Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Kualitas Air Tambak Udang Desa Jayamukti

3 METODE

3.1 Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari 2011 sampai bulan Juni 2011 di Tambak Udang Desa Jayamukti, Kecamatan Blanakan, Subang-Jawa Barat, Laboratorium Bahan Baku dan Laboratorium Biokimia, Departemen Teknologi Hasil Perairan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor serta Balai Penelitian Tanah Bogor.

3.2 Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah bahan untuk treatment elektroda pada rangkaian SMFC meliputi HCl 1N, NaOH 1N, akuades, dan air tambak. Bahan-bahan yang digunakan untuk pengujian karakteristik sedimen SMFC adalah akuades, air bebas ion, air bebas ion yang bebas CO 2 , NaCl, KCl, HCl, larutan ekstraksi Olsen 20 ml, carbon hitam, amonium asetat, kalium dikromat, larutan standar 5000 ppm C, etanol 96, pasir kuarsa bersih, filter pulp, larutan buffer pH 7,0 dan pH 4,0. Alat-alat yang digunakan meliputi peralatan untuk pengambilan sedimen dan air tambak yang terdiri dari botol, tali, plastik ukuran 5 kg, alat tulis, kertas label dan Eikmann Grab volume 1 liter. Peralatan yang digunakan dalam pembuatan rangkaian dan pengukuran arus serta tegangan dari SMFC adalah gelas ukur 500 ml, multimeter Masda DT830D, elektroda karbon grafit berbentuk silinder dengan dimensi 39 x 7 mm, resistor 560 Ω ± 5 dan kabel N.Y.A ETERNA 1 x 2,5mm. Alat-alat yang digunakan untuk menganalisis kualitas air tambak meliputi pH meter kertas lakmus, alat portable waterproof dissolved oxygent meter HI 9142 refraktometer Milwaukee MR 100 ATC Salinity Refractometer, keping secci disc. Alat-alat yang digunakan untuk analisis fisika kimia sedimen tambak meliputi oven, desikator, destilator, freeze dried Freeze dryer ALPHA 1- 2LD, baeker glass dan peralatan gelas lainnya.

3.3 Prosedur Penelitian

Pelaksanaan penelitian ini dilakukan dalam beberapa tahapan. Tahap pertama adalah penentuan tempat pengambilan sampel dan kondisi tempat pengambilan sampel sedimen pada tambak udang Ghangrekar et al. 2003. Tahap kedua adalah pengukuran kualitas air tambak udang serta analisis karakterisasi sedimen tambak udang yang ada mengacu Hong et al. 2009. Tahap ketiga adalah berupa pembuatan rangkaian SMFC yang mengacu pada penelitian Holmes et al.2004. Tahap keempat adalah pengukuran arus listrik dan tegangan yang dihasilkan SMFC dengan menggunakan multimeter masda DT830D Holmes et al. 2004. Tahap kelima adalah karakterisasi pada substrat hasil dari proses degradasi bahan organik melalui SMFC Hong et al. 2009, sehingga dapat dilihat adanya perubahan terhadap kadar akumulasi bahan organik pada sedimen tambak udang tersebut.

