Desain Proses Pembuatan dan Formulasi Mi Basah Berbahan Baku Tepung Jagung

(1)

SKRIPSI

DESAIN PROSES PEMBUATAN DAN FORMULASI MI BASAH BERBAHAN BAKU TEPUNG JAGUNG

Oleh

Bobby Fajar Rianto F24102077

2006

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(2)

Bobby Fajar Rianto. F24102077. Desain Proses Pembuatan dan Formulasi Mi Basah Berbahan Baku Tepung Jagung. Dibawah bimbingan Dahrul Syah dan Feri Kusnandar.

RINGKASAN

Jagung merupakan komoditas pangan lokal yang berpotensi sebagai pangan alternatif pengganti beras. Oleh karena itu peningkatan nilai tambah jagung perlu dilakukan agar program diversifikasi pangan dapat berjalan. Salah satu peningkatan nilai tambah jagung adalah pembuatan mi basah berbahan baku tepung jagung.

Pada prinsipnya, penggilingan biji jagung menjadi tepung merupakan proses untuk memisahkan endosperm dari bagian biji yang lain (Hoseney, 1998). Pembuatan tepung jagung dari jagung pipil kering dilakukan dengan metode penggilingan kering. Pada metode ini, penggilingan jagung dilakukan dua kali. Tepung jagung yang dihasilkan diayak dengan ukuran 80 mesh agar memiliki ukuran yang sesuai dengan kualifikasi tepung. Rendemen tepung jagung yang dihasilkan mencapai 40%. Sifat-sifat tepung jagung yang dianalisis meliputi warna, kisaran suhu gelatinisasi dan sifat kimia. Jagung yang digunakan sebagai bahan baku pembuatan tepung merupakan jagung QPM (Quality Protein Maize) dengan varietas Srikandi.

Tepung jagung dapat digunakan sebagai bahan baku pembuatan mi basah. Menurut Hou dan Kruk (1998), mi basah merupakan produk pangan yang berbentuk seperti untaian benang dan umumnya terbuat dari tepung terigu dan atau tepung lain yang ditambahkan air dan garam – garam alkali. Biasanya disajikan dalam bentuk sup (berkuah). Proses pembuatan mi basah dari tepung jagung terdiri atas pencampuran bahan – bahan, pengukusan, pencetakan (pressing, slitting dan cutting), dan perebusan. Penelitian ini merupakan verifikasi terhadap penelitian yang dilakukan oleh Juniawati (2003). Selain itu, penelitian ini bertujuan untuk menentukan desain proses dan formulasi mi basah berbahan baku tepung jagung.

Formula dasar mi basah terdiri atas tepung jagung, air, garam dan baking powder. Penentuan formula mi basah yang akan dioptimasi dilakukan atas dasar jumlah air yang ditambahkan untuk mencapai tingkat gelatinisasi yang diinginkan pada saat pengukusan (pregelatinisasi). Penambahan jumlah air bervariasi mulai dari 20-100% terhadap berat tepung jagung. Pengukuran karakteristik adonan yang dihasilkan setelah pengukusan dilakukan secara visual yang meliputi kemudahan adonan untuk dibentuk menjadi mi (sifat adonan), keseragaman pembentukan untaian mi dan keseragaman kematangan mi setelah perebusan. Formula terpilih yang akan dioptimasi adalah adonan tepung dengan penambahan air 30 ml. Formula ini memiliki karakteristik mudah dibentuk menjadi lembaran mi, tidak lengket dan untaian mi yang dihasilkan seragam.

Optimasi desain proses pembuatan formula mi basah terpilih dilakukan pada waktu pengukusan adonan yang bervariasi antara 3, 5, 7, dan 10 menit. Hasil pengukuran derajat gelatinisasi menunjukkan bahwa waktu pengukusan 3 menit memiliki derajat gelatinisasi terbesar (88,25%) dan waktu pengukusan 5 menit memiliki derajat gelatinisasi terkecil (62%). Pengukuran karakteristik mi basah


(3)

dilakukan pada mi matang secara instrumental yang meliputi elongasi (rheoner), kekerasan dan kelengketan (Texture Analyzer) serta kehilangan padatan akibat pemasakan (KPAP metode Oh et al, 1985).

