Simpulan Paradigma Kajian VARIABEL Y: KEBUTUHAN INFORMASI LOKAL

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan

Berdasarkan penyajian dan analisis data yang telah dilakukan sesuai dengan langkah-langkah yang dituntun dan telah dilaksanakan, maka penelitian tentang peranan program “Sumut Dalam Berita” di LPP TVRI Siaran Sumut terhadap kebutuhan informasi lokal pada mahasiswa Universitas Sumatera Utara dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: 1. Program “Sumut Dalam Berita” dipercayai oleh mahasiswa Universitas Sumatera Utara dalam menyajikan berita. Program “Sumut Dalam Berita” dinyatakan menarik untuk ditonton. Responden juga mudah dalam memahami berita, baik dari judul, komposisi gambar, komposisi suara dan juga isi berita, yang dimana dalam hal ini jurnalis yang mengambil banyak peran untuk menyajikan suatu berita informasi lokal. 2. Mahasiswa sebagai responden dapat memenuhi kebutuhannya terhadap informasi lokal khususnya yang ada di sekitarnya yakni Sumatera Utara melalui program “Sumut Dalam Berita” yang ditayangkan oleh TVRI Sumut. 3. Masih rendahnya minat menonton pada mahasiswa Universitas Sumatera Utara, kesimpulan ini diperoleh dari data yang merujuk pada frekuensi menonton program “Sumut Dalam Berita” di LPP TVRI Siaran Sumut. 4. Dari hasil penelitian yang dilakukan diperoleh hasil bahwa terdapat hubungan antara program “Sumut Dalam Berita” dan kebutuhan informasi lokal mahasiswa Sumatera Utara. Pengaruh yang timbul dari menonton program “Sumut Dalam Berita” menambah pengetahuan mahasiswa Universitas Sumatera Utara mengenai hal yang terjadi di daerah Sumatera Utara.

5.2 Saran

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, peneliti melihat beberapa hal yang perlu diperhatikan. Saran ini diharapkan dapat menjadi masukan yang Universitas Sumatera Utara positif demi kebaikan bersama. Adapun saran yang diberikan adalah sebagai berikut:

5.2.1 Saran Responden Penelitian

1. Hasil penelitian yang menunjukkan bahwa responden kurang dalam menonton program berita khususnya berita lokal Sumatera Utara, diharapkan meningkatkan minat menonton berita yang mampu meningkatkan pengetahuan terhadap perkembangan masyarakat Sumatera Utara. 2. Sebagai mahasiswa Sumatera Utara yang tidak terlepas dari teknologi dan media, responden diharapkan mampu memanfaatkan hal tersebut dalam melihat dan mengetahui hal-hal yang ada di Sumatera Utara hingga sampai ke daerah terpencil.

5.2.2 Saran Dalam Kaitan Akademis

Adanya hasil dari penelitian ini, diharapkan mahasiswa khususnya dalam bidang ilmu komunikasi dapat melanjutkan penelitian sejenis mengenai informasi lokal dengan sudut pandang yang berbeda dan mendapatkan kesimpulan. Melalui penelitian dengan sudut pandang yang berbeda akan menambahmemperkaya khasanah penelitian pada mahasiswa FISIP USU khususnya mahasiswa Ilmu Komunikasi.

5.2.3 Saran Dalam Kaitan Praktis

1. Penelitian ini yang bersifat deskriptif untuk menggambarkan pengaruh program “Sumut Dalam Berita” terhadap kebutuhan informasi lokal. Adanya pengaruh positif diharapkan program “Sumut Dalam Berita” terus memuat berita lokal di Sumatera Utara dan terus memperbaharui informasi yang terjadi di Sumatera Utara. 2. Banyaknya keunikan yang ada di Sumatera Utara misalnya di daerah-daerah terpencil yang belum dieksposdisorot oleh media, diharapkan program “Sumut Dalam Berita” melalui jurnalis mampu menggali dan membuat tampilan dan suara yang kreatif untuk lebih menarik minat penonton. Universitas Sumatera Utara Dengan adanya program “Sumut Dalam Berita” diharapkan dapat mengangkat keunikan-keunikan masyarakat Sumatera Utara ke tengah permukaan yang belum diketahui masyarakat luas. Universitas Sumatera Utara

