ini dikarenakan pada tanaman Paspalum dilatatum perlakuan disiram baik diberi atau
tanpa FMA menunjukkan respon yang sama. Sebaliknya tanaman Chloris gayana menunjukkan perbedaan sangat nyata antar perlakuan W0M0 dan W0M1, hal ini
dikarenakan pemberian FMA pada tanaman Chloris gayana dalam kondisi disiram memiliki peranan lebih untuk memproduksi tajuk tanaman lebih banyak.
Perlakuan cekaman kekeringan tanpa diberi FMA direspon paling buruk oleh tanaman Ischaemum timuriensis pada perlakuan M0W1 dengan rataan bobot
kering tajuk sebesar 29,10 gpot tanaman. Perbedaan produksi bobot kering tajuk tanaman yang memiliki nilai tertinggi dan terendah ini sejalan dengan ketahanan
umur tanaman dalam merespon cekaman kekeringan. Tanaman yang memproduksi tajuk yang banyak Paspalum dilatatum dan Chloris gayana
mengalami layu permanen tercepat yaitu 32 hari setelah kekeringan, sebaliknya tanaman Ischaemum timuriensis dengan produksi tajuk paling sedikit mengalami
layu permanen paling akhir yaitu 48 hari setelah kekeringan. Hal ini dapat dijelaskan karena berhubungan dengan luasan total tajuk dalam melakukan
transpirasi yang artinya pergerakan air secara kontinyu dari sistem akar ke tanaman ke atmosfir. Semakin besar luasan tajuk maka semakin tinggi terjadi
proses transpirasi yang berakibat cukup tingginya kehilangan air. Pengamatan di rumah kaca untuk kelompok tanaman legum memberikan
hasil tanaman yang paling awal mencapai layu permanen adalah Clitoria ternatea yaitu hari ke 32 setelah kekeringan, sebaliknya tanaman Stylosanthes guianensis
dan Stylosanthes seabrana diamati paling akhir mencapai titik layu permanen.
Berbeda dengan tanaman Ischaemum timuriensis pada kelompok tanaman rumput, tanaman Centrosema pascuorum menunjukkan rataan bobot kering tajuk
terendah Tabel 16 namun tidak dapat bertahan lama dalam kondisi kekeringan pada penelitian ini. Hal ini kemungkinan dikarenakan tanah yang digunakan
dalam penelitian ini tergolong tanah masam pH 5,5-6,5 yang tidak sesuai dengan kebutuhan hiudp tanaman Centrosema pascuorum .
Respon akar berupa perubahan bobot kering dan panjang akar tanaman yang mengalami cekaman kekeringan sangat bervariasi baik untuk rumput maupun
legum. Hal ini sangat bergantung pada kemampuan genetik tiap tanaman. Pertambahan bobot kering akar tidak langsung diikuti oleh perpanjangan akar,
begitu pula sebaliknya. Tanaman Paspalum notatum yang memiliki rataan bobot kering tajuk terbesar bukanlah akar tanaman yang terpanjang, demikian juga yang
terjadi pada tanaman legum Clitoria ternatea yang memiliki bobot kering akar terbesar tidak diikuti pertambahan akar yang terpanjang. Perbandingan antar
keempat perlakuan menunjukkan pola yang sama untuk bobot kering dan panjang akar, perlakuan M1W0 memberikan hasil pertambahan bobot kering dan panjang
akar yang terbesar, hal ini sejalan dengan produksi tajuk yang terbesar untuk perlakuan yang sama. Perubahan morfologi akar menjadi lebih besar dan panjang
dilakukan oleh tanaman dalam rangka memperluas fungsi akar untuk menyerap unsur hara dalam tanah. Jaringan hifa eksternal dari FMA akan memperluas
bidang serapan air dan hara. disamping itu ukuran hifa yang lebih halus dari bulu- bulu akar memungkinkan hifa bisa menyusup ke pori-pori tanah yang paling kecil
mikro sehingga hifa bisa menyerap air pada kondisi kadar air tanah yang sangat
rendah Marschner 1995.