Pengukuran sifat fisik menunjukkan nilai elongasi mi basah berkisar antara 14,24% (waktu pengukusan 5 menit) hingga 20,05% (waktu pengukusan 10 menit). Kehilangan padatan akibat pemasakan (KPAP) mi basah dengan waktu pengukusan 7 menit memberikan nilai terkecil (17,6%) sedangkan mi basah dengan waktu pengukusan 3 menit memberikan nilai KPAP terbesar (20,8%). Nilai kekerasan mi basah terbesar ditunjukkan oleh mi basah dengan waktu pengukusan 3 menit (1089,63 gf) dan nilai kekerasan mi basah terkecil ditunjukkan oleh mi basah dengan waktu pengukusan 7 menit (1273,13 gf). Kelengketan mi basah memiliki nilai terbesar (-451,75 gf) yang ditunjukkan oleh mi basah dengan waktu pengukusan 3 menit sedangkan nilai kelengketan paling kecil ditunjukkan oleh mi basah dengan waktu pengukusan 10 menit (-250,13 gf). Hasil uji statistik menunjukkan bahwa lama waktu pengukusan tidak berpengaruh terhadap persen elongasi dan KPAP (p<0,05) tetapi berpengaruh secara nyata (p>0,05) terhadap kekerasan dan kelengketan mi basah matang pada tingkat kepercayaan 95%.

Mi basah dengan formula dan desain proses terbaik pada penelitian ini adalah mi basah dengan penambahan air 30 ml dan waktu pengukusan 7 menit. Hasil analisis proksimat mi basah optimal menunjukkan kandungan air, abu, protein, lemak dan karbohidrat berturut-turut sebesar 66% (b.b); 0,41%; 6,45%; 8,20% dan 85,0% (berdasarkan berat kering). Perbandingan karakteristik mi basah jagung optimal dengan mi basah terigu (mi matang) menunjukkan bahwa mi basah matang jagung memiliki nilai kekerasan, kelengketan, dan elongasi yang lebih rendah serta nilai kehilangan padatan akibat pemasakan (KPAP) yang lebih tinggi dibandingkan mi basah matang terigu.


(4)

SKRIPSI

DESAIN PROSES PEMBUATAN DAN FORMULASI MI BASAH BERBAHAN BAKU TEPUNG JAGUNG

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan

Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor

Oleh

Bobby Fajar Rianto F24102077

2006

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(5)

INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

DESAIN PROSES PEMBUATAN DAN FORMULASI MI BASAH BERBAHAN BAKU TEPUNG JAGUNG

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan

Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor

Oleh

Bobby Fajar Rianto F24102077

Dilahirkan Pada Tanggal 29 Desember 1984 Di Bandung, Jawa Barat

Tanggal Lulus : Oktober 2006

Menyetujui Bogor, Oktober 2006

Dr. Ir. Dahrul Syah, MSc Dosen Pembimbing I

Dr. Ir. Feri Kusnandar, MSc Dosen Pembimbing II Mengetahui

Dr. Ir. Dahrul Syah, MSc Ketua Departemen ITP


(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama Bobby Fajar Rianto, dilahirkan di Bandung, Jawa Barat pada tanggal 29 Desember 1984. Penulis merupakan anak kedua dari empat bersaudara dari pasangan Yanto Rubianto dan Sari Yani.

Penulis memulai pendidikan di TK Kalam Kudus, Ambon (1989-1990). Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SD ST. Agustinus, Bandung (1990-1996), dilanjutkan ke jenjang berikutnya yaitu SLTP Providentia, Bandung (1996-1999) dan SMU Taruna Nusantara, Magelang (1999-2002). Penulis masuk ke Institut Pertanian Bogor (IPB), Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI).

Selain mengikuti kegiatan perkuliahan, penulis aktif pada berbegai kegiatan organisasi dan kepanitiaan seperti Paguyuban Mahasiswa Bandung (PAMAUNG), Food Chat Club, International Association of Agriculture and Related Sciences (IAAS), panitia Lepas Landas Sarjana, panitia Lomba Cepat Tepat Ilmu Pangan antar SMU tingkat Nasional, dan panitia The 3rd National Student Paper Competition. Penulis juga aktif dalam mengikuti kegiatan non akademis seperti seminar 2nd National Students Paper Competition On Food Issues (2003), Seminar Pangan Halal “Haram Analysis Critical Control Point” (2005), IDF International Conference of fgW Student Forum for Milk and Milk Products (2005). Penulis pernah melakukan kegiatan Praktek Lapang pada tahun 2005 di PT. Indofood Sukses Makmur Tbk. Cabang Bandung dengan topik “Mempelajari Aspek Penyimpanan Bahan Baku pada Produksi Mi Instan”.