BAB II URAIAN TEORITIS

2.1 Paradigma Kajian

Penelitian pada hakikatnya merupakan suatu upaya untuk menemukan suatu kebenaran atau untuk lebih mudah membenarkan kebenaran. Usaha umtuk mencari kebenaran dilakukan oleh para filsuf, peneliti maupun para praktisi melalui model-model tertentu. Model-model tertentu biasanya disebut dengan paradigma Moleong, 2010: 34. Paradigma bukanlah teori-teori, namun lebih merupakan cara pandang atau pola-pola untuk penelitian yang diperluas dan dapat menuju pembentukan suatu teori. Setiap penelitian yang diperluas dan dapat menuju pembentukan suatu teori. Setiap penelitian memerlukan paradigm teori dan model teori sebagai dasar dalam menyusun kerangka penelitian. Paradigma adalah cara pandang seseorang terhadap diri dan lingkungannya yang akan mempengaruhinya dalam berpikir kognitif, bersikap afektif dan bertingkah laku konatif. Karenanya paradigma sangat menentukan bagaimana seorang ahli memandang komunikasi yang menjadi objek ilmunya Vardiansyah, 2008: 27. Dalam Dani Vardiansyah 2008: 27-28 memberi uraian atas ketiga paradigma sebagai hasil “kesepakatan untuk tidak sepakat” dari para teoretisi komunikasi; dan karenanya akan menentukan “aliran” atau “mahzab” yang dianut: a. Paradigma-1: komunikasi harus terbatas pada pesan yang sengaja diarahkan seseorang dan diterima oleh orang lainnya. Paradigma ini menyatakan bahwa pesan harus disampaikan dengan sengaja dan pesan itu harus diterima. Artinya, untuk dapat terjadi komunikasi harus terdapat: a komunikator pengirim, b pesan itu sendiri, c komunikan penerima. Implikasinya, jika Universitas Sumatera Utara pesan itu tidak diterima, tidak ada komunikan karena tidak ada manusia yang menerima pesan. Jadi, tidak ada komunikasi dan proses komunikasi yang merupakan kajian paradigma ini. Misalnya, ketika seorang teman melambai pada Anda tapi Anda tidak melihat, ini bukan komunikasi yang menjadi kajiannya, karena Anda selaku komunikan tidak menerima pesan itu. Tidak ada komunikan tidak menerima pesan itu. Tidak ada komunikan dan karenanya tidak ada komunikasi dan proses komunikasi antara Anda dengan teman itu. b. Paradigma-2: komunikasi harus mencakup semua perilaku yang bermakna bagi penerma, apakah disengaja ataupun tidak disengaja. Paradigma ini menyatakan nahwa pesan tidak harus disampaikan dengan sengaja, tetapi harus diterima. Paradigma ini relatif tidak mengenal istilah komunikan penerima. Biasanya dalam penggambaran model, pada dua titik pelaku komunikasi dinamai sebagai komunikator mengingat bahwa keduanya punya peluang untuk menyampaikan pesan – disengaja atau tidak – yang dimaknai oleh pihak lainnya. Atau, keduanya disebut sebagai komunikan yang dimaknai sebagai semua manusia pelaku komunikasi. Intinya, selama ada pemaknaan pesan pada salah satu pihak adalah komunikasi yang menjadi kajiannya. Maka ketika Anda dengan tidak sengaja melenggang di tepi jalan dan sopir taksi berhenti serta bertanya, “Taksi, Pak?” ini adalah komunikasi yang menjadi kajiannya karena sopir itu telah memaknai lenggangan Anda yang tidak sengaja sebagai panggilan terhadapnya, tanpa terlalu mempersoalkan siapa pengirim dan penerima. a. Paradigma-3: komunikasi harus mencakup pesan-pesan yang disampaikan dengan sengaja, namun derajat kesengajaan sulit ditentukan. Paradigma ini menyatakan bahwa pesan harus disampaikan dengan sengaja, tetapi tidak mempersoalkan apakah pesan diterima atau tidak. Artinya, untuk dapat terjadi komunikasi harus ada: a komunikator pengirim, b pesan, c target komunikan penerima. Ketika seorang teman melambaikan tangan tapi Anda tidak melihat, ini sudah merupakan komunikasi yang menjadi kajiannya, pertanyaannya adalah mengapa pesan itu tidak Anda terima? Universitas Sumatera Utara Gangguan apa yang sedang terjadi pada salurannyakah? Pada alat penerima mata Anda? Atau ada hal lainnya? Ketiga paradigma ini dapat digambarkan dalam tabel berikut: Tabel 2.1 Tabel Paradigma Objek Kajian Ilmu Komunikasi Sengaja Diterima Syarat Paradigma-1 V V Komunikator, pengirim pesan dan komunikan penerima Paradigma-2 X V Tidak mempersoalkan komunikator – komunikasi selama ada pihak yang menerima dan memaknai pesan.seluruh pelaku komunikasi disebut komunikator atau bahkan mendefinisikannya sebagai komunikan: manusia pelaku komunikasi Paradigma-3 V X Komunikator, pesan dan target komunikan Penelitian kuantitatif pada dasarnya lahir dan berkembang dari tradisi ilmu- ilmu sosial Inggris dan Perancis yang dipengaruhi tradisi ilmu-ilmu alam eksakta dan karenanya terukur. Dari sini lahir dan berkembang ilmu sosial dengan latar positivism yang mengedepankan penelitian kuantitatif untuk menjelaskan fenomena sosial. Dilihat dari paradigma filsafat ilmunya, penelitian komunikasi kuantitatif-positivist memandang manusia sebagai makhluk jasmaniah yang sehari-hari bertindak atau member respons terhadap stimulus yang diterimanya. Universitas Sumatera Utara Tindakan atau respons terhadap stimulus ini tergantung pada tuntutan organismik yang secara alamiah tersimpan di dalam diri manusia itu sendiri danatau dari luar manusia sebagai bagian dari struktur sosial yang melingkunginya. Karena itu, suatu fenomena sosial dipandang sebagai akibat atau fungsi dari bekerjanya faktor organismik internal tertentu dalam diri manusia danatau faktor lingkungan eksternal sebagai bagian dari struktur sosialnya. Dari sini lahir tradisi penelitian yang berupaya mengidentifikasi dan mengukur faktor, dalam bentuk variabel- variabel apa saja yang mempengaruhi atau menyebabkan suatu fenomena komunikasi. Paradigma positivisme adalah satu aliran filsafat yang menolak unsur metafisik dan teologik dari realitas sosial. Karena penolakannya terhadap unsure tersebut, positivisme kadang-kadang dianggap sebagai sebuah varian dari materialisme. Menurut Susman dan Evered tahun 1978 dalam Emzir 2012: 243- 244, paradigma positivism merupakan paradigma yang didasarkan pada perpaduan atau kombinasi antara angka dan menggunakan rancangan penelitian kuantitatif dalam mengungkapkan suatu fenomena secara objektif. Peneliti mengambil pendekatan partikularistik dengan fokus yang diteliti sangat spesifik berupa variabel-variabel tertentu saja bukan bersifat holistik yang meliputi aspek yang cukup luas atau tidak dibatasi pada variabel tertentu. Dalam penelitian kuantitatif diyakini bahwa satu-satunya pengetahuan yang valid adalah ilmu pengetahuan, yaitu pengetahuan yang berawal dan didasarkan pada pengalaman yang tertangkap lewat pancaindra untuk kemudian diolah oleh nalar. Secara epistemologis, dalam penelitian kuantitatif diterima sebagai suatu paradigma bahwa sumber pengetahuan yang paling utama adalah fakta yang sudah pernah terjadi dan lebih khusus lagi hal-hal yang dapat ditangkap panca indera exposed to sensory experience. Hal ini sekaligus mengindikasikan bahwa secara ontologisme, objek studi penelitian kuantitatif adalah fenomena dan hubungan-hubungan umum antara fenomena-fenomena general relations between phenomena. Yang dimaksud dengan fenomena disini adalah sejalan dengan prinsip sensory experience yang terbatas pada external appeareance given in sense perception saja. Karena pengetahuan itu bersumber dari fakta yang Universitas Sumatera Utara diperoleh melalui pancaindra , maka ilmu pengetahuan harus didasarkan pada eksperimen, induksi dan observasi. Terdapat sejumlah asumsi dalam penelitian kuantitatif sebagai dasar ontologisnya dalam melihat fakta atau gejala. Asumsi-asumsi tersebut adalah 1 objek-objek tertentu mempunyai keserupaan satu sama lain baik bentuk, struktur, sifat maupun dimensi lainnya; 2 suatu benda atau keadaan tidak mengalami perubahan dalam jangka waktu tertentu; 3 suatu gejala bukan merupakan suatu kejadian yang bersifat kebetulan, melainkan merupakan akibat dari faktor-faktor yang mempengaruhinya. Jadi diyakini adanya deterninisme atau proses sebab akibat kausalitas. Sejalan dengan penjelasan di atas, secara epistemologi, paradigma kuantitatif berpandangan bahwa sumber ilmu itu teridiri dari dua, yaitu pemikiran rasional data empiris. Karena itu, ukuran kebenaran terletak pada koherensi dan korespondensi. Koheren berarti sesuai dengan teori-teori terdahulu dan korespondensi