Potensial air daun merupakan indikator terjadinya kekurangan air. Potential air daun menurun dengan semakin rendahnya kandungan air tanah. Pengukuran
potensial air daun pada penelitian ini dilakukan pagi hari sekitar pukul 03.30 WIB, hal ini dikarenakan nilai potensial air daun pada pagi hari predawn leaf
water potential mewakili nilai status air tanaman dimana nilai potential air daun mendekati nilai potensial air tanah Clearly et al. 1998. Hubungan ketersediaan
air tanah dengan potensial air daun terlihat jelas pada penelitian ini Tabel 4 dan 5; Tabel 13 dan 14. Tanaman Paspalum dilatatum memiliki rataan total kadar air
tanah terendah sebesar 26,09 menunjukkan rataan total potensial air daun terendah sebesar -5,58 MPa, sebaliknya tanaman Ischaemum timuriensis dengan
rataan total kadar air tanah tertinggi sebesar 29,58 menunjukkan rataan total potensial air daun tertinggi sebesar -1,26 MPa. Sama halnya yang terjadi pada
kelompok tanaman legum, tanaman Clitoria ternatea dan Stylosanthes hamata dengan rataan total kadar air tanah terendah diikuti dengan rataan total potensial
air daun yang terendah juga. Penurunan potensial air daun adalah mekanisme dalam tubuh tanaman untuk pergerakan air hingga ke ujung daun dengan cara
membuat potensial air daun lebih rendah dari potensial air tanah sesuai dengan sifat pergerakan air yang bergerak dari potensial tinggi ke potensial rendah.
Agar tanaman dapat menyerap air makan perlu adanya penyesuaian osmotik. Beberapa tanaman dapat mempertahankan tekanan turgor yang tinggi
juga pada potensial air yang agak rendah dengan cara meningkatkan potensial osmotik melalui akumulasi zat terlarut yang meningkat di dalam sel. Proses ini
disebut penyesuaian osmotik osmotic adjustment atau regulasi osmotik. Adanya penyesuaian osmotik, berarti menjaga turgor sel sehingga berarti pula menjaga
integritas dan proses fisiologi sitoplasma. Penyesuaian osmotik berpotensi menjaga proses fotosintesis dan pertumbuhan tanaman Riduan et al. 2007.
Penyesuaian osmotik terjadi pada tanaman yang mengalami cekaman kekeringan secara perlahan. Namun, tidak semua tanaman mengembangkan
penyesuaian osmotik sebagai respon terhadap cekaman kekeringan. Penyesuaian osmotik dipegaruhi oleh laju perkembangan cekaman, tingkat cekaman, kondisi
lingkungan dan perbedaan genotipe tanaman. Disamping itu penyesuain osmotik melalui perubahan potensial osmotik dipengaruhi oleh akumulasi senyawa
terlarut, ukuran sel, volume senyawa terlarut dan ketebalan dinding sel. Kadar prolin yang ditunjukkan oleh kelompok tanaman rumput berbanding
terbalik dengan nilai potensial air daun. Tanaman Clitoria ternatea dan Stylosanthes hamata yang memiliki potensial air daun Tabel 14 terendah diikuti
dengan akumulasi prolin Tabel 19 tertinggi . Akumulasi prolin merupakan indikator toleransi respon tanaman terhadap cekaman kekeringan sebagai senyawa
osmoregulator. Sel, jaringan atau tanaman yang over produksi prolin dianggap mempunyai sifat toleransi terhadap kekeringan yang lebih baik. Selain sebagai
osmoregulator, prolin juga berperan penting dalam menjaga pertumbuhan akar pada potensial osmotik air rendah. Pada penelitian ini terlihat jelas tanaman
Clitoria ternatea dan Stylosanthes hamata memiliki kadar prolin tertinggi yang berarti kedua tanaman tersebut sudah mengalami cekaman kekeringan berat.
Namun, mekanisme ketahanan dengan peningkatan akumulasi prolin yang dilakukan kedua tanaman tersebut tentunya terbatas sehingga pada akhirnya kedua
tanaman tersebut dipanen lebih awal. Sebaliknya tanaman legum Stylosanthes seabrana dan rumput Ischaemum timuriensis memberikan kadar prolin terendah
pada pengamatan hari ke-32 yang menunjukkan kedua tanaman tersebut belum mengalami cekaman kekeringan atau dapat dikatakan toleransi tanaman
Stylosanthes seabrana dan Ischaemum timuriensis terhadap ketersediaan air tanah yang rendah lebih baik dibandingkan tanaman lain dan juga kemungkinan prolin
bukan merupakan mekanisme ketahanan terhadap kekeringan dari kedua tanaman tersebut.
