menyatakan faktor penting yang mendukung siklus hidup dan penyebaran Fasciola
sp. adalah jumlah ternak yang terinfeksi, keberadaan siput sebagai inang antara, iklim, suhu, kelembaban, komposisi kimia tanah, flora air, dan kecukupan
suplai air. Kontrol fasciolosis yang dapat dilakukan antara lain manajemen pakan, anthelmentik, kontrol biologi, vaksinasi, dan nutrisi tambahan Subandriyo et al.
2004
2.4 Ekskretori Sekretori ES
Cacing umumnya melepaskan protein ekskretori sekretori sebagai produk metabolisme. ES dapat berperan sebagai molekul antigen pemicu respons
imunitas inang definitif Rhoads dan Fetterer 1997. Fasciola sp. menghasilkan berbagai jenis antigen ekskretori sekretori yang berbeda-beda pada berbagai tahap
hidupnya yang beredar pada sirkulasi inangnya. Antigen tersebut menjadi pembelajaran terbaik dan potensial untuk diagnostik, yang dikenal dengan gut-
associated antigen. Molekul tersebut berasal dari usus parasit dan dilepaskan ke
sirkulasi inang melalui regurgitasi regular isi pencernaan usus. Kehadiran ES menjadi indikasi infeksi aktif cacing yang masih hidup Shehab et al. 1999.
Cacing dapat melepaskan ekskretori sekretori pada kondisi in vivo dan in vitro. Secara in vivo, ES dilepaskan selama cacing menjalani proses infeksi dan
menetap pada inang definitifnya. Secara in vitro, ekskretori sekretori dilepaskan sebagai akibat metabolisme, dan sebagai upaya cacing untuk mendapatkan nutrisi
dari lingkungannya Cock et al. 1993. Rhoads dan Fetterer 1997 menyatakan bahwa pelepasan ekskretori sekretori disebabkan oleh proses perkembangan dan
pertahanan parasit seperti penetasan telur dan molting. Ekskretori sekretori dapat
merangsang respons imunitas dan berpotensi sebagai alergen.
Ekskretori sekretori ES merupakan antigen yang dapat memicu tanggap kebal inang definitif McKeand et al. 1995. Selain antigen ES, terdapat antigen
somatik dan antigen permukaan yang juga merupakan antigen parasit yang dapat dikenali oleh inangnya. Antigen somatik hanya dapat dikenali oleh inang jika
cacing tersebut telah mati dan dihancurkan. Antigen permukaan selalu berubah seiring dengan rangkaian perkembangan cacing yang mengalami molting
sepanjang hidupnya. Inang definitif sulit untuk memberi respon tanggap kebal
terhadap antigen somatik maupun antigen permukaan. Antigen ES mempunyai sifat untuk lebih dapat dikenali oleh sistem tanggap kebal daripada antigen
somatik dan antigen permukaan sehingga diduga lebih protektif untuk memicu respon tanggap kebal Chowdhury dan Tada 1994.
Antigen ES mengandung glikoprotein yang menutupi kulit cacing dan juga mengandung sebagian kecil enzim sehingga mempermudah migrasi cacing Bird
dan Jean 1991. Enzim tersebut secara konstan dilepaskan untuk memudahkan migrasi ke jaringan inang. Berdasarkan sifatnya tersebut, ES sering digunakan
sebagai salah satu upaya untuk mengatasi penyakit kecacingan. Aplikasi ES tersebut antara lain untuk kontrol biologi, pembuatan vaksin ataupun obat dengan
menggunakan bahan biologi asal cacing untuk memanipulasi respon kekebalan inang Wulandari 2004.
Efektifitas penggunaan bahan biologi asal cacing perlu dipertimbangkan karena dapat menimbulkan efek samping yang dapat merugikan. Implikasi akibat
terbentuknya kompleks ES dan antibodi dapat menimbulkan lesi patologik, misalnya dalam kasus pemberian vaksin yang berasal dari larva Schistosoma
mansoni yang diinduksikan pada baboon kenya menunjukkan perubahan patologi.
Mukosa colon ileum terlihat inflamasi berupa granuloma, lesion, hipertropi otot, dan atropi vili Farah dan Nyindo 1996. Namun perubahan patologik tersebut
hanya bersifat sementara dan akan hilang dalam beberapa waktu Wulandari 2004.
Analisis dua dimensi gel elektroforesis mengindikasikan bahwa Fasciola hepatica
melepaskan sekitar 60 protein dalam substansi ekskretori sekretori. Sebanyak 29 protein merupakan protein esensial yaitu cathepsin L protease,
superoxide dismuthase, thioredoxin peroxidase, glutathione S transferase, dan protein yang terikat pada asam lemak. Cathepsin L menempati jumlah yang paling
banyak ditemukan dalam ES Fasciola sp. Ridi et al. 2007.
2.5 Enzime Linked Immunosorbent Assay ELISA