berarti sesuai dengan kenyataan empiris. Dalam hal ini peneliti menggunakan metodologi penelitian komunikasi kuantitatif-positivisme dengan pendekatan survei. Dalam survei, informasi dikumpulkan dari responden dengan menggunakan kuisioner dan data dikumpulkan dari sampel yang mewakili populasi. Apabila sampel diambil dari seluruh populasi dengan menggunakan kuisioner sebagai alat pengumpul data yang pokok. Survei cenderung digunakan digunakan untuk melihat hubungan antarvariabel Vardiansyah, 2008: 67. Penelitian survei adalah penelitian yang diadakan untuk memperoleh fakta-fakta dari gejala-gejala yang ada dan mencari keterangan-keterangan secara faktual, baik tentang instituisi sosial, ekonomi atau politik dari suatu kelompok ataupun suatu daerah Hasan, 2002: 13. Dalam penelitian survei ini dikerjakan evaluasi serta perbandingan-perbandingan terhadap hal-hal yang telah dikerjakan orang dalam menangani situasi atau masalah yang serupa dan hasilnya dapat digunakan dalam pembuatan rencana dan pengambilan keputusan di masa datang. Universitas Sumatera Utara Penelitian dilakukan terhadap sejumlah individu atau unit, baik secara sensus maupun dengan sampel. Dalam hal ini, penelitian ini merupakan penelitian deskriptif. Penelitian deskriptif mempelajari masalah-masalah dalam masyarakat serta tata cara yang berlaku dalam masyarakt serta situasi-situasi termasuk tentang hubungan, kegiatan-kegiatan, sikap-sikap, pandangan-pandangan serta proses-proses yang sedang berlangsung danpengaruh-pengaruh dari suatu fenomena. Jadi penelitian deskriptif dimaksudkan untuk pengukuran yang cermat terhadap fenomena- fenomena masyarakat sosial tertentu, misalnya perceraian, pengangguran, keadaan gizi, preferensi terhadap politik tertentu dan lain-lain. Vardiasyah dalam bukunya Filsafat Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar 2008: 68 umumnya, dalam upaya mengejar objektivitas dan generalisasi universalitas yang diinginkannya, penelitian komunikasi kuantitatif-positivisme meliputi beberapa criteria tugas pokok yaitu: 1. Merumuskan masalah dan menetapkan kerangka teori yang akan digunakan untuk mengupas masalah penelitian. 2. Dalam kerangka teori, dikupas konsep-konsep penelitian sehingga dapat diturunkan variabel serta hipotesis penelitian. Dalam hal ini, konsep diartikan sebagai penggambaran secara abstrak suatu fenomena, keadaan, kelompok atau individu yang menjadi masalah pokok penelitian. Agar konsep dapat diteliti secara empiric harus dioperasionalkan menjadi variabel. Bagaimana penelitian melihat keterkaitan antarvariabel disebut hipotesis, yakni praduga sementara yang harus dibuktikan kebenarannya. Dari sini disusunlah rancangan penelitiannya. 3. Rancangan penelitian dimaksudkan untuk menjelaskan bagaimana penelitian dilakukan utamanya menetapkan bagaimana data akan dikumpulkan, detailnya adalah sebagai berikut: a. Dalam rancangan penelitian, ditetapkan jenis data yang dibutuhkan dalam upaya menjawab masalah penelitian bagaimana data itu didapatkan sehingga terkait dengan teknik pengambilan data, Universitas Sumatera Utara menetapkan prosedur dan skala pengukuran data untuk kemudian melaksanakan pre-test atas alat pengumpul data dan pengukurannya. b. Dalam menetapkan cara mendapatkan data dikenal sejumlah teknik penarikan sampel. Sampel yang diambil harus representatif, mewakili populasi sehingga dapat dilakukan generalisasi terhadapnya. Karenanya, kuantitaif-positivisme menuntut sampel yang bersifat acak random guna member peluang yang sama atas setiap unsure populasi sehingga dapat dilakukan generalisasi. c. Dalam menetapkan alat pengukuran data, maka validitas dan realibilitas mutlak diperhatikan. Validitas menunjuk sejauh mana alat ukur yang digunakan mampu mengukur apa yang ingin diukur. Sedangkan realibilitas adalah indeks yang menunjukkan sejauh mana suatu alat ukur dapat diandalkan. 4. Selain itu, rancangan penelitian juga mengurai bagaimana data akan dianalisis. Karenanya, pemilihan teknik analisis data termasuk ketepatan pemilihan dan penggunaan metode statistik mutlak diperhatikan.

2.2 Kerangka Teori