Menurut Levitt 1980 potensial osmotik disebabkan oleh dua hal yaitu akibat menurunnya kadar air pada sel karena terjadi kehilangan air dan karena
adanya tambahan akumulasi senyawa terlarut sehingga lebih menurunkan potensial osmotik.
Peranan FMA dalam kondisi cekaman kekeringan terlihat jelas untuk kedua kelompok rumput dan legum. Tanaman yang diberi FMA mengakumulasi prolin
lebih sedikit dibandingkan tanpa FMA dalam kondisi kekeringan. Tahannya tanaman yang berFMA terhadap kondisi kekurangan air disebabkan karena hifa
eksternalnya yang dapat meningkatkan total daerah perakaran dari sistem perakaran tanaman dan meningkatkan volume tanah yang dieskploitasi oleh air,
ini menyebabkan lebih banyak air yang tersedia bagi tananam inang. Penetrasi hifa pada korteks akar sampai pada bagian endodermis, sehingga memberikan alur
kecil bagi pergerakan air di dalam akar. Total gula terlarut seperti yang dijelaskan oleh Salisbury dan Ross 1992
adalah perimbangan sintesis gula dan pati dalam kondisi cekaman kekeringan. Pada kondisi kekurangan air, atau transpirasi rendah, karbohidrat lebih banyak
dalam bentuk gula daripada pati. Pengamatan terhadap total gula terlarut tanaman rumput memberikan pola yang sama dengan akumulasi prolin. Tanaman CG pada
perlakuan W1M0 Tabel 10 dengan akumulasi prolin tertinggi menghasilkan kadar total gula terlarut tertinggi pula. Sejalan dengan rataan total akumulasi
prolin tanaman Ischaemum timuriensis dengan nilai terendah memiliki rataan total gula terlarut yang terendah pula. Perlakuan cekaman kekeringan W1 terhadap
tanaman Ischaemum timuriensis ternyata meningkatkan total gula terlarut lebih tinggi dibandingkan perlakuan disiram Tabel 11 namun kadar prolin tidak
berbeda antara perlakuan disiram dengan dikeringkan, hal ini berarti tanaman Ischaemum timuriensis menunjukkan mekanisme ketahanan terhadap kekeringan
dengan meningkatkan total gula terlarut bukan dengan produksi prolin. Tanaman Stylosanthes hamata dengan akumulasi prolin tertinggi tidak
menunjukkan total gula terlarut yang tertinggi pula, begitu pula sebaliknya tanaman Clitoria ternatea dengan total gula terlarut tertinggi tidak
mengakumulasi prolin yang lebih besar lagi. Hal ini menunjukkan adalanya mekanisme khusus yang dimunculkan oleh masing-masing tanaman sesuai
kemampuan genetiknya merespon lingkungan sekitar. Kemungkinan terjadi mekanisme fisiologis lainnya yang menentukan tanaman untuk memproduksi
suatu zat yang sesuai dengan kebutuhan hidupnya. Metode skoring yang dilakukan pada penelitian ini sudah sering digunakan
untuk melakukan pemilihan suatu objek perlakuan atau jenis yang paling baik. Hasil skoring diperoleh tanaman Paspalum notatum dan Stylosanthes seabrana
adalah jenis rumput dan legum paling baik yang toleran terhadap cekaman kekeringan.
Respon morfologi dan mekanisme fisiologi yang ditunjukkan oleh tanaman PN dan SS tentunya berbeda dengan tanaman gurun misalnya kaktus, agave dan
tanaman CAM Crassuleaceae lainnya. Gurun diketahui sebagai daerah kering dengan curah hujan kurang dari 200mm per tahun. Berdasarkan mekanisme
fiksasi karbondioksida tanaman dibagi menjadi 3 kelompok, yaitu C3 kacang- kacangan, C4 rumput dan CAM tumbuhan sukulen. Spesies sukulen seperti
kaktus dan agave merupakan tumbuhan pengumpul air yang menolak kekeringan dengan menyimpan air di jaringan sukulennya. Tanaman CAM dapat menyimpan
air yang cukup dan laju kehilangan air sangat rendah karena kutikula sangat tebal dan stomata menutup pada malam hari, sehingga dapat hidup dalam jangka waktu
lama tanpa penambahan kelembaban air Salisbury Ross 1995. Sebaliknya tanaman rumput dan legum yang digunakan dalam penelitian ini tidak memiliki
sukulen sebagai tempat penyimpanan air dalam waktu yang lama dan memiliki luas penampang daun yang lebih besar dan tetap terbuka di siang hari
dibandingkan kaktus yang mengakibatkan nilai kehilangan air semakin besar. Tanaman Paspalum notatum dan Stylosanthes seabrana memiliki mekanisme
yang berbeda dengan kaktus dalam mengahadapi cekaman kekeringan yaitu dengan memproduksi gula terlarut lebih besar sebagai upaya menurunkan
potensial osmotik lebih rendah dari potensial air tanah sehingga air dapat diserap hingga ke ujung tanaman.
