71
sasaningrat tumenggung nagari Japara 1812”. Menurut tulisan itu dapat diketahui bahwa cungkup itu dibangun pada tahun 1812 oleh Kanjeng Raden
Mas Panji Sasaningrat Tumenggung Nagari Japara. Pada makam ini yang dimakamkan di cungkup adalah Ratu Kalinyamat dan keluarganya Hayati,
2008:91-92.Teras pertama yaitu teras terbawah, pintu gerbangnya berupa candi bentar dari batu bata, yaitu suatu bentuk pintu gerbang seperti candi.
Bentuk candi bentar ini menandakan bahwa tempat yang akan kita masuki adalah daerah profan. Pada teras kedua pintu gerbangnya berbentuk candi
bentar. Diantara teras terbawah dengan teras berikutnya pada makam itu diberi sekat berupa tembok keliling dari batu bata.
Sedangkan untuk menuju teras terakhir pintu gerbangnya berupa paduraksa, yaitu semacam candi yang bagian tengahnya berlubang sebagai
tempat untuk lewat. Bentuk gerbang semacam ini menunjukkan bahwa tempat yang kita tuju adalah tempat yang suci atau disucikan. Pada suatu
makam, biasanya yang memiliki pintu gerbang seperti ini tokoh yang dimakamkan adalah tokoh-tokoh penting, seperti pada kasus di Mantingan
ini yang dimakamkan adalah Ratu Kalinyamat, Pangeran Hadlirin dan beberapa tokoh keluarga besar kerajaan Jepara, dengan tokoh sentralnya
Ratu Kalinyamat dan Pangeran Hadlirin. Hayati, 2008:93-94.
2. Bukti Situs Peninggalan Sultan Hadlirin dan Ratu Kalinyamat
a. Makam
Komplek makam Sultan Hadlirin atau lebih dikenal dengan sebutan Makam Mantingan berada + 5 Km sebelah selatan kota Jepara.
72
Sebutan Makam Mantingan karena makam itu berada di desa Mantingan. Di dalam komplek Makam Mantingan ini bersemayam jenazah Sultan
Hadlirin dengan istrinya Ratu Kalinyamat anak Sultan Trenggono cucu Raden Patah Raja Kesultanan Demak yang pertama. Diapit oleh makam
Raden Ayu Prodobinabar istri kedua Sultan Hadlirin anak dari Sunan Kudus dan Dewi Wuryan Retnowati anak angkat Sultan Hadlirin yang
diambil dari anak Sultan Hasanuddin dari Banten. Keempat makam tersebut berada di cungkup atau ruangan utama, di depannya terdapat
tujuh makam yang masing-masing dari kiri ke kanan: makam Patih Cie Wie Gwan dan istri, makam Senopati Abdur Rohman dan istri serta
ketiga anaknya Tim Penyusun Naskah, 1991:45. Patih Cie Wie Gwan adalah seorang yang berasal dari daratan
Tiongkok yang pada masa lampau pernah menjadi ayah angkat Sultan Hadlirin semasa berada di Tiongkok yang saat itu bernama Raden
Thoyib. Beliau datang ke Jawa ke Kerajaan Kalinyamat dan diangkat menjadi Patih oleh Sultan Hadlirin dengan Ratu Kalinyamat,
sedangkan Senopati Abdur Rohman adalah Senopati dari Kerajaan Mataram.Makam Mantingan berada di dalam sebuah bangunan gedung
yang megah dengan arsitektur Jawa Cina beratap sirap berdinding batu bata beralaskan ubin dan berhiaskan ukiran dari batu karang yang
menurut penyelidikan para ahli, batu karang itu didatangkan dari Tiongkok oleh Cie Wie Gwan yang ketika di Jawa dikenal dengan
sebutan Sungging Badar Duwung. Sebutan itu diberikan oleh karena Sungging Badar Duwung Cie Wie Gwan adalah ahli memahat.
73
Gedung megah itu dikelilingi pagar karas yang terbuat dari batu bata merah dengan arsitektur Hindu dengan pintu gerbang berbentuk
Pura Paduraksa atau disebut juga dengan Kori Agung. Pintu ini berfungsi sebagai pintu masuk keruangan yang di sucikan. Demikian
juga di depannya lagi berdiri Pura Gapura yang terdiri dari dua bangunan Pura yang terpisah tanpa daun pintu yang lazim dikenal
dengan sebutan Pura Bentar. Pura Bentar ini berfungsi sebagai pintu masuk yang pertama sebelum di pintu utama Hayati, 2000:85.
b. Masjid