3.3.1 Penentuan lokasi pengambilan sampel

Tambak yang dijadikan tempat pengambilan sampel merupakan satu petak tambak udang milik warga peroranganrakyat dengan produktivitas yang sangat rendah ketetapan tersebut berdasarkan informasi dari kelompok petani tambak Desa Jayamukti. Lokasi tambak ini sangat dekat dengan aliran sungai sebagai sumber air laut dan air tawar. Pengambilan dilakukan pada 3 stasiun stasiun I pada daerah air masuk atau inlet, stasiun II di tengah tambak, stasiun III pada sekitar saluran pembuangan air atau outlet, masing-masing stasiun dilakukan pengambilan kembali ulangan sebanyak 3 kali pada area yang berlainan Ghangrekar et al. 2003. Gambaran lokasi dapat dilihat pada Lampiran 1. Pengambilan sedimen dilakukan pada dasar tambak dengan kedalaman ± 130 cm menggunakan alat Eikmann Grab volume 1 liter. Sedimen yang telah diambil selanjutnya langsung dimasukkan ke dalam polybag dengan kondisi sampel masih terendam air. Kondisi lain yang dilakukan adalah udara yang masih terdapat di dalam polybag dikeluarkan terlebih lalu, baru kemudian diikat rapat Idham 2010. Semua sampel sedimen dan air tambak, selanjutnya disimpan pada cool box agar suhu sampel terjaga untuk kemudian dibawa ke laboratorium untuk dilakukan pengamatan. 3.3.2 Pengukuran kualitas air tambak udang serta analisis karakterisasi sedimen tambak udang Pengukuran parameter fisik terhadap kualitas air tambak, yaitu : suhu, DO, pH, salinitas dan kecerahan BSN 2009, dilakukan di lapangan pada pukul 10.00 WIB. Pengukuran suhu air tambak dilakukan dengan menggunakan termometer pada tiga titik inlet, tengah dan oulet masing-masing tiga kali ulangan. Pengukuran dissolved oxigen DO air tambak dilakukan dengan menggunakan alat portable waterproof dissolved oxygent meter HI 9142 pada tiga titik inlet, tengah dan oulet masing-masing tiga kali ulangan. Pengukuran pH air tambak dilakukan dengan menggunakan kertas lakmus pada tiga titik inlet, tengah dan oulet masing-masing tiga kali ulangan. Pengukuran salinitas air tambak dilakukan dengan menggunakan refraktometer pada tiga titik inlet, tengah dan oulet masing-masing tiga kali ulangan. Adapun karakterisasi sedimen tambak udang yang dilakukan mengacu pada penelitian Hong et al. 2010, yaitu tekstur tanah, pH H 2 O dan KCl, daya hantar listrik DHL, jumlah karbon organik, jumlah nitrogen total, fosfor tersedia BSN 2009, kapasitas tukar kation KTK, K dapat ditukar K dd, Ca dapat ditukar Ca dd, dan Mg dapat ditukar Mg dd Wignyosukarto 1998.

3.3.3 Pembuatan rangkaian SMFC

Elektroda yang digunakan untuk penyusunan SMFC adalah grafit yang diperoleh dari baterai AA terbuang atau yang tidak terpakai lagi. Sebelum digunakan, elektroda karbon dinetralkan dengan perlakuan yang mengacu Holmes et al.2004, antara lain : 1 Elektroda direndam dengan 1N HCl selama 1 hari kemudian dibilas dengan akuades. 2 Elektroda direndam dengan 1N NaOH selama 1 hari kemudian dibilas dengan akuades. 3 Elektroda direndam dengan akuades hingga saat akan digunakan. Masing-masing elektroda yang telah diberi perlakuan, dilubangi dengan bor kemudian dihubungkan dengan kabel dengan menggunakan epoxy. Keberhasilan hasil sambungan antara elektroda dengan kabel diuji dengan mengunakan multimeter. Pengujian hasil perangkaian elektroda dan kabel dilihat dari adanya resistansi dengan menggunakan multimeter. Kegiatan pembuatan rangkaian SMFC mengacu pada penelitian Holmes et al. 2004, sedimen tambak udang dimasukkan ke dalam gelas piala hingga ketinggian 3 cm, kemudian sebuah elektroda yang terbuat dari karbon berbentuk silinder dengan dimensi 39 x 7 mm anoda ditutup dengan sedimen tambak udang setinggi 2 cm. Selanjutnya air tambak sebanyak 400 ml dimasukkan ke dalam gelas piala dan didiamkan selama 24 jam untuk untuk mengendapkan partikel-partikel sedimen tambak. Pada hari berikutnya, sebuah elektroda katoda ditempatkan pada air tambak beberapa sentimeter dari permukaan sedimen tambak. Kabel dari anoda dan katoda dihubungkan dengan resistor dengan hambatan 560 Ω ± 5. Air yang hilang karena penguapan selama masa pengamatan diganti dengan air yang telah diionisasi. SMFC dioperasikan pada kondisi gelap pada suhu sekitar 27 °C. SMFC dari tiap kedalaman dibuat sebanyak 2 buah dan 1 buah sebagai kontrol anoda dan katoda tidak dihubungkan. Rangkaian SMFC selengkapnya dapat dilihat pada Gambar 3. Gambar 3 Susunan SMFC

