Sistem Irigasi Berselang TINJAUAN PUSTAKA

2 didominasi oleh munson Asia yang lembab sehingga tercipta musim basah di Indonesia. Berdasarkan pembagian wilayah pola iklim di Indonesia seperti yang terlihat pada Gambar 1. Keterangan: A Tipe Monsun B Tipe Ekuatorial C Tipe Lokal Gambar 1 Pembagian pola iklim secara klimatologi di Indonesia Aldrian dan Susanto dalam Rahman, 2007 Menurut Tjasyono 2004 fluktuasi nilai SOI sangat jelas pengaruhnya terhadap daerah berpola hujan monsun. Lebih lanjut Aldrian dan Susanto dalam Rahman 2007 mengatakan bahwa sea-surface temperature SST di sekitar kepulauan juga berpengaruh terhadap besaran curah hujan di kepulauan itu sendiri untuk daerah yang berpola hujan monsoon. Terganggunya siklus Walker yang bergerak dari timur Samudera Pasifik ke arah barat Samudera Pasifik akibat dari meningkatnya tekanan udara di Tahiti yang mengakibatkan terjadinya fluktuasi nilai SOI Southern Oscillation Index juga berpengaruh pada besarnya curah hujan di Indonesia, akibatnya adalah terhambatnya pertumbuhan awan di beberapa daerah di Indonesia sehingga menyebabkan curah hujan di daerah- daerah tersebut jumlahnya turun di bawah normal. Menurut Effendy 2001, nilai SOI dapat dijadikan patokan terjadinya fenomena El- Nino dan La-Nina. Semakin negatif nilai SOI berarti semakin kuat kejadian panas warm event, sebaliknya semakin positif nilai SOI semakin kuat kejadian dingin cold event. Tahun 2010 merupakan tahun La-Nina kuat. Hal tersebut didukung oleh data nilai SOI yang dicatat oleh Bureau of Meteorology BOM Australia yang menunjukkan bahwa nilai SOI +10 selama enam bulan Tabel 1. Tabel 1 Nilai SOI Southern Oscillation Index tahun 2010 Jan Feb Mar Apr Mei Jun -10 -15 -11 15 10 1.8 Jul Ags Sep Okt Nov Des 21 19 25 18 16 27 Tabel 2 Kriteria nilai SOI Southern Oscillation Index penentu ENSO El-Nino Southern Oscillation Nilai SOI P_Tahiti- P_Darwin Fenomena yang akan terjadi -10 selama 6 bulan El-nino kuat -5 sd -10 selama 6 bulan El-Nino lemah-sedang -5 sd +5 selama 6 bulan Normal +5 sd +10 selama 6 bulan La-Nina lemah-sedang +10 selama 6 bulan La-Nina kuat

2.2 Sistem Irigasi Berselang

Pengairan berselang adalah penerapan teknis pengairan yang dimaksudkan untuk menghemat penggunaan air. Pengairan berselang atau disebut juga intermitten adalah pengaturan kondisi lahan dalam kondisi kering dan tergenang secara bergantian sesuai fase pertumbuhan tanaman dan kondisi lahan. Hal yang sering dikhawatirkan petani dalam berusahatani padi diantaranya adalah kekurangan air terutama di musim kemarau. Dari hasil penelitian diketahui bahwa tanaman padi memerlukan air irigasi pada fase tertentu. Untuk mengatasi kelangkaan air pada fase tertentu, dikembangkan beberapa teknik pengelolaan lahan yang efisien dalam penggunaan air. Pengairan berselang dapat menghemat pemakaian air 15 – 30 tanpa menurunkan hasil panen BALITPA, 2009. Dalam menerapkan pengairan berselang, perlu dipertimbangkan bahwa cara ini dilakukan bergantung pada: • Jenis tanah; Tanah yang tidak bisa menahan air sebaiknya hati-hati dalam menerapkan cara pengairan berselang, demikian pula jenis tanah berat. • Pola pengairan di wilayah setempat; kalau pengairan sudah ditetapkan berselang setiap 3 hari maka ikutilah pola pengairan yang sudah ada. • Pada lahan sawah yang sulit dikeringkan karena drainase jelek, pengairan berselang tidak perlu dipraktekan. Manfaat atau keunggulan dari sistem irigasi berselang, antara lain menghemat air 3 irigasi sehingga areal yang dapat diairi menjadi lebih luas, memberi kesempatan kepada akar untuk mendapatkan udara sehingga dapat berkembang lebih dalam, mencegah timbulnya keracunan besi, mencegah penimbunan asam organik dan gas H 2 S yang menghambat perkembangan akar, mengaktifkan jasad renik mikroba yang bermanfaat, mengurangi kerebahan, mengurangi jumlah anakan yang tidak produktif tidak menghasilkan malai dan gabah, menyeragamkan pemasakan gabah dan mempercepat waktu panen, memudahkan pembenaman pupuk ke dalam tanah lapisan olah, dan memudahkan pengendalian hama keong mas, mengurangi penyebaran hama wereng coklat dan penggerek batang, dan mengurangi kerusakan tanaman padi karena hama tikus BALITPA, 2009

2.3 Respon