BAB III PELAYANAN PENGURUSAN IZIN PENANAMAN MODAL
A. Tinjauan Tentang Izin Penanaman Modal
Penanaman modal mempunyai arti yang sangat penting bagi pembangunan ekonomi nasional sebagaimana tujuan yang hendak dicapai melalui Undang-
undang No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal yang selanjutnya disebut dengan UUPM. Dengan diundangkannya UUPM yang baru tersebut maka semua
undang-undang terdahulu yang mengatur Penanaman Modal UU tentang PMA dan PMDN sebagaimana diatur dalam UU No. 1 Tahun 19967 jo UU No. 11
Tahun 1970 dan UU No. 6 Tahun 1968 jo UU No. 12 Tahun 1970 dinyatakan tidak berlaku lagi.
68
“Semua ketentuan peraturan perundang-undangan yang merupakan peraturan pelaksana dari UU No.1 Tahun 1967 jo UU No. 11 Tahun 1970 dan UU No. 6
Tahun 1968 jo UU No. 12 Tahun 1970 dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dan belum diatur dengan peraturan pelaksana yang baru
berdasarkan undang-undang ini.” Undang-Undang No. 25 Tahun 2007 ini menjadi satu-satunya undang-
undang yang mengatur tentang penanaman modal di Indonesia. Untuk melaksanakannya diperlukan pengaturan teknis melalui peraturan pemerintah dan
peraturan pelaksana lainnya sesuai yang disyaratkan oleh UUPM tersebut. Sambil menanti peraturan pelaksana yang mengatur lebih teknis, maka dalam ketentuan
peralihan pasal 37 UUPM dinyatakan :
69
Dalam Pasal 2 UUPM dinyatakan bahwa ketentuan dalam undang-undang ini berlaku bagi penanaman modal disemua sektor wilayah Republik Indonesia,
68
Adang Abdullah, “Tinjauan Hukum atas UUPM No. 25 Tahun 2007”, Jurnal Hukum Bisnis. Vol. 26 – No. 4 Tahun 2007, hlm. 5.
69
Pasal 37 UUPM
sebagaimana dalam penjelasan yang dimaksud dengan penanaman modal di semua sektor di wilayah Negara Republik Indonesia adalah penanaman modal
langsung, dan tidak termasuk penanaman modal tidak langsung atau portofolio.
70
Pasal 1 angka 1 UUPM menyebutkan penanaman modal adalah segala bentuk kegiatan menanam modal, baik oleh penanam modal dalam negeri maupun
penanam modal asing untuk melakukan usaha di wilayah negara Republik Indonesia.
Penyelenggaraan penanaman modal disemua sektor diatur dalam Peraturan Presiden Republik Indonesia No. 39 Tahun 2014 tentang Daftar Bidang Usaha
Yang Tertutup dan Bidang Usaha Yang Terbuka Dengan Persyaratan Di Bidang Penanaman Modal.
71
Selanjutnya yang dimaksud dengan penanam modal menurut Pasal 1 angka 4 UUPM adalah perseorangan atau badan usaha yang melakukan
penanaman modal yang dapat berupa penanam modal dalam negeri dan penanam modal asing.
72
1. Suatu tindakan untuk membeli saham, obligasi atau suatu penyertaan
lainnya. Adapun yang di artikan penanaman modalinvestasi dilihat dari sudut
pandang ekonomi yang memandang investasi sebagai salah satu faktor produksi di samping faktor produksi lainnya, investasi dapat diartikan sebagai:
70
Pasal 2 UUPM dan Penjelasannya, lihat juga Dhaniswara K. Harjono, Hukum Penanaman Modal Tinjauan Terhadap Pemberlakuan Undang-Undang No.25 Tahun 2007
Tentang Penanaman Modal, Jakarta : RajaGrafindo Persada, 2007, hlm. 11-13, menyebutkan Investasi Langsung Direct Invesment atau investasi jangka panjang ini dapat dilakukan dengan
mendirikan perusahaan patungan Joint Vertune Company dengan mitra local, melakukan kerjasama operasi Joint Operation Scheme tanpa membentuk perusahaan baru, mengonversikan
pinjaman menjadi penyertaan mayoritas dalam perusahaan local, memberikan bantuan teknis dan manajerial technical and management assistance maupun dengan memberikan lisensi. Investasi
tidak langsung indirect investment atau Portofolio Invesment pada umumnya merupakan penanaman modal jangka pendek yang mencakup kegiatan transaksi di pasar modal dan di pasar
uang. Penanaman modal ini disebut dengan penanaman modal jangka pendek pada umumnya, jual beli saham dan atau mata uang dalam jangka waktu relative singkat tergantung kepada fluktuasi
nilai saham danatau mata uang yang hendak mereka jual belikan.
71
Pasal 1 angka 1 UUPM.
72
Pasal 1 angka 4 UUPM.
2. Suatu tindakan memberi barang-barang modal.
3. Pemanfaatan dana yang tersedia untuk produksi dengan pendapatan di
masa mendatang.
73
Karena Undang-undang No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal merupakan peraturan organik mengenai penanaman modal di Republik Indonesia
dengan tujuan untuk membuat kepastian hukum tentang penanaman modal yang di dalamnya mengatur mengenai penanaman modal dalam negeri PMDN dan
penanaman modal asing PMA, maka perlu diperjelas pengertian dari kedua jenis penanaman modal tersebut.
Sebelum berlakunya Undang-Undang No. 25 Tahun 2007, keberadaan penanaman modal dalam negeri diatur di atur dalam peraturan perundang-
undangan yang mengkhususkan tentang penanaman modal dalam negeri yakni UU No. 6 Tahun 1968 tentang Penanaman Modal Dalam Negeri. Menurut
undang-undang tersebut, yang dikatakan penanaman modal dalam negeri adalah penggunaan modal dalam negeri yang merupakan bagian dari kekayaan
masyarakat Indonesia termasuk hak-haknya dan benda-bendanya baik yang dimiliki oleh negara maupun swasta asing yang berdomisili di Indonesia yang
disisikandisediakan guna menjalankan usaha sepanjang modal tersebut tidak diatur dalam Pasal 2 UU No.1 Tahun 1967 bagi usaha-usaha yang mendorong
pembangunan ekonomi pada umumnya. Penanaman modal tersebut dapat dilakukan secara langsung atau tidak
langsungoleh pemiliknya sendiri atau dengan kata lain oleh investor, yaitu melalui pembelian obligasi-obligasi, surat-surat perbendaharaan negara, emisi-emisi
lainnya seperti saham-saham yang dikeluarkan oleh perusahaan serta deposito dan tabungan yang berjangka sekurang-kurangnya 1 satu tahun.
Selanjutnya menerut ketentuan Pasal 1 angka 5 Undang-Undang No. 25 Tahun 2007 dikatakan bahwa penanaman modal dalam negeri adalah kegiatan
menanam modal untuk melakukan usaha di wilayah negara Republik Indonesia
73
Dhaniswara K. Harjono, Hukum …, Op.cit, hlm. 11.
yang dilakukan oleh penanam modal dalam negeri dengan menggunakan modal dalam negeri.
74
Selanjutnya pada pasal 1 angka 30 UUPM memberikan pengertian tentang penanaman modal asing yang dikatakan bahwa penanaman modal asing
adalah kegiatan menanam modal untuk melakukan usaha di wilayah Republik Indonesia yang dilakukan oleh penanam modal asing, baik yang menggunakan
modal asing sepenuhnya maupun yang berpatungan dengan penanaman modal dalam negeri.
Sama halnya dengan penanaman modal dalam negeri, sebelum berlakunya Undang- Undang No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal yang disebut
UUPM, keberadaan penanaman modal asing juga diatur dalam suatu ketentuan perundang-undangan tersendiri, yakni Undang-Undang No. 1 Tahun 1967 tentang
Penanaman Modal Asing yang merupakan undang-undang organik yang mengatur mengenai penanaman modal asing.
Berbeda dengan Undang-Undang No. 6 Tahun 1968 tentang Penanaman Modal Dalam Negeri yang memberikan pengertian penanaman modal dalam
negeri, Undang-Undang No. 1 Tahun 1967 tidak merumuskanmengartikan pengertian penanaman modal asing serta menentukan bentuk penanaman modal
asing yang dianut. Penanaman modal asing yang dimaksud oleh Undang-Undang No.1 Tahun
1967 hanyalah meliputi penanaman modal secara langsung yang dapat dilakukan menurut atau berdasarkan ketentuan undang-undang dan yang digunakan untuk
menjalankan suatu perusahaan di Indonesia. Dalam arti bahwa pemilik modal secara langsung menanggung resiko dari penanaman modal yang telah
ditanamkan.
75
Undang-Undang No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal dapat dinyatakan sudah mencakup semua aspek penting termasuk didalamnya soal
74
Pasal 1 angka 5 UUPM
75
Pasal 1 angka 30 UUPM
pelayanan, koordinasi, fasilitas hak dan kewajiban investor, ketenagakerjaan, dan sektor-sektor lain yang dapat dimasukin oleh para investor dalam melakukan
penanaman modal yang terkait erat dengan upaya peningkatan investasi dari sisi pemerintah dan kepastian berinvestasi dari sisi penanam modal atau
pengusahainvestor baik itu investor asing maupun dalam negeri. Kepastian hukum dan keamanan menjadi masalah urgentserius yang
dihadapi oleh para investor, dan sangat berpengaruh positif terhadap penanaman modal di negara Republik Indonesia, hal lain yang sangat penting dalam sektor
administrasi negara adalah kegiatan penyelenggaraan perizinan penanaman modal. Dalam hal membahas perizinan penanaman modal ada tiga hal yang perlu
diketahui, yaitu sebagai berikut: 1.
Izin investasi dapat dilihat sebagai sesuatu yang berdiri sendiri, tetapi harus menjadi satu paket dengan izin-izin yang lain yang secara
langsung atau tidak langsung memperngaruhi kegiatan usaha atau menentukan untung ruginya suatu usaha.
2. Selain harus sejalan dengan atu didukung oleh undang-undang ini yang
secara langsung maupun tidak langsung mempengaruhi kelancaran penanaman modal di dalam negeri, UUPM harus dapat memberikan
solusi paling efektif terhadap permasalahan-permasalahan lainnya yang juga sangat berpengaruh terhadap kegiatan investasi, contohnya
persoalan pembebasan tanah. 3.
Birokrasi yang tercermikan oleh antara lain prosedur administrasi dalam mengurus investasi seperti perizinan, persyaratan atau
peraturan lainnya yang berbelit-belit dan langkah prosedur yang tidak jelas.
76
Adanya wewenang pemerintah daerah untuk penyelenggaraan penanaman modal dapat dilihat dalam pasal 30 angka 2 yang menyebutkan bahwa
76
Tulus Tahi Hamonangan Tambunan “Kendala Perizinan Dalam Kegiatan Penanaman Modal Di Indonesia Dan Upaya Perbaikan Yang Perlu Dilakukkan Pemerintah”, Jurnal Hukum
Bisnis. Vol. 26 – No. 4 tahun 2007, hlm. 5.
“pemerintah daerah menyelenggarakan urusan penanaman modal yang menjadi kewenangannya, kecuali urusan penyelenggaraaan penanaman modal yang
menjadi urusan pemerintah.
77
Di samping itu penyelenggaraan penanaman modal yang ruang lingkupnya lintas kabupatenkota menjadi urusan Pemerintah
Provinsi
78
, dan penyelenggaraan penanaman modal yang ruang lingkupnya berada dalam satu kabupatenkota menjadi urusan pemerintah kabupatenkota.
79
Ketentuan peraturan perundang-undangan harus sesuai dengan asas penyelenggaraan pemerintahan negara dan daerah, maka lembaga pemerintahan
baik pusat maupun daerah memiliki wewenang masing-masing atau tanggungjawab dalam mengurusi daerahnya. Berdasarkan Undang-Undang No. 23
Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, Pasal 9 angka 1menyebutkan urusan pemerintahan terdiri atas urusan pemerintahan absolut, urusan pemerintah
konkuren, dan urusan pemerintahan umum.
80
Adapun yang dimaksud urusan absolut adalah urusan pemerintah yang sepenuhnya menjadi kewenangan
pemerintah pusat.
81
Adapula yang dimaksud dalam urusan pemerintah konkuren adalah urusan pemerintahan yang dibagi antara pemerintah pusat dan daerah
provinsi dan daerah kabupatenkota yang dimana urusan pemerintahan konkuren yang diserahkan ke daerah menjadi dasar pelaksanaan otonomi
daerah.
82
Sedangkan yang dimaksud urusan pemerintahan umum adalah urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan Presiden sebagai kepala pemerintahan.
83
Dalam Undang-Undang No. 23 Tahun 2014 pada pasal 10 angka 1 menyebutkan wewenang pemerintahan absolut meliputi bidang politik luar negeri, pertahanan
keamanan, yustisi, moneter dan fiskal nasional, dan agama.
84
77
Pasal 30 angka 2 UUPM
78
Pasal 30 angka 5 UUPM
79
Pasal 30 angka 6 UUPM
80
Pasal 9 angka 1 Undang-Undang No. 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah
81
Pasal 9 angka 2 Undang-Undang No. 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah
82
Pasal 9 angka 3 dan 4 Undang-Undang No. 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah
83
Pasal 9 angka 5 Undang-Undang No. 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah
84
Pasal 10 angka 1 Undang-Undang No. 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah
Dalam Pasal 11 Undang-Undang No. 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah, urusan wajib menjadi kewenangan pemerintah pemerintah
daerah provinsi atau yang disebut urusan pemerintahan konkuren yang menjadi kewenangan daerah terdiri atas urusan pemerintahan wajib dan urusan
pemerintahan pilihan.
85
a. Pendidikan;
Urusan pemerintah wajib tersebut terbagi menjadi dua bagian yakni urusan pemerintahan yang berkaitan dengan pelayanan dasar dan
urusan pemerintahan yang tidak berkaitan dengan pelayanan dasar. Dalam hal ini yang merupakan urusan pemerintahan wajib yang berkaitan dengan pelayanan
dasar adalah:
b. Kesehatan
c. Perkerjaan umum dan penataan ruang;
d. Perumahan rakyat dan kawasan pemukiman;
e. Ketentraman, ketertiban umum, dan pelindungan masyarakat; dan
f. sosial
86
Kewenangan urusan pemerintah wajib yang tidak berkaitan dengan pelayanan dasar diatur dalam pasal 12 angka 2 antara lain sebagai
berikut: a.
tenaga kerja; b.
pemberdayaan perempuan dan pelindungan anak; c.
pangan; d.
pertanahan; e.
lingkungan hidup; f.
administrasi kependudukan dan pencatatan sipil; g.
pemberdayaan masyarakat dan desa; h.
pengendalian penduduk dan keluarga berencana; i.
perhubungan; j.
komunikasi dan informatika;
85
Pasal 11 Undang-Undang No. 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah
86
Pasal 12 angka 1 Undang-Undang No. 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah
k. koperasi, usaha kecil, dan menengah;
l. penanaman modal;
m. kepemudaan dan olah raga;
n. statistik;
o. persandian;
p. kebudayaan;
q. perpustakaan; dan
r. kearsipan.
87
Sedangkan yang menjadi kewenagan urusan pemerintah pilihan meliputi: a.
kelautan dan perikanan; b.
pariwisata; c.
pertanian; d.
kehutanan; e.
energi dan sumber daya mineral; f.
perdagangan; g.
perindustrian; dan h.
transmigrasi.
88
Dapat disimpulkan penyelenggaraan penanaman modal telah dilimpahkan dalam urusan pemerintahan konkuren kepada pemerintah daerah dalam Undang-
Undang No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah yang menyatakan masalah penanaman modal tetap menjadi kewenangan pemerintah daerah yang
mana pemerintah provinsi dapat memberikan pelayanan administrasi penanaman modal termasuk lintas kabupatenkota, dan dilimpahkan juga kepada pemerintah
kabupatenkota untuk memberikan pelayanan administrasi penanaman modal yang didasarkan pada prinsip akuntabilitas, efisiensi, dan eksternalitas, serta
kepentingan stategis nasional.
87
Pasal 12 angka 2 Undang-Undang No. 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah
88
Pasal 12 angka 3 Undang-Undang No. 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah
Sebagaimana kita diketahui, untuk melaksanakan investasi dibutuhkan sejumlah izin baik yang dikeluarkan oleh instansi pemerintah pusat maupun
daerah, selain membutuhkan waktu yang cukup lama juga dibutuhkan biaya yang tidak sedikit. Maka hal di ataslah yang mendasari pemikiran pengambilan
kebijakan agar pelayanan penanaman modal dapat dilakukan dalam satu atap guna untuk memudahkan dalam proses penanaman modal di Indonesia.
Keputusan Presiden No.29 Tahun 2004 menentukan bahwa pelayanan persetujuan, perizinan, dan fasilitas penanaman modal dalam rangka penanaman
modal asing dan penanaman modal dalam negeri dilaksanakan oleh Badan Koordinasi Penanaman Modal BKPM. Pelaksanaan kebijaksanaan tersebut
didasarkan pada pelimpahan kewenangan dari Menteri InvestasiKepala Lembaha Pemerintah Non Departemen yang membina bidang usaha penanaman modal yang
bersangkutan melalui sistem pelayanan satu atap.
89
Berbeda dengan konsep sentralisasi yang pernah berlaku yang sifatnya memaksa imperatif, tetapi konsep perizinan berdasarkan Keputusan Presiden
No. 29 Tahun 2004 lebih bersifat suka rela. Prinsip suka rela dapat dilihat secara jelas, bahwa di dalam keputusan presiden tersebut dinyatakan
GubernurBupatiWalikota sesuai dengan kewenangannya dapat melimpahkan kewenangan pelayanan persetujuan, perizinan dan fasilitas penanaman modal
sebagai bidang dari penyelenggaraan penanaman modal kepada BKPM melalui sistem pelayanan satu atap.
90
Penguatan kembali institusi penyelenggaraan sentralistik semakin jelas terlihat dengan penekanan kembali BKPM di dalam Keputusan Presiden No. 29
Tahun 2004, dimana dinyatakan bahwa sistem pelayanan satu atap dilaksanakan oleh BKPM sesuai dengan Keputusan Presiden No. 33 Tahun 1981 tentang Badan
89
Pasal 3 Keputusan Presiden No. 29 Tahun 2004 Tentang Penyelenggaraan Penanaman Modal Dalam Rangka Penanaman Modal Asing dan Penanaman Modal Dalam Negeri Melalui
Sitem Pelayanan Satu Atap.
90
Pasal 4 Keputusan Presiden No. 29 Tahun 2004 Tentang Penyelenggaraan Penanaman Modal Dalam Rangka Penanaman Modal Asing dan Penanaman Modal Dalam Negeri Melalui
Sitem Pelayanan Satu Atap.
Koordinasi Penanaman Modal sebagaimana beberapa kali diubah, terakhir dengan Keputusan Presiden Nomor 28 Tahun 2004.Salah satu hal yang mendorong
pemerintah menyiapkan Keputusan Presiden tentan pelayanan satu atap one roof service di Badan Koordinasi Penanaman Modal adalah sebagai upaya
penyederhanaan prosedur penanaman modal dan untuk mengurangi panjangnya birokrasi pelayanan dan perizinan penanaman modal. Pelayanan satu atap one
roof service merupakan salah satu upaya pemerintah untuk menciptakan iklim penanaman modal yang kondusif, yuang dimulai dari bidan perizinan penanaman
modal. Sistem pelayanan satu atap untuk perizinan penanaman modal dalam
rangka penyederhanaan dalam prosedur pelayanan berawal dari Sidang Kabinet Tanggal 25 November 2002 yang memutuskan untuk segera melaksanakan sistem
tersebut. Sehingga dibuatlah daftar-daftar usulan perizinan yang dilaksanakan di Badan Koordinasi Penanaman Modal BKPM melalui pelayanan satu atap.
Dengan demikian dikeluarkanlah Keputusan Presiden Nomor 29 Tahun 2004 tentang Penyelenggaraan Penanaman Modal dalam rangka Penanaman Modal
Asing dan Penanaman Modal Dalam Negeri Melalui Sistem Pelayanan Satu Atap. Keputusan Presiden ini merupakan salah satu bagian dari sentralisasi
kembali penyelenggaraan penanaman modal, termasuk juga berkaitan dengan masalah perizinan penanaman modal. Terlepas dari pandangan bahwa salah satu
pertinbangan dikeluarkan keputusan presiden tersebut adalah dalam rangka meningkatkan efektifitas dan menarik investor untuk melakukan penanaman
modal dengan menyederhanakan sistem pelayanannya.
91
Dalam Pasal 2 Keputusan Presiden No. 29 Tahun 2004 menyebutkan yang menjadi bagian dari penyelenggaran penanaman modal itu sendiri meliputi bidan
kebijakan dan perencanaan pengembangan penanaman modal, bidang promosi dan kerjasama penanaman modal, bidang pelayanan persetujuan, perizinan, dan
91
Keputusan Presiden No. 29 Tahun 2004 Tentang Penyelenggaraan Penanaman Modal Dalam Rangka Penanaman Modal Asing dan Penanaman Modal Dalam Negeri Melalui Sitem
Pelayanan Satu Atap, Konsideran Menimbang Huruf A.
fasilitas penanaman modal, bidang pelaksanaan penanaman modal, dan bidang pengelolaan sistem informasi penanaman modal.
92
Dalam pasal 1 angka 10 UUPM menyebutkan pelayanan satu pintu adalah kegiatan penyelenggaraan suatu perizinan dan non perizinan yang
mendapat pendelegasian atau pelimpahan wewenang dari lembaha atau instansi yang memiliki kewenangan perizinan dan non perizinan yang proses
Sehingga banyak pihak yang meragukan efektifitas dari keputusan presiden tersebut, mulai dari pendapat yang optimis maupun yang pesimis.
Mereka yang optimen dengan efektifitas sentralisasi perizinan penanaman modal bahkan mempunyai anggapan pencabutan kewenangan kepada daerah dan badan
penanaman modal daerah dalam menangani penanaman modal asing PMA dan penanaman modal dalam negeri PMDN dinilai akan menciptakan efisiensi
dalam pelayanan terhadap investor. Langkah Badan Koordinasi Penanaman Modal inilah dinilai sejumlah
Pemerintah Daerah bertolah belakang dengan nuansa desentralisasi dalam Undang-Undang No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah. Maka
pemerintah perlu mempertegas kembali desentralisasi penyelenggaraan penanaman modal melalui UUPM, yang menyebutkan bahwa penanaman modal
penanganannya dilayani melalui Pelayanan Terpadu Satu Pintu PTSP. Sebagaimana diketahui untuk melaksanakan investasi diperlukan sejumlah izin
baik yang dikeluarkan oleh instansi pemerintah pusat maupun daerah, selain membutuhkan waktu yang cukup lama juga membutuhkan biaya yang tidak
sedikit. Pelayanan satu pintu ini dilakukan dengan tujuan untuk membantu penanaman modal dalam memperoleh kemudahan pelayanan perizinan, fasilitas
fiskal, dan informasi mengenai penanaman modal.
92
Pasal 2 Keputusan Presiden No. 29 Tahun 2004 Tentang Penyelenggaraan Penanaman Modal Dalam Rangka Penanaman Modal Asing dan Penanaman Modal Dalam Negeri Melalui
Sitem Pelayanan Satu Atap.
pengolahannya dimulai dari tahap permohonan sampai dengan tahap diterbitkannya dokumen yang dilakukan dalam satu tempat.
93
1 Penanam modal yang melakukan penanaman modal di Indonesia harus
sesuai dengan ketentuan pasal 5 undang-undang ini. Dalam rangka mengatasi kendala perizinan selama ini dirasakan
menghanbat masuknya investor untuk menanamkan modalnya di wilayah Indonesia, upaya yang dilakukan oleh pemerintah adalah dengan mempercepat
dan memangkas waktu proses perizinan serta mengimplementasikan konsep one stop service center. Konsep pelayanan perizinan terpadu satu pintu tersebut telah
diatur dalam UUPM pada bab XI pasal 25 dan 26 mengenai pengesahan dan perizinan perusahaan.
Pasal 25 UUPM menyebutkan:
2 Pengesahan pendirian badan usaha penanaman modal dalam negeri
yang berbentuk badan hukum atau tidak berbadan hukum dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
3 Pengesahaan pendirian badan usaha penanaman modal asing yang
berbentuk perseroan terbatas dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
4 Perusahaan penanaman modal yang akan melakukan kegiatan usaha
wajib memperolehi izin sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan dari instansi yang memiliki kewenangan, kecuali ditentukan
lain dalam undang-undang. 5
Izin sebagaimana dimaksud pada ayat 4 diperoleh melalui pelayanan terpadu satu pintu.
94
Pasal 26 UUPM menyebutkan:
93
Pasal 1 angka 10 UUPM.
94
Pasal 25 UUPM
1 Pelayanan terpadu satu pintu bertujuan membantu penanam modal
dalam memperoleh kemudahan pelayanan, fasilitas fiskal, dan informasi mengenai penanaman modal.
2 Pelayanan terpadu satu pintu dilakukan oleh lembaga atau instansi
yang berwenang dibidang penanaman modal yang mendapat pendelegasian atau pelimpahan wewenang dari lembaga atau insttansi
yang memiliki kewenangan perizinan dan non perizinan di tingkat pusat atau lembaga atau instansi yang berwenang mengeluarkan
perizinan dan non perizinan di provinsi, kabupatenkota. 3
Ketentuan mengenai tatacara dan pelaksanaan pelayanan terpadu satu pintu sebagaimana dimaksud pada ayat 2 diatur dengan Peraturan
Presiden.
95
Sebelumnya konsep pelayanan perizinan terpadu satu pintu sudah pernah dilaksanakan, yaitu berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 24 Tahun
2006 Tentang Pedoman Penyelenggaraan Pelayanan Terpadu Satu Pintu yang menyebutkan penyelenggaraan pelayanan terpadu satu pintu adalah kegiatan
penyelenggaraan suatu perizinan dan non perizinan yang proses pengolahannya dimulai dari tahap permohonan sampai dengan tahap diterbitkannya dokumen
yang dilakukan dalam satu tempat,
96
Dengan adanya pendelegasian wewenang dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah dalam penyelenggaraan urusan penanaman modal, seperti yang
diatur dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 24 Tahun 2006 Tentang Pedoman Penyelenggaraan Pelayanan Terpadu Satu Pintu. Bahwa
dengan tujuan meningkatkan kualitas layanan publik dan memberikan akses yang lebih luas kepada masyarakat untuk
memperoleh pelayanan publik agar terwujud pelayanan publik yang cepat, murah, mudah, transparan, pasti terjangkau dan meningkatnya hak-hak masyarakat
terhadap pelayanan publik.
95
Pasal 26 UUPM
96
Pasal 1 angka 11 Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 24 Tahun 2006 Tentang Pedoman Penyelenggaraan Pelayanan Satu Pintu.
BupatiWalikota mendelegasikan kewenagan penandatanganan perizinan dan non perizinan kepada Kepala PPTSP untuk mempercepat proses layanan.
97
Hal tersebut di perkuat dengan Peraturan Presiden No. 97 Tahun 2014 tentang
Penyelenggaraan Pelayanan Terpadu Satu Pintu. Pasal 6 angka 1 Peraturan Presiden No. 97 Tahun 2014 menyatakan Penyelenggaraan PTSP oleh Pemerintah
mencakup urusan pemerintahan di bidang penanaman modal yang menjadi kewenangan pemerintah.
98
Urusan Pemerintahan di bidang penanaman modal yang di maksud tersebut, terdiri atas:
99
a. Penyelenggaraan penanaman modal yang ruang lingkupnya lintas
provinsi; b.
Urusan pemerintahan di bidang penanaman modal yang meliputi: 1.
Penanaman modal terkait dengan sumber daya alam yang tidak terbarukan dengan tingkat risiko kerusakan lingkungan yang
tinggi; 2.
Penanaman modal pada bidang industry yang merupakan prioritas tinggi pada skala nasional;
3. Penanaman modal yang terkait pada fungsi pemersatu dan
penghubung antar wilayah atau ruang lingkupnya lintas provinsi; 4.
Penanaman modal yang terkait pada pelaksanaan strategi pertahanan dan keamanan nasional;
5. Penanaman modal asing dan penanam modal yang menggunakan
modal asing, yang berasal dari pemerintah negara lain, yang didasarkan perjanjian yang dibuat oleh pemerintah dan pemerintah
negara lain; dan 6.
Bidang penanaman modal lain yang menjadi urusan pemerintah menurut undang-undang.
97
Pasal 6 Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 24 Tahun 2006 Tentang Pedoman Penyelenggaraan Pelayanan Satu Pintu.
98
Pasal 6 angka 1 Peraturan Presiden No. 97 Tahun 2014 Tentang Penyelenggaraan Pelayanan Terpadu Satu Pintu
99
Pasal 6 angka 2 Peraturan Presiden No. 97 Tahun 2014 Tentang Penyelenggaraan Pelayanan Terpadu Satu Pintu
Pasal 7 Peraturan Presiden No. 97 Tahun 2014 tentang Penyelenggaraan Pelayanan Terpadu Satu Pintu menyebutkan:
1 Dalam menyelenggarakan PTSP di bidang penanaman modal sebagaimana
dimaksud dalam pasal 6: a.
Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal mendapat pendelegasian atau pelimpahan wewenang dari Menteri teknisKepala Lembaga yang
memiliki kewenangan perizinan dan nonperizinan yang merupakan urusan pemerintah di bidang penanaman modal;
b. Kepala Badan Koordinasi Modal dapat melimpahkan wewenang yang
diberikan oleh Menteri teknisKepala Lembaga dengan hak substitusi kepada PTSP provinsi, PTSP kabupatenkota, PTSP Kawasan
Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas, atau Administrator Kawasan Ekonomi Khusus;
c. Menteri teknisKepala Lembaga dapat menugaskan pejabatnya di
Badan Koordinasi Penanam Modal untuk menerima dan menandatangani perizinan dan nonperizinan yang kewenangannya
tidak dapat dilimpahkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan.
2 Pendelegasian atau pelimpahan wewenang sebagaimana dimaksud pada
ayat 1 huruf a ditetapkan melalui peraturan menteri teknisKepala Lembaga.
100
Meskipun pendelegasian kewenagan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah untuk mempercepat proses penyelenggaraan penanaman modal
dan untuk meningkatkan daya saing daerang dalam investasi, maka dalam sektor tertentu masih perlu berkoordinasi dengan Badan Koordinasi Penanaman Modal
untuk melakukan koordinasi supaya tidak terjadi benturan antara peraturan perizinan yang dikeluarkan oleh pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Namun
demikian dalam Undang-Undang No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal,
100
Pasal 7 Peraturan Presiden No. 97 Tahun 2014 Tentang Penyelenggaraan Pelayanan Terpadu Satu Pintu
BKPM hanya berfungsi dan bertugas sesuai dengan Pasal 27 dan 28 UUPM. Sementara itu Pasal 28 ayat 2 UUPM menyatakan selain tugas koordinasi
pelaksanaan kebijakan penanaman modal BKPM juga melaksanakan pelayanan penanaman modal berdasarkan ketentuan perundang-undangan.
Adapun rumusan Pasal 28 UUPM adalah: 1.
Melakukan koordinasi pelaksanaan kebijakan yang meliputi: a.
Melakukan tugas dan koordinasi pelaksanaan kebijakan di bidang penanaman modal.
b. Mengkajimengusulkan kebijakan pelayanan penanaman modal.
c. Menetapkan norma, standard an prosedur pelaksanaan kegiatan dan
pelayanan penanaman modal. d.
Mengembangkan peluang dan potensi penanaman modal di daerah dengan memberdayakan badan usaha.
e. Membuat peta penanaman modal di Indonesia.
f. Mempromosikan penanaman modal.
g. Mengembangkan sektor usaha penanaman modal melalui
pembinaan penanaman modal, antara lain meningkatkan kemitraan, meningkatkan daya saing, menciptakan persaingan usaha yang
sehat, dan menyebarkan informasi yang seluas-luasnya dalam lingkup penyelenggaraan penanaman modal.
h. Membentuk penyelesaikan berbagai hambatan dan konsultasi
permasalahan yang dihadapi penanam modal dalam menjalankan kegiatan penanaman modal.
i. Mengkoordinasikan penanaman modal dalam negeri yang
menjalankan kegiatan penanaman modalnya diluar wilayah Indonesia.
j. Menggoordinasikan dan melaksanakan pelayanan terpatu satu
pintu. 2.
Melaksanakan pelayanan berdasarkan ketentuan peraturan perundang- undangan yang berlaku yaitu UUPM, berarti bahwa BKPM di samping
mengikuti ketentuan perundang-undangan dalam hal perizinan sectoral juga wajib mendasarkan pada pasal 28 ayat 1 huruf j, yaitu
menkoordinasi dan melaksanakan pelayanan satu pintu.
101
Pemerintah pusat, provinsi, dan kabupatenkota mempunyai peranan yang sangat penting dalam meningkatkan pelaksanaan penanaman modal di Indonesia.
Dalam Pasal 30 UUPM, telah ditentukan kewenangan antara pemerintah, pemerintah provinsi, dan kabupatenkota terkait dengan penyelenggaraan urusan
penanaman modal yaitu: 1.
Pemerintah danatau pemerintah daerah menjami kepastian dan keamanan berusaha bagi pelaksanaan penanaman modal.
2. Pemerintah daerah menyelenggarakan urusan penanaman modal yang
menjadi kewenangannya, kecuali urusan penyelenggaraan penanaman modal yang menjadi urusan pemerintah pusat.
3. Penyelenggaraan urusan pemerintah di bidang penanaman modal yang
merupakan urusan wajib pemerintah daerah didasarkan pada kriteria eksternalitas, akuntabilitas, dan efesiensi pelaksanaan kegiatan penanaman
modal. 4.
Penyelenggaraan penanaman modal yang ruang lingkupkan lintas provinsi menjadi urusan pemerintah.
5. Penyelenggaraan penanaman modal yang ruang lingkupnya lintas
kabupatenkota menjadi urusan pemerintah provinsi. 6.
Penyelenggaraan penanaman modal yang ruang lingkupnya berada dalam satu kabupatenkota menjadi urusan pemerintah kabupatenkota.
7. Dalam urusan pemerintahan di bidang penanaman modal, yang menjadi
kewenangan pemerintah adalah: a.
Penanaman modal terikat dengan sumber daya alam yang tidak terbarukan dengan risiko lingkungan yang tinggi.
b. Penanaman modal di bidang industry yang merupakan prioritas tinggi
pada skala nasional.
101
Pasal 28 UUPM
c. Penanaman modal yang terikat pada fungsi pemersatu dan penghubung
antar wilayah atau ruang lingkupnya lintas provinsi. d.
Penanaman modal yang terkait pada pelaksanaan strategi pertahanan dan keamanan nasional.
e. Penanaman modal asing dan penanaman modal yang menggunakan
modal asing, yang berasal dari pemerintah negara lain, yang didasarkan perjanjian yang dibuat oleh pemerintah dan pemerintah
negara lain. f.
Bidang penanaman modal lain yang menjadi urusan pemerintah menurut undang-undang.
8. Dalam urusan pemerintahan di bidang penanaman modal yang menjadi
kewenangan pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat 7, pemerintah menyelenggarakannya sendiri, melimpahkannya kepada Gubernur selaku
wakil pemerintah, atau menugasi pemerintah kabupatenkota. 9.
Ketentuan mengenai pembagian urusan pemerintahan di bidang penanaman modal diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.
102
Di satu sisi dalam UUPM disebutkan, pelayanan penanaman modal dilakukan dalam satu sistem pelayanan terpadu, tetapi di sisi lain ada sektor
tertentu yang tetap harus melaksanakan koordinasi dengan BKPM. Ini menunjukan bahwa pelayanan terpadu satu pintu belum bisa terlaksana
sebagaiman harapan undang-undang dan peraturan lainnya. Sedangkan pemerintah daerah hanya bisa memberikan dan melayani perizinan di sektor
menengah kebawah, ini menungjukkan dalam memberikan pelayanan perizinan penanaman modal masih tetap sentralistik, oleh sebab itu untuk memperjelaskan
pembagian kewenangan tersebut pemerintah telah menerbitkan Peraturan Pemerintah No. 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintah Antara
Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, dan Pemerintah Daerah KabupatenKota. Dalam Pasal 7 angka 1 dan 2 disebutkan salah satu urusan
pemerintah yang wajib diselenggarakan oleh pemerintah daerah provinsi dan
102
Pasal 30 UUPM
pemerintah daerah kabupatenkota berkaitan dengan pelayanan dasar, meliputi penanaman modal.
103
a. Menyerap banyak tenaga kerja.
Sedangkan masalah ketenagakerjaan khususnya tenaga kerja dalam negeri memperkerjakan tetap tuntuk pada peraturan perundangan yang berlaku seperti
disebutkan dalam pasal 10 angka 1 dan 2 Undang-Undang No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal atau yang disebut UUPM bahwa perusahaan
penanaman modal dalam memenuhi kebutuhan tenaga kerja harus mengutamakan tenaga kerja Warga Negara Indonesia WNI, dan untuk jabatan dan keahlian
tertentu, perusahaan penanaman modal berhak menggunakan tenaga kerja Warga Negara Asing WNA. Dengan demikian UUPM menyatakan bahwa perusahaan
penananaman modal harus mengutamakan tenaga kerja warga Indonesia dalam memenuhi kebutuhan tenaga kerja. Perusahaan tersebut berhak menggunakan
tenaga ahli warga negara asing untuk jabatan dan keahlian tertentu sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Pemerintah juga memberikan fasilitas penanaman modal kepada penanam modal atau investor yang melakukkan perluasan usaha atau melakukan
penanaman modal baru. Penanaman modal yang mendapatkan fasilitas tersebut harus memenuhi salah satu kriteria yang tertuang dalam pasal 18 ayat 3 UUPM
yaitu antara lain:
b. Termasuk skala prioritas tinggi.
c. Termasuk pembangunan infrastruktur.
d. Melakukan alih teknologi.
e. Berada di daerah terpencil, daerah tertinggal, daerah perbatasan atau
daerah lain yang dianggap perlu. f.
Menjaga kelestarian lingkungan hidup. g.
Melakukan kegiatan penelitian, pengembangan dan inovasi.
103
Pasal 7 angka 1 dan 2 Peraturan Pemerintah No. 38 Tahun 2007 Tentang Pembagian Urusan Pemerintah Antara Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, dan Pemerintah Daerah
KabupatenKota.
h. Bermitra dengan usaha mikro, kecil, mengengah atau koperasi.
i. Industri yang menggunakan barang modal atau mesing atau peralatan
yang diproduksi didalam negeri.
104
Adapun fasilitas yang diberikan kepada penanaman modal dapat berupa: a.
Pajak penghasilan melalui pengurangan penghasilan netto sampai tingkat tertentu terhadap jumlah penanaman modal yang dilakukan
dalam waktu tertentu; b.
Pembebasan bea masuk atas impor barang modal, mesin, atau peralatan untuk keperluan produksi yang belum dapat diproduksi di
dalam negeri; c.
Pembebasan atau keringanan bea masuk bahan baku atau bahan penolong untuk keperluan produksi untuk jangka waktu tertentu dan
persyaratan tertentu; d.
Pembebasan atau penangguhan Pajak Pertambahan Nilai atas impor barang modal atau mesin atau peralatan untuk keperluan produksi yang
belum dapat diproduksi di dalam negeri selama jangka waktu tertentu; e.
Penyusunan atau amortisasi yang dipercepat; dan f.
Keringanan Pajak Bumi dan Bangunan, khususnya untuk usaha tertentu, pada wilayah atau daerah atau kawasan tertentu.
105
Selain kebijakan fiskal, pemerintah juga memberikan kemudahan pelayanan atau perizinan kepada perusahaan penanam modal untuk memperoleh :
1. Hak atas tanah,
2. Fasilitas pelayanan keimigrasian, dan
3. Fasilitas perizinan impor.
106
Kemudahan pelayanan danatau perizinan atas fasilitas keimigrasian yang diberikan kepada investor yang membutuhkan tenaga kerja asing dalam
104
Pasal 18 angka 3 UUPM.
105
Pasal 18 angka 4 UUPM.
106
Pasal 21 UUPM.
merealisasikan penanaman modal, penanaman modal yang membutuhkan tenaga kerja asing yang bersifat sementara dalam rangka perbaikan mesin, alat bantu
produksi lainnya, pelayanan penjualan serta calon investor yang akan melakukan penjajakan penanaman modal. Sebagaimana dimaksud pada angka 1 hurus a dan
b diberikan setelah penanam modal mendapat rekomendasi dari Badan Koordinasi Penanaman Modal. Dengan syarat perusahaan penanaman modal harus mendapat
rekomendasi dari BKPM untuk mendatangkan tenaga kerja asing sebagaimana diatur dalam pasal 23 angka 2 bahwa kemudahan pelayanan danatau perizinan
atas fasilitas keimigrasian yang diberikan kepada penanam modal sebagaimana dimaksud pada angka 1 huruf a dan b diberikan setelah penanam modal
mendapat rekomedasi dari Badan Koordinasi Penanaman Modal. Pemerintah juga memberikan fasilitas perizinan impor berupa kemudahan
pelayanan danatau perizinan. Perizinan tersebut diberikan untuk impor barang yang tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan, barang yang
tidak memberikan dampak negatif, barang dalam rangka relokasi pabrik dari luar negeri ke Indonesia, dan barang modal atau bahan baku untuk kebutuhan produksi
sendiri.
107
B. Restrukturisasi dan Revitalisasi Pelayanan Perizinan.