3.3.4 Pengukuran arus listrik dan tegangan SMFC tambak

Pengukuran arus listrik dan tegangan dilakukan menggunakan multimeter Masda DT830D, dan hasil pengukuran arus listrik dikonversi menjadi current density, contoh perhitungan konversi arus listrik menjadi current density bisa dilihat pada Lampiran 8. Penentuan lamanya pengukuran arus listrik dan tegangan V 3 cm 2 cm 1 cm 560 Ω Air Sedimen Anoda Katoda berdasarkan pada pola kecenderungan perubahan arus listrik dan tegangan yang dihasilkan oleh penguraian bahan organik oleh mikroorganisme pada sedimen SMFC tambak udang, dimana dalam pengukuran akan diperoleh puncak produksi arus listrik dan penurunan arus listrik hingga akhir pengukuran Holmes et al. 2004. Pengukuran arus listrik dan tegangan dilakukan dengan 2 perlakuan yaitu pengukuran arus listrik dan tegangan terhadap sedimen tambak udang yang telah dirangkaikan dengan SMFC menggunakan multimeter yang dihubungkan secara paralel dengan resistor dibuat sebanyak 9 buah, dan pengukuran terhadap kontrol yaitu terhadap sedimen tambak yang dirangkaikan SMFC dengan menggunakan multimeter tanpa dihubungkan secara parallel dengan resistor dibuat sebanyak 3 buah. Konversi current density diperhitungkan dengan membagi jumlah arus yang dihasilkan terhadap luas permukaan anoda.

3.3.5 Karakterisasi substrat SMFC

Analisis karakteristik substrat SMFC bertujuan untuk melihat perubahan kandungan bahan organik pada sedimen tambak udang yang digunakan akibat proses dalam SMFC. Jenis analisis yang digunakan sama dengan analisis karakterisasi sedimen tambak udang,yaitu analisis kandungan karbon organik, nitrogen, fosfor, pengukuran pH, daya hantar listrik DHL, K dapat ditukar K dd, Ca dapat ditukar Ca dd, dan Mg dapat ditukar Mg dd, serta kapasitas tukar kation KTK Hong et al. 2010 dan Wignyosukarto 1998.

3.4 Prosedur Pengujian

Pengujian yang dilakukan meliputi karakteristik sedimen tambak udang dan karakteristik substrat SMFC dari beberapa perlakuan. Pengujian meliputi penentuan tekstur tanah metode pipet, pengukuran pH, penentuan daya hantar listrik, penetapan C-organik Walkey Black, penetapan jumlah N Kjeldhal, penetapan P-tersedia Olsen, K dapat ditukar K dd, Ca dapat ditukar Ca dd, dan Mg dapat ditukar Mg dd serta penetapan kapasitas tukar kation.

3.4.1 Penetuan tekstur tanah dengan metode pipet Sudjadi et al. 1997

Pengujian diwali dengan penimbangan 10 gram contoh tanah 2 mm, yang dimasukan ke dalam gelas piala 800 ml, kemudian ditambah 50 ml H 2 O 2 10 dan dibiarkan semalam. Keesokannya campuran tersebut ditambah 25 ml H 2 O 2 30 dan dipanaskan sampai tidak berbusa. Selanjutnya ditambahkan 180 ml air bebas ion dan 20 ml HCl 2N kemudian dididihkan selama 10 menit. Setelah agak dingin campuran diencerkan dengan air bebas ion menjadi 700 ml, kemudian dicuci menggunakan penyaring Berkefield sampai bebas asam. Selanjutnya ditambah 10 ml larutan peptisator Na 4 P 2 O 7 4. Pemisahan pasir dilakukan dengan pengayakan suspensi tanah yang telah diberi peptisator dengan ayakan 50 mikron sambil dicuci dengan air bebas ion. Filtrat ditampung dalam silinder 500 ml untuk pemisahan debu dan liat. Butiran yang tertahan ayakan dipindahkan dalam pinggan alumunium yang telah diketahui bobotnya dengan air bebas ion. Selanjutnya dilakukan pengeringan dalam oven pada suhu 105 o C, didinginkan dalam desikator, dan ditimbang berat pasir = A gram. Pemisahan debu dan liat dilakukan dengan pengenceran filtrat dalam silinder menjadi 500 ml dan diaduk selama 1 menit. Setelah itu filtrat segera dipipet sebanyak 20 ml kedalam pinggan alumunium. Kemudian filtrat dikeringkan pada suhu 105 o C selama semalam, didinginkan dalam desikator, dan ditimbang berat debu+liat+peptisator=B gram. Pemisahan liat dilakukan dengan pengadukan lagi selama 1 menit, lalu dibiarkan selama 3 jam 30 menit pada suhu kamar. Suspensi liat dipipet sebanyak 20 ml pada kedalaman 5,2 cm dari permukaan cairan dan dimasukkan ke dalam pinggan alumunium, kemudian dikeringkan dalam oven pada suhu 105 o C, didinginkan dalam desikator, dan ditimbang berat liat + peptisator = C gram. Penentuan jumlah pasir, debu, dan liat dilakukan berdasarkan perhitungan : Fraksi = A gram Fraksi debu = 25 B - C gram Fraksi liat = 25 C – 0,0095 gram Jumlah fraksi = A + 25 B – 0,0095 gram Pasir = A {A + 25 B – 0,0095} x 100 Debu = {25B – C} {A + 25 B – 0,0095} x 100 Liat = {25C – 0,0095} {A + 25 B – 0,0095} x 100 Keterangan : A = berat pasir B = berat debu + liat + peptisator C = Berat liat + peptisator

3.4.2 Pengukuran pH Rayment Hingginson 1992

Pengukuran pH tanah dalam KCl dilakukan dengan penimbangan 20 gram tanah yang dimasukkan ke dalam gelas piala. Kemudian ditambahkan 20 ml 1 N KCl dan didiamkan selama 30 menit sambil diaduk beberapa kali. Penentuan pH dengan menggunakan pH meter. Pengukuran pH tanah dalam H 2 O dilakukan dengan penimbangan 20 gram tanah kering yang dimasukkan pada gelas piala berukuran 50 ml, kemudian ditambahkan 20 ml akuades dan didiamkan selama 30 menit sambil diaduk beberapa kali. Pengukuran pH tanah dengan menggunakan pH meter.

3.4.3 Pengukuran daya hantar listrik Rayment Hingginson 1992

Penimbangan 10 gram contoh tanah ke dalam botol kocok, tambahkan 50 ml air bebas ion. Kemudian botol kocok selama 30 menit. Pengukuran DHL suspensi tanah dilakukan dengan konduktometer yang telah dikalibrasi menggunakan larutan baku NaCl dan dibaca setelah angka konstan. Nilai DHL dilaporkan dalam satuan dS m -1 .

3.4.4 Penetapan C-organik metode Walkey Black Rayment Hingginson 1992

Penimbangan 0,5 gram tanah ukuran 0,5 mm dan dimasukkan kedalam labu ukur 100 ml. kemudian ditambahkan 5 ml K 2 Cr 2 O 7 1 N dan dikocok. Selanjutnya ditambahkan 7,5 ml H 2 SO 4 pekat dan dikocok lalu diamkan selama 30 menit. Larutan tersebut kemudian diencerkan dengan air bebas ion lalu biarkan dingin dan diimpitkan. Keesokan harinya dilakukan pengukuran absorbansi larutan jernih dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 561 nm. Sebagai pembanding dibuat standar 0 dan 250 ppm, dengan memipet 0 dan 5 ml larutan standar 5.000 ppm ke dalam labu ukur 100 ml dengan perlakuan yang sama dengan pengerjaan sampel. Penetapan C-organik dilakukan perhitungan : C-organik = ppm kurva x ml ekstrak 1.000 ml – 1 x 100 mg contoh-1xfk = ppm kurva x 100 x 1.000-1 x 100 x 500 – 1 x fk = ppm kurva x 10 x 500 – 1 x fk Keterangan Ppm kurva : kadar contoh yang didapat dari kurva hubungan antara kadar deret standar dengan pembacaannya setelah dikoreksi blanko. 100 : konversi ke Fk : faktor koreksi kadar air = 100100 - kadar air

3.4.5 Penetapan N metode Kjeldhal Burt 2004

Ke dalam labu Kjeldhal 25 ml dimasukan 0,5 gram tanah, selanjutnya ditambahkan 1,9 gram campuran Se, CuSO 4 , dan NaSO 4 . Kemudian 5 ml H 2 SO 4 pekat dan digoyangkan perlahan agar semua tanah terbasahi oleh H 2 SO 4. Campuran lalu ditetesi dengan paraffin cair sebanyak 5 tetes. Labu Kjeldhal dipanaskan dengan api kecil kemudian secara bertahap api dibesarkan hingga diperoleh cairan yang berwarna terang hijau-biru. Selanjutnya ditambahkan air sebanyak 50 ml dan dihomogenkan dengan cara digoyangkan. Setelah itu, ditambahkan 5 ml NaOH 50. Proses destilasi dimulai dan hasil destilat ditampung dalam erlenmeyer yang berisi campuran 10 ml H 3 BO 4 4 dan 5 tetes indikator Conway. Destilasi dilakukan sampai isi destilasi mencapai 1000 ml. Hasil destilat dititrasi dengan HCl yang telah dibakukan sampai terjadi perubahan warna dari hijau ke merah. Penetapan N ditentukan berdasarkan perhitungan Kadar N = isi HCl contoh-blanko x N HCl x 14 x 100 Berat sampel x 1000 x faktor koreksi

3.4.6 Penetapan P-tersedia metode Olsen Watanabe Olsen 1965

Penimbangan 1 gram tanah ukuran 0,2 mm kemudian dimasukkan dalam botol kocok. Kemudian ditambahkan 20 ml pengekstrak Olsen dan dikocok selama 30 menit. Selanjutnya dilakukan penyaringan. Apabila larutan keruh maka dilakukan penyaringan kembali. Ekstrak yang didapat kemudian dipipet sebanyak 2 ml ke dalam tabung reaksi. Selanjutnya bersama deret standar ditambahkan 10 ml pereaksi pewarna fosfat dan dikocok hingga homogen. Absorbansi larutan diukur dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 693 nm. Penetapan P- tersedia ditentukan berdasarkan perhitungan : Kadar P 2 O 5 tersedia ppm = ppm kurva x ml ekstrak1.000 ml x 1.000 gg contoh x fp x 14290 x fk = ppm kurva x 201.000 x 1.0001 x 14290 x fk = ppm kurva x 20 x 14290 x fk Keterangan : ppm kurva : kadar contoh yang didapat dari kurva hubungan antara kadar deret standar dengan pembacaannya setelah dikoreksi blanko. fp : faktor pengenceran bila ada 14290 : faktor konversi bentuk PO 4 menjadi P2O 5 fk : faktor koreksi kadar air = 100100 - kadar air