Tanaman Paspalum notatum dan Stylosanthes seabrana menunjukkan pola respon perubahan yang sama terhadap cekaman kekeringan untuk parameter
produksi gas, kecernaan bahan organik dan kadar protein kasar. Perlakuan cekaman kekeringan sangat nyata menurunkan kualitas bahan organik, pemberian
FMA berperan dalam mempertahankan kualitas bahan organik dalam kondisi cekaman kekeringan.
Cekaman kekeringan pada penelitian ini sangat mempengaruhi kualitas nutrisi tanaman. Tanaman yang mengalami cekaman kekeringan menurunkan total
produksi gas, kecernaan bahan organik dan kadar protein kasar. Pemberian FMA pada tanaman yang dikeringkan ternyata mampu meningkatkan kualitas nutrisi
tanaman ditinjau dari produksi gas, kecernaan bahan organik dan protein kasar. Hal ini dapat terjadi karena pengaruh ketersediaan air tanah hingga berada dalam
tubuh tanaman sangat besar sebagai faktor penentu pembawa unsur hara dan terjadinya proses fotosintesis hingga menghasilkan fotosintat yang disimpan
dalam jaringan tanaman. Deposit fotosintat dalam tanaman berhubungan dengan ketersediaan unsur hara dalam tanah. FMA membantu meningkatkan penyerapan
unsur hara dalam tanah lebih banyak dibandingkan tanpa FMA, terutama dalam penyerapan Phospor P dan sumbangan nutrien lainnya lebih tersedia.
Penurunan kualitas bahan organik akibat cekaman kekeringan berhubungan dengan perimbangan biosintesis sukrosa dan pati Gambar 2. Ketersediaan air
tanah yang rendah menyebabkan potensial air tanah rendah, agar akar dapat mengabsorbsi air maka akar harus menurunkan potensial air selnya lebih rendah
dari potensial air tanah dengan cara meningkatkan kecepatan sintesis sukrosa lebih cepat dari sintesis pati, sehingga pada ketersediaan air rendah kandungan
gula meningkat. Bila bagian tanaman memerlukan sukrosa lebih tinggi dari bagian lain maka lebih sedikit karbon yang disimpan dalam bentuk pati Martin
Stephens 2005. Perubahan karbohidrat selama ketersediaan air rendah berkaitan dengan proses fotosintesis, translokasi dan respirasi. Diantara karbohidrat terlarut,
sukrosa dan fruktosa merupakan gula terlarut yang meningkat konsentrasinya pada kondisi ketersediaan air rendah Williams et al. 1992. Bancal dan Saltani
2002 menyatakan bahwa penurunan kandungan N dalam daun akan menungkatkan gula terlarut. Ini menunjukkan bahwa semakin rendah kandungan
N akan diikuti oleh semakin tingginya kandungan gula terlarut. Pertumbuhan sel merupakan respon paling peka terhadap cekaman air.
Penurunan potensial air dibawah -0,1 MPa sudah menyebabkan penurunan secara nyata pertumbuhan sel demikian juga pertumbuhan akar dan tajuk. Penghambatan
pembesaran sel diikuti penurunan sintesis dinding sel dan protein. Efek cekaman air terhadap sintesis protein kemungkinan dikendalikan pada tingkat tranlasi yaitu
aktivitas ribosom. Reduksi nitrogen menurun dengan adanya cekaman air sejalan menurunnya aktivitas nitrat reduktase. Pada taraf cekaman yang menyebabkan
perubahan akitivitas enzim, pembelahan sel terhambat, stomata mulai menutup sehingga menyebabkan penurunan transpirasi dan fotosintesis Salisbury Ross
1995.
6 KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan