BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Deskripsi Variabel Penelitian
Konversi lahan karet menjadi lahan kelapa sawit diduga dipengaruhi oleh variabel biaya usahatani sebelum konversi lahan X
1
, harga karet ditingkat petani sebelum konversi lahan X
2
, pendapatan petani sebelum konversi lahan X
3
, pengeluaran keluarga sebelum konversi lahan X
4
, luas kepemilikan lahan X
5
, minat petani D
1
dan penyakit tanaman karet D
2
.
Tabel 5.1 Karakteristik Variabel Penelitian No
Karakteristik Variabel Range
Rata-rata
1 Luas lahan yang di konversi ha
0,5 – 5,0 1,65
2 Biaya usahatani Rpbulan
50.000 – 3.000.000 1.119.229
3 Harga karet Rpbulan
5.000 – 8.500 6.029
4 Pendapatan petani Rpbulan 1.000.000 – 8.100.000
2.937.357 5
Pengeluaran keluarga Rpbulan 1.000.000 – 4.200.000 2.444.529
6 Luas kepemilikan lahan ha
0,5 – 5 2,44
7 Minat petani
0 – 1 0,83
8 Penyakit tanaman karet
0 – 1 0,93
Sumber: Lampiran 2
1. Luas Lahan Yang dikonversi
Luas lahan yang dikonversi adalah luas lahan karet yang dialih fungsikan oleh petani sampel menjadi lahan kelapa sawit. Berdasarkan tabel 5.1 dapat dilihat
range luas lahan yang konversi 0,5 – 5,0 ha dengan rata-rata lahan karet yang konversi 1,65 ha.
2. Biaya Usahatani Sebelum Konversi
Biaya usahatani sebelum konversi adalah biaya yang harus dikeluarkan petani dalam menjalankan usahataninya. Biaya usahatani ini meliputi : pupuk, pestisida,
upah tenaga kerja dan lain-lain. Berdasarkan tabel 5.1 dapat dilihat biaya
43
usahatani rata-rata Rp 1.119.229bulan dengan range Rp 50.000 – 3.000.000bulan.
3. Harga Karet
Harga karet adalah harga yang diterima petani dari penjualan karetnya. Harga karet petani di Kecamatan STM Hulu rata-rata Rp 6.029 dan range Rp 5.000 –
8.500
4. Pendapatan Petani Sebelum Konversi
Pendapatan petani sebelum konversi adalah imbalan yang diterima oleh petani karet dari hasil kegiatan usahatani yang diperoleh dari selisih penerimaan petani
dengan total biaya produksi yang dikeluarkan petani dalam usahataninya.
Berdasarkan tabel 5.1 dilihat range pendapatan sebelum alih fungsi sebesar Rp
1.000.000 – 8.100.000 dengan rata-rata Rp 2.937.357.
5. Pengeluaran Keluarga Sebelum Konversi
Pengeluaran keluarga sebelum konversi adalah biaya yang dikeluarkan petani responden dalam sebulan untuk menghidupi keluarga seperti biaya makan,
sekolah anak, trasportasi dan termasuk didalamnya biaya untuk kesehatan serta
kebutuhan keluarga lainnya. Berdasarkan tabel 5.1 rata-rata pengeluaran keluarga
sebesar Rp 2.444.529bulan dengan range Rp 1.000.000 – 4.200.000bulan.
6. Luas Kepemilikan Lahan
Luas kepemilikan lahan adalah jumlah keseluruhan luas lahan yang dimiliki petani baik itu lahan basah maupun lahan kering pada saat sebelum
mengkonversikan lahannya menjadi lahan kelapa sawit. Lahan kering bukan hanya digunakan untuk tanaman karet saja tetapi juga diusahakan untuk komoditi
lainnya seperti kelapa sawit, kakao, salak dan lainnya. Berdasarkan tabel 5.1 dapat
dilihat rata-rata luas kepemilikan lahan adalah 2,44 ha dan range 0,5 – 5 ha.
7. Minat Petani
Minat petani adalah keinginan petaniresponden mengkonversikan lahannya apakah karena kemauan sendiri atau dikarenakan ikut-ikutan dengan orang lain
seperti tetangga, teman atau pendatang banyak pendatang yang mengusahakan
komoditi kelapa sawit. Berdasarkan tabel 5.1 dapat dilihat range 0-1 dengan rata-
rata 0,83.
8. Penyakit Tanaman Karet
Penyakit tanaman karet adalah banyak atau sedikitnya penyakit yang menyerang tanaman karet petani penyakit akar putih, akar merah, jamur upas, kanker bercak,
busuk pangkal batang, kanker garis dan embun tepung yang menyebabkan kerugian bagi petani seperti matinya pohon karet atau tingginya biaya dalam
menanggulangi dan mencegah berbagai penyakit tersebut. Berdasarkan tabel 5.1
dapat dilihat range 0 – 1 dengan rata-rata 0,93.
Uji Asumsi Ordinary Least Squares OLS
Sebelum dilakukan uji kesesuaian goodness of fit model terhadap variabel dilakukan uji asumsi klasik, mencakup uji multikolinieritas, uji heterokedastisitas,
uji autokolerasi dan uji normalitas. Pengujian ini dilakukan untuk mendeteksi terpenuhinya asumsi-asumsi dalam model regresi linier konversi lahan karet
rakyat menjadi lahan kelapa sawit rakyat yang dispesifikasi. Hasil pengujian asumsi klasik diuraikan pada bagian berikut.
1. Uji Multikolinieritas Multikolinieritas adalah suatu keadaan dimana variabel-variabel bebas saling
berkorelasi satu dengan lainnya. Persamaan regresi linier berganda yang baik adalah persamaan yang bebas dari adanya multikolinieritas antara variabel-
variabel bebasnya. Sebagai alat ukur yang sering digunakan untuk mengukur ada tidaknya variabel yang berkorelasi, maka digunakan alat uji statistik
multikolinieritas collinierity statistics dengan menggunakan nilai Variance Inflation Factor VIF. Dimana apabila nilai toleransi tolerance 0,1 dan nilai
VIF 10 menunjukkan bahwa model regresi linier berganda terbebas dari masalah multikolinieritas. Hasil uji asumsi multikolinieritas untuk model konversi
lahan karet menjadi kelapa sawit dapat ditunjukkan pada tabel 5.2.
Tabel 5.2 Hasil Uji Multikolinieritas Menggunakan Statistik Kolinieritas No
Variabel Bebas Collinerity Statistics
Tollerance VIF
1 Biaya usahatani sebelum konversi
0,492 2.035
2 Harga karet sebelum konversi
0,934 1,071
3 Pendapatan petani sebelum konversi
0,593 1,687
4 Pengeluaran keluarga sebelum konversi
0,207 4,839
5 Luas kepemilikan lahan
0,209 4,792
6 Minat petani
0,869 1,150
7 Penyakit tanaman karet
0,945 1,058
Sumber : Analisis Data Primer, 2015
Tabel 5.2 menunjukkan bahwa masing-masing variabel bebas memiliki nilai VIF 10 dan nilai toleransi tolerance 0,1. Maka dapat dinyatakan model regresi
linier konversi lahan karet rakyat menjadi lahan kelapa sawit rakyat terbebas dari masalah multikolinieritas yaitu tidak ada hubungan antar variabel independen.
2. Uji Autokorelasi Autokorelasi didefenisikan sebagai korelasi antara anggota observasi dalam
beberapa deret waktu serial correlation atau antara anggota observasi berbagai
objek atau ruang spatial correlation. Untuk mengetahui ada tidaknya gejala autokorelasi dalam model regresi yang digunakan, maka cara yang digunakan
dengan melakukan pengujian serial korelasi dengan metode Durbin-Watson. Pengambilan keputusan ada tidaknya autokorelasi pada uji Durbin Watson sebagai
berikut. • Bila nilai du dw 4 – du maka H0 diterima, artinya tidak terjadi autokorelasi.
• Bila nilai dw dl atau dw 4 – dl maka H0 ditolak, artinya terjadi autokorelasi • Bila nilai dl dw du atau 4 – du dw 4 – dl, artinya tidak ada kepastian atau
kesimpulan yang pasti.
Tabel 5.3 Uji Autokorelasi
Model Summary
b
Model R
R Square Adjusted R
Square Std. Error of the
Estimate Durbin-Watson
1 .970
a
.940 .934
.2884 2.086
a. Predictors: Constant, D2 penyakit tanaman karet, x2 harga karet ditingkat petani, x3 pendapatan usahatani, D1 minat petani, x4 pengeluaran keluarga, x1
biaya usahatani, x5 luas kepemilikan lahan b. Dependent Variable: y luas alih fungsi
Sumber : Analisis Data Primer, 2015
Nilai Durbin-Watson bernilai 2,086, berdasarkan syarat pengambilan keputusan pada uji Durbin-Watson diperoleh kesimpulan sesuai dengan poin 1 yakni tidak
ada gejala autokorelasi pada analisis faktor-faktor yang mempengaruhi konversi lahan karet rakyat menjadi lahan kelapa sawit rakyat di Kecamatan STM Hulu
dikarenakan nilai Durbin-Watson 2,086 berada diantara du dw 4 – du yakni 1,8366 2,086 2,1634.
3. Uji Heteroskedastisitas Uji heteroskedastisitas dilakukan untuk menguji apakah dalam sebuah model
regresi, terjadi perbedaan varian residual dari suatu periode pengamatan ke pengamatan yang lain. Jika varian residual dari suatu periode pengamatan ke
pengamatan lain tetap, maka disebut homoskedastisitas. Jika varian berbeda, maka disebut heteroskedastisitas. Model regresi yang baik adalah jika tidak terjadi
heteroskedastisitas. Hasil uji heteroskedastisitas model faktor-faktor yang mempengaruhi konversi lahan karet rakyat menjadi lahan kelapa sawit rakyat
disajikan pada gambar 5.1. Metode grafik menunjukkan penyebaran titik-titik varian residual sebagai berikut.
a. Titik-titik data menyebar di atas dan di bawah atau di sekitar angka 0. b. Titik data tidak mengumpul hanya di atas atau di bawah saja.
c. Penyebaran titik-titik data tidak membentuk pola bergelombang menyebar kemudian menyempit dan melebar kembali.
d. Penyebaran titik-titik data tidak berpola. Maka dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi heteroskedastisitas dalam model
regresi linier konversi lahan karet rakyat menjadi kelapa sawit rakyat.
Sumber : Analisis Data Primer, 2015
Gambar 5.1. Grafik Uji Heteroskedastisitas
4. Uji Normalitas Uji normalitas data bertujuan untuk menguji apakah residual dalam model regresi
memiliki distribusi normal. Uji ini dapat dilakukan dengan menggunakan normal probability plot dan diagram histogram yang tidak condong ke kiri maupun ke
kanan. Hasil uji normalitas residual model konversi lahan karet rakyat menjadi lahan kelapa sawit rakyat disajikan pada Gambar 5.2.
Gambar 5.2 menunjukkan bahwa residual terdistribusi dengan normal. Data terlihat menyebar mengikuti garis diagonal dan diagram histogram yang tidak
condong ke kiri maupun ke kanan.
Sumber : Analisis Data Primer, 2015
Gambar 5.2. Grafik Uji Normalitas
Uji normalitas dapat juga dilakukan dengan uji Kolmogorov-Smirnov. Uji Kolmogorov-Smirnov bertujuan membandingkan sebaran residual dengan sebaran
normal. Hipotesis yang diajukan adalah “Ho: tidak ada perbedaan sebaran residual dengan sebaran normal” dan “H1: ada perbedaan distribusi residual dengan
distribusi normal”. Hasil uji Kolmogorov-Smirnov disajikan pada tabel 5.4.
Tabel 5.4 Uji Normalitas
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
Unstandardized Residual
N 70
Normal Parameters
a
Mean .0000000
Std. Deviation .27336425
Most Extreme Differences Absolute
.105 Positive
.071 Negative
-.105 Kolmogorov-Smirnov Z
.876 Asymp. Sig. 2-tailed
.426 a. Test distribution is Normal.
Sumber : Analisis Dta Primer,2015
Nilai uji Kolmogorov-Smirnov Z diperoleh pada kolom Asymp. Sig. 2-tailed sebesar 0,426, lebih besar dari 0,05, berarti Ho diterima, yaitu tidak ada perbedaan
distribusi residual dengan distribusi normal, sehingga dapat disimpulkan bahwa residual model terdistribusi normal.
5.2 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Konversi Lahan Karet Menjadi Lahan Kelapa Sawit