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana pada Fakultas Teknologi Pertanian IPB, penulis melakukan penelitian dengan judul “Desain Proses Pembuatan dan Formulasi Mi Basah Berbahan Baku Tepung Jagung” dengan bantuan dana dari program RUSNAS (Riset Unggulan Strategis Nasional) Diversifikasi Pangan dari Kementrian Riset dan Teknologi pada tahun 2005 di bawah bimbingan Dr. Ir. Dahrul Syah, MSc dan Dr. Ir. Feri Kusnandar, MSc.


(7)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirabbil’alamin. Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala Karunia, Hidayah, Inayah dan Rahmat-Nya. Shalawat dan salam bagi nabi Muhammad saw, manusia terbaik di muka bumi ini. Ucapan terima kasih dan penghargaan yang setingi-tingginya penulis sampaikan kepada sejumlah pihak yang telah berkontribusi secara langsung maupun tak langsung dalam penyelesaian karya ini. Semoga Allah SWT membalas budi baik pihak-pihak yang senantiasa membimbing, membantu dan mendoakan penulis dalam menyalesaikan penelitian dan penyusunan skripsinya. Amin yaa rabbal alamin. Perkenankanlah penulis untuk mengucapkan ucapan terima kasih kepada :

1. Kedua orang tuaku, kata dan perbuatan tidak akan pernah cukup untuk membalas semua kerja keras, kasih sayang, doa, semangat, serta dukungan moril dan materil yang telah kalian berikan. Tidak lupa Kakak dan kedua adikku, terimakasi atas segala kebahagiaan yang kalian berikan.

2. Dr. Ir. Dahrul Syah, MSc., selaku dosen pembimbing, yang telah memberi nasihat, motivasi, saran, dan kritik yang membangun.

3. Dr. Ir. Feri Kusnandar, MSc., selaku dosen pembimbing II, yang banyak membantu selama penelitian dan penulisan skripsi.

4. Ir. Subarna, Msi., terimakasih atas kesediaan Bapak menjadi dosen penguji.

5. Kanyaka Wara Apsari, tidak ada untaian kata yang cukup untuk menggambarkan keceriaan yang kauberikan selama ini.

6. Seluruh Staf, Laboran dan Teknisi TPG, Pak Wahid, Pak Rojak, Pak Koko, Pak Sidik, Pak Yahya, Pak Sobirin, Pak Gatot, Ibu Rubiah, Teh Ida, Mas Edi dan tak lupa kepada Pak Karna ”Abah” dan Pak Samsu.

7. Teman-teman sebimbingan : Anissa dan Rohana, ”So luck for me to met you Ladies!” dan Ari Fahmi. Terima kasih atas kebersamaan, pengertian dan bantuan selama kuliah dan penelitian.

8. Teman baik selama kuliah di TPG, Izal, Ulik, Didin, Dadik, Deddy, t-min (Futsal’ers), tidak lupa Randy ”orang terbelakang” n’ my step parents


(8)

”Ajeng-qy & Asep Ary”. Terima kasih untuk semua pengalaman yang tak akan terlupakan selama penulis menjalankan kuliah di TPG.

9. Keluarga C3 (Hana, MoOolid dan U-&), Keluarga yang unik yaa?!!

10. Penghuni Golongan C : Putra .com, Hanif (the Vice President), Vie-rus (Mom), Beck-ti, Rina ”Papua”, Ponk-e ”Oon”, Q-yas ”buncit”, Kang Fahrul, Yoga ”Kumis”, Steisi ”The artist”, Rikza S”uperman”, Farah ”Meng-ski”, Karen & Fenni (The Scientist), Re-beck, Retno E. D. S ”Kenot” Hadi, Eva ”Miss perpus”, Prasna (pedagang) dan Sam100, kalian membuat kuliah dan praktikum selalu menyenangkan.

11. Rekan-rekan TPG’39, Woro, Eko, Iqbal ”smile”, Heru, Qky, Inal, Tukep (nonton bareng lagi 2008 & 2010), Ex-Pubi’ers (Nuy, Dora, Tante, Ina, Tissa n Nene), Tono ”komti”, Herold, dan Tin2. Forza 39’ers!

12. Teman-teman TPG 38 (ST, Boz, Rahmat, Fajri, Bangun, Derry, Pitoy), TPG 40 (Mita, Teddy dan Gilang), TPG 41 (Iqbal, Anto, Ancha, Dodi, Aris). Terima kasih telah banyak memberikan bantuan dan dukungan moril kepada penulis dengan ikhlas.

13. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

Penulis telah berusaha menyusun skripsi ini sebaik mungkin, namun tidak ada karya manusia yang sempurna. Semoga dengan kekurangan yang masih ada, skripsi ini tetap dapat bermanfaat bagi pembaca.

Bogor, September 2006


(9)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ……….. DAFTAR ISI ………... DAFTAR TABEL ……… DAFTAR GAMBAR ……….... DAFTAR LAMPIRAN ……….... I. PENDAHULUAN………... A. Latar Belakang ...………... B. Tujuan dan Sasaran………... C. Manfaat ………... II. TINJAUAN PUSTAKA ………....

A. Jagung ……….. Sejarah Tanaman Jagung ………. Deskripsi Tanaman jagung ………...

Jenis Jagung ………. Morfologi dan Anatomi Jagung ………... Komposisi Kimia Biji Jagung ………. Quality Protein Maize ……….. B. Tepung Jagung ………. C. Gelatinisasi Pati ………

Konsep Gelatinisasi ………. Mekanisme Gelatinisasi ………... Suhu Gelatinisasi ……….. Sifat Birefringence ………... D. Mi Jagung ………. E. Mi Basah ……….. Pengertian mi basah……….. Pembuatan mi basah ………... III. METODOLOGI PENELITIAN………... A. Bahan dan Alat ………... B. Metode Penelitian……….

1. Persiapan Bahan Baku………... i iii v vi vii 1 1 2 2 3 3 3 3 4 6 8 10 11 13 13 15 16 17 17 19 19 20 23 23 24 24


(10)

2. Karakterisasi Bahan Baku ……….. 3. Kajian Pembuatan Mi Basah Jagung ……….. Desain Proses Mi Basah Jagung ……… Penentuan Formula Mi Basah Jagung ……… 4. Optimasi Desain Proses Mi Basah Jagung ………. 5. Analisis Produk ………... C. Metode Pengamatan……….. Analisis Sifat Fisik……… Analisis Sifat Kimia……….. IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ………. 1. Pembuatan Tepung Jagung ……… 2. Karakterisasi Bahan Baku ……….………. a. Warna tepung jagung ………... b. Suhu gelatinisasi dan viskositas tepung jagung ………. c. Karakteristik kimia tepung jagung ………. 3. Kajian Pembuatan Mi Basah Jagung ………. a. Desain Proses Mi Basah Jagung ……… b. Penentuan Formula Mi Basah Jagung ……… 4. Optimasi Desain Proses Mi Basah Jagung ………. Pengukuran Derajat Gelatinisasi………. 5. Pengukuran Karakteristik Mi Basah ……….. a. Elongasi ……….. b. Kehilangan Padatan Akibat Pemasakan(KPAP)………. c. Kekerasan dan Kelengketan ………... 6. Optimasi Mi Basah dengan Formula dan Desain Proses Terpilih.. Analisis Proksimat Mi Basah Terpilih……… 7. Perbandingan Mi Basah Jagung dan Mi Basah Terigu…………...

V. KESIMPULAN ………..

A. Kesimpulan………... B. Saran………... DAFTAR PUSTAKA ………... LAMPIRAN ……….. 25 25 25 26 28 28 29 29 33 37 37 41 41 42 44 46 46 50 54 55 56 58 59 60 62 64 65 68 68 70 71 72


(11)

SKRIPSI

DESAIN PROSES PEMBUATAN DAN FORMULASI MI BASAH BERBAHAN BAKU TEPUNG JAGUNG

Oleh

Bobby Fajar Rianto F24102077

2006

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(12)

Bobby Fajar Rianto. F24102077. Desain Proses Pembuatan dan Formulasi Mi Basah Berbahan Baku Tepung Jagung. Dibawah bimbingan Dahrul Syah dan Feri Kusnandar.

RINGKASAN

Jagung merupakan komoditas pangan lokal yang berpotensi sebagai pangan alternatif pengganti beras. Oleh karena itu peningkatan nilai tambah jagung perlu dilakukan agar program diversifikasi pangan dapat berjalan. Salah satu peningkatan nilai tambah jagung adalah pembuatan mi basah berbahan baku tepung jagung.

