Joint Venture Agreement Dalam Tinjauan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Dan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal.

(1)

DAFTAR PUSTAKA

Ali, Chidir, Badan Hukum, Bandung: Alumni, 1984. Buku

Amrial, Hukum Bisnis Deregulasi Dan Joint venture di Indonesia teori dan Praktek, Jakarta: Djambatan, 1996.

Asshiddiqie, Jimly, Teori Hans Kelsen Tentang Hukum, Jakarta: Konstitusi Press, 2006.

Djamal, Jusri, Aspek-aspek Hukum Masalah Penanaman Modal, Jakarta: BKPM, 1981.

Hartono, Sunaryati Beberapa Masalah Tradisional dalam Penanaman Modal Asing (PMA) di Indonesia, Bandung: Bina Cipta, 1970.

Head, Jonh W, Pengantar Umum Hukum Ekonomi, Jakarta: Proyek Elips, 1997. Hewitt, Ian, Joint ventures, Second edition, Sweet and Maxwell A Thomson

Company, 2001.

Ilmar, Aminuddin, Hukum Penanaman Modal Di Indonesia, Jakarta : Kencana, 2007.

Lalive, Pierre, International Trade Center Incorporated Joint venture Model Agreement, Geneva, UNCTAD/WTO, 2005.

Lubis, Todung Mulya, Hukum Ekonomi, Jakarta: Sinar Harapan, 1992.

Radjagukguk, Erman, Modul Hukum Investasi di Indonesia: Pokok Bahasan, Jakarta: FHUI, 2006.

Rakhmawati, Rosyidah, Hukum Penanaman Modal di Indonesia dalam Menghadapi Era Global, Malang: Bayumedia Publishing, 2003.

Satrio, J, Hukum Pribadi, Bagian I Persoon Alami, Bandung: Citra Aditya Bakti, 1999.

Soekanto, Soerjono dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, Jakarta: Rajawali Press, 1995.

Soemitro, Ronny Hantijo, Metode Penelitian Hukum, Jakarta: Ghalia Indonesia, 1982.


(2)

Subekti, R, Aspek-aspek Hukum Perikatan Nasional, Bandung: Alumni, 1976. Subekti, R dan R Tjiptrosudibio, Kitab Undang-undang Hukum Perdata, Jakarta:

Pradnya Paramita, 1985.

Suny, Ismail, Tinjauan Dana Pembahasan Undang-undang Penanaman Modal Asing dan Kredit Luar Negeri, Jakarta: Pradnya Paramita, 1968.

Suny, Ismail dan Rudiono Rochmat, Tinjauan dan Pembahasan UUPMA dan Kredit Luar Negeri, Jakarta: Pradnya Paramita, 1967.

Waluyo, Bambang, Metode Penelitian Hukum, Jakarta: Sinar Grafika, 1996. Widjaya, Rai, “Merancang Suatu Kontrak”, Edisi Revisi, Jakarta: Kesaint Blanc,

2007.

Khairandy, Ridwan, “Peranan Perusahaan Penanaman Modal Asing Joint venture

dalam Ahli Teknologi di Indonesia”, Jurnal Hukum Bisnis, Vol 22, No. 5, Tahun 2003.

Jurnal

Kurniasih, Ita, “Implikasi Perubahan Undang-undang No. 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas Terhadap Undang-undang No. 3 Tahun 1982 Tentang Wajib Daftar Perusahaan”, Jurnal Hukum dan Pasar Modal, Vol. III. Edisi 4 Tahun 2008.

Ridgway, Delisa A. dan Mariya A.Talib, ”Globalization and Development: Free Trade, Foreign Aid, Investment and The Rule of Law”, California Western International Law Journal, Vol 33, Spring 2003.

Syahyu, Yulianto “Pertumbuhan Investasi Asing Di Kepulauan Batam: Antara Dualisme Kepemimpinan dan Ketidakpastian Hukum”, Jurnal Hukum Bisnis, Vol 22, No. 5, Tahun 2003.

Tambunan, Tulus, “Kendala Perizinan Dalam Kegiatan Penanaman Modal Di Indonesia dan Upaya Perbaikan Yang Perlu di Lakukan Pemerintah”, Jurnal Hukum Bisnis, Vol 26 No. 4, Tahun 2007.

Yulianto, Ahmad, “Peranan Multilateral Investment Guarantee Agency (MIGA) dalam Kegiatan Investasi”, Jurnal Hukum Bisnis, Vol 22, No. 5, Tahun 2003.

Peraturan Perundang-undangan Kitab Undang-undang Hukum Perdata


(3)

Undang-undang No. 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas.

Departemen Hukum dan HAM, Peraturan Menteri Hukum dan HAM No. M-01.HT.01.01 Tahun 2008, Tentang Daftar Perseroan.

http://gubugpengetahuan.blogspot.com/2001/09/hukum-penanaman-modal-liberalisasi. html. Diakses tanggal 25 Juni 2010.

Internet

http://id.wikipedia.org/wiki/Perusahaan_patungan. Diakses tanggal 11 September 2010

http://www.docstoc.com/docs/8385952/kedudukan-joint-venture-agreement-dan-anggaran-dasar-joint-venture-company. Diakses tanggal 27 Juni 2010.

http://iirc.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/31223/2/210-Alternatif%20Sistem%20

Perencanaan%20Pembangunan%20Bagi%20Indonesia%20di%20Masa%2 0Depan.ps. Diakses tanggal 25 Juni 2010.

http://gofartobing.wordpress.com/2010/01/26/kajian-mengenai-perusahaan-penanaman-modal-asing-pma-di-indonesia/. Diakses tanggal 26 Oktober 2010.

http://www.scribd.com/doc/35182234/Chapter-II. Diakses tanggal 30 Juli 2010. http://www.sisminbakum.go.id/peraturan/Data/Penjelasan%20UU%20No%201.p

hp. Diakses tanggal 25 Juni 2010.

://www.researchgate.net/publication/42354250_Perjanjian_Kerjasama_Modal_

Asing_Dan_Modal_Nasional_Berdasarkan_Undang_PMA_No.1_Tahun_1967_jo._ Undang-Undang_No.11_Tahun_1970. diakses tanggal 26 Oktober 2010.


(4)

BAB III

KEDUDUKAN JOINT VENTUREAGREEMENT DAN ANGGARAN DASAR PERSEROAN TERBATAS (PT)

JOINT VENTURECOMPANY

Joint venture agreement jika ditinjau berdasarkan hukum perjanjian yang berlaku di Indonesia, sekurang-kurangnya memenuhi persyaratan yang ditentukan dalam buku ke III KUHPerdata. Diantaranya menyangkut Subjek Perjanjian, Objek Perjanjian, Tujuan Perjanjian dan Pelaksanaan Perjanjian.

Joint venture Agreement dalam rangka penanaman modal asing di Indonesia, adalah langka awal untuk membentuk sebuah perusahaan patungan

(joint venture company) yang diharuskan bagi investor asing yang merencanakan berinvestasi di Indonesia. Ketentuan tersebut merupakan syarat yang ditegaskan Pasal 5 ayat 3 Udang-Undang No. 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal (UUPM).

Perusahaan patungan yang dibentuk harus berbadan hukum perseroan terbatas (PT) dan berkedudukan di wilayah hukum Republik Indonesia. Para pihak yang ada dalam joint venture agreement, menetapkan klausa untuk membuat joint venture company dengan status perseroan, klausa tersebut mengatur segi permodalan (sero), peran para pihak, nama, tempat dan jangka waktu berdirinya perusahaan, serta klausa-klausa lain sehingga perusahaan yang diharapkan dapat terbentuk. Pembentukan perseroan terbatas sebagai sebuah badan hukum tunduk pada hukum perusahaan (company law), yaitu Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan terbatas.


(5)

Joint venture agreement yang dibuat oleh investor asing dan investor

nasional akhirnya bermuara pada pendirian Joint venture Company, sehingga joint venture company dapat dikatakan berdiri atau lahir atas dasar perjanjian. Asas kebebasan berkontrak (freedom of contract) dalam hukum perjanjian, memungkinkan hal itu terjadi, sepanjang tidak melanggar ketentuan hukum, kepatutan dan kesusilaan yang baik.

Tidak hanya itu, sebuah perjanjian yang dibuat secarah sah, berlaku sebagai Undang-undang bagi mereka yang membuatnya serta memiliki kekuatan mengikat (Pacta Sun Servanda) terhadap para pihak yang membuatnya.43

A. Karakteristik Joint Venture Agreement

Asas kebebasan berkontrak (freedom of contract) sebagai asas yang berlaku universal dalam hukum perjanjian, memberikan keleluasaan kepada para pihak yang terlibat dalam perjanjian, untuk menentukan isi perjanjiannya. Sebuah perjanjian yang dibuat secara bebas, setidaknya harus memenuhi persyaratan sahnya sebuah perjanjian. KUHPerdata memberikan panduan melalui Pasal 1320 tentang persyaratan sahnya sebuah perjanjian. Pemenuhan persyaratan sahnya sebuah perjanjian, dapat dilihat dari isi klausa-klausa atau Pasal-Pasal yang diperjanjikan (isi dan struktur perjanjian).

Sebagaimana telah diuraikan sebelumnya mengenai pengertian joint venture agreement, bahwa banyak kalangan berusaha untuk membuat pengertian dari joint venture agreement tersebut. Keberagaman pandangan tersebut timbul oleh karena masing-masing orang memandang sesuatu itu, dalam hal ini joint


(6)

venture agreement dari sudut pandang yang berbeda-beda. Namun apabila ditelusuri secara seksama, pendapat-pendapat mereka tersebut pada intinya sama.

Berkaitan dengan hal tersebut, pengertian-pengertian dari joint venture agreement telah memberikan beberapa ciri/ karakteristik bagi joint venture agreement itu sendiri, yakni sebagai berikut:44

1. Perusahaan baru yang sama-sama didirikan oleh beberapa perusahaan lain 2. Modal perusahaan joint venture agreement terdiri dari modal saham yang

disediakan oleh perusahaan-perusahaan, pendiri, kekuasaan joint venture sesuai dengan banyaknya saham yang ditanam oleh masing-masing perusahaan sendiri.

3. Perusahaan joint venture tetap memiliki eksistensi dan kemerdekaan masing-masing.

4. Kerjasama antara perusahaan domestik dan perusahaan asing tidak menjadi persoalan apakah modal yang ada merupakan modal pemerintah ataupun modal swasta.

Pada joint venture agreement, masalah kerja tidak untuk mencari keuntungan belaka, melainkan juga untuk memberikan pengalaman kerja bagi pihak nasional. Ada pula bentuk kerjasama yang dikenal dengan technical assistance45 atau technical service contract,46 franchise,47

44

http://id.wikipedia.org/wiki/Perusahaan_patungan. Diakses tanggal 11 September 2010 45

Adalah elemen penting dari strategi pembangunan ADB. Melalui operasi bantuan teknis, ADB membantu negara-negara berkembang yang: 1) mengidentifikasi, merumuskan, dan melaksanakan proyek, 2) Meningkatkan kemampuan kelembagaan pemerintah dan badan pelaksana, 3) Merumuskan strategi pembangunan, 4) Mempromosikan alih teknologi, dan 5) Memupuk kerjasama regional

46

Kerjasama Layanan Teknis yang ditujukan untuk membantu memastikan bahwa produk dan jaringan beroperasi secara efisien.

and brand use

47

Adalah sebuah metode pendistribusian barang dan jasa kepada masyarakat konsumen, yang dijual pada pihak lain yang berminat. Pemilik dari metode yang dijual ini


(7)

agreement,48 dan management contract,49 dimana bentuk ini merupakan non equity joint venture.50

B. Struktur Joint VentureAgreement

Struktur Joint venture Agreement harus mencerminkan hubungan yang jelas diantara para pihak dan dapat menggambarkan pengembangan hubungan tersebut dimasa yang akan datang, sekurang-kurangnya meliputi tiga tahap penting, yaitu:

1. Sebelum perusahaan patungan yang baru akan dibentuk, para pihak harus menentukan langkah-langkah yang harus diambil, baik langkah informal maupun langkah formal.

2. Penentuan kewajiban-kewajiban dan hak-hak para pihak selama proses pembentukan perusahaan gabungan (joint venture company).

3. Pada saat perusahaan baru dibentuk harus ditentukan hak dan kewajiban para pihak di dalam perusahaan tersebut hingga perusahaan berjalan dan berkembang dalam kondisi yang stabil.51

Struktur Joint venture Agreement yang disepakati oleh para pihak menjadi kerangka penting untuk membentuk Perusahaan Patungan (joint venture company)

disebut “Franchisor”, edangkan pembeli hak untuk menggunakan metode itu disebut “Franchisee”.

48

Aturan yang mengatur semua penggunaan pihak ketiga atas merek dagang dan semua logo, simbol, slogan, merek terkait atau tanda tangan, ataukegunaan lain yang terkait dengannya

49

Adalah suatu perjanjian dimana kendali operasional perusahaan dipegang oleh kontrak di sebuah perusahaan terpisah yang melakukan fungsi manajerial yang diperlukan dengan imbalan biaya. Manajemen kontrak melibatkan tidak hanya sekedar menjual suatu metode dalam

melakukan sesuatu (seperti dengan waralaba atau lisensi) tetapi melibatkan benar-benar melakukannya. Sebuah kontrak manajemen dapat melibatkan berbagai fungsi, seperti operasi teknis dari fasilitas produksi, manajemen personalia, akuntansi jasa pemasaran, dan pelatihan.

50

Sunaryati Hartono, Op. cit, hal. 14-15. 51

Pierre Lalive, International Trade Center Incorporated Joint venture Model Agreement, (Geneva, UNCTAD/WTO, 2005), hal. 4-5.


(8)

sebagai wadah hukum menjalankan kesepakatan bisnis. Sehingga kesepakatan di antara para pihak di dalam joint venture agreement harus dibuat sejelas mungkin dan serinci mungkin. Ketentuan-ketentuan itu antara lain meliputi:52

1. Ketentuan mengenai definisi kontrak (contractual definitions)

Persetujuan yang dibuat di dalam sebuah perjanjian, menggunakan beberapa terminologi yang mempunyai arti dan maksud khusus yang hanya digunakan semata-mata di dalam pasal-pasal perjanjian yang disetujui. Definisi tersebut menggambarkan maksud dan pengertian yang dimengerti oleh pihak-pihak yang membuat dan menyetujuinya. Sehingga tidak akan menimbulkan pengertian dan penafsiran yang bertolak belakang dan bertentangan.

2. Tujuan Perjanjian (object of the Joint venture)

Sangat penting bagi para pihak memberikan pertimbangan secara hati-hati terhadap objek yang diperjanjikan dalam sebuah joint venture agreement. Pertimbangan yang diberikan tersebut merupakan gambaran lingkup usaha bersama yang menjadi acuan bagi para pemengang saham dan manajemen

joint venture company yang sekaligus merupakan bentuk perlindungan atas hak-hak dan kewajiban para pihak. Salah satunya seperti perlindungan hak terhadap pemegang saham minoritas.

Bagaimanapun, pasal yang berkaitan dengan tujuan perjanjian tidak boleh bermaksud untuk menciptakan batasan-batasan yang tidak diinginkan atau tidak jelas bagi perkembangan usaha joint venture company di masa yang akan datang.

52

http://www.docstoc.com/docs/8385952/kedudukan-joint-venture-agreement-dan-anggaran-dasar-joint-venture-company. Diakses tanggal 27 Juni 2010.


(9)

3. Pendirian, Permodalan dan kedudukan Joint ventureCompany

Struktur ke tiga ini mengambarkan perhubungan dengan berbagai peraturan-peraturan perundang-undangan yang ada di Indonesia sebagai tempat dimana perusahaan Joint Venture tersebut akan didirikan. Seperti Perizinan, Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, Undang-undang Penanaman Modal Nomor 25 Tahun 2007, Undang-undang Tenaga Kerja, Perpajakan, Peraturan Export Import, Peraturan Pertanahan, peraturan Badan Koordinasi Penanaman Modal dan lain-lain.

Jika para pihak telah memiliki sebuah nama untuk joint venture company,

maka sebaiknya dinyatakan secara tegas namanya. Apabila terdapat pembatasan jangka waktu berdirinya joint venture company yang disepakati atau atas dasar adanya pembatasan peraturan perundang-undangan, misalnya perusahaan didirikan untuk jangka waktu 30 tahun, maka pembatasan tersebut harus juga dinyatakan secara jelas.

Perjanjian yang disepakati oleh para pihak juga memuat ketentuan kebutuhan modal awal yang dibutuhkan sebuah joint venture, dan kemungkinan pengembangan di masa yang akan datang.

4. Pasal Kontribusi Para Pihak Terhadap Joint venture Company (Contributions)

Pendirian sebuah perusahaan membutuhkan kontribusi permodalan yang perlu diatur sedemikian rupa, atas dasar kemampuan dan kesanggupan pihak yang membuat perjanjian. Kontribusi para pihak merupakan modal awal bagi perusahaan untuk melaksanakan aktivitasnya.


(10)

Kontribusi para pihak dapat ditentukan dalam beberapa bentuk, diantaranya dalam bentuk saham-saham, kontribusi bersifat tunai, hak tanah, hak patent, keterampilan teknis, peralatan, jasa distribusi, atau penggunaan suatu merek dagang. Pemberian kontribusi tersebut biasanya disertai perhitungan-perhitungan secara jelas dan rinci, sehingga tidak akan menyebabkan kerugian bagi perusahaan dikemudian hari. Jika itu terjadi maka dibutuhkan jaminan untuk mengganti kerugian yang ditimbulkan.

5. Penambahan permodalan perusahaan joint venture, penerbitan saham baru dan penjaminan (Additonal Funding, Issues of Share and Guaratees)

Penambahan modal untuk joint venture company melalui penerbitan dan penjaminan saham-saham baru harus diatur dengan jelas dan dimengerti oleh para pihak. Jika ada keharusan untuk memberikan penambahan modal bagi keberlangsungan aktivitas perusahaan, maka harus melalui mekanisme yang disepakati.

6. Pasal Melakukan langka-langka administrasi, perhitungan biaya pengeluaran sebelum pengabungan kerjasama.

Dalam mendirikan sebuah perusahaan joint venture, dipastikan melewati berbagai proses sebagai tahapan pendirian. Proses tersebut merupakan langkah-langkah umum yang dilakukan oleh para pihak untuk mewujudkan pendirian perusahaan. Pada setiap tahap dan prosesnya membutuhkan tenaga, biaya dan pemikiran.

Para pihak dalam perjanjian, harus menentukan siapa yang akan melaksanakan dan bertanggungjawab terhadap setiap proses yang harus


(11)

dilalui. Di dalam kondisi yang seperti itu, perlu dipikirkan oleh para pihak apakah biaya-biaya atau ongkos yang telah dikeluarkan dalam tahap-tahap administrasi tersebut akan dibebankan kepada perusahaan yang nantinya akan terbentuk, jika dibebankan kepada perusahaan, bagaimanakah prosedur pelaksanaanya.

Dengan pemikiran yang sama, jika terdapat penyerahaan hak-hak (patent, merek, lisensi dan atau yang lain) oleh pemegang saham sebelum perusahaan terbentuk, harus mendapatkan persetujuan para pihak dalam perjanjian.

7. Pasal Anggaran Dasar Joint venture Company

Perusahaan joint venture membutuhkan instrumen untuk menjalankan aktivitasnya. Instrumen tersebut adalah sebuah organisasi perusahaan yang terwujud dalam anggaran dasar (statute) dan dokumen-dokumen legal lainnya. Pembentukan anggaran dasar dan dokumen legal lainnya diatur di dalam ketentuan Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas, Wajib daftar perusahaan, dan akta pendirian yang dibuat oleh notaris.

Sebuah anggaran dasar haruslah dipersiapkan dalam format yang kosisten dengan joint venture agreement. Pembentukan anggaran dasar sebaiknya menggunakan terminologi yang sesuai dengan joint venture agreement

yang telah disepakati bersama. 8. Rapat Pemegang Saham

Otoritas pengambilan keputusan tertinggi sebuah perusahaan patungan dipegang oleh Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) sebagai organ


(12)

perusahaan, pada hakekatnya, para pihak dalam perjanjian adalah pemegang saham dari perusahaan yang akan dibentuk, sehingga pertemuan atau rapat umum pemegang saham merupakan suatu kesatuan forum dengan diri mereka sendiri. Artinya kesepakatan yang diambil atau persetujuan yang akan dicapai, telah dipahami atau dimegerti antara para pihak.

9. Dewan Komisaris dan Direksi

Dewan Komisaris dan Direksi adalah organ perusahaan, dalam banyak perusahaan, dewan komisaris dan direksi memiliki tanggungjawab melakukan pengawasan dan pengurusan perusahaan.

10.Auditor dan Ahli Independen

Dalam internasional Joint Venture, dimana salah satu pihak datang dari negara dan culture serta hukum yang berbeda, maka perifikasi perhitungan keuangan yang dilakukan oleh auditor independen, memiliki sebuah arti penting untuk membagun kepercayaan dan perlindungan diantara para pihak.

Kebutuhan Auditor dan atau ahli independen untuk membantu penilaian, pengawasan dan penelitian jalannya perusahaan Joint Venture Company

didasari atas kebutuhan para pihak yang harus diperjanjikan sebelumnya. 11.Pasal Pembukuan dan pembagian keuntungaan (Dividends)

Syarat dasar yang berlaku universal dalam menjalankan sebuah usaha adalah adanya pembukuan yang jelas, pembukuan harus dilakukan berdasarkan atas standar legal dan dikerjakan secara profesional, dengan


(13)

prinsip-prinsip akuntansi yang benar (good accounting practice and international accounting standards).

12.Kepemimpinan (Leadership)

Dalam sebuah perusahaan joint venture internasional, salah satu pihak dapat diminta untuk menjadi “sponsor” dan “pemimpin” untuk melakukan hubungan hukum dengan pihak ketiga, biasanya orang yang ditunjuk tersebut adalah orang yang akan di nominasikan menjadi direktur utama. Namun dalam beberapa keadaan, orang yang akan menjadi sponsor atau pemimpin dapat juga dinominasikan menjadi Chief Excecutive perusahaan seperti General Manager, Deputy Leader yang disetujui bersama-sama. 13.Bantuan teknis dan administrasi untuk Joint venture Company (Technical

and administrative)

Pasal bantuan teknis dan administrative merupakan sebuah legal frame work bagi salah satu pihak untuk melakukan kewajiban kepada perusahaan

joint venture. Pada tahap-tahap awal pendirian sebuah perusahaan, dibutuhkan beberapa bantuan teknis manajemen, baik bersifat administratif, teknis, bantuan peralatan dan sebagainya.

14.Hak Milik Kekayaan Intelektual (HAKI)

Pasal yang mengatur mengenai hak kekayaan intelektual seperti know-how, paten, merek dan hak kekayaan intelektual lainnya, adalah bagian yang penting bagi sebuah perusahaan joint venture

15.Pengalihan Saham (Transfer of Share)

Saham dalam sebuah perusahaan dapat dialihkan (transfer) tanpa mengubah kepemilikan hukum dan bisnis dasar perusahaan.


(14)

Bagaimanapun, penjualan saham dalam sebuah perusahaan patungan adalah umum dan tunduk kepada ketentuan-ketentuan dan pembatasan yang diperlukan. Tidak semua pengalihan saham dapat dilakukan begitu saja oleh salah satu pihak, melainkan harus memenuhi ketentuan-ketentuan dan pembatasan yang disepakati.

16.Masuknya pihak baru/ Investor baru

Joint venture harus merupakan perjanjian yang fleksible dan secara normal mengizinkan pihak yang baru untuk bergabung dalam usaha bersama. Masuknya investor baru salah satunya adalah peralihan kepemilikan saham melalui transaksi penjualan saham kepada pihak lain diluar perusahaan atau melalui penerbitan saham baru untuk perkembangan modal dan perluasan usaha. Masuknya pihak yang baru sebagai investor, secara sederhana harus mendapatkan persetujuan para pihak.

17.Pelanggaran perjanjian, perubahan kontrol, keadaan memaksa (force majeure) dan ketidak mampuan membayar hutang (insolvency).

Ada kemungkinan, sesuatu yang tidak diharapkan terjadi, beberapa situasi yang akhirnya menyebabkan salah satu pihak keluar dari joint venture, meskipun semua pihak tidak berharap dan tidak mau adanya situasi seperti itu, tetapi perlu untuk mengantisipasi jika permasalahan tersebut terjadi, beberapa penyebabnya antara lain adalah Pelanggaran perjanjian, perubahan kendali, keadaan memaksa, dan ketidak mampuan membayar hutang.


(15)

Salah satu pihak pada suatu saat memiliki keinginan untuk menarik diri dari joint venture company. Penarikan diri merupakan satu keadaan penting yang pengaturannya harus diatur secara jelas dalam sebuah joint

venture agreement,

19.Kematian salah satu pihak

Pasal ini hanya berlaku jika salah satu pihak sebagai individu meninggal dunia. Saham yang dimiliki dapat diwarisi oleh ahli warisnya, namun pewarisan itu harus disetujui oleh para pihak sebelumnya, jika tidak perbolehkan, maka perlu diatur mengenai pengembalian harga saham yang dimiliki pihak yang meninggal kepada ahli warisnya.

20.Berakhirnya Joint venture(Termination)

Sangat mudah bagi para pihak untuk menyetujui bahwa tujuan dari pendirian perusahaan bersama telah tercapai atau tidak mungkin dapat tercapai, dan salah satunya dapat menyebabkan perusahaan bersama tersebut ditutup. Jika kemungkinan itu terjadi, perlu ditegaskan proses yang harus dilewati untuk mengakhiri kerjasama tersebut.

21.Kerahasian (confidentiality)

Sangat penting bagi setiap pihak dalam joint venture untuk berkomitmen dan bertanggung jawab terhadap kerahasian informasi aktivitas joint venture company yang didirikan. Kewajiban menjaga rahasia penting perusahaan tidak terbatas sampai waktu tertentu saja, bahkan setelah kerjasama berakhir kerahasian tetap harus dijaga oleh para pihak.

22.Itikad baik, konsultasi, non kompetitif dan kewajiban mempromosikan tujuan perusahaan joint venture.


(16)

Pasal ini menggambarkan prinsip universal yang berlaku dalam sebuah

Joint Venture Agreement, yaituItikad baik, mengedepankan kepercayaan, keyakinan untuk mencapai tujuan terbaik bagi perusahaan.

Di dalam joint venture agreement, perlu dirinci secara tegas batasan mengenai aktivitas persaingan yang tidak diperbolehkan antara para pihak dengan joint venture company(competing).

23.Evaluasi dan perubahan (ammademen)

Perubahan situasi dan keadaan memungkin perjanjian yang dibuat untuk dilakukan evaluasi, landasan utama dalam pasal yang mengatur tentang evaluasi adalah itikad baik dari para pihak.

Apabila dalam sebuah evaluasi yang dilakukan, terdapat kententuan perjanjian yang perlu dirubah untuk kepentingan bersama, maka perubahan yang akan diputuskan tersebut diambil dengan cara-cara yang telah disetujui dan disepakati. Perubahan yang diambil hanya dilakukan untuk tujuan yang lebih baik bagi perkembangan perusahaan.

24.Force Majeure

Pasal force majeure adalah klausa yang selalu digunakan dalam kontrak internasional. Dalam pasal force majeure mengantisipasi kemungkinan yang akan terjadi dan menyebabkan ketentuan dalam perjanjian tidak dapat laksanakan oleh salah satu pihak. Penyebabnya adalah keadaan memaksa diluar kemampuannya. Seperti bencana alam, perperangan, kebijakan pemerintah dan lain-lain yang dipertegaskan secara rinci dalam perjanjian.


(17)

Merupakan ketetapan standar dalam perjanjian untuk memperjelas jika dalam perjanjian ditemukan ketetapan yang tidak sah, hal itu tidak akan membawa efek bagi keseluruhan perjanjian, atau tidak terpenuhinya kewajiban tertentu, bukan berarti tidak berlakunya semua ketentuan-ketentuan di dalam perjanjian.

26.Pemberitahuan (notices)

Merupakan ketentuan standar dalam pelayanan formal, tetapi menjadi penting bagi para pihak untuk selalu memperhatikannya. Seperti ketentuan pemanggilan rapat pemengang saham diumumkan melalui surat kabar. 27.Amandemen

Amademen terhadap perjanjian hanya efektif jika ditanda tangani oleh para pihak, dan melalui proses-proses yang telah ditentukan berdasarkan kesepakatan.

28.No assignment

Pasal ini membuat jelas bahwa hak dan kewajiban berdasarkan perjanjian tidak bisa di alihkan begitu saja kepada pihak lain. Peralihan akan memberikan pengaruh kepada hak dan kewajiban di dalam Joint venture company.

29.Pilihan hukum (applicable law)

Ini merupakan ketentuan yang harus benar-benar dipertimbangkan secara mendalam dan spesifik mengenai pilihan hukum dalam perjanjian. Biasanya pilihan hukum diambil dari pertimbangan dimana nantinya perusahaan joint venture akan didirikan dan melakukan operasinya.


(18)

Para pihak perlu menentukan dan memperkenal cara-cara yang dapat dipergunakan untuk menyelesaikan masalah-masalah utama yang timbul dan mampu untuk dicari jalan keluarnya (problem solving), termasuk pada saat tidak adanya titik temu antara para pihak ketika pengambilan sebuah keputusan dalam sebuah rapat umum pemegang saham (RUPS) atau rapat-rapat Dewan Direksi.

31.Penandatangan dan pengesahan Perjanjian

Setelah tercapainya kesepakatan antara para pihak mengenai pasal-pasal dan ketentuan yang tuangkan dalam perjanjian, maka kesepakatan tersebut harus ditandatangani oleh para pihak dan dibuat dalam beberapa rangkap, baik untuk kepentingan para pihak yang menandatangani maupun pihak ketiga yang terkait, seperti BKPM, Departemen Hukum dan Ham dan atau departemen terkait lainya.

C. Lahirnya Joint Venture Company dalam Bentuk Perseroan Terbatas melalui Joint VentureAgreement

Joint venture agreement antara investor asing dengan nasional bertujuan untuk membentuk perusahaan joint venture dan menjalankan kegiatan ekonominya sebagai sebuah badan hukum. Badan hukum yang ditetapkan oleh UUPM untuk perusahaan joint venture bermodalkan asing adalah perseroan terbatas (PT), yang diatur dalam Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas.

Secara prosedural, pada dasarnya tidak ada perbedaan yang mendasar dalam pengajuan permohonan PMA atas pendirian perusahaan baru maupun penyertaan atas perusahaan PMDN yang telah ada sebelumnya, karena dengan


(19)

beralihnya suatu PMDN menjadi PMA, maka PMDN tersebut harus meminta persetujuan-persetujuan layaknya mendirikan perusahaan baru. Perbedaannya hanyalah terhadap perusahaan eksisting, tidak perlu melakukan pendaftaran perusahaan (TDP dan NPWP), melainkan hanya memerlukan persetujuan Menteri dalam rangka terjadinya perubahan struktur modal.

Berdasarkan ketentuan yang terdapat dalam Pasal 23 Perka BKPM No. 12 Tahun 2009, setiap terjadinya perubahan struktur penanaman modal wajib melakukan pendaftaran penanaman modal ke BKPM. Dalam Perka BKPM ini, perubahan-perubahan dapat mencakup:53

1. Perubahan Bidang Usaha atau Produksi 2. Perubahan Investasi

3. Perubahan/Penambahan Tenaga Kerja Asing

4. Perubahan Kepemilikan saham Perusahaan PMA atau PMDN atau Non PMA/PMDN

5. Perpanjangan JWPP 6. Perubahan Status

7. Pembelian Saham Perusahaan PMDN dan Non PMA/PMDN oleh asing atau sebaliknya

8. Penggabungan 9. Perusahaan/Merger

Beberapa dokumen yang perlu diperhatikan pada saat mengajukan permohonan untuk mendirikan PMA di Indonesia adalah:54

53

http://gofartobing.wordpress.com/2010/01/26/kajian-mengenai-perusahaan-penanaman-modal-asing-pma-di-indonesia/. Diakses tanggal 26 Oktober 2010.


(20)

1. Formulir yang dipersyaratkan dalam rangka penanaman modal sebagaimana diatur dalam Perka BKPM No. 12 Tahun 2009;

2. Surat dari Instansi Pemerintah Negara yang bersangkutan atau surat yang dikeluarkan oleh kedutaan besar/kantor perwakilan Negara yang bersangkutan dalam hal pemohon adalah pemerintah Negara lain

3. Paspor dalam hal pemohon adalah perseorangan asing

4. Rekomendasi visa untuk bekerja (dalam hal akan dilakukan pemasukan tenaga kerja asing)

5. KTP dalam hal pemohon adalah warga Negara Indonesia 6. Anggaran dasar dalam hal pemohon adalah badan usaha asing

7. Akta pendirian dan perubahannya beserta pengesahan dari Menteri Hukum dan HAM dalam hal pemohon adalah Badan Usaha Indonesia

8. Proses dan flow chart uraian kegiatan usaha 9. Surat kuasa (bila ada); dan

10.NPWP

Setelah diperolehnya persetujuan PMA dari BKPM, maka persetujuan tersebut selanjutnya akan diteruskan kepada Notaris dalam rangka perubahan Anggaran Dasar dan pembuatan Akta Jual beli Saham (bila penanaman modal tersebut dilakukan melalui jual beli saham). Setelah itu, maka proses selanjutnya adalah permohonan penyampaian persetujuan kepada Menteri Hukum dan HAM dengan menyertakan semua dokumen pendukung. Setelah mendapatkan Pengesahan/Persetujuan dari Menteri Hukum dan HAM, maka dilanjutkat dengan permohonan Izin Usaha Tetap melalui BKPM dengan melampirkan semua dokumen yang diperlukan.


(21)

1. Pembuatan Akta Pendirian dan Anggaran Dasar

Perseroan Terbatas sebagai badan hukum memiliki kekayaan sendiri yang terlepas dari kekayaan para pendiri dan pemilik sahamnya atau dari perusahaan induknya.

Joint venture agreement yang telah disepakati kemudian menjadi akta perjanjian sebagai syarat dalam mengajukan izin kepada BKPM dan bagi pembuatan Badan Hukum Perseroan Terbatas. Bab II Pasal 7 ayat 1 Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang perseroan terbatas, menjelaskan bahwa:

“Perseroan didirikan oleh 2 orang atau lebih dengan akta notaris yang dibuat dalam bahasa Indonesia”. 55

Tidak semua ketentuan-ketentuan yang disepakati dalam joint venture agreement dapat dimasukan ke dalam akta pendirian perusahaan. Akta pendirian perusahaan yang dibuat oleh notaris biasanya memiliki standar format yang sudah ditetapkan, penetapan standar tersebut bertujuan untuk mempermudah proses klarifikasi kelengkapan dokumen yang akan diajukan kepada Departemen Hukum dan HAM.

56

55

Indonesia, Undang-undang No. 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas, Lembar Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 106, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4756, Pasal 7 ayat 1.

56 Rudhi Prasetya, Op. cit., hal 167.

Para pihak tidak secara bebas dapat menentukan anggaran dasar, biasanya pada saat pembuatan joint venture agreement para pihak juga membuat draft untuk anggaran dasar perseroan, sehingga ketentuan yang ada dalam anggaran dasar tidak berbeda jauh dengan joint venture agreement.


(22)

Akta pendirian memuat anggaran dasar dan keterangan lain yang berkaitan dengan pendirian perseroan, keterangan lain tersebut sekurang-kurangnya memuat: 57

a. Nama lengkap, tempat dan tanggal lahir, pekerjaan, tempat tinggal, dan kewarganegaraan pendiri perserorangan, atau nama, tempat kedudukan, dan alamat lengkap serta nomor dan tanggal Keputusan menteri mengenai pengesahan badan hukum dari pendirian perseroan;

b. Nama lengkap, tempat dan tanggal lahir, pekerjaan, tempat tinggal, kewarganegaraan, anggota direksi dan Dewan Komisaris yang pertama kali diangkat;

c. Nama pemengang saham yang telah mengambil bagian saham, rincian jumlah saham, dan nilai nominal saham yang telah ditempatkan dan disetor.

d.

Dalam pembuatan akta pendirian, pendiri dapat diwakili oleh orang lain berdasarkan surat kuasa.

Selain ketentuan yang dimaksud di dalam Pasal 8 UUPT, anggaran dasar dapat juga memuat ketentuan lain yang tidak bertentangan dengan Undang-undang Perseroan Terbatas.

Secara jelas UUPT menegaskan bahwa ketentuan yang berkaitan dengan penerimaan bunga tetap atas saham; dan ketentuan tentang pemberian manfaat pribadi kepada pendiri atau pihak lain, tidak boleh dimuat dalam anggaran dasar.58

2. Pengesahan Badan Hukum

57

Indonesia, Op. cit, Pasal 8. 58 Ibid, Pasal 15 ayat 3 dan 4.


(23)

Akta pendirian dan anggaran dasar yang telah dibuat oleh pejabat notaris, kemudian harus memperoleh Keputusan Menteri untuk disahkan sebagai Badan Hukum Perseroan. Ketentuan ini dijelaskan dalam Pasal 9 UUPT sebagai berikut:59

a. Untuk memperoleh keputusan menteri mengenai pengesahaan badan hukum Perseroan sebagai mana yang dimaksud dalam Pasal 7 ayat 4, pendiri bersama-sama mengajukan permohonan melalui jasa teknologi informasi sistem administrasi badan hukum secara elektronik kepada menteri dengan mengisi format isian yang memuat sekurang-kurangnya: 1) Nama dan tempat kedudukan perseroan;

2) Jangka waktu pendirian perseroan;

3) Maksud dan tujuan serta kegiatan usaha perseroan; 4) Jumlah modal dasar, modal ditempat dan modal disetor; 5) Alamat lengkap perseroan

b. Pengisian format sebagaimana yang dimaksud pada ayat 1 harus didahului dengan pengajuan nama perseroan;

c. Dalam hal pediri tidak mengajukan sendiri permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dan ayat 2, pendiri hanya dapat memberi kuasa kepada notaris.

d. Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengajuan dan pemakaian nama perseroan diatur dengan peraturan pemerintah.

Pengajuan untuk mendapatkan pengesahaan dari menteri paling lambat diajukan 60 (enam puluh) hari, terhitung sejak tanggal akta pendirian di


(24)

tandatangani para pendiri. Pengajuan tersebut harus dilengkapi dengan dokumen-dokumen pendukung. Menteri atas dasar pertimbangan kelengkapan dokumen-dokumen permohonan yang disampaikan melalui fasilitas elektronik, akan memberikan jawaban tidak keberatan melalui fasilitas elektronik, begitu juga jika berkeberatan.60

Setelah pendiri menerima pemberitahuan tidak keberatan dari menteri, maka selambat-lambatnya selama 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal pernyataan tidak keberatan, para pemohon harus wajib menyampaikan secara fisik surat permohonan yang dilampiri oleh dokumen pendukung. Setelah dipenuhi secara lengkap, paling lambat 14 (empat belas) hari, menteri menerbitkan keputusan tentang pengesahaan badan hukum perseroan yang ditandatangani secara elektronik.61

Sistem pendirian dan pengesahaan anggaran dasar Perseroan Terbatas (PT) secara online melalui Sistem Administrasi Badan Hukum (SISMINBAKUM), adalah merupakan bentuk pelayanan kepada masyarakat yang diupayakan oleh Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia melalui Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum. Fasilitas pelayanan tersebut mencakupi:62

a. Pengesahan Badan Hukum Perseroan Terbatas;

b. Permohonan Persetujuan dan Penerimaan Pemberitahuan Perubahaan Anggaran Dasar Perseroan;

c. Penyampaian pelaporan akta perubahan anggaran dasar Perseroan Terbatas; dan

60

Ibid, Pasal 10 ayat 3 dan 4. 61

Ibid, Pasal 10 ayat 6 62

Departemen Hukum dan HAM, Peraturan Menteri Hukum dan HAM No. M-01.HT.01.01 Tahun 2008, Tentang Daftar Perseroan, Pasal 1 angka 2


(25)

d. Pemberian informasi lainya melalui elektronik.

3. Daftar Perseroan dan Pengumuman

Setelah pemohon memperoleh pengesahan badan hukum perseroan oleh menteri, maka perseroan dimasukan dalam daftar perseroan pada tanggal yang bersamaan dengan tanggal Keputusan menteri mengenai pengesahaan badan hukum perseroan,63

a. Akta pendirian perseroan beserta keputusan menteri sebagaimana yang dimasud dalam Pasal 7 ayat 4 UUPT;

persetujuan atas perubahan anggaran dasar yang memerlukan persetujuan.

Kemudian menteri melakukan pengumuman dalam Tambahan Berita Negara Republik Indonesia, isi pengumaman tersebut meliputi:

b. Akta perubahan anggaran dasar perseroan beserta keputusan menteri sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 21 ayat 1;

c. Akta perubahaan anggaran dasar yang telah diterima pemberitahuannya oleh menteri.

Pengumuman tersebut dilakukan oleh menteri paling lambat 14 (empat belas) hari terhitung sejak tanggal diterbitnya keputusan menteri berkaitan dengan status badan hukum yang telah disahkan.

Ketentuan yang terdapat dalam Pasal 29 UUPT yang baru jelas berbeda dengan ketentuan Pasal 21 ayat 1 UUPT yang lama. Pendaftaran Perseroan menurut UUPT lama mengacu pada Undang-undang Wajib Daftar Perusahaan


(26)

Nomor 3 Tahun 1982 (UUWDP), perbedaan tersebut terletak pada pihak yang berwenang untuk melakukan pendaftaran.

Perbedaan mendasar dalam ketentuan UUPT yang baru dengan UUPT No. 1 Tahun 1995, mengandung unsur kontradiktif normatif yang menimbulkan 2 masalah, yaitu pertama, ketidak jelasan hukum khususnya bagi para pelaku usaha dan notaris yang melakukan pendaftaran perusahaan, apakah dilakukan di departemen Hukum dan HAM atau Departemen Perindustrian.64

Kedua, terdapatnya pengaturan yang tidak sama, dalam Undang-undang Wajib Daftar Perusahaan (UUWDP) diatur sanksi dengan ancaman melakukan tindak pidana kejahatan atau pelanggaran jika tidak mengikuti ketentuan UUWDP, sedangkan dalam UUPT baru tidak diatur tentang adanya sanksi sehingga apabila data perseroan telah masuk dalam daftar perseroan sesuai dengan ketentuan Pasal 29 ayat 3 UUPT baru, maka akan menimbulkan pertanyaan, apakah pendaftaran menurut UUWDP masih perlu dilakukan.

65

Merujuk pada permasalahan tersebut di atas, seyogyanya apabila data perseroan telah masuk dalam daftar perseroan sesuai dengan ketentuan UUPT yang baru, maka pendaftaran menurut UUWDP seharusnya sudah tidak diperlukan lagi. Hal ini merupakan salah satu langkah positif yang dapat diambil untuk menarik minat investor asing agar tidak enggan berinvestasi di Indonesia, Apapun kontradiktif normatif ketentuan yang ada, sebuah badan hukum perseroan dinyatakan lahir setelah mendapatkan pengesahan badan hukum dan diumumkannya Perseroan Terbatas dalam Lembar Negara Republik Indonesia.

64

Ita Kurniasih,“Implikasi Perubahan Undang-undang No. 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas Terhadap Undang-undang No. 3 Tahun 1982 Tentang Wajib Daftar Perusahaan”, Jurnal Hukum dan Pasar Modal, Vol. III. Edisi 4 Tahun 2008, hal. 5.


(27)

sebab penanam modal tentunya lebih mengharapkan adanya pengaturan yang lebih efektif dan praktis untuk dapat berinvestasi di Indonesia melalui kemudahan proses pendaftaran perusahaan.

D. Kedudukan Joint Venture Agreement dan Anggaran Dasar Perseroan Terbatas (PT) Joint VentureCompany

1. Kedudukan joint ventureagreement

Perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai Undang-undang bagi mereka yang membuatnya, ketentuan tersebut sebagaimana yang dinyatakan dalam Pasal 1338 ayat 1 KUHPerdata, disamping itu ketentuan tersebut mengisyaratkan bahwa suatu perjanjian memiliki kekuatan mengikat bagi para pihak yang berjanji (pacta sun servanda) dan menjadi hak serta kewajiban antara para pihak yang menyetujuinya.66

a. Pasal maksud dan tujuan (object of the joint venture) dari perjanjian joint venture, Pasal ini biasanya langsung diadopsi dalam pembuatan anggaran dasar perseroan terbatas, dimana dalam anggaran dasar perseroan harus menetapkan tujuan didirikannya perseroan terbatas.

Tidak semua ketentuan yang ada dalam Joint venture Agreement dapat dijabarkan dalam anggaran dasar perseroan terbatas. Hanya kesepakatan-kesepakatan tertentu, namun ketentuan yang harus ada dalam anggaran dasar, diantaranya:

67

66

http://www.scribd.com/doc/35182234/Chapter-II. Diakses tanggal 30 Juli 2010. 67

Pasal 15 ayat 1 hurup b Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas.

Para pihak harus sudah sangat mengerti dan memahami hak dan kewajiban yang telah ditentukan berkaitan dengan tujuan joint venture agreement.


(28)

b. Pasal mengatur Pendirian, Permodalan dan kedudukan joint venture company, dalam Pasal ini beberapa ketentuan dapat dimasukan kedalam anggaran dasar perseroan terbatas, dan menjadi kesepakatan para pihak yang telah tercapai sebelum anggaran dasar dibuat, yaitu mengenai jumlah modal dan penyertaan saham masing-masing pihak. Nama yang akan digunakan menjadi nama Persroan Terbatas, tempat alamat perusahaan

joint venture yang dipilih menjadi tempat domisili.

c. Pengalihan saham (transfer of share), UUPT mengatur hal yang sama dalam pengalihan saham serta melakukan beberapa pembatasan, seperti yang telah diatur dalam Bab III Modal dan Saham. Ketentuan tersebut antara lain mengenai kepemilikan saham, penyetoran saham, pengalihan dan pembelian saham, klasifikasi jenis saham, hak suara pemegang saham.68

d. Rapat Pemegang Saham (shareholders meeting), rapat pemegang saham merupakan mekanisme pengambilan keputusan yang diperjanjikan dalam

joint venture agreement dan disepakati oleh para pihak, biasanya mengatur cara pelaksanaanya, tempat, pemanggilan dan waktu. Ketentuan pelaksanaannya harus diatur dan tercantum dalam anggaran dasar. UUPT mengatur ketentuan rapat umum pemegang saham dalam Bab VI Pasal 75 sampai dengan Pasal 91. Rapat Umum Pemengang Saham (RUPS) adalah organ perseroan yang mempunyai wewenang yang tidak diberikan kepada

68

Bab III Tentang Modal dan Saham, Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas.


(29)

Direksi dan Dewan Komisaris dalam batas yang ditentukan dalam Undang-undang ini dan atau anggaran dasar. 69

e. Pasal Dewan Komisaris dan Direksi, dalam joint venture agreement, para pihak memperjanjikan komposisi serta jumlah Dewan Komisaris dan Direksi. Kewenangan menentukan komposisi dan jumlah Dewan Komisaris dan Direksi biasanya ditentukan oleh besar kecilnya saham yang dimiliki para pihak. Semakin besar saham yang miliki maka makin kuat daya tawar untuk menentukan penempatan orang-orang yang akan menduduki jambatan penting dalam perusahaan. Klausa yang mengatur Dewan Komisaris dan Direksi dalam joint venture agreement, biasanya diadopsi dan dimasukan dalam anggaran dasar perusahaan yang akan didirikan. Hal-hal penting biasanya diatur dalam Joint venture Agreement

maupun dicantumkan dalam anggaran dasar diantaranya mengenai mekanisme pengangkatan, pemberhentian, dan penggantian, serta tugas dan fungsi dari Dewan Komisaris dan Direksi.

f. Pembagian deviden dan rugi (distribution of profit and losses), pembagian deviden dan resiko kerugian yang diperjanjikan dalam joint venture agreement biasanya didasari atas presentase kepemilikan saham. Pembagian deviden ini dipersyaratkan oleh Pasal 15 ayat (1) huruf i UUPT yang menyatakan bahwa dalam anggaran dasar sekurang-kurangnya memuat cara penggunaan laba dan pembagian deviden.70

69

Pasal Pasal 1 ayat 4 dan Pasal 75 ayat 1, Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas.

