PROSEDUR PEROLEHAN IZIN PENANAMAN MODAL DITINJAU

BAB IV PROSEDUR PEROLEHAN IZIN PENANAMAN MODAL DITINJAU

DARI HUKUM ADMINISTRASI NEGARA A. Kebijakan Pemerintah Dalam Penanaman Modal Pemerintah memberi perlakuan yang sama bagi penanam modal dalam negeri dan penanam modal asing dengan tetap memperhatikan kepentingan nasional. 116 Serangkaian upaya pembenahanpenyempurnaan terhadap kebijakan dan ketentuan perundang-undangan di bidang penanaman modal terus menerus diupayakan oleh pemerintah untuk menciptakan iklim penanaman modal yang favourable mencakup antara lain sebagai berikut. 117 1. Menyederhanakan Proses dan Tata Cara Perizinan dan Persetujuan dalam Rangka Penanaman Modal Hal ini dilakukan dengan menetapkan serangkaian peraturan perundangan- undangan, yaitu: a. Keppres Nomor 115 Tahun 1998 tentang Perubahan atas keputusan Presiden Nomor 97 Tahun 1993 tentang Tata Cara Penanaman Modal; b. Instruksi Presiden Nomor 22 Tahun 1998 tentang Penghapusan Memiki Rekomendasi Instansi Teknis dalam Permohonan Persetujuan Penanaman Modal; c. Instruksi Presiden Nomor 23 Tahun 1998 tentang Penghapusan Ketentuan Kewajiban Memiliki Persetujuan Prinsip dalam Pelaksanaan Realisasi Penanaman Modal di Daerah; d. Keputusan Menteri Negara InvestasiKepala BKPM Nomor 30SK1998 tentang Pedoman dan Tata Cara Permohonan Penanaman Modal yang didirikan dalam rangka PMDN dan PMA; 116 Pasal 4 ayat 2 UUPM 117 Ana Rokhmatussa’dyah dan Suratman, Hukum Investasi dan Pasar Modal, Jakarta: Sinar Grafika, 2011, hlm. 83. e. Keputusan bersama Menteri Luar Negeri dan Menteri Negara InvestasiKepala BKPM Nomor KB 076OTV6901 dan Nomor 10SK1999 tentang Penugasan Khusus kepada Perwakilan RI di Luar Negeri untuk Lebih Menarik Masuknya Investasi ke Indonesia; f. Keputusan Menteri InvestasiKepala BKPM Nomor 21SK1998 tentang Pelimpahan Kewenangan Pemberian Persetujuan dan Fasilitas serta Perizinan Pelaksanaan Penanaman Modal Dalam Negeri Tertentu kepada Gubernur Kepala Daerah Tingkat I; g. Keputusan Menteri Negara InvestasiKepala BKPM Nomor 37SK1999 tanggal 6 Oktober 1999 tentang Pelimpahan Kewenangan Pemberian Persetujuan dan Fasilitas serta Perizinan Pelaksanaan Penanaman Modal kepada Gubernur Kepala Daerah Provinsi; h. Keputusan Menteri Negara InvestasiKepala BKPM Nomor 38 Tahun 1999 tentang Prosedur dan Tata Cara Penanaman Modal PMA dan PMDN; dan lain-lain. 2. Membuka Secara Lebih Luas Bidang-Bidang yang Semula Tertutup atau Dibatasi Terhadap Penanaman Modal Asing. Kebijakan ini antara lain dilaksanakan dengan cara mengevaluasi secara rutin dan terus-menerus Daftar Negatif Investasi Negative List disingkat DNI. Pemerintah dalam hal ini telah berupaya untuk membuka seluruh kegiatan usaha termasuk dalam DNI. Hal itu dilakukan dengan menyempurnakan Keppres Nomor 96 Tahun 1998 tentang DNI. Dengan demikian diharapkan akan meberikan peluang investasi yang lebih luas bagi para investor domestic maupun asing, dan mengantisipasi arus liberalisasi investasi serta perdagangan dunia yang berkembang pesat. Penyempurnaan DNI yang diusulkan adalah jumlah bidang usaha yang semua tertutup mutlak bagi penanaman modal sebanyak 16 enam belas bidang usaha diubah menjadi 10 sepuluh bidang usaha.Jumlah bidang usaha yang tertutup bagi PMA yang semula 9 Sembilan bidang usaha diubah menjadi 8 delapan bidang usaha. 3. Penawaran Berbagai Insentif di Bidang Perpajakan dan Non Perpajakan Berbagai bentuk insentif di bidang perpajakan meliputi, antara lain: a. PP Nomor 45 Tahun 1996 tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan Wajib Pajak Badan untuk Usaha Industri Tertentu; b. PP Nomor 33 Tahun 1996 sebagaimana diubah dengan PP Nomor 43 Tahun 1997 Mengenai Tempat Penimbunan Berikat; c. PP Nomor 3 Tahun 1996 tentang Pemberlakuan Perpajakan bagi Pengusaha kena Pajak Berstatus Enreport Produksi untuk Tujuan Ekspor EPTE dan Perusahaan pengolahan di Kawasan Berikat; d. PP Nomor 34 Tahun 1994 tentang Fasilitas Perpajakan atas Penanaman Modal di Bidang-Bidang Tertentu danatau Daerah-Daerah Tertentu; e. Keppres Nomor 7 Tahun 1999 tentang Kriteria Penilaian Pemberian Fasilitas Perpajakan di Bidang Usaha Industri Tertentu; f. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 44KMK.011998 tentang Pajak Penghasilan yang ditanggung Pemerintah atas Penghasilan Wajib Pajak Badan Usaha Industri tertentu sesuai dengan PP Nomor 45 Tahun 1996; dan lain-lain. 4. Menyempurnakan Berbagai Produk Hukum dengan Mengeluarkan Peraturan Perundang-Undangan Baru yang Menjamin Iklim Investasi yang Sehat Berbagaio bentuk produk hukum di bidang Hukum Ekonomi yang diharapkan dapat menunjang iklim investasi yang sehat meliputi, antara lain: 1 Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan; 2 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat; 3 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen; 4 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. 5. Menyempurnakan Proses Penegakan Hukum dan Penyelesaian Sengketa yang Efektif dan Adil Dalam rangka menegakkan supremasi hukum serta mendapatkan tata cara penyelesaian sengketa di bidang invetasi yang efektif dan adil, telah ditempuh berbagai upaya yang mencakup, antara lain sebagai berikut. a. Menetapkan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Abitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa. Pemberlakuan undang-undang ini diharapkan akan mampu mengurangi secara substansial penumpukan kasus yang tidak tertangani di pengadilan yang setiap tahun mencapai angka sekitar 13.500 kasus. b. Menjadikan badan peradilan sebagai lembaga yang bebas dari pengaruh eksekutif denghan mengembalikan fungsi pembinaan dan pengawasan hakim kepada Mahkamah Agung. c. Meratifikasi New York Conventin on Recognition and Enforcement of Foreign Arbitral Award of 1958 yang mengakui dan menjadi dasar dari berlakunya keputusan abitrase asing baik atas sengketa investasi yang diselesaikan melalui forum ICSID International Center for Settlement of Invesment Disputes maupun sengketa yang diselesaikan melalui forum abitrase dari ICC International Chamber of Commerce. 6. Meningkatkan Pengakuan dan Perlindungan HaKI Hak atas Kekayaan Intelektual Salah satu faktor yang dipertimbangkan oleh investor asing untuk menanamkan modalnya di suatu negara adalah sejauh mana negara tersebut host country mengakui dan melindungi HaKI asing. Dalam konteks ini, Indonesia telah melakukan serangkaian penyempurnaan baik dari segi instrument hukumnya maupun dari segi penegakan hukumnya dalam rangka pengakuan dan perlindungan HaKI. Langkah-langkah yang telah ditempuh tersebut mencakup: a. Menyempurnakan ketentuan-ketentuan mengenai Hak Cipta dengan memberlakukan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1997 dengan mengubah Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1982 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1987; b. Menyempurnakan ketentuan-ketentuan mengenai Paten dengan Undang- Undang Nomor 13 Tahun 1997 dengan mengubah Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1989 tentang Paten; c. Meratifikasi Patent Cooperation Treaty PCT and Regulations under the PCT of 1985 dengan Keppres Nomor 16 Tahun 1997; d. Meratifikasi Agreement Establishing the World Trade Organization of 1994 khususnya menyangkut Agreement on Trade Related Aspects of Intelectual Property Rights, Including Trade in Counterfeit Goods TRIPs dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1994, ketentuan mana akan mulai efektif berlaku pada tanggal 1 Januari Tahun 2000;dan lain-lain. 7. Membuka Kemungkinan Pemilikan Saham Asing yang Lebih Besar Sesuai dengan ketentuan PP Nomor 20 Tahun 1994, dimungkinkan kepemilikan saham asing sebesar 100 pada perusahaan PMA. Sementara itu sebagai upaya mempercepat pemulihan ekonomi, terutama pada sektor riil, telah dikeluarkan Keputusan Menteri InvestasiKepada BKPM Nomor 12SK1999 tentang Partisipasi Modal dalam Perusahaan Holding, yang memberikan kesempatan baik kepada perusahaan asing maupun warga negara asing untuk mendirikan usaha baru atau berpartisipasi dalam permodalan perusahaan lain serta permohonan pada perusahaan yang sudah ada yang bergerak di bidang partisipasi permodalan. Untuk partisipasi bidang permodalan tersebut harus berbentuk kepemilikan saham serta sesuai dengan PP Nomor 15 Tahun 1999 mengenai Bentuk-Bentuk Klaim yang Dapat Dikompensasikan sebagai Pembayaran Saham. 8. Menyempurnakan Tugas, Fungsi, dan Wewenang Instansi Terkait untuk Dapat Memberikan Pelayanan yang Lebih Baik Dalam rangka memberikan pelayanan yang lebih baik terhadap calon investor asing maupun investor domestic, maka BKPM yang selama ini bertindak sebagai one stop invesrment service center dapat terus ditingkatkan kinerjanya serta meningkatkan koordinasi dengan BKPMD, Pemerintah Daerah maupun instansi-instansi teknis terkait.

B. Sektor Usaha Penanaman Modal