Pada prinsipnya, penggilingan biji jagung menjadi tepung merupakan proses untuk memisahkan endosperm dari bagian biji yang lain (Hoseney, 1998). Pembuatan tepung jagung dari jagung pipil kering dilakukan dengan metode penggilingan kering. Pada metode ini, penggilingan jagung dilakukan dua kali. Tepung jagung yang dihasilkan diayak dengan ukuran 80 mesh agar memiliki ukuran yang sesuai dengan kualifikasi tepung. Rendemen tepung jagung yang dihasilkan mencapai 40%. Sifat-sifat tepung jagung yang dianalisis meliputi warna, kisaran suhu gelatinisasi dan sifat kimia. Jagung yang digunakan sebagai bahan baku pembuatan tepung merupakan jagung QPM (Quality Protein Maize) dengan varietas Srikandi.

Tepung jagung dapat digunakan sebagai bahan baku pembuatan mi basah. Menurut Hou dan Kruk (1998), mi basah merupakan produk pangan yang berbentuk seperti untaian benang dan umumnya terbuat dari tepung terigu dan atau tepung lain yang ditambahkan air dan garam – garam alkali. Biasanya disajikan dalam bentuk sup (berkuah). Proses pembuatan mi basah dari tepung jagung terdiri atas pencampuran bahan – bahan, pengukusan, pencetakan (pressing, slitting dan cutting), dan perebusan. Penelitian ini merupakan verifikasi terhadap penelitian yang dilakukan oleh Juniawati (2003). Selain itu, penelitian ini bertujuan untuk menentukan desain proses dan formulasi mi basah berbahan baku tepung jagung.

Formula dasar mi basah terdiri atas tepung jagung, air, garam dan baking powder. Penentuan formula mi basah yang akan dioptimasi dilakukan atas dasar jumlah air yang ditambahkan untuk mencapai tingkat gelatinisasi yang diinginkan pada saat pengukusan (pregelatinisasi). Penambahan jumlah air bervariasi mulai dari 20-100% terhadap berat tepung jagung. Pengukuran karakteristik adonan yang dihasilkan setelah pengukusan dilakukan secara visual yang meliputi kemudahan adonan untuk dibentuk menjadi mi (sifat adonan), keseragaman pembentukan untaian mi dan keseragaman kematangan mi setelah perebusan. Formula terpilih yang akan dioptimasi adalah adonan tepung dengan penambahan air 30 ml. Formula ini memiliki karakteristik mudah dibentuk menjadi lembaran mi, tidak lengket dan untaian mi yang dihasilkan seragam.

Optimasi desain proses pembuatan formula mi basah terpilih dilakukan pada waktu pengukusan adonan yang bervariasi antara 3, 5, 7, dan 10 menit. Hasil pengukuran derajat gelatinisasi menunjukkan bahwa waktu pengukusan 3 menit memiliki derajat gelatinisasi terbesar (88,25%) dan waktu pengukusan 5 menit memiliki derajat gelatinisasi terkecil (62%). Pengukuran karakteristik mi basah


(13)

dilakukan pada mi matang secara instrumental yang meliputi elongasi (rheoner), kekerasan dan kelengketan (Texture Analyzer) serta kehilangan padatan akibat pemasakan (KPAP metode Oh et al, 1985).

Pengukuran sifat fisik menunjukkan nilai elongasi mi basah berkisar antara 14,24% (waktu pengukusan 5 menit) hingga 20,05% (waktu pengukusan 10 menit). Kehilangan padatan akibat pemasakan (KPAP) mi basah dengan waktu pengukusan 7 menit memberikan nilai terkecil (17,6%) sedangkan mi basah dengan waktu pengukusan 3 menit memberikan nilai KPAP terbesar (20,8%). Nilai kekerasan mi basah terbesar ditunjukkan oleh mi basah dengan waktu pengukusan 3 menit (1089,63 gf) dan nilai kekerasan mi basah terkecil ditunjukkan oleh mi basah dengan waktu pengukusan 7 menit (1273,13 gf). Kelengketan mi basah memiliki nilai terbesar (-451,75 gf) yang ditunjukkan oleh mi basah dengan waktu pengukusan 3 menit sedangkan nilai kelengketan paling kecil ditunjukkan oleh mi basah dengan waktu pengukusan 10 menit (-250,13 gf). Hasil uji statistik menunjukkan bahwa lama waktu pengukusan tidak berpengaruh terhadap persen elongasi dan KPAP (p<0,05) tetapi berpengaruh secara nyata (p>0,05) terhadap kekerasan dan kelengketan mi basah matang pada tingkat kepercayaan 95%.

Mi basah dengan formula dan desain proses terbaik pada penelitian ini adalah mi basