Pengertian Keuangan Negara ASPEK HUKUM KEUANGAN NEGARA DALAM BUMN

BAB III ASPEK HUKUM KEUANGAN NEGARA DALAM BUMN

A. Pengertian Keuangan Negara

Pasal 23 ayat 1 UUD 1945 mencerminkan kedaulatan rakyat, yang tergambar dari adanya hak begrooting hak budget yang dimiliki oleh DPR, dimana dinyatakan bahwa dalam hal menetapkan pendapatan dan belanja, kedudukan DPR lebih kuat dari kedudukan pemerintah. Hal ini menunjukkan kedaulatan rakyat, dan pemerintah baru dapat menjalankan APBN setelah mendapat persetujuan dari DPR dalam bentuk undang-undang. Istilah keuangan publik dimaksudkan selain meliputi keuangan negara dan keuangan daerah juga meliputi keuangan badan hukum lain yang modalnyakekayaannya berasal dari kekayaan negaradaerah yang dipisahkan. Arti keuangan negara yang tercantum dalam Pasal 23 UUD 1945. 50 Hukum tidak otomatis berperanan dalam pembangunan ekonomi. Untuk dapat mendorong pembangunan ekonomi, hukum harus dapat menciptakan tiga kualitas: “predictability”, “stability”, dan “fairness”. Tidak adanya keseragaman, adanya kerancuan dan salah pemahaman mengenai keuangan negara dan kerugian negara telah mendatangkan ketidakpastian hukum dan akhirnya menghambat pembangunan ekonomi. 51 Kekayaan negara yang dipisahkan dalam menurut Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang BUMN selanjutnya disebut UU BUMN, secara fisik 50 Arifin P. Soeria Atmadja III., ”Keuangan Publik Dalam Perspektif Teori, Praktik, dan Kritik”, Jakarta: Badan Penerbit Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2005, dalam Jurnal Hukum Perbankan dan Kebangsentralan, 42 Vol. 3 No. 3, Desember 2005, hal. 2. 51 Ibid Universitas Sumatera Utara adalah berbentuk saham yang dipegang oleh negara, bukan harta kekayaan Badan Hukum Milik Negara BUMN itu. Erman Rajagukguk, berpendapat bahwa, “Kekayaan yang dipisahkan tersebut dalam BUMN dalam lahirnya adalah berbentuk saham yang dimiliki oleh negara, bukan harta kekayaan BUMN tersebut. Kerancuan mulai terjadi dalam penjelasan dalam undang-undang ini tentang pengertian dan ruang lingkup keuangan negara yang menyatakan: 52 “Pendekatan yang digunakan dalam merumuskan Keuangan Negara adalah dari sisi obyek, subyek, proses, dan tujuan. Dari sisi obyek yang dimaksud dengan Keuangan Negara meliputi semua hak dan kewajiban negara yang dapat dinilai dengan uang, termasuk kebijakan dan kegiatan dalam bidang fiskal, moneter dan pengelolaan kekayaan negara yang dipisahkan, serta segala sesuatu baik berupa uang, maupun berupa barang yang dapat dijadikan milik negara berhubung dengan pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut. Dari sisi subyek yang dimaksud dengan Keuangan Negara meliputi seluruh obyek sebagaimana tersebut di atas yang dimiliki negara, danatau dikuasai oleh Pemerintah Pusat, Pemerintah daerah, Perusahaan NegaraDaerah, dan badan lain yang ada kaitannya dengan keuangan negara. Dari sisi proses, Keuangan Negara mencakup seluruh rangkain kegiatan yang berkaitan dengan pengelolaan obyek sebagaimana tersebut di atas mulai dari perumusan kebijakan dan pengambilan keputusan sampai dengan pertanggungjawaban. Dari sisi tujuan, Keuangan Negara meliputi seluruh kebijakan, kegiatan dan hubungan hukum yang berkaitan dengan pemilikan danatau penguasaan obyek sebagaimana tersebut di atas dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan negara. Bidang pengelolaan Keuangan Negara yang demikian luas dapat dikelompokkan dalam sub bidang pengelolaan fiskal, sub bidang pengelolaan moneter, dan sub bidang pengelolaan kekayaan negara yang dipisahkan.” Pengertian keuangan negara dapat dilihat dalam Pasal 1 angka 1 Undang- Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara selanjutnya disebut UU Keuangan Negara, yakni, “Semua hak dan kewajiban negara yang dapat dinilai dengan uang, serta segala sesuatu baik berupa uang maupun berupa barang 52 Erman Rajagukguk, “Pengerian Keuangan Negara dan Kerugian Keuangan Negara”, Makalah yang Disampaikan pada Diskusi Publik “Pengertian Keuangan Negara Dalam Tindak Pidana Korupsi”, Komisi Hukum Nasional KHN RI, Jakarta 26 Juli 2006, hal. 1. Universitas Sumatera Utara yang dapat dijadikan milik negara berhubung dengan pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut”. 53 Semua hak dan kewajiban negara yang dapat dinilai dengan uang tersebut, selanjutnya dipertegas di dalam Pasal 2 UU Keuangan Negara ditentukan sebagai berikut: 54 “Keuangan Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 1 meliputi: 2. Hak negara untuk memungut pajak, mengeluarkan dan mengedarkan uang, dan melakukan pinjaman; 3. Kewajiban negara untuk menyelenggarakan tugas layanan umum pemerintahan negara dan membayar tagihan pihak ketiga; 4. Penerimaan Negara; 5. Pengeluaran Negara; 6. Penerimaan Daerah; 7. Pengeluaran Daerah; 8. Kekayaan negarakekayaan daerah yang dikelola sendiri atau oleh pihak lain berupa uang, surat berharga, piutang, barang, serta hak-hak lain yang dapat dinilai dengan uang, termasuk kekayaan yang dipisahkan pada perusahaan negara perusahaan daerah; 9. Kekayaan pihak lain yang dikuasai oleh pemerintah dalam rangka penyelenggaraan tugas pemerintahan danatau kepentingan umum; 10. Kekayaan pihak lain yang diperoleh dengan menggunakan fasilitas yang diberikan pemerintah.” Sebenarnya tidak ada yang salah dengan perumusan mengenai keuangan negara dalam penjelasan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi selanjutnya disebut UUPTPK yang menyatakan yakni: 55 “Keuangan negara yang dimaksud adalah seluruh kekayaan negara dalam bentuk apapun, yang dipisahkan atau yang tidak dipisahkan, termasuk di dalamnya segala bagian kekayaan negara dan segala hak dan kewajiban yang timbul karena: 53 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara UU Keuangan Negara. Pasal 1 angka 1. 54 Ibid., Pasal 2. 55 Eddy Mulyadi Soepardi., “Memahami Kerugian Keuangan Negara Sebagai Salah Satu Unsur Tindak Pidana Korupsi”, Makalah disampaikan dalam ceramah ilmiah pada Fakultas Hukum Universitas Pakuan Bogor, tanggal 24 Januari 2009. hal. 2. Universitas Sumatera Utara a Berada dalam penguasaan, pengurusan, dan pertanggungjawaban pejabat lembaga Negara, baik di tingkat pusat maupun di daerah; b Berada dalam penguasaan, pengurusan, dan pertanggungjawaban BUMNBadan Usaha Milik Daerah BUMD, yayasan, badan hukum dan perusahaan yang menyertakan modal negara, atau perusahaan yang menyertakan modal pihak ketiga berdasarkan perjanjian dengan Negara.” Berdasarkan pengertian keuangan negara dalam Pasal 1 UU Keuangan Negara, maka dapat dipahami bahwa, pengertian keuangan negara dalam Undang- Undang Nomor 17 Tahun 2003 dan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi adalah sejalan. Keuangan negara tidak semata-mata yang berbentuk uang, termasuk segala hak dan kewajiban dalam bentuk apapun yang dapat diukur dengan nilai uang. Pengertian keuangan negara juga mempunyai arti luas yang meliputi keuangan negara yang berasal dari APBN, APBD, BUMN, BUMD, dan pada hakekatnya seluruh harta kekayaan negara sebagai suatu sistem keuangan negara. Jika menggunakan pendekatan proses, keuangan negara dapat diartikan sebagai salah satu kegiatan atau aktivitas yang berkaitan erat dengan uang yang diterima atau dibentuk berdasarkan hak istimewa negara untuk kepentingan publik. Pasal 1 ayat 2 UU BUMN menyatakan bahwa, “Perusahaan Persero selanjutnya disebut Persero, adalah BUMN yang berbentuk perseroan terbatas yang modalnya terbagi dalam saham yang seluruh atau paling sedikit 51 lima puluh satu persen sahamnya dimiliki oleh Negara Republik Indonesia yang tujuan utamanya mengejar keuntungan.” 56 56 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang BUMN UU BUMN. Pasal 1 ayat 2 Universitas Sumatera Utara Kasus tindak pidana pada umumnya dan tindak pidana korupsi pada khususnya, di samping yang menjadi subyek hukum orang-orang manusia telah nampak pula sebagai subyek hukum berupa badan-badan atau perkumpulan- perkumpulan yang disebut dengan badan hukum yang dapat pula memiliki hak- hak dan melakukan perbuatan-perbuatan hukum seperti seorang manusia sebagaimana yang dikatakan Subekti mengenai badan hukum sebagai berikut: 57 “Badan hukum adalah suatu perkumpulan orang-orang yang memiliki kekayaan sendiri, ikut serta dalam lalulintas hukum dengan perantaraan pengurusnya, dapat digugat dan dapat pula menggugat di muka hukum. Pendek kata diperlakukan sepenuhnya sebagai seorang manusia. Badan atau perkumpulan yang demikian itu, dinamakan badan hukum atau recht persoon, artinya orang yang diciptakan oleh hukum. Badan hukum misalnya suatu wakaf, suatu stichting, suatu perkumpulan dagang yang berbentuk perseroan terbatas, yayasan dan lain-lain.” Karakteristik suatu badan hukum adalah pemisahan harta kekayaan badan hukum dari harta kekayaan pemilik dan pengurusnya. Dengan demikian suatu Badan Hukum yang berbentuk Perseroan Terbatas memiliki kekayaan yang terpisah dari kekayaan Direksi sebagai pengurus, Komisaris sebagai pengawas, dan Pemegang Saham sebagai pemilik. 58 Terhadap pemisahan harta kekayaan negara atau suatu badan yang telah disalurkan kepada suatu badan hukum atau terhadap suatu yayasan, berdasarkan pendapat Efi Laila Kholis menyatakan bahwa, terhadap harta kekayaan negara yang dipisahkan itu yang dijadikan sebagai modal usaha suatu lembaga atau suatu yayasan, tidak diperkenankan melakukan tuntutan ganti rugi untuk jumlah yang lebih besar dari pada kerugian sesungguhnya. Jadi, yang diperkenankan hanya jumlah uang yang dipisahkan itu. Terhadap hasil harta kekayaan negara yang digunakan sebagai modal tersebut, bukan merupakan kekayaan atau tidak 57 Subekti., Pokok-Pokok Hukum Perdata, Jakarta: PT. Intermasa, 1982, hal. 21. 58 Erman Rajagukguk, Op. cit, hal. 2. Universitas Sumatera Utara termasuk hak negara hal tersebut dikarenakan yayasan bukan untuk mencari laba. 59 Berbeda dengan sutau perseroan atau suatu BUMN, terhadap keuangan negara yang dipisahkan dalam konteks perseroan atau kepada suatu BUMN, maka negara berhak atas keuntungan yang diperoleh selama perusahaan tersebut memperoleh untung dari hasil usahanya. Menurut pendapat penulis, negara yang telah melakukan privatisasi terhadap BUMN sah-sah saja untuk memperoleh keuntungan dari BUMN melalui sisa harta kekayaan negara yang dipisahkan di dalam BUMN tersebut, namun sebaiknya negara tidak hanya memperoleh keuntungan dikarenakan keuntungan yang diperoleh perusahaan, lebih daripada itu, negara seharusnya juga menanggung kerugian yang dialami perusahaan yang telah diprivatisasi sesuai dengan persentase besarnya kerugian yang dialami perusahaan. Selain itu, dalam pelaksanaan privatisasi, negara harus ikut berperan aktif dalam operasionalisasi perusahaan yang diprivatisasi sesuai dengan besarnya saham yang dimiliki negara. Hal ini diperlukan sebagai sebuah pembelajaran positif bagi negara dalam pengelolaan suatu perusahaan yang mengikutsertakan pihak swasta dalam pengambilan kebijakan serta pelaksanaan strategi operasionalisasi perusahaan, sehingga ke depannya hal-hal yang positif dari sebuah privatisasi yang sukses dapat diaplikasikan negara bagi pengelolaan BUMN-BUMN lain, sehingga apabila nantinya privatisasi sudah tidak diperlukan, maka negara secara penuh dapat mengelola BUMN dengan lebih baik. 59 Efi Laila Kholis., Pembayaran Uang Pengganti Dalam Perkara Korupsi, Jakarta: Solusi Publishing, 2010, hal. 69. Universitas Sumatera Utara

B. Penambahan dan Pengurangan Modal Negara Negara ke Dalam BUMN