II. TINJAUAN PUSTAKA Jagung
Sejarah Tanaman Jagung
Tanaman jagung sudah ditanam sejak ribuan tahun yang lalu di benua Amerika dan merupakan tanaman sereal yang paling penting di benua
tersebut. Awalnya jagung dibudidayakan di Meksiko dan Peru Suprapto, 1998. Bukti arkeologi menunjukkan bahwa jagung merupakan tanaman
domestik yang tumbuh sejak 5000 SM di sebuah daerah Meksiko bernama Tehuacan. Selanjutnya, pembudidayaan jagung berkembang ke daerah
Argentina Amerika Selatan, Eropa Tengah dan bagian utara benua Afrika hingga awal abad ke-16 masuk ke daerah subtropis dan tropis Asia termasuk
Indonesia. Suprapto, 1998 Pembudidayaan tanaman jagung di Indonesia sudah berkembang
sangat luas. Daerah-daerah penghasil utama tanaman jagung adalah Jawa Tengah, Jawa Barat, Jawa Timur, Madura, Daerah Istimewa Yogyakarta,
Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Selatan, dan Maluku. Khusus daerah Jawa Timur dan Madura, budidaya tanaman jagung dilakukan secara intensif
mengingat iklim dan jenis tanahnya sangat mendukung untuk pertumbuhan tanaman jagung. Selain itu, di daerah Madura khususnya, jagung banyak
dimanfaatkan sebagai makanan pokok Warisno, 1998.
Deskripsi Tanaman Jagung
Tanaman Jagung Zea mays. L. merupakan salah satu tanaman sumber karbohidrat. Jagung diklasifikasikan ke dalam divisi Angiospermae,
kelas Monocotyledae, Ordo Poales, Famili Poaceae, dan Genus Zea. Jagung merupakan tanaman semusim annual. Satu siklus hidupnya diselesaikan
dalam 80-150 hari. Paruh pertama dari siklus merupakan tahap pertumbuhan vegetatif dan paruh kedua untuk tahap pertumbuhan generatif Wikipedia
Indonesia, 2005.
Tinggi tanaman jagung sangat bervariasi. Umumnya tanaman jagung memiliki ketinggian antara satu sampai tiga meter. Namun demikian, ada varietas yang
dapat mencapai tinggi 6 meter. Akar jagung tergolong akar serabut yang dapat mencapai kedalaman 8 meter meskipun sebagian besar berada pada kisaran 2
meter. Batang jagung tegak dan mudah terlihat, sebagaimana sorgum dan tebu, namun tidak seperti padi atau gandum. Batang jagung cukup kokoh namun
tidak banyak mengandung lignin Wikipedia Indonesia, 2005. Daun jagung adalah daun sempurna dengan bentuk memanjang.
Tulang daun sejajar dengan ibu tulang daun. Permukaan daun ada yang licin dan ada yang berambut. Stoma pada daun jagung berbentuk halter, yang khas
dimiliki familia Poaceae. Setiap stoma dikelilingi sel-sel epidermis berbentuk kipas. Struktur ini berperan penting dalam respon tanaman menanggapi defisit
air pada sel-sel daun. Jagung memiliki bunga jantan dan bunga betina yang terpisah diklin dalam satu tanaman monoecious.
Jenis Jagung
Tanaman jagung Zea mays L. adalah salah satu jenis tanaman biji- bijian dari keluarga rumput-rumputan Graminaceae Warisno, 1998.
Menurut Suprapto 1998 varietas jagung dapat dibedakan berdasarkan beberapa kriteria, antara lain : tinggi tempat penanaman, umur varietas,
perbenihannya, serta warna dan tipe biji. Namun secara umum, pengklasifikasian jagung dibedakan berdasarkan bentuk kernelnya.
Berdasarkan bentuk kernelnya, ada 6 tipe utama jagung, yaitu: dent, flint
, flour, sweet, pop, dan pod corns. Perbedaan terutama didasarkan pada kualitas, kuantitas dan komposisi endosperma. Jagung jenis dent dicirikan
dengan adanya selaput corneous, horny endosperm, pada bagian sisi dan belakang kernel, pada bagian tengah inti jagung lunak dan bertepung.
Endosperma yang lunak akan menjulur hingga mahkota membentuk tipe tertentu, yang merupakan ciri khas jagung jenis dent Johnson, 1991.
Jagung jenis flint memiliki bentuk agak tebal, keras, lapisan endosperma yang seperti kaca, kecil, lunak, dengan granula tengah. Jagung
jenis pop, merupakan salah satu jenis jagung yang paling primitif. Ciri-cirinya adalah selaput endospermanya sangat keras dan memiliki kernel kecil seperti
jenis flint. Jagung jenis flour juga merupakan jenis jagung yang sangat tua, dicirikan dengan adanya endosperma lunak yang menembus kernel, sangat
mudah untuk dihancurkan tetapi sangat mudah juga ditumbuhi kapang, terutama bila ditanam di lahan basah Johnson, 1991. Jagung jenis sweet
diyakini sebagai jenis jagung mutasi. Kadar sakarida terlarutnya mencapai 12 berat kering, sedangkan jagung jenis lain hanya berkisar 2-3. Jagung
ini biasanya dikonsumsi sebagai campuran sayuran. Sedangkan jagung jenis pod
, merupakan jagung hias dengan kernel tertutup, dan pada umumnya jagung jenis ini tidak ditanam secara komersial Johnson, 1991.
Tabel 1 . Jenis jagung dan sifat-sifatnya
Jenis jagung Sifat-sifat
Jagung gigi kuda Zea mays identata
Biji berbentuk gigi, pati yang keras menyelubungi pati yang lunak sepanjang
tepi biji tetapi tidak sampai ke ujung. Jagung mutiara
Zea mays indurata Biji sangat keras, pati yang lunak
sepenuhnya diselubungi pati yang keras, tahan terhadap serangan hama gudang.
Jagung bertepung Zea mays amylacea
Endosperma hampir seluruhnya berisi pati yang lunak, biji mudah dibuat tepung, biji
yang sudah kering permukaannya berkerut. Jagung berondong
Zea mays evertia Butir biji sangat kecil, keras seperti pada tipe
mutiara, proporsi pati lunak lebih kecil dibandingkan pada tipe mutiara
Jagung manis Zea mays saccharata
Endosperma berwarna bening, kulit biji tipis, kandungan pati sedikit, pada waktu masak
biji berkerut
Sumber : Suprapto 1998
Menurut Suprapto 1998, jagung yang banyak ditanam di Indonesia adalah tipe mutiara flint dan setengah mutiara semiflint, seperti Jagung
Arjuna mutiara, Jagung Harapan setengah mutiara, Pioneer-2 setengah mutiara, Hibrida C-1 setengah mutiara, dan lain-lain. Selain jagung tipe
mutiara dan setengah mutiara, di Indonesia juga terdapat jagung tipe
berondong pop corn, jagung gigi kuda dent corn, dan jagung manis sweet corn
. Selain berdasarkan klasifikasi di atas, Suprapto 1998 juga
membedakan jagung berdasarkan bentuk biji dan kandungan endospermanya. Jenis jagung dan sifat-sifatnya disajikan pada Tabel 1
.
Morfologi dan Anatomi Jagung
Jagung tongkol lengkap terdiri dari kelobot, tongkol jagung, biji jagung, dan rambut. Kelobot merupakan kelopak atau daun buah yang
berguna sebagai pembungkus dan pelindung biji jagung. Jumlah kelobot dalam satu tongkol jagung pada umumnya 12-15 lembar. Semakin tua umur
jagung, semakin kering kelobotnya Effendi dan Sulistiati, 1991. Biji jagung merupakan biji sereal yang paling besar, dengan berat masing-masing 250-300
mg. Biji-biji tumbuh menempel pada tongkol jagung membentuk flat, dan selama pertumbuhan akan mengalami tekanan Johnson, 1991.
Tongkol jagung merupakan simpanan makanan untuk pertumbuhan biji jagung selama melekat pada tongkol. Panjang tongkol jagung bervariasi
antara 8-12 cm. Pada umumnya satu tongkol jagung mengandung 300-1000 biji jagung. Biji jagung berbentuk bulat dan melekat pada tongkol jagung.
Susunan biji jagung pada tongkolnya berbentuk spiral. Biji jagung selalu terdapat berpasangan, sehingga jumlah baris atau deret biji selalu genap.
Warna biji jagung bervariasi dari putih, kuning, merah, dan ungu sampai hitam. Rambut merupakan tangkai putik yang sangat panjang yang keluar ke
ujung kelobot melalui sela-sela deret biji. Rambut mempunyai cabang-cabang yang halus sehingga dapat menangkap tepung sari pada saat pembuahan
Suprapto, 1998. Jagung terdiri dari empat bagian pokok anatomi, yaitu kulit perikarp;
endosperma, yaitu bagian yang menyimpan nutrisi untuk mendukung germinasi; lembaga; dan tudung pangkal tipcap, yaitu tempat penempelan
biji pada tongkol. Setiap bagian anatomi memiliki komposisi yang berbeda- beda. Perikarp merupakan lapisan pembungkus biji yang disusun oleh 6 lapis
sel yaitu epikarp lapisan paling luar, mesokarp, dan tegmen seed coat.
Bagian terakhir ini terdiri dari dua lapis sel yaitu spermoderm dan periperm yang mengandung lemak Johnson, 1991.
Bagian terbesar biji jagung adalah endosperma yang mengandung pati, sebagai cadangan energi. Sel endosperma ditutupi oleh granula pati yang
membentuk matriks dengan protein, yang sebagian besar adalah zein Johnson, 1991. Lapisan pertama dari endosperma yaitu lapisan aleuron yang
merupakan pembatas antara endosperm dengan kulit perikarp. Lapisan aleuron merupakan lapisan yang menyelubungi endosperma dan lembaga.
