dapat mengaktifkan komponen jalur klasik ketika molekul yang dibutuhkan berakumulasi di permukaan antigen Tizard 2004.
IgG adalah antibodi pertama yang terlibat dalam respon imunitas lanjutan
. Keberadaan IgG tertentu pada umumnya diartikan sebagai puncak respon antibodi
terhadap antigen
. IgG dapat mengikat berbagai macam patogen seperti virus
, bakteri
, dan fungi
. Patogen dihancurkan dengan cara aglutinasi dan immunisasi. Selanjutnya sistem kekebalan komplemen diaktifkan melalui jalur
klasik dengan menggunakan fragmen konstan untuk mengikat patogen. Patogen diopsonisasi dan ditelan oleh makrofag serta neutrofil dengan proses fagositosis
dan netralisasi toksin. IgG juga memiliki peran penting dalam mengikat sel NK
Natural Killer pada ADCC
Antibody Dependent Cell-mediated Cytotoxicity Tizard 2004.
2.3 Fasciola gigantica
Fasciola sp atau biasa disebut cacing hati termasuk dalam Kingdom
Animalia, Filum Platyhelminthes, Kelas Trematoda, Subkelas Digenea, Ordo Echinostomida, Family Fasciolidae, dan Genus Fasciola Kusumamihardja 1992.
Cacing ini merupakan salah satu cacing parasit yang banyak menyerang ternak ruminansia seperti domba, kambing, sapi, dan kerbau. Cacing ini juga dapat
menjadi parasit pada hewan lain seperti babi, anjing, rusa, zebra, kelinci, marmot, kuda, bahkan manusia Soulsby 1986. Penyakit yang disebabkan oleh cacing ini
dikenal dengan nama fasciolosis, liver rot, ovine fascioliasis,’pokey jaw’, atau distomosis Foreyt 2001; Mitchell 2007.
Cacing yang biasa ditemukan di Indonesia adalah spesies Fasciola gigantica
, sedangkan spesies Fasciola hepatica umumnya ditemukan pada ternak yang diimpor ke Indonesia Kusumamihardja 1992. Hal ini dikarenakan inang
antara yang berperan dalam siklus hidup Fasciola hepatica yaitu Lymnaea truncatula
tidak ditemukan di Indonesia, sedangkan inang antara Fasciola gigantica
yaitu Lymnaea rubiginosa dapat ditemukan di Indonesia Kusumamihardja 1992; Mitchell 2007.
Fasciola sp. berbentuk pipih dorsoventral, seperti daun tanpa rongga
tubuh. Fasciola gigantica di Indonesia berukuran 14-54 mm, dengan sisi kiri dan
kanan yang hampir sejajar dan bahu yang kurang jelas. Alat penghisap ventral sejajar dengan bahu, besarnya hampir sama dengan alat penghisap mulut, dan
kutikula dilengkapi dengan sisik. Usus buntunya bercabang-cabang sejajar dengan sumbu badan, sirus tumbuh sempurna dan kantong sirus mengandung kelenjar
prostat serta kantong semen, ovarium bercabang terletak di sebelah kanan garis median, kelenjar vitelin mengisi bagian lateral tubuh Kusumamihardja 1992.
Siklus hidup Fasciola sp. bersifat tidak langsung dan memerlukan inang antara berupa siput air Gambar 2. Perkembangan dari stadium telur sampai
metaserkaria hanya dapat terjadi pada lingkungan yang tergenang air dan bertindak sebagai faktor pembatas siklus hidup cacing di luar tubuh ternak.
Cacing dewasa hidup di dalam hati dan saluran empedu inang defenitif. Telur Fasciola
gigantica masuk ke dalam duodenum bersama empedu dan keluar bersama tinja hospes definitif. Di luar tubuh ternak, telur berkembang menjadi
mirasidium. Mirasidium memiliki masa hidup hanya beberapa jam sehingga harus
segera masuk ke tubuh inang antara yaitu Lymnaea rubiginosa dengan alat penggeraknya berupa silia. Mirasidium masuk ke dalam tubuh siput dengan cara
menempel pada bagian ventral siput dan dengan bantuan enzim protease, sehingga epitel kulit siput dapat dihancurkan. Di dalam tubuh siput, mirasidium
berkembang menjadi sporokista, redia, dan serkaria. Sporokista yang pecah akan menyebabkan redia terbebas dan secara aktif berpindah menuju hati dan pankreas
siput. Sporokista memperbanyak diri dengan pembelahan transversal sehingga dari satu mirasidium terbentuk banyak sporokista. Gumpalan sel di dalam
sporokista kemudian tumbuh menjadi redia setelah 10 hari siput terinfeksi mirasidium. Redia yang berbentuk silinder dengan otot kalung leher selanjutnya
menghasilkan serkaria dari pembelahan sel pertumbuhannya. Serkaria akan keluar dari tubuh siput, berenang, dan menempel pada tumbuhan air. Serkaria akan
berubah menjadi metaserkaria yang berbentuk kista pada tempat yang cocok. Ternak akan terinfeksi apabila minum air atau makan tanaman yang mengandung
kista Soulsby 1986; Mitchell 2007.
Gambar 2 Siklus hidup cacing hati DPD CDC 2009. Fasciolosis dapat menyebabkan kerugian ekonomi yang besar akibat
kematian ternak, hati yang diafkir, predisposisi penyakit lain, dan biaya perawatan dokter hewan. Patogenesa dan gejala klinis yang ditimbulkan akibat fasciolosis
tergantung pada jumlah dan tahap perkembangan cacing hati, tingkat kerusakan yang terjadi, lokasi di dalam tubuh inang, jumlah cacing yang menginfeksi, invasi
telur, larva, dan cacing dewasa di dalam jaringan. Fasciola sp. hidup sebagai parasit di saluran empedu dengan merusak sel-sel epitel dan menghisap darang
inangnya. Fasciolosis pada kerbau dan sapi biasanya bersifat kronik, sedangkan pada domba dan kambing dapat bersifat akut. Kejadian akut dapat menyebabkan
kematian tiba-tiba, sedangkan kejadian kronis menyebabkan anemia, pengafkiran hati, dan penurunan produksi Soulsby 1986; Mitchell 2007.
Kasus fasciolosis merupakan penyakit ternak yang bersifat kosmopolitan dan distribusinya di negara-negara yang memelihara hewan ruminansia.
Prevalensi fasciolosis yang tinggi ditentukan pada bagian dunia dengan curah hujan tinggi dan padang rumput yang basah Dunn 1994. Malek 1980
menyatakan faktor penting yang mendukung siklus hidup dan penyebaran Fasciola
sp. adalah jumlah ternak yang terinfeksi, keberadaan siput sebagai inang antara, iklim, suhu, kelembaban, komposisi kimia tanah, flora air, dan kecukupan
suplai air. Kontrol fasciolosis yang dapat dilakukan antara lain manajemen pakan, anthelmentik, kontrol biologi, vaksinasi, dan nutrisi tambahan Subandriyo et al.
2004
2.4 Ekskretori Sekretori ES