70 Indonesia, Op. cit., Pasal 15 ayat 1 huruf i.

Pembagian dan deviden dan hak suara tidak hanya atas dasar presentase kepemilikan saham, tetapi juga tergantung kepada jenis saham yang miliki,


(30)

Undang-undang memberikan keleluasaan bagi para pihak untuk menentukan dan mengaturnya secara jelas dalam anggaran dasar. Sebagaimana yang diatur dalam Pasal 53 UUPT ayat 1 sampai 4.

g. Pasal yang berkaitan dengan jangka waktu berdirinya perusahaan joint venture agreement, jangka waktu berdirinya joint venture jika diperjanjikan oleh para pihak dapat dimasukan dalam anggaran dasar perseroan terbatas untuk menentukan jangka waktu berdirinya perusahaan perseroan. Pasal 15 ayat 1 huruf c UUPT menjelaskan, dalam anggaran dasar setidaknya memuat jangka waktu berdirinya perseroan.

Di dalam joint venture agreement ada beberapa ketentuan yang biasanya tidak dimuat dalam anggaran dasar perseroan, salah satu penyebabnya adalah

Joint venture Agreement mengatur hak dan kewajiban para pihak lebih rinci dan luas, sedangkan anggaran dasar mengikuti standar-standar yang telah ditetapkan.

Walaupun pada dasarnya, UUPT membuka kemungkinan para pihak untuk memasukan ketentuan-ketentuan lain yang disepakati asal tidak saling bertentangan dengan UUPT, sebagaimana diperbolehkan dalam Pasal 15 ayat 2 UUPT.

Beberapa kesepakatan yang biasanya tidak dimasukan di dalam anggaran dasar diantaranya: 71

a. Definisi (contractual definitions), sebuah Joint venture Agreement

membuat Pasal khusus yang menjelaskan pengertian dan istilah melalui sebuah definisi yang bertujuan untuk menghindari kesalahpahaman atau kesalahan interprestasi maksud para pihak. Definisi yang disepakati dalam

71

Rai Widjaya, “Merancang Suatu Kontrak”, Edisi Revisi (Jakarta: Kesaint Blanc, 2007), hal. 121-142.


(31)

Joint venture Agreement biasanya menjadi rujukan dalam menentukan klausa-klausa perjanjian lain yang berhubungan. Seperti perjanjian know-how, lisensi, perjanjian pemasaran, bantuan teknis dan lain-lain.

b. Klausa yang berkaitan dengan pengaturan kekayaan intelektual (HAKI), di dalam perjanjian joint venture, klausa yang mengatur HAKI adalah sangat penting. Terkadang salah satu pihak dalam Joint venture Agreement

memberikan kontribusi yang besar berupa kekayaan intelektual, seperti Patent, Merek, Lisensi, Metode Manajemen, Pemasaran dan Keahlian Produksi (teknis). Semua peralihan hak kekayaan intelektual tersebut membutuhkan pengaturan dan syarat-syarat tertentu. Perjanjian tersebut biasanya bukan perjanjian antara salah satu pihak di dalam joint venture agreement, melainkan perjanjian antara salah satu pihak dengan joint venture company yang akan didirikan. Joint venture Agreement hanya menetapkan adanya persetujuan salah satu pihak untuk memberikan lisensi, hak merek, paten, bantuan manajemen, keahlian dan teknologi. c. Pasal yang berkaitan dengan langkah-langkah administratif sebagai upaya

untuk mendirikan perusahaan joint venture. Dalam ketentuan ini, para pihak menetapkan secara jelas kewajiban-kewajiban para pihak dalam upaya pendirian perusahaan joint venture, seperti pengurusan perizinan, tempat, dan lain-lain.

d. Force majeur, anggaran dasar perseroan terbatas tidak memuat klausa

force majeur yang selalu diperjanjikan dalam setiap perjanjian joint venture, baik yang bersifat nasional maupun internasional. Force majeur,


(32)

dapat menjalankan kewajibanya oleh sebab diluar kekuasaannya. Force majeur hanya diatur dalam rezim hukum perjanjian (law of agreement)

dan tidak diatur dalam hukum perusahaan (company law).

e. Pengakhiran sebagai akibat kelalaian (events of default), Pengakhiran perjanjian sebagai akibat kelalaian atau kesalahaan salah satu pihak sangat mungkin terjadi. Untuk itu dalam sebuah Joint venture Agreement diatur secara jelas mengenai keadaan kelalaian atau kesalahaan yang dapat mengakibatkan berakhirnya perjanjian kerjasama. Anggaran dasar tidak mengatur mekanisme pengakhiran ini, anggaran dasar cenderung hanya memberikan pedoman mengenai mekanisme pelaksanaan pencapain tujuan perusahaan melalui pengaturan badan hukumnya, bukan tindakan para pemegang saham atau pengurusnya.

f. Hukum yang berlaku (applicable law), perbedaan asal negara menyebabkan perbedaan sistem hukum yang dianut oleh para pihak dalam

joint venture agreement, sehingga klausa ini menjadi benar-benar dipertimbangkan secara matang untuk dapat menentukan hukum mana yang berlaku. Dengan asas freedom of contract para pihak dengan bebas dapat menentukan hukum mana yang berlaku. Namun dalam anggaran dasar, ketentuan yang berlaku adalah ketentuan yang ada dalam anggaran dasar dan tidak bertentangan dengan UUPT, anggaran dasar tidak melihat negara asal para pihak, perbedaan sistem hukum atau subjek hukum yang ada dalam perjanjian.

g. Penyeseleaian sengketa (resolustion of disputes), persengketaan dalam sebuah hubungan bisnis sangat mungkin terjadi. Salah satu penyebabnya


(33)

adalah adanya perbedaan latar belakang, baik hukum maupun budaya.

Joint venture Agreement yang dibuat oleh para pihak dijabarkan secara rinci dan luas, termasuk kemungkinan cara-cara penyelesaian sengketa. Pasal penyelesaian sengketa berisikan pilihan forum atau lembaga tempat sengketa akan dibawah, apakah melalui peradilan umum diwilayah domisili perusahaan joint venture, atau lembaga arbitrase. Anggaran dasar tidak memuat mengenai pilihan hukum dan pilihan forum bagi para pihak yang bersengketa.

h. Pasal-Pasal lainnya, isi Joint venture Agreement dibuat secara rinci dan komprehensif dengan tujuan mempermudah para pihak menjalankan joint venture company. Misalnya Pasal Entirety (keseluruhan), severability, assignability, confidentiality, disclaimer of agency, miscellaneous.

Joint venture agreement seringkali diikuti oleh perjanjian lainnya yang mendukung Joint venture agreement, perjanjian itu sangat penting bagi sebuah perusahan joint venture. Perjanjian-perjanjian pendukung tersebut juga tidak bisa dimasukan dalam anggaran dasar perseroan terbatas, diantaranya: 72

a. License agreement and use of trademark

Yaitu perjanjian antara pemilik merek dagang (yang "pemberi lisensi") dan orang lain atau badan usaha (yang "lisensi") di mana lisensor memberikan izin kepada penerima lisensi untuk menggunakan merek dagang atau merek dagang dalam perdagangan.

b. Technical agreement

72


(34)

Yaitu suatu kontrak tentang pemberian informasi teknologi yang diterapkan melalui suatu teknik dengan menyertakan seorang pelatih untuk aplikasi dari pengetahuan.

c. Assistance agreement

Merupakan suatu perjanjian kerjasama, dimana seorang pakar dengan pengetahuan atau keterampilan yang spesifik untuk memberikan atau menyediakan informasi terhadap suatu hal tertentu yang ditujukan pada suatu masalah sesuai dengan yang dibutuhkan.

d. Loan agreement

Adalah suatu kontrak ditandatangani antara yang mengatur persyaratan pinjam-meminjam. Perjanjian pinjaman biasanya berhubungan dengan pinjaman uang tunai, tetapi pasar kontrak tertentu juga digunakan untuk mengatur pinjaman efek.

e. Agency agreement

Yaitu kontrak yang sah menciptakan hubungan fidusia dimana pihak pertama setuju bahwa tindakan dari pihak kedua (agen) mengikat pihak pertama untuk perjanjian, kemudian dibuat oleh agen tersebut seolah-olah pihak pertama adalah mewakili diri pribadi dalam perjanjian kemudian tersebut.

f. Distributionagreement

Perjanjian legal antara satu pihak dan pihak lainnya, untuk menangani distribusi suatu produk.


(35)

Joint venture Company yang lahir karena adanya joint veture agreement

yang dibuat oleh para pihak dalam rangka penanaman modal asing di Indonesia, harus memiliki badan hukum berbentuk perseroan terbatas. Pembentukan badan hukum perseroan terbatas tersebut mengikuti persyaratan dan ketentuan yang diatur dalam Undang-undang Nomor. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.

Persyaratan dan ketentuan untuk mendirikan perusahaan berbadan hukum perseroan terbatas, dimulai dengan membuat akta pendirian perusahaan perseroan terbatas yang disahkan oleh pejabat notaris. Akta pendirian tersebut disamping memuat berbagai persyaratan administrasi lainya, akta harus memuat sebuah Anggaran Dasar Perseroan Terbatas. seperti yang diatur dalam Pasal 8 UUPT berikut ini:

Pasal 8

(1) Akta pendirian memuat anggaran dasar dan keterangan lain berkaitan dengan pendirian Perseroan.

(2) Keterangan lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat sekurang-kurangnya :

a. nama lengkap, tempat dan tanggal lahir, pekerjaan, tempat tinggal, dankewarganegaraan pendiri perseorangan, atau nama, tempat kedudukan dan alamat lengkap serta nomor dan tanggal Keputusan Menteri mengenai pengesahan badan hukum dari pendiri Perseroan;

b. nama lengkap, tempat dan tanggal lahir, pekerjaan, tempat tinggal, kewarganegaraan anggota Direksi dan Dewan Komisaris yang pertama kali diangkat;

c. nama pemegang saham yang telah mengambil bagian saham, rincian jumlah saham, dan nilai nominal saham yang telah ditempatkan dan disetor.

d. dalam pembuatan akta pendirian, pendiri dapat diwakili oleh orang lain berdasarkan surat kuasa.73

Ketentuan dalam Pasal 8 UUPT tersebut menghendaki adanya kejelasan para pihak yang akan mendirikan badan hukum perseroan, keterangan-keterangan yang dibutuhkan seperti nama, identitas, tempat tinggal, serta kewarga negaraan.


(36)

Kejelasan mengenai kewarganegaraan diperlukan sebagai persyaratan, pada dasarnya badan hukum Indonesia berbentuk perseroan didirikan oleh warga negara Indonesia atau badan hukum Indonesia. Namun kepada warga negara asing atau badan hukum asing diberikan kesempatan untuk mendirikan badan hukum di Indonesia yang berbentuk perseroan, sepanjang Undang-undang yang mengatur bidang usaha perseroan tersebut memungkinkan, atau pendirian perseroan tersebut diatur dengan Undang-undang tersendiri. Dalam hal pendirian adalah badan hukum asing, nomor dan tanggal pengesahaan badan hukum pendiri adalah dokumen yang sejenis, antara lain certificate of incorporation.74

Anggaran dasar perseroan adalah seperangkat aturan-aturan mengenai pelaksanaan kegiatan perseroan terbatas sebagai sebuah badan hukum. Aturan-aturan yang dimuat didalam anggaran dasar menjadi pedoman bagi sahnya tindakan-tindakan hukum perseroan terbatas, baik tindakan bersifat internal maupun tindakan hukum dengan pihak ketiga (eksternal).75

Tindakan-tindakan hukum yang dimaksud diantaranya adalah pengangkatan dan pemberhentian Dewan Direksi, Komisaris, Tindakan-tindakan berkaitan dengan saham (kepemilikan, hak, penerbitan, pengalihan, jenis dan klasifikasi saham dan lain-lainnya), permodalan (modal dasar, modal ditempatkan, modal disetor dan penambahan modal), Mekanisme pengambilan keputusan perusahaan (Rapat umum pemegang saham (RUPS)), jumlah kuorum dalam rapat pengambil-an keputusan dan pembagian deviden.76

74

http://www.sisminbakum.go.id/peraturan/Data/Penjelasan%20UU%20No%201.php. Diakses tanggal 25 Juni 2010.

75

http://www.docstoc.com/docs/8385952/kedudukan-joint-venture-agreement-dan-anggaran-dasar-joint-venture-company. Diakses tanggal 25 Juni 2010.

76

Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas Bab II Bagian Kedua.


(37)

3. Struktur Anggaran Dasar

Format baku anggaran dasar perseroan terbatas telah diatur dalam Keputusan Direktur Jenderal Administrasi Hukum Umum Nomor : C-1.HT.01.01.TAHUN 2001 tentang Dokumen Pendukung Format Isian Akta Notaris (Dian ) Model I Dan Dokumen Pendukung Format Isian Akta Notaris ( Dian ) Model II Untuk Perseroan Terbatas Tertentu.

Para pihak dalam suatu perjanjian untuk mendirikan badan hukum perseroan terbatas diberikan kebebasan untuk membuat anggaran dasar dan menentukan isinya, namun harus tetap mengacu pada keputusan Dirjen Administrasi Hukum Umum tersebut. Merujuk pengaturan yang ada dalam UUPT, maka anggaran dasar suatu perseroan memuat hal-hal berikut:

a. Nama dan tempat kedudukan perseroan

Perseroan sebagai sebuah badan hukum (legal entity) menyandang hak dan kewajiban hukum dan diakui secara hukum.77

b. Maksud dan tujuan dan serta kegiatan usaha perseroan

Oleh karena itu badan hukum perseroan terbatas adalah subjek hukum yang memiliki kemandirian secara hukum, memiliki harta yang terpisah dari para pendirinya, anggota atau penanam modal perusahaan tersebut. Sebagai subjek hukum, Perseroan dikenal melalui sebuah nama dan kedudukannya yang jelas. Perseroan yang baru akan dibentuk, tidak diperbolehkan memakai sebuah nama yang telah digunakan oleh pihak lain.

Badan hukum perseroan dibentuk dengan tujuan tertentu, yaitu mencapai tujuan bisnis yang direncanakan, tujuan bisnis akan menunjukan

77

J. Satrio, Hukum Pribadi, Bagian I Persoon Alami, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 1999), hal 13


(38)

karekteristik perseroan tersebut karena erat kaitannya dengan peraturan yang berlaku. Maksud dan tujuan merupakan usaha pokok Perseroan.

Perseroan yang bertujuan menjadi perseroan terbuka (Tbk), maka peraturan pasar modal menjadi pedoman bagi perseroan tersebut untuk bertindak atau melakukan kegiatanya, begitu juga dengan dengan perusahaan yang bertujuan menjalankan investasi yang masuk dalam daftar investasi khusus, maka perseroan sebagai badan hukum akan banyak mendasari kegiatannya dengan peraturan dan Undang-undang khusus yang mengatur bidang investasi tersebut.

Di dalam sebuah Joint venture Agreement untuk mendirikan joint venture company, para pihak menyatakan dengan jelas tujuan dari kegiatan usaha patungan yang akan dijalankan, dan kemudian tujuan dari kegiatan yang dijanjikan dalam kontrak tersebut dapat dituangkan dalam sebuah anggaran dasar sebagai sistem manajemen perseroan terbatas (joint venture company).

c. Jangka waktu berdirinya perseroan

Pendirian suatu perseroan terbatas didasarkan atas perjanjian antara para pihak pendirinya, dalam perjanjian tersebut dapat ditentukan jangka waktu berakhirnya sebuah perseroan. Sekalipun dalam perjanjian, para pihak menyatakan jangka waktu pendirian perseroan adalah sampai waktu yang tidak ditentukan.

Penentuan jangka waktu pendirian perseroan, tidak bisa terlepas dari beberapa peraturan yang ada, dan terkait dengan jenis tujuan dan kegiatan perizinan usaha yang dibutuhkan perseroan dalam menjalankan tujuannya.


(39)

d. Besarnya modal dasar, modal ditempatkan, dan modal yang disetor.

Di dalam anggaran dasar harus dinyatakan dengan jelas besarnya modal dasar perseroan, modal dasar perseroan adalah keseluruhan nominal saham. UUPT Pasal 32 memberikan batasan minimal modal dasar perseroan sebesar Rp. 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah), namun untuk jenis usaha tertentu, jumlah modal dasar perseroan dapat lebih besar jumlahnya, tergantung pada aturan perundang-undangan yang ada.

Dalam anggaran dasar, ditentukan secara jelas besarnya jumlah modal yang harus ditempatkan dan disetor oleh para pihak sesuai dengan kontribusi yang diperjanjikan. Undang-undang memberikan batasan minimum modal yang harus ditempatkan dan disetor sebesar 25% (dua puluh lima perseratus) dari jumlah modal dasar.78

Penyetoran atas modal saham dapat dilakukan dalam bentuk uang dan atau dalam bentuk lainnya. Dalam hal penyetoran modal dalam bentuk lain, penilaian penyetoran saham ditentukan dalam nilai wajar yang ditentukan oleh penilai (appraisal) yang indenpenden. Apabila salah satu pihak menyetorkan modal dalam bentuk benda tidak bergerak, maka diwajibkan untuk mengumumkan dalam 1 (satu) surat kabar atau lebih, dan diumumkan dalam waktu 14 hari setelah akta pendirian ditangani atau setelah RUPS memutuskan penyetoran saham tersebut.

79

e. Jumlah saham, jika diperlukan adanya klasifikasi saham, hak-hak setiap saham, jumlah nominal setiap saham.

78

Indonesia, Op. cit., Pasal 33 ayat 1. 79 Ibid., Pasal 34.


(40)

Anggaran dasar perseroan mengatur mengenai kepemilikan saham dan segala bentuk perubahannya (pengalihan, penerbitan, penjaminan, dan pembelian). Kepemilikan saham mengambarkan hak suara bagi pemiliknya untuk menentukan dan mengambil keputusan perseroan. Di dalam anggaran dasar sebuah perseroan terbatas, saham dapat ditentukan macam dan jenisnya. Macam, jenis dan nominalnya mempengaruhi hak pemegangnya.

Saham perseroan dikeluarkan atas nama pemiliknya, syarat untuk kepemilikan saham yang dikeluarkan oleh perseroan diatur secara jelas dalam anggaran dasar dan memperhatikan ketentuan yang ditetapkan oleh instansi yang berwenang dan udang-undang yang berlaku.

Perseroan mengeluarkan saham dengan nominal, yang nilainya dicantumkan dalam mata uang rupiah, saham tampa nilai nominal tidak dapat dikeluarkan oleh perseroan kecuali ditentukan dalam peraturan perundang-undangan. Saham yang dikeluarkan dimasukan dalam suatu daftar kepemilikan saham, yang berisi nama, dan alamat pemegang saham, jumlah, tanggal perolehan saham, dan klasifikasinya jika mengeluarkan saham lebih dari satu jenis, jumlah yang disetor atas setiap saham, nama dan alamat yang memiliki hak gadai, fidusia dan tanggal pendaftarannya dan keterangan bentuk penyetoran saham dalam bentuk lain.80

Mengenai kepemilikan saham, perseroan dilarang mengeluarkan saham untuk dimiliki sendiri atau dimiliki perseroan lain yang sahamnya secara

80

Bagian Kelima Tentang Saham pada Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas.


(41)

langsung dan tidak langsung telah dimiliki oleh perseroan, sebagaimana ditentukan dalam Pasal 36 ayat 1 UUPT.

f. Nama jabatan dan jumlah anggota Direksi dan Dewan Komisaris serta mekanisme pemilihan, penggangkatan, dan pemberhentian.

Anggaran dasar perseroan terbatas, memuat nama jabatan dan jumlah anggota direksi dan dewan komisaris, lengkap dengan gambaran lingkup tanggung jawab masing-masing jabatan. Para pihak dalam joint venture agreement biasanya sudah menetapkan orang-orang yang akan menempati jabatan-jabatan tertentu seperti Direksi dan Dewan komisaris. Hak memberikan nominasi untuk mengisi jabatan Direksi dan Dewan Komisaris dimiliki para pihak dengan porsi yang berbeda. Pihak yang menjadi pemegang saham mayoritas lebih memiliki posisi kuat menempatkan orang-orangnya dalam jabatan penting.

Di dalam anggaran dasar, juga ditentukan secara jelas mekanisme pemilihan, penggangkatan, dan pemberhentian jabatan-jabatan yang ada dalam perseroan terbatas, salah satunya melalui RUPS.

g. Tata cara penyelenggaraan RUPS

Anggaran dasar memuat tata cara RUPS secara rinci. Baik dari jangka waktu pemberitahuan kepada para pemegang saham (pengumuman), tempat rapat, peraturan pengambilan keputusan dalam rapat (kourum hadir), baik RUPS biasa atau RUPS luar biasa. Tata cara pelaksanaan RUPS secara rinci disusun dalam anggaran dasar dengan berpedoman kepada UUPT.


(42)

Penyusunan ketentuan penggunaan laba dan pembagian deviden dalam anggaran dasar tidak boleh bertentangan dengan ketentuan UUPT.

Joint venture agreement memiliki kedudukan yang penting dalam pendirian sebuah joint venture company, prinsip kebebasan berkontrak memungkinkan para pihak mengatur banyak hal secara rinci, diteil, dan luas.

Kesepakatan-kesepakatan yang tercipta dalam sebuah joint venture agreement, dapat dijadikan rujukan dan landasan bagi para pihak untuk melakukan tindakan hukum lainya, seperti melaksanakan perjanjian-perjanjian pendukung (License Agreement dan Use of Trademark; Technical Agreement; Assistence Agreement; Loan Agreement; Agency Agreement; Distribution Agreement).81

Joint venture agreement juga dapat dijadikan acuan dalam membuat draft anggaran dasar sebuah joint venture company. Landasan hukum joint venture angeement dapat dijadikan rujukan membuat anggaran dasar sebuah joint venture company, adalah joint venture agreement tunduk pada hukum perjanjian, dimana hukum perjanjian menentukan bahwa perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai Undang-undang bagi mereka yang membuatnya, dan bagi mereka yang membuat perjanjian, maka perjanjian memiliki kekuatan mengikat (Pacta Sun Servanda). Perselisahan yang timbul berkaitan dengan isi joint venture agreement, diselesaikan dengan menggunakan instrumen hukum perjanjian.82

Joint venture agreement juga dapat dijadikan acuan dalam membuat draft anggaran dasar sebuah joint venture company. Landasan hukum joint venture angreement dapat dijadikan rujukan membuat anggaran dasar sebuah joint venture

81

http://www.docstoc.com. Loc. cit 82 Ibid


(43)

company, adalah joint venture agreement tunduk pada hukum perjanjian, dimana hukum perjanjian menentukan bahwa perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai Undang-undang bagi mereka yang membuatnya, dan bagi mereka yang membuat perjanjian, maka perjanjian memiliki kekuatan mengikat (Pacta Sun Servanda). Perselisahan yang timbul berkaitan dengan isi joint venture agreement, diselesaikan dengan menggunakan instrumen hukum perjanjian.83


(44)

BAB IV

JOINT VENTUREAGREEMENT DALAMPERSPEKTIF KITAB

UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA DAN UNDANG- UNDANG PENANAMAN MODAL

A. Joint VentureAgreement dalam Perspektif Kitab Undang-undang Hukum Perdata

1. Joint ventureagreement sebagai suatu bentuk perjanjian

Menurut Subekti, bahwa perjanjian kerjasama hanya mempunyai daya hukum intern (ke dalam) dan tidak mempunyai daya hukum ke luar”.84

Agar suatu perjanjian kerjasama dapat berlaku mengikat bagi mereka yang mengadakannya, maka perjanjian kerjasama tersebut haruslah memenuhi

Yang bertindak ke luar dan bertanggung jawab kepada pihak ketiga adalah para sekutu itu sendiri secara pribadi. Dapat dikatakan bahwa pembagian keuntungan dan pemikulan kerugian di antara para sekutu diatur dalam perjanjiannya, yang tidak perlu diketahui oleh masyarakat umum.

Pada joint venture agreement, bentuk kerjasama ini telah diikat dengan suatu ketentuan yang didasarkan atas kesepakatan. Kesepakatan tersebut dituangkan dalam pernyataan tertulis yang dipandang sebagai bukti terciptanya suatu kerjasama. Perjanjian kerjasama tersebut dimaksudkan untuk saling menguntungkan kedua belah pihak yang mengadakannya. Keuntungan di sini adalah keuntungan yang diperoleh dari usaha yang dijalankan sebagaimana yang disepakati dan sesuai dengan persentase yang telah diperjanjikan.


(45)

syarat yang telah ditetapkan oleh Undang-undang. Apabila syarat-syarat tersebut tidak dipenuhi, maka mengakibatkan perjanjian tersebut dikatakan batal demi hukum atau dapat dimintakan pembatalannya melalui hakim.

Pasal 1319 KUH Perdata menentukan bahwa:

“Semua persetujuan, baik yang mempunyai suatu nama khusus, maupun yang tidak terkenal dengan suatu nama tertentu tunduk pada bab yang lalu”

Dari ketentuan Pasal tersebut, jelaslah bahwa apabila tidak terdapat suatu ketentuan yang mengatur tentang perjanjian yang mempunyai nama khusus, maka terhadap perjanjian tersebut berlakulah ketentuan mengenai perjanjian pada umumnya sebagaimana yang diatur dalam ketentuan umum mengenai perjanjian.

Demikian pula perjanjian kerjasama patungan (joint venture agreement) yang merupakan salah satu bentuk perjanjian umum. Terhadap perjanjian kerjasama ini juga berlaku ketentuan mengenai syarat-syarat sahnya perjanjian pada umumnya, karena tidak terdapat ketentuan yang mengatur tentang syarat syarat-syarat sahnya perjanjian secara khusus.

Adapun untuk sahnya suatu perjanjian menurut ketentuan Pasal 1320 KUH Perdata adalah:

1. Adanya kesepakatan bagi para pihak yang mengikatkan diri

Dikaitkan dengan joint venture agreement, yang dimaksud dengan kesepakatan di sini adalah adanya rasa ikhlas atau saling memberi dan menerima atau sukarela di antara pihak-pihak yang membuat joint venture agreement tersebut. Kesepakatan tidak ada apabila kontrak dibuat atas dasar paksaan, penipuan atau kekhilafan.


(46)

Kecakapan di sini artinya para pihak dalam joint venture agreement haruslah orang-orang yang oleh hukum dinyatakan sebagai subyek hukum. Pada dasarnya semua orang menurut hukum cakap untuk membuat kontrak. Yang tidak cakap adalah orang-orang yang ditentukan hukum, yaitu anak-anak, orang dewasa yang ditempatkan di bawah pengawasan (curatele), dan orang sakit jiwa. Anak-anak adalah mereka yang belum dewasa yang menurut Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan belum berumur 18 (delapan belas) tahun. Meskipun belum berumur 18 (delapan belas) tahun, apabila seseorang telah atau pernah kawin dianggap sudah dewasa, berarti cakap untuk membuat perjanjian. 3. Suatu hal tertentu

Hal tertentu maksudnya objek yang diatur dalam joint venture agreement

tersebut harus jelas, setidak-tidaknya dapat ditentukan. Jadi tidak boleh samar-samar. Hal ini penting untuk memberikan jaminan atau kepastian kepada pihak-pihak dan mencegah timbulnya joint venture agreement fiktif.

4. Suatu sebab yang halal.

Maksudnya isi joint venture agreement tidak boleh bertentangan dengan perundang-undangan yang sifatnya memaksa, ketertiban umum, dan atau kesusilaan.

2. Joint ventureagreement sebagai bentuk persekutuan perdata

Bentuk persekutuan perdata (burgelijke maatschap) sebagaimana yang diatur dalam Bab VII buku III KUH Perdata adalah persekutuan yang termasuk


(47)

dalam hukum perdata umum. Batasan yuridis tentang persekutuan dimuat dalam Pasal 1618 KUH Perdata yang dirumuskan sebagai berikut:

“Persekutuan adalah suatu persetujuan dua orang atau lebih yang mengikatkan diri untuk memasukkan sesuatu dalam persekutuan, dengan maksud untuk membagi keuntungan yang terjadi karenanya.85

a. Perjanjian konsensual, yaitu perjanjian yang terjadi karena adanya persetujuan kehendak dari para pihak atau ada kesepakatan

Menurut ketentuan Pasal 1618 KUH Perdata, persekutuan perdata itu didirikan atas dasar perjanjian. Menurut sifatnya perjanjian itu ada dua macam golongan, yaitu:

b. Perjanjian riil, yaitu perjanjian yang terjadi setelah adanya penyerahan barang (objek perjanjian) seperti dalam perjanjian pand (gadai) dan penitipan barang.

Sesuai dengan sifat persekutuan perdata yang tidak menghendaki terang-terangan, maka dalam perjanjian mendirikan persekutuan perdata, Pasal 1618 KUH Perdata itu tidak mengharuskan adanya syarat tertulis dimana perjanjian yang dimaksud bersifat konsensual, yakni dianggap cukup dengan adanya persetujuan kehendak atau kesepakatan (konsensus). Perjanjian ini mulai berlaku sejak saat perjanjian itu menjadi sempurna atau sejak saat ditentukan dalam perjanjian, sebagaimana yang ditentukan dalam Pasal 1624 Kitab Undang-undang Hukum Perdata.

Menurut Chidir Ali bahwa perjanjian mendirikan persekutuan adalah perjanjian konsensuil, yaitu perjanjian yang terjadi karena adanya persetujuan kehendak dari para pihak atau ada kesepakatan sebelum ada tindakan-tindakan.

85

R. Subekti dan R Tjiptrosudibio, Kitab Undang-undang Hukum Perdata, (Jakarta: Pradnya Paramita, 1985), hal. 378.


(48)

Jadi pada persekutuan, jika sudah ada kata sepakat para pihak (sekutu) untuk mendirikannya, maka persekutuan itu dianggap sudah ada.86

3. Hak dan kewajiban para pihak dalam joint ventureagreement

Dalam joint venture agreement, bentuk perjanjian kerjasamanya adalah merupakan suatu permufakatan atau persepakatan antara pihak-pihak yang mengadakannya, dimana masing-masing pihak diikat oleh janji-janji yang telah diadakan antara masing-masing, kemudian berkembang menjadi satu kerjasama antara masing-masing pihak untuk secara bersama-sama mencapai suatu tujuan tertentu yang telah disepakati.

Perjanjian kerjasama patungan (joint venture agreement) merupakan semacam persetujuan yang terang bersifat timbal balik, sebagaimana halnya dengan persetujuan-persetujuan lainnya, seperti sewa menyewa, tukar menukar dan lain sebagainya. Sehingga dapat dikatakan bahwa dalam joint venture agreement, masing-masing pihak senantiasa mempunyai hak dan kewajiban.

Selain dari itu juga, pada umumnya dalam suatu perjanjian yang timbal balik selalu dapat dikatakan bahwa dalam tiap-tiap kewajiban yang dibebankan pada satu pihak telah tersimpul suatu kewajiban bagi pihak lain.

Dalam joint venture agreement, ditentukan hak dan kewajiban dari masing-masing pihak yang harus dilaksanakan, dimana antara hak dan kewajiban tersebut terdapat suatu keseimbangan. Joint ventureagreement telah diikat dengan suatu ketentuan yang didasarkan oleh kata sepakat dan dituangkan dalam kesepakatan tertulis dengan tujuan saling menguntungkan. Hal ini berarti bahwa

joint venture agreement menyebabkan para pihak mempunyai kewajiban untuk


(49)

memberikan kemanfaatan pada pihak lainnya dan sebaliknya, lawannya untuk menerima manfaat yang menguntungkan atau berguna bagi dirinya dari hubungan perjanjian tersebut.

B. Joint venture Agreement dalam Perspektif Undang-undang Penanaman Modal

1. Joint ventureagreement sebagai bentuk penanaman modal asing

Peningkatan penanaman modal khususnya Penanaman Modal Asing (PMA) di Indonesia sejak diberlakukannya Undang-undang Nomor 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing (PMA) dan Undang-undang Nomor 6 Tahun 1968 tentang Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) yang kemudian mengalami perubahan dan penambahan dengan diterbitkannya Undang-undang Nomor 11 Tahun 1970 tentang Perubahan dan Tambahan Undang-undang Nomor 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing dan Undang-undang Nomor 1 Tahun 1970 tentang Perubahan dan Tambahan Undang-undang Nomor 6 Tahun 1968 tentang Penanaman Modal Dalam Negeri, kemudian kedua Undang-undang tersebut digantikan dengan Undang-undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal.

Pelaksanaan Penanaman Modal Asing di Indonesia seperti yang ditetapkan dalam ketentuan penanaman modal asing sesuai dengan Pasal 1 ayat (3) Undang-undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal (UU Penanaman Modal) dinyatakan penanaman modal asing adalah kegiatan menanam modal untuk melakukan usaha di wilayah Negara Republik Indonesia yang dilakukan oleh penanaman modal asing, baik yang menggunakan modal asing sepenuhnya, maupun yang berpatungan dengan penanaman modal dalam negeri.


(50)

Dengan adanya pengaturan tersebut di atas seperti yang termuat dalam Pasal 3 UU Penanaman Modal, maka penanaman modal asing di lndonesia diperkenankan melaksanakan usahanya dalam bentuk usaha kerja sama (joint-venture) dengan pihak swasta nasional dalam bentuk dan cara kerjasama yang ditetapkan melalui peraturan pemerintah khususnya dalam hal komposisi kepemilikan saham perusahaan.87

2. Pengaturan joint venture dalam hukum penanaman modal

Pengaturan pemerintah dalam menetapkan bentuk usaha kerja sama (joint venture) antara penanaman modal asing dengan modal nasional dalam penjabarannya dilaksanakan pertama kali melalui instruksi Presidium Kabinet Nomor 36/U/IN/6/I967 yang ditetapkan dalam bentuk usaha kerja sama joint enterprise (perusahaan campuran) yang juga merupakan salah satu bentuk usaha kerja sama (joint-venture).

Gejala peningkatan kerja sama penanaman modal asing di Indonesia semakin ditingkatkan setelah pemerintah mengeluarkan kebijaksanaan pada tanggal 22 Januari 1974 yang berkaitan dengan masalah kerjasama penanaman modal asing dengan modal nasional Indonesia. Adapun kebijaksanaan tersebut menyangkut 2 (dua) hal, yaitu:

a. Meningkatkan peranan perimbangan partisipasi dalam pengelolaan modal antara modal asing dengan modal nasional.

b. Menyusun daftar skala prioritas penanaman modal.

Lebih lanjut kebijaksanaan tahun 1974 tersebut dijabarkan secara terperinci, di mana usaha-usaha peningkatan peranan dan partisipasi kerjasama

87

Aminuddin Ilmar, Hukum Penanaman Modal Di Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2007), hal. 48.


(51)

dengan pihak asing dalam hal penanaman modal khususnya usaha kerjasama dengan pihak asing dalam hal penanaman modal asing di Indonesia ditetapkan beberapa syarat sebagai berikut:88

a. Penanaman modal asing harus dalam bentuk joint- venture.

b. Pcnyertaan pihak Indonesia dalam penanaman modal asing harus menjadi 51%.

c. Persyaratan penggunaan tenaga kerja, tenaga teknis maupun manajemen. d. Kredit investasi hanya untuk pribumi.

Dengan adanya pengaturan kebijaksanaan tahun 1974 tersebut, maka penanaman modal khususnya penanaman modal asing di Indonesia yang akan melaksanakan usahanya diharuskan untuk melakukan usaha kerja sama (joint venture) dengan modal nasional meskipun pengaturan tersebut sedikit bertentangan dengan semangat yang ada dalam UU Nomor 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing (PMA) sebagaimana telah digantikan dengan Undang-undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal, yang pada prinsipnya memperkenankan adanya penanaman modal asing secara penuh (direct-investment).

Pengaturan lain yang ditetapkan pemerintah Indonesia dalam hal pelaksanaan usaha kerjasama (joint-venture) antara penanaman modal asing dengan modal nasional yang mengubah kebijaksanaan tahun 1974 yakni dengan dikeluarkannya Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 1992 tentang Persyaratan Pemilikan Saham dalam Perusahaan Penanaman Modal Asing yang ditetapkan pemerintah pada tanggal 16 April 1992. Pengaturan tersebut diikuti pula dengan


(52)

dikeluarkannya Keputusan Presiden Nomor 32, 33 dan 34 Tahun 1992 yang bersangkut paut dengan masalah bidang usaha, tata cara penanaman modal serta pertanahan untuk kegiatan penanaman modal asing.

Dalam peraturan tersebut seperti yang tertuang dalam PP No. 17 Tahun 1992 tentang Persyaratan Pemilikan Saham dalam Perusahaan Penanaman Modal Asing setidak-tidaknya mengatur 4 (empat) masalah pokok, yaitu:

a. Penentuan jumlah/nilai minimum modal yang ditanam; b. Penentuan bentuk usaha;

c. Pengecualian terhadap ketentuan jumlah/nilai minimum modal yang ditanam dan bentuk usaha; serta

d. Penggunaan laba perusahaan.

Lahirnya Peraturan Pemerintah Nomor 20 tahun 1994 sebagai penyempurnaan dari Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 1993 telah memberikan kelonggaran pada penanaman modal asing. Hal ini merupakan strategi untuk meraih investor asing tanpa menghilangkan peran serta pengusaha Indonesia. Kebijaksanaan dari PP No. 20 Tahun 1994 adalah mengenai: saham dalam penanaman modal asing bagi perusahaan sebelumnya diperkenankan 100%, akan tetapi tidak menarik minat investor asing. Investor asing lebih menginginkan liberalisasi PMA daripada pemberian insentif. Hal ini sesuai dengan pendapat Nindyo Pramono yang menyebutkan bahwa permasalahan utama terletak pada masalah bagi hasil yang diperoleh dari investasi itu, masalah itu berpeluang pada kontradiksi kepentingan antara investor asing dengan pihak penerima modal.89

89

Nindyo Pramono, Analisis Yuridis tentang Kebijaksanaan Modal Asing di Indonesia, (Yogyakarta: Fakultas Hukum UGM, 1995), hal. 10.


(53)

Setelah adanya PP No. 20 Tahun 1994 saham modal asing paling banyak adalah 95%, selanjutnya jangka waktu penanaman modal pada PP No. 50 Tahun 1993 adalah dua puluh tahun, pada PP No. 20 Tahun 1994 ditambah menjadi 30 tahun. Kemudahan-kemudahan lainnya baik dari segi perizinan maupun penentuan lokasi produksi diberikan pemerintah yang bertujuan untuk merangsang para investor, terlebih menghadapi pasar bebas dan globalisasi perekonomian dunia. Pemerintah beralasan bahwa kebijaksanaan tersebut diambil karena saat ini negara sedang membutuhkan dana investasi, dari sejumlah itu, 73% diharapkan dari sektor swasta, selain itu kehadiran PMA diharapkan dapat memperluas lapangan kerja, meningkatkan produksi dan penerimaan negara serta adanya percepatan adanya proses alih teknologi.90

a. Batasan kepemilikan modal penanam modal asing dalam perusahaan penanaman modal yang menerima penggabungan adalah sebagaimana yang tercantum dalam surat persetujuan perusahaan tersebut.

Pasal 5 Peraturan Presiden Nomor 36 tahun 2010 tentang Daftar Bidang Usaha yang Tertutup dan Bidang Usaha yang Terbuka dengan Persyaratan di Bidang Penanaman Modal menyebutkan dalam hal terjadi perubahan kepemilikan modal akibat penggabungan, pengambilalihan, atau peleburan dalam perusahaan penanaman modal yang bergerak di bidang usaha yang sama, berlaku ketentuan sebagai berikut:

b. Batasan kepemilikan modal penanam modal asing dalam perusahaan penanaman modal yang mengambil alih adalah sebagaimana tercantum dalam surat persetujuan perusahaan tersebut.

90

Pandji Anaroga, Perusahaan Multi Nasional: Penanaman Modal Asing, (Jakarta: Pustaka Jaya, 1995), hal. 178.


(1)

3. Bapak Prof. Dr. Budiman Ginting, SH, MH, sebagai Pembantu Dekan I Fakultas Hukum USU.

4. Bapak Syafruddin Hasibuan, SH, MH, DFM, sebagai Pembantu Dekan II Fakultas Hukum USU.

5. Bapak Muhammad Husni, SH, M. Hum sebagai Pembantu Dekan III Fakultas Hukum USU.

6. Bapak Prof. Dr. Bismar Nasution, SH, MH sebagai Ketua Jurusan Departemen Hukum Ekonomi dan sealFakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, sekaligus sebagai Dosen Pembimbing I penulisan skripsi ini.

7. Prof. Dr. Sunarmi, SH. M. Hum sebagai Sekretaris Departemen Hukum Ekonomi Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

8. Dr. Mahmul Siregar, SH, M. Hum, sebagai Dosen Pembimbing II penulisan skripsi ini.

9. Seluruh staf Departemen Hukum Ekonomi Fakultas Hukum USU. 10.Seluruh Bapak dan Ibu staf pengajar di Fakultas Hukum USU.

11.Kepada ayahanda ibunda tercinta, yang telah memberikan kasih sayang, perhatian, dan memberi kesempatan pada penulis untuk berjuang menuntut ilmu sehingga dapat menyelesaikan studi di perguruan tinggi ini.

12.Kepada saudara-saudaraku terima kasih atas dukungan, doa dan perhatian yang sangat besar yang selalu mendukungku terima kasih kepada seluruh keluarga besarku yang memberikan dorongan semangat kepada penulis selama mengikuti perkuliahan hingga selesai skripsi ini.


(2)

13.Kepada teman-temanku, khusunya stambuk 2004 Fakultas Hukum USU yang tidak bisa disebutkan satu persatu, terima kasih atas segalanya.

14.Dan kepada semua pihak yang telah berpartisipasi atas penulisan skripsi ini yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu.

Demikianlah yang penulis dapat sampaikan, atas segala kesalahan dan kekurangannya penulis mohon maaf yang sebesar-besarnya.

Atas perhatiannya penulis ucapkan terima kasih.

Medan, 5 Nopember 2010


(3)

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang... 1

B. Permasalahan ... 5

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan ... 5

D. Keaslian Penulisan ... 6

E. Tinjauan Kepustakaan ... 8

F. Metode Penelitian ... 15

G. Sistematika Penulisan ... 17

BAB II PENANAMAN MODAL ASING DI INDONESIA DAN PENGATURANNYA... 19

A. Sejarah, Latar Belakang, dan Undang-undang tentang Penanaman Modal Asing ... 19

B. Prinsip-prinsip Penanaman Modal Asing menurut Undang-undang Nomor 25 Tahun 2007 ... 26

C. Proses Penanaman Modal Asing di Indonesia ... 28

D. Bentuk-bentuk Penanaman Modal Asing ... 34

BAB III KEDUDUKAN JOINT VENTURE AGREEMENT DAN ANGGARAN DASAR PERSEROAN TERBATAS (PT) JOINT VENTURE COMPANY ... 40

A. Karakeristik Joint Venture Agreement ... 41

B. Struktur Joint Venture Agreement ... 43

C. Lahirnya Joint venture Company Dalam Bentuk Perseroan Terbatas melalui Joint venture Agreement ... 55

D. Kedudukan Joint venture Agreement dan Anggaran Dasar Perseroan Terbatas (PT) Joint venture Company ... 64


(4)

BAB IV JOINT VENTURE AGREEMENT DALAM PERSPEKTIF KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA DAN

UNDANG-UNDANG PENANAMAN MODAL ... 81

A. Joint venture Agreement dalam perspektif Kitab Undang-undang Hukum Perdata ... 81

B. Joint venture Agreement dalam perspektif Undang-undang Penanaman Modal ... 86

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 97

A. Kesimpulan... 97

B. Saran ... 98


(5)

ABSTRAK

Penanaman modal asing terutama di negara-negara berkembang, termasuk Indonesia adalah diperuntukkan bagi pengembangan usaha dan menggali potensi menjadi kekuatan ekonomi riil dengan memanfaatkan potensi-potensi modal, skill atau managerial, dan teknologi yang dibawa serta para investor asing untuk akselerasi pembangunan ekonomi negara berkembang sepanjang tidak mengakibatkan ketergantungan yang terus menerus serta para investasi asing untuk akselerasi pembangunan ekonomi negara berkembang sepanjang tidak mengakibatkan ketergantungan yang terus menerus serta tidak merugikan kepentingan nasional.

Permasalahan yang diangkat dalam skripsi ini adalah mengenai Bagaimana pengaturan tentang penanaman modal di Indonesia, Bagaimana kedudukan joint venture agreement sebagai salah satu bentuk perjanjian, dan Bagaimana joint venture ditinjau dari Kitab Undang-undang Hukum Perdata dan Undang-undang Penanaman Modal

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis normatif. Metode penelitian normatif disebut juga sebagai penelitian doktrinal (doctrinal research) yaitu suatu penelitian yang menganalisis hukum baik yang tertulis didalam buku (law as it is written in the book), maupun hukum yang diputuskan oleh hakim melalui proses pengadilan (law it is decided by the judge through judicial process). Penelitian hukum normatif dalam penelitian ini didasarkan data sekunder dan menekankan pada langkah-langkah spekulatif-teoritis dan analisis normatif-kualitatif.

Ketentuan-ketentuan yang dibuat di dalam Joint Venture Angreement, adalah ketentuan-ketentuan yang tetap mengikat kedua belah pihak saat badan hukum Joint Venture Company terbentuk (Perseroan Terbatas). Terutama ketentuan-ketentuan yang sejalan dan dapat dimasukan ke dalam Anggaran Dasar, seperti: identitas para pihak, permodalan, pengaturan tentang saham, pengambilan keputusan perusahaan (RUPS), pembagian dan penggunaan deviden, pembukuan, pengakhiran perjanjian dan atau penutupan perusahaan. Kedudukan joint venture agreement di Indonesia, Joint Venture Agreement adalah langka awal untuk membentuk sebuah perusahaan patungan (joint venture company) yang diharuskan bagi investor asing yang merencanakan berinvestasi di Indonesia. Ketentuan tersebut merupakan syarat yang ditegaskan Pasal 5 ayat 3 Udang-Undang No. 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal (UUPM). Dalam perspektif Kitab Undang-undang Hukum Perdata, joint venture agreement diikat dengan suatu ketentuan yang didasarkan atas kesepakatan. Kesepakatan tersebut dituangkan dalam pernyataan tertulis yang dipandang sebagai bukti terciptanya suatu kerjasama, sedangkan dalam perspektif Undang-undang Penanaman Modal, joint venture agreement merupakan bentuk dari penanaman modal dalam asing, yakni bahwa setiap bentuk usaha penanaman modal, khususnya penanaman modal


(6)

asing pada dasarnya harus dilakukan dalam bentuk kerjasama "usaha patungan" (Joint-venture).


Dokumen yang terkait

Tinjauan Yuridis Joint Venture Agreement Menurut Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal Dan Dikaitkan Dengan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

2 57 158

Analisis Yuridis Pemberian Hak Guna Usaha Terhadap Perusahaan Asing Dalam Bentuk Joint Venture Setelah Undang Undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal

0 33 121

Hukum dan kepentingan: telaah kritis atas undang-undang nomor 1 tahun 1967 tentang penanaman modal asing dan undang-undang nomor 25 tahun 2007 tentang penanaman modal dalam perspektif UUD 1945 dan hukum Islam

1 10 113

Tinjauan Hukum Perjanjian Nominee Terhadap Pemberian Kuasa Penanam Modal Asing Dalam Kepemilikan Perseroan Terbatas

2 28 0

Tinjauan hukum perjanjian nominee terhadap pemberian kuasa penanam modal asing dalam kepemilikan saham perseroan terbatas

8 75 87

Undang Undang No. 25 TAHUN 2007 TENTANG PENANAMAN MODAL

0 0 28

Analisis Yuridis Pemberian Hak Guna Usaha Terhadap Perusahaan Asing Dalam Bentuk Joint Venture Setelah Undang Undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal

0 0 13

Analisis Yuridis Pemberian Hak Guna Usaha Terhadap Perusahaan Asing Dalam Bentuk Joint Venture Setelah Undang Undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal

0 0 2

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Joint Venture Agreement Dalam Tinjauan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Dan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal.

0 1 17

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Joint Venture Agreement Dalam Tinjauan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Dan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal.

0 0 17