Lapisan aleuron terdiri dari 1-7 lapis sel sedangkan untuk jagung hanya terdiri dari satu lapis sel, demikian juga untuk gandum. Endosperma jagung terdiri
dari dua bagian yaitu endosperma keras horny endosperm dan endosperm lunak floury endosperm. Bagian keras tersususun dari sel-sel yang lebih
kecil dan tersusun rapat, demikian juga susunan granula pati yang ada di dalamnya. Bagian endosperma lunak mengandung pati yang lebih banyak dan
susunan pati tersebut tidak serapat pada bagian keras Muchtadi dan Sugiyono, 1989. Bagian-bagian tersebut dapat dilihat pada Tabel 2
sedangkan struktur biji jagung dapat dilihat pada Gambar 1. Tabel 2
. Bagian-bagian anatomi biji jagung
Bagian anatomi Jumlah
Pericarp Endosperma
Lembaga tipcap
5 82
12 1
Inglett 1970
Lembaga terletak pada bagian dasar sebelah bawah dan berhubungan erat dengan endosperma. Lembaga tersusun atas dua bagian yaitu skutelum
dan poros embrio. Skutelum berfungsi sebagai tempat penyimpanan zat-zat gizi selama perkecambahan biji Muchtadi dan Sugiyono, 1989. Tudung
pangkal biji tip cap merupakan bekas tempat melekatnya biji jagung pada tongkol jagung. Tip cap dapat tetap ada atau terlepas dari biji selama proses
pemipilan jagung Hoseney, 1998.
Gambar 1 . Struktur biji jagung Johnson, 1991.
Komposisi Kimia Biji Jagung
Jagung mengandung lemak dan protein yang jumlahnya tergantung umur dan varietas jagung tersebut. Pada jagung muda, kandungan lemak dan
proteinnya lebih rendah bila dibandingkan dengan jagung yang tua. Selain itu,
jagung juga mengandung karbohidrat yang terdiri dari pati, serat kasar, dan pentosan Muchtadi dan Sugiyono, 1989.
Pati jagung terdiri atas amilosa dan amilopektin sedangkan gulanya berupa sukrosa. Lemak jagung sebagian besar terdapat pada lembaganya.
Asam lemak penyusunnya terdiri atas lemak jenuh yang berupa palmitat dan stearat serta asam lemak tak jenuh seperti oleat dan linoleat. Vitamin yang
terkandung dalam jagung terdiri atas tiamin, niasin, riboflavin, dan piridoksin. Komposisi kimia dari biji jagung dapat dilihat pada Tabel 3
.
Tabel 3
. Komposisi kimia rata-rata biji jagung dan bagian-bagiannya Komponen
Jumlah Pati
Protein Lemak
Serat Lain-lain
Endosperma 86.4
8.0 0.8
3.2 0.4
Lembaga 8.0
18.4 33.2
14.0 26.4
Kulit 7.3
3.7 1.0
83.6 4.4
Tip cap 5.3
9.1 3.8
77.7 4.1
Sumber: Johnson 1991
Protein terbanyak dalam jagung adalah zein dan glutelin. Zein diekstrak dari gluten jagung. Zein merupakan prolamin yang tak larut dalam
air. Ketidaklarutan dalam air disebabkan karena adanya asam amino hidrofobik seperti leusin, prolin, dan alanin. Ketidaklarutan dalam air juga
disebabkan karena tingginya proporsi dari sisi rantai grup hidrokarbon dan tingginya prosentase grup amida yang ada dengan jumlah grup asam
karboksilat bebas yang relatif rendah Johnson, 1991. Zein merupakan protein dengan berat molekul rendah yang larut pada
etil alkohol dan alkohol-alkohol tertentu seperti isopropanol. Walaupun tidak umum digunakan, zein juga larut dalam pelarut organik seperti asam asetat
glasial, fenol, dan dietilen glikol. Zein memiliki dua jenis komponen yaitu α-
zein larut pada 95 etanol dan ß-zein larut dalam 60 etanol. Pada α-zein,
kandungan asam amino histidin, arginin, proline, dan metionin lebih banyak daripada yang terkandung pada ß-zein Laztity, 1986.
Molekul zein merupakan globula yang memanjang axial ratio sekitar 15:1. Seperti yang dihitung dengan optical rotary dispersion data, kandungan
helix zein pada larutan etanol bervariasi antara 33-37. Zein memiliki
komposisi asam amino yang tinggi kandungan asam glutamat, proline, leusin, dan alanin tetapi rendah pada kandungan lisin, triptofan, histidin, dan
metionin Laztity, 1986. Glutelin merupakan protein berberat molekul tinggi yang larut dalam
alkali. Fraksi glutelin merupakan protein endosperma yang tersisa setelah ekstraksi protein larut garam dan alkohol zein. Fraksi glutelin juga terdiri
dari beberapa protein struktural seperti protein membran atau protein kompleks dinding sel. Glutelin memiliki jumlah asam amino lisin, arginin,
histidin, dan triptofan yang lebih tinggi daripada zein tetapi kandungan asam glutamatnya lebih rendah Laztity, 1986.