3.4.7 Penetapan kapasitas tukar kation dan kation basa Ca, K, Mg dan Na Burt 2004

Penimbangan 2,5 gram tanah kering yang telah diayak kemudian dimasukkan ke dalam tabung sentrifugasi 15 ml, selanjutnya ditambahkan 1 ml larutan NH 4 OAc pH 7. Campuran dikocok sampai merata dan dibiarkan semalam. Selanjutnya dikocok kembali lalu disentrifuse selama 10 menit dengan kecepatan 2500 rpm. Ekstrak NH 4 OAc didekantasi, disaring dengan saringan, dan filtrat ditampung dalam labu ukur 100 ml. Penambahan NH 4 OAc diulangi sampai 3 kali. Setiap kali penambahan diaduk merata, disentrifuse dan ekstraksinya didekantasi ke dalam labu ukur 100 ml, setelah itu ditambahkan larutan NH 4 OAc. Ekstraksi ini digunakan dalam penetapan kadar K, Na, Ca, dan Mg yang dapat dipertukarkan serta untuk penetapan kejenuhan basa. Untuk pencucian kelebihan NH 4 + tambahkan 10 ml alkohol 80 ke dalam tabung sentrifuse yang berisi residu tanah tersebut. Campuran tersebut diaduk sampai merata, disentrifuse, didekantasi, dan filtratnya dibuang. Pencucian kelebihan NH 4 dengan alkohol ini dilakukan sampai tanah dalam tabung sentrifuse bebas NH 4 . Hal ini dapat diketahui dengan menambahkan beberapa tetes pereaksi Nessier pada filtrate tersebut. Apabila terdapat endapan kuning berarti masih terdapat ion NH 4 + . Setelah bebas dari NH 4 + , tanah dipindahkan secara kuantitatif dari tabung sentrifuse ke dalam labu didih. Kemudian air ditambahkan sebanyak 450 ml kedalam labu didih. Pada labu didih ditambahkan beberapa butir labu didih, 5-6 tetes paraffin cair dari 20 ml NaOH 50, kemudian didestilasi. Destilat ditampung dalam erlenmeyer 250 ml yang berisi 25 ml H 2 SO 4 0,4 N dan 5-6 tetes indikator Conway. Destilasi dihentikan jika destilat yang ditampung mencapai 150 ml, kelebihan asam dititrasi dengan NaOH 0,1 N. sampai dicapai warna berubah menjadi hijau. Penetapan nilai KTK dan kation basa dihitung berdasarkan rumus : KTK me100 g = ml blanko – ml contoh x N NaOH x 100 Bobot contoh tanah 105 o C 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Kualitas Air Tambak Udang Desa Jayamukti

Kualitas air tambak udang Desa Jayamukti yang diukur meliputi suhu, derajat keasaman pH, salinitas, kecerahan dan oksigen terlarut Dissolve Oxygen atau DO. Hasil pengukuran kualitas air tambak udang Desa Jayamukti dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1 Kualitas Air Tambak Udang Desa Jayamukti Parameter Satuan Hasil penelitian Standar Optimum Salinitas ppm 18-20 15 – 30 15 – 25 pH 7,5-8,5 7,5 - 8,5 8 - 8,5 Suhu ° C 29-30 28 – 32 29 – 31 Kecerahan cm 25-30 30 – 45 30 – 40 Oksigen Terlarut mgl 3-4 3,0 4 – 7 Nilai standar untuk budidaya udang Windu Berdasarkan SNI 7310:2009 BSN2009. Nilai optimum untuk budidaya udang Windu Wignyosukarto 1998. Salinitas air tambak udang di Desa Jayamukti berkisar anatara 18-20 ppm. Nilai salinitas ini berdasarkan SNI 7310:2009 BSN 2009 masih dalam kisaran standar untuk budidaya udang 15-30 ppm, dengan nilai optimum berkisar antara 15-25 ppm Wignyosukarto 1998. Nilai salinitas air tambak di Desa Jayamukti tersebut masih baik untuk pertumbuhan dan kelangsungan hidup udang. Palafox et al. 1996, menyatakan bahwa salinitas berhubungan dengan osmoregulasi udang, dan apabila udang dipaksa untuk menyesuaikan diri di luar batas kisaran salinitas yang optimum, maka udang akan banyak mengeluarkan energi. Apabila terus-menerus energi ini dipakai maka energi untuk pertumbuhan udang akan berkurang dan menyebabkan laju pertumbuhan udang menjadi rendah. Selain itu perubahan salinitas secara cepat juga akan menyebabkan tingkat kematian udang tinggi. Nilai pH air pada tambak udang Desa Jayamukti berkisar antara 7,5-8,5, nilai ini berdasarkan SNI 7310:2009 BSN 2009 masih dalam kisaran standar untuk budidaya udang 7,5-8,5, sehingga nilai pH tersebut masih baik untuk pertumbuhan dan kelangsungan hidup udang. Adapun nilai pH optimum untuk budidaya udang berkisar 8-8,5 Wignyosukarto 1998. Kondisi perairan yang memiliki pH rendah merupakan penyebab peningkatan H 2 S dan daya racun nitrit, gangguan fisiologi udang, pelunakan kulit karapas, serta penurunan derajat kelangsungan hidup dan laju pertumbuhan Chien 1992. Wardoyo 1997, nilai pH yang ideal untuk udang adalah 6,8-9,0 sedangkan pH air dengan kisaran 4,5- 6,0 dan 9,8-11,0 menyebabkan terganggunya metabolisme udang bahkan dapat menyebabkan kematian udang. Suhu air tambak Desa Jayamukti hasil pengukuran pada pukul 10 pagi dengan menggunakan termometer berkisar antara 29-30 o C. Nilai tersebut berdasarkan SNI 7310:2009 BSN 2009 masih dalam kisaran standar untuk budidaya udang yaitu 28-32 o C, sehingga nilai suhu tersebut masih baik untuk pertumbuhan dan kelangsungan hidup udang, sedangkan nilai suhu optimum untuk budidaya udang berkisar 29-31 o C Wignyosukarto 1998. Wyban et al. 1995, menyatakan bahwa suhu air mempengaruhi reaksi kimia yang terjadi didalam perairan dan juga reaksi biokimia yang terjadi didalam tubuh udang. Suhu air yang optimum bagi perkembangan hidup udang adalah 28-30 o C. Kisaran suhu pada kondisi optimum konsumsi oksigen cukup tinggi sehingga nafsu makan udang tinggi, sedangkan suhu dibawah 18-25 o C nafsu makan udang menurun. Kecerahan perairan tambak Desa Jayamukti berkisar antara 25-30 cm, nilai kecerahan ini berdasarkan SNI 7310:2009 BSN 2009 masih dalam kisaran standar untuk budidaya udang yaitu 30-45 cm, nilai kecerahan tersebut masih baik untuk pertumbuhan dan kelangsungan hidup udang, sedangkan kecerahan optimum untuk budidaya udang berkisar antara 30-40 cm Wignyosukarto 1998. Kecerahan air bergantung pada warna dan kekeruhan. Kecerahan adalah ukuran transparasi perairan dan ditentukan secara visual dengan menggunakan keping secchi Jeffries dan Mils 1996 dalam Effendi 2000. Kecerahan air merupakan fungsi dari bahan yang tersuspensi dan terkoloid dalam air, untuk perairan tambak bahan-bahan tersebut terutama terdiri dari plankton dan bahan organik Wardoyo 1997. Nilai kecerahan sangat dipengaruhi oleh keadaan cuaca, kekeruhan, padatan tersuspensi, serta waktu dan ketelitian pengukuran Effendi 2000. Oksigen terlarut DO pada perairan tambak Desa Jayamukti berkisar antara 3-4 mgl, nilai ini berdasarkan SNI 7310:2009 BSN 2009 masih dalam kisaran standar untuk budidaya udang yaitu 3 mgl, nilai oksigen terlarut tersebut masih baik untuk pertumbuhan dan kelangsungan hidup udang, sedangkan DO optimum untuk budidaya udang berkisar antara 4-7 mgl Wignyosukarto 1998. Kadar oksigen terlarut bersifat fluktuatif secara harian diurnal dan musim bergantung pada pencampuran mixing dan pergerakan turbulence massa air, aktivitas fotosintesis, respirasi, dan limbah effluent yang masuk ke dalam air Effendi 2000. Boyd 1991 menyatakan bahwa, kandungan oksigen terlarut yang dapat menunjang kehidupan udang secara normal dan baik untuk pertumbuhan adalah 5 mgl sampai konsentrasi jenuh. Lebih lanjut dinyatakan bahwa kandungan oksigen yang kurang dari 1 mgl dapat menyebabkan kematian jika berlangsung selama beberapa jam, dan untuk kisaran oksigen antara 1-5 mgl pertumbuhan akan terganggu jika berlangsung secara terus-menerus.

4.2 Karakterisasi Sedimen Tambak Udang Desa Jayamukti Blanakan