Selain dua protein utama tersebut, protein jagung juga mengandung protein sitoplasma yang berperan dalam metabolisme aktif. Protein tersebut
yaitu albumin, globulin, dan beberapa enzim. Protein ini merupakan protein yang larut air atau larutan garam. Protein yang termasuk dalam kelompok ini
antara lain nukleoprotein, glikoprotein, protein membran, dan lain-lain Laztity, 1986.
Quality Protein Maize QPM
Jagung merupakan bahan pangan pokok ketiga di dunia setelah gandum dan beras. Walaupun demikian, kandungan gizi pada jagung
khususnya protein belum dapat memenuhi kecukupan protein yang dianjurkan. Menurut Bressani 1972, jagung normal memiliki kualitas protein
yang kurang baik karena rendah akan lisin dan triptofan. Lisin dan triptofan termasuk dalam asam amino yang penting bagi tubuh tetapi harus didapat dari
asupan makanan asam amino esensial. Beberapa upaya telah dilakukan untuk meningkatkan kualitas protein
pada jagung. Diantaranya adalah penggunaan gen hasil mutasi opaque-2. Gen ini dapat meningkatkan kualitas protein jagung dengan menekan produksi
zein pada jagung sehingga meningkatkan kandungan lisin dan triptofan Bressani, 1972. Jagung yang telah diperkaya dengan gen opaque-2 dikenal
dengan Quality Protein Maize QPM karena telah memiliki kandungan protein yang baik. Pemanfaatan QPM sebagai bahan pangan telah dilakukan
oleh negara Brazil dan Colombia seperti disebutkan oleh Bauman et al. 1972. Hal ini menunjukkan korelasi positif pemanfaatan QPM sebagai
sumber pangan khususnya untuk mencukupi kebutuhan protein manusia. Indonesia sebagai salah satu negara penghasil jagung juga telah
menanam jagung QPM. Menurut Balitbang Pertanian 2005 jagung QPM yang dikembangkan di Indonesia dengan nama varietas Srikandi kuning-1
dan putih-1 memiliki kandungan protein antara 10,38-10,44. Lebih lanjut dinyatakan bahwa kandungan lisin dan triptofan pada jagung varietas Srikandi
Kuning-1 berturut-turut sebesar 0,48 dan 0,09.
Tepung Jagung
Menurut SNI 01-3727-1995, tepung jagung adalah tepung yang diperoleh dengan cara menggiling biji jagung zea mays LINN. yang bersih
dan baik. Penggilingan biji jagung ke dalam bentuk tepung merupakan suatu proses memisahkan kulit, endosperm, lembaga dan tip cap. Endosperm
merupakan bagian biji jagung yang digiling menjadi tepung dan memiliki kadar karbohidrat yang tinggi. Kulit memiliki kandungan serat yang tinggi
sehingga kulit harus dipisahkan dari endosperm karena dapat membuat tepung bertekstur kasar, sedangkan lembaga merupakan bagian biji jagung yang
paling tinggi kandungan lemaknya sehingga harus dipisahkan karena lemak yang terkandung di dalam lembaga dapat membuat tepung tengik. Tip cap
merupakan tempat melekatnya biji jagung pada tongkol jagung. Tip cap juga merupakan bagian yang harus dipisahkan karena dapat membuat tepung
menjadi kasar. Apabila pemisahan tip cap tidak sempurna maka akan terdapat butir-butir hitam pada tepung.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan Juniawati 2003, pembuatan tepung jagung dilakukan menggunakan metode penggilingan kering.
Penggilingan dilakukan sebanyak dua kali. Penggilingan pertama penggilingan kasar dilakukan dengan menggunakan hammer mill. Hasil
penggilingan kasar berupa grits, kulit, lembaga dan tip cap. Kemudian kulit, lembaga dan tip cap dipisahkan melalui pengayakan. Selanjutnya, grits jagung
yang diperoleh dari penggilingan kasar dicuci dan direndam dalam air selama
Kotoran Tepung kasar
3 jam. Tujuan dilakukannya perendaman adalah untuk membuat grits jagung tidak terlalu keras sehingga memudahkan proses penggilingan grits jagung.
Penggilingan kedua yang merupakan penggilingan grits jagung menggunakan disc mill
penggiling halus. Hasil penggilingan halus berupa tepung jagung. Tepung jagung tersebut kemudian diayak dengan menggunakan pengayak
berukuran 100 mesh. Proses pembuatan tepung jagung yang dilakukan oleh Juniawati 2003 dapat dilihat pada Gambar 2.
Komponen terbesar dalam tepung jagung adalah pati. Berdasarkan hasil penelitian Juniawati 2003, tepung jagung memiliki kadar pati sebesar 68,2.
Jagung Pipilan Penggilingan I multi mill
Grits Pencucian dan Perendaman dalam air selama 3 jam
Pengeringan Penggilingan II disc mill
Pengayakan 100 mesh Tepung Jagung
Gambar 2. Pembuatan tepung jagung Juniawati, 2003
Gelatinisasi Pati Konsep Gelatinisasi
Pati merupakan suatu polisakarida yang berfungsi sebagai cadangan energi dan secara luas tersebar di berbagai macam tanaman. Pati tersusun dari
unit-unit glukosa. Pati dihasilkan sebagai granula di dalam sebagian besar sel tanaman. Granula pati memiliki struktur dan komposisi yang berbeda-beda
tergantung dari sumber pati, namun umumnya granula pati memiliki dua komponen utama, yaitu amilosa 20-30 dan amilopektin 70-80.
Keduanya merupakan polimer α-D-glukosa. Dalam keadaan murni, molekul
amilosa dan amilopektin terorganisir dalam granula yang secara fisik berupa semikristalin dan amorfus Cheng, 2006.
Amilosa adalah polimer linear dari α-D-glukosa yang dihubungkan
dengan ikatan α1,4-D-glukosa. Amilosa terdiri dari 50-300 unit glukosa.
Meskipun polimer ini umumnya diasumsikan linear, namun sebenarnya amilosa juga mempunyai cabang. Titik percabangan amilosa berada pada
ikatan α-1,6. Hanya saja derajat percabangannya sangat rendah. Dalam satu
rantai linear, cabang-cabang amilosa berada pada titik yang sangat jauh dan sedikit Hoseney,1998. Struktur amilosa dapat dilihat pada Gambar 3.
Gambar 3.
Struktur amilosa Cheng, 2006 Amilopektin terdiri dari
α-D-glukosa yang dihubungkan dengan ikatan α1,4-D-glukosa. Namun, amilopektin mempunyai cabang dengan ikatan
α1,6-D-glukosa. Cabang-cabang amilopektin lebih banyak dari pada
amilosa. Amilopektin terdiri dari 300-500 unit glukosa, namun glukosa yang
dihubungkan dengan ikatan rantai α-1,4 hanya sekitar 25-30 unit
Hoseney,1998. Struktur amilopektin dapat dilihat pada Gambar 4.
Gambar 4.
Struktur amilopektin Cheng, 2006 Molekul pati mempunyai gugus hidrofilik yang dapat menyerap air.
Bagian yang amorf dapat menyerap air dingin sampai dengan 30. Pemanasan pati dapat meningkatkan daya serap air sampai 60 Winarno,
1980. Penyerapan air yang besar disebabkan karena pecahnya ikatan hidrogen pada bagian yang amorf. Pada awalnya perubahan volume dan penyerapan air
masih bersifat reversible. Namun, pada suhu tertentu, pecahnya bagian amorf akan diikuti oleh pecahnya granula. Suhu pada saat granula pecah disebut
suhu gelatinisasi. Pada saat suhu gelatinisasi tercapai maka perubahan- perubahan yang terjadi sudah bersifat irreversible Hoseney, 1998.
Granula pati tidak larut dalam air dingin tetapi akan mengembang dalam air panas atau hangat. Pengembangan granula pati tersebut bersifat
bolak-balik reversible jika tidak melewati suhu gelatinisasi dan akan menjadi tidak bolak-balik irreversible jika telah mencapai suhu gelatinisasi
Greenwood dan Munro, 1979. Beberapa perubahan selama terjadinya gelatinisasi dapat diamati.
Mula-mula suspensi pati yang keruh mulai menjadi jernih pada suhu tertentu, tergantung jenis pati yang digunakan. Terjadinya translusi larutan pati tersebut
biasanya diikuti dengan pembengkakan granula. Bila energi kinetik molekul- molekul air menjadi lebih kuat daripada daya tarik menarik antar molekul pati
di dalam granula, air dapat masuk ke dalam butir-butir pati. Hal inilah yang
menyebabkan bengkaknya granula pati tersebut. Indeks refraksi butir-butir pati yang membengkak itu mendekati indeks refraksi air dan hal inilah yang
menyebabkan sifat transluen. Karena jumlah gugus hidroksil dalam molekul pati sangat besar, maka kemampuan menyerap air sangat besar. Terjadinya
peningkatan viskositas disebabkan air yang awalnya berada di luar granula dan bebas bergerak sebelum suspensi dipanaskan, kini sudah berada dalam
butir-butir pati dan tidak dapat bergerak dengan bebas lagi Winarno, 1997.
Mekanisme Gelatinisasi
Meyer 1982 menyatakan bahwa pengembangan granula pati dalam air dingin dapat mencapai 25-30 persen dari berat semula. Pada keadaan
tersebut granula pati tidak larut dalam air dingin, tetapi terbentuk suspensi. Pengembangan granula pati ini disebabkan karena molekul-molekul air
berpenetrasi masuk ke dalam granula dan terperangkap pada susunan molekul-molekul amilosa dan amilopektin. Dengan naiknya suhu suspensi
pati dalam air, maka pengembangan granula semakin besar. Mekanisme pengembangan tersebut disebabkan karena molekul-molekul amilosa dan
amilopektin secara fisik hanya dipertahankan oleh ikatan-ikatan hidrogen yang lemah. Atom hidrogen dari gugus hidroksil akan tertarik pada muatan
negatif atom oksigen dari gugus hidroksil yang lain. Dengan naiknya suhu suspensi, maka ikatan hidrogen tersebut makin
melemah. Di sisi lain, molekul-molekul air mempunyai energi kinetik yang lebih tinggi sehingga dengan mudah berpenetrasi ke dalam granula, tetapi
ikatan hidrogen antar molekul air juga makin melemah. Akhirnya jika suhu suspensi mulai menurun, maka air akan terikat secara simultan dalam sistem
amilosa dan amilopektin sehingga menghasilkan ukuran granula makin besar Meyer, 1982.
Pada akhirnya, jika suhu suspensi tetap semakin naik maka granula pati akan pecah sehingga molekul-molekul pati akan keluar terlepas dari
granula masuk ke dalam sistem larutan. Kejadian ini akan menyebabkan terjadinya perubahan kekentalan Hodge dan Osman, 1976. McCready 1970
menyatakan bahwa mekanisme gelatinisasi dapat dibedakan menjadi tiga
tahap. Pertama, air akan secara perlahan-lahan dan bolak-balik berimbibisi ke dalam granula. Kemudian pada suhu sekitar 60
o
C, granula akan mengembang dengan cepat dan akhirnya akan kehilangan sifat birefringence. Ketiga, jika
temperatur tetap naik, maka molekul-molekul pati terdifusi ke luar granula.
Suhu Gelatinisasi
Fennema 1985 menyatakan bahwa suhu atau titik gelatinisasi adalah titik saat sifat birefringence pati mulai menghilang. Suhu gelatinisasi berbeda-
beda bagi tiap-tiap pati dan merupakan suatu kisaran. Hal ini disebabkan karena populasi granula yang bervariasi dalam ukuran, bentuk, dan energi
yang diperlukannya untuk mengembang. Suhu gelatinisasi beberapa jenis pati dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4 . Suhu gelatinisasi beberapa jenis pati
Sumber pati Suhu gelatinisasi
o
C Beras
65-73 Ubi jalar
82-83 Tapioka 59-70
Jagung 61-72 Gandum 53-64
Fennema 1985
Suhu gelatinisasi diawali dengan pembengkakan yang irreversible granula pati dalam air panas dan diakhiri tepat ketika granula pati telah
kehilangan sifat kristalnya McCready, 1970. Menurut Collison 1968, suhu gelatinisasi dipengaruhi oleh ukuran amilosa dan amilopektin serta keadaan
media pemanasan. Menurut Wirakartakusumah 1981, keadaan media pemanasan yang mempengaruhi proses gelatinisasi adalah rasio airpati, laju
pemanasan, dan adanya komponen-komponen lain dalam media pemanasnya. Suhu gelatinisasi dipengaruhi oleh pemanasan, pengadukan, dan
konsentrasi pati. Pemanasan dengan pengadukan dapat mempercepat terjadinya gelatinisasi. Makin kental larutan, suhu gelatinisasi makin lambat
tercapai. Bahkan pada suhu tertentu, kekentalan larutan pati tidak bertambah bahkan kadang-kadang turun. Konsentrasi optimum larutan pati adalah 20
Winarno, 1980.
Sifat Birefringence
Granula pati mempunyai sifat merefleksikan cahaya terpolarisasi sehingga di bawah mikroskop terlihat kristal hitam-putih. Sifat ini disebut sifat
birefringence . Intensitas sifat birefringence pati sangat tergantung dari derajat
dan orientasi kristal Hoseney, 1998. Dengan pengamatan di bawah mikroskop polarizing microscope
dapat diketahui keberadaan sifat birefringence pati, yaitu sifat merefleksikan cahaya terpolarisasi, sehingga terlihat kristal gelap terang biru-kuning.
Intensitas birefringence pati sangat tergantung dari derajat dan orientasi kristal. Pati yang mempunyai kadar amilosa tinggi, intensitas sifat
birefringence nya lemah jika dibandingkan dengan pati dengan kadar
amilopektin tinggi Hoseney, 1998. Pati mentah dan belum mendapat perlakuan jika diamati di bawah
mikroskop polarisasi akan memperlihatkan pola birefringence yang jelas daerah gelap terangnya. Sedangkan pada pati yang dipanaskan bersama air,
sifat birefringence secara bertahap akan hilang tergantung suhu dan waktu yang digunakan. Jika suhu yang digunakan di atas suhu gelatinisasi, maka
hilangnya sifat birefringence disebabkan oleh pecahnya ikatan molekul pati sehingga ikatan hidrogen lebih banyak pada molekul air. Penetrasi panas
menyebabkan peningkatan derajat ketidakteraturan, dan meningkatnya molekul pati yang terpisah, serta penurunan sifat kristal Hoseney, 1998.
Mi Jagung
Mi merupakan produk pasta atau ekstrusi. Menurut Astawan 2004, mi merupakan produk pangan yang dibuat dari adonan terigu atau tepung
lainnya sebagai bahan utama dengan atau tanpa penambahan bahan tambahan lainnya. Dalam upaya diversifikasi pangan, mi dapat dikategorikan sebagai
salah satu komoditi pangan substitusi karena dapat berfungsi sebagai bahan pangan pokok.
Jagung merupakan salah satu bahan pangan yang dapat dimanfaatkan sebagai salah satu bahan baku dalam pembuatan mi. Jagung memiliki nilai
gizi yang cukup memadai dan di beberapa daerah di Indonesia digunakan
sebagai makanan pokok. Pengembangan jagung sudah didukung oleh teknologi unggul yang mencakup penyediaan lebih unggul, budidaya tanam
yang sederhana dan praktis, serta pengelolalan pasca panen yang berorientasi pasar. Selain itu jagung juga dapat dimanfaatkan sebagai tepung komposit,
subtitusi bagi industri mi pengguna terigu. Juniawati 2003 menyatakan berdasarkan kajian preferensi konsumen terhadap produk-produk asal jagung,
dapat diketahui bahwa semua responden menyukai produk-produk asal jagung. Oleh karena itu pengembangan produk asal jagung berupa mi jagung
perlu dilakukan dalam upaya diversifikasi pangan. Beberapa penelitian telah dilakukan untuk membuat produk mi
berbahan baku jagung. Diantaranya adalah Juniawati 2003 yang membuat mi jagung instan dengan menggunakan tepung jagung sebagai bahan baku
utamanya. Keunggulan mi jagung berdasarkan penelitian yang dilakukan Juniawati 2005 antara lain: dari segi gizi, nilai energi yang terkandung mi
jagung instan yaitu 360 kalori. Nilai energi ini lebih tinggi dibandingkan dengan nilai energi pada nasi 178 kalori, singkong 146 kalori, dan ubi jalar
123 kalori. Akan tetapi nilai energi ini lebih rendah dibandingkan dengan mi terigu instan 471 kalori. Tingginya nilai energi yang terdapat pada mi jagung
instan menunjukkan bahwa produk tersebut dapat dijadikan sebagai bahan pangan alternatif pilihan pengganti nasi.
Selain Juniawati 2003, beberapa penelitian lain tentang pembuatan mi berbahan baku jagung telah dilakukan oleh Budiyah 2005 dan Fadilah
2005. Budiyah 2005 membuat mi jagung berbahan baku pati jagung dan CGM Corn Gluten Meal, sedangkan Fadlillah 2005 membuat mi jagung
dari pati jagung, CGM Corn Gluten Meal dan gluten terigu. Tahapan proses pembuatan mi jagung instan dengan metode Budiyah
2005 secara garis besar tidak jauh berbeda dengan proses pembuatan mi pada umumnya, yaitu penimbangan bahan dan pembuatan larutan garam,
mixing, pengukusan pertama, pressing, slitting and cutting, pengukusan
kedua, pengeringan dengan oven, pendinginan, dan pengemasan. Perbedaan utama pembuatan mi jagung dengan mi terigu terletak pada proses
pengukusan pertama setelah pencampuran adonan. Menurut Juniawati 2003,
tujuan pengukusan pertama dalam tahapan pembuatan mi jagung instan adalah untuk membentuk adonan yang dapat dicetak kedalam bentuk lembaran mi.
Fadlillah 2005 menambahkan protein gluten terigu dalam pembuatan mi jagung. Penambahan gluten terigu bertujuan untuk meningkatkan
elastisitas mi jagung instan, sehingga dapat diolah selayaknya mi terigu biasa. Penambahan protein gluten terigu akan dikombinasikan dengan penambahan
corn gluten meal CGM, dengan total penambahan 10 dari adonan.
Penambahan dilakukan pada awal proses, dan dicampurkan secara merata dengan pati, CMC, dan CGM. Setelah itu, dicampur dengan larutan garam
dengan baking powder, kemudian dilakukan pengadukan hingga kalis. Mi Basah
Pengertian mi basah
Menurut SNI 01-2987-1992 mi basah adalah produk makanan yang dibuat dari tepung terigu dengan atau tanpa penambahan bahan makanan lain
dan bahan tambahan makanan yang diizinkan berbentuk khas mi yang tidak dikeringkan. Mi basah memiliki kadar air antara 25-30. Kualitas mi basah
menurut SNI 01-2987-1992 dapat dilihat pada Tabel 5. Menurut Hou dan Kruk 1998, mi basah didefinisikan sebagai produk pangan yang berbentuk
seperti untaian benang yang terbuat dari campuran tepung terigu dan atau tepung lainnya, air serta garam dan umumnya disajikan dalam bentuk
berkuah. Pengklasifikasian mi sebetulnya tidak memiliki standar yang
universal. Hal ini menyebabkan belum adanya keseragaman dalam penentuan jenis-jenis mi. Namun demikian, Hou dan Kruk 1998 mengklasifikasikan mi
menjadi empat jenis berdasarkan prosesnya, yaitu mi mentah mi yang setelah pengadonan, pembentukan lembaran, dan pemotongan tidak mengalami
proses lebih lanjut, mi kering mi mentah yang mengalami proses pengeringan alami dengan sinar matahari atau dengan ruang terkontrol, mi
matang mi mentah yang mengalami proses lanjut dengan perebusan setengah matang atau matang sempurna, dan mi kukus mi mentah yang diproses lebih
lanjut dengan pengukusan. Selain itu, mi juga dapat diklasifikasikan berdasarkan ukurannya, yaitu somen, udon dan hira-men Nagao, 1996.
Tabel 5 .
Syarat mutu mi basah menurut SNI 01-2987-1992.
No. Kriteria Uji
Satuan Persyaratan
1. Keadaan :
1.1. Bau
1.2. Rasa
1.3. Warna
- -
- Normal
Normal Normal
2. Kadar air
bb 20-35
3. Kadar abu bk
bb Maks. 3
4. Kadar protein bk
bb Min. 3
5. Bahan tambahan
pangan : 5.1. Boraks dan asam
borat 5.2. Pewarna
5.3. Formalin -
- -
Tidak boleh ada sesuai SNI-02220 M dan
Peraturan Menteri Kesehatan No.
722MenkesPerIX88
6. Cemaran logam
: 6.1. Timbal Pb
6.2. Tembaga Cu 6.3. Seng Zn
6.4. Raksa Hg Mgkg
Mgkg Mgkg
Mgkg Maks. 1.0
Maks. 10.0 Maks. 40.0
Maks. 0.05
7. Arsen Mgkg
Maks. 0.05
8. Cemaran mikroba
8.1. Angka Lempeng Total
8.2. E. coli 8.3. Kapang
Kolonigram APMgram
Kolonigram Maks. 1.0 x 10
6
Maks. 10 Maks. 1.0 x 10
4
Pembuatan mi basah
Bahan baku dalam pembuatan mi adalah tepung terigu, air, garam dapur NaCl, dan garam-garam alkali seperti natrium karbonat, kalium
karbonat, atau natrium tripolifosfat. Air merupakan komponen penting dalam pembentukan gluten, sebagai media pencampur, dan pengikat karbohidrat
sehingga terbentuk adonan yang baik. Air yang ditambahkan biasanya sebanyak 32 – 35 dari berat terigu, tergantung jenis dan kualitas terigu yang
digunakan. Batas maksimum penambahan air dalam pembentukan lembaran adalah 38-40 . Jika air yang ditambahkan kurang dari 34, adonan akan
menjadi keras, rapuh, dan sulit dibentuk lembaran, sedangkan jika air yang ditambahkan lebih dari 40, adonan akan menjadi basah dan lengket.
Garam dapur juga ditambahkan ke dalam adonan sebanyak 0.5 – 2 dari berat terigu, tergantung selera masyarakat lokal. Garam dapur NaCl
berfungsi untuk memberi rasa, memperkuat tekstur mi, mengurangi kelengketan adonan, serta meningkatkan elastisitas adonan. Garam karbonat
berfungsi dalam pembentukan gluten, menghaluskan tesktur adonan, dan meningkatkan elastisitas dan ekstensibilitas adonan. Natrium tripolifosfat
digunakan sebagai bahan pengikat air, agar air di dalam adonan tidak mudah menguap sehingga permukaan adonan tidak cepat mengering dan mengeras.
¶ pencampuran bahan
¶ pengadukan
¶ pembentukan lembaran
¶ pengistirahatan
¶ penipisan lembaran
¶ pemotongan lembaran
¶ ¶
Perebusan ¶
Gambar 5. Diagram alir pembuatan mi basah secara umum Astawan, 2002
Proses pembuatan mi basah terdiri dari proses pencampuran, pembentukan lembaran, pembentukan mi, serta perebusan. Proses pembuatan
mi dapat dilihat pada Gambar 5 .
Tahap pencampuran berfungsi agar proses hidrasi air dengan tepung berlangsung merata dan untuk menarik serat-serat
gluten sehingga menjadi adonan yang elastis dan halus. Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam proses pencampuran yaitu jumlah air yang
Bahan-bahan mi
Mi basah mentah
Mi basah matang
ditambahkan, suhu adonan dan waktu pengadukan. Badrudin 1994 menyatakan bahwa waktu pengadukan terbaik adalah 15 hingga 25 menit.
Apabila waktu pengadukan kurang dari 15 menit, adonan akan menjadi lunak dan lengket, sedangkan jika lebih dari 25 menit adonan akan menjadi keras,
rapuh dan kering. Suhu adonan yang terbaik adalah 25
o
C hingga 40
o
C. Apabila suhu adonan kurang dari 25
o
C, adonan akan menjadi keras, rapuh dan kasar, sedangkan bila suhu adonan lebih dari 40
o
C adonan akan menjadi lengket dan mi kurang elastis. Campuran yang diharapkan adalah lunak,
lembut, tidak lengket, halus, elastis dan mengembang dengan normal. Lembaran adonan ini kemudian dipipihkan dengan alat rollpress dan dicetak
menjadi untaian benang mi hingga diameter mencapai 1-2 mm. Produk akhir mi basah dapat berupa mi mentah ataupun mi matang
tergantung tujuan penggunaan mi tersebut. Mi mentah biasanya digunakan oleh pedagang mi ayam sedangkan mi matang biasanya dijajakan oleh
pedagang baso. Untuk mencegah kelengketan antar untaian, mi biasanya ditaburi dengan tepung tapioka mi mentah atau dengan minyak goreng mi
matang Astawan, 2002.
III. METODOLOGI PENELITIAN A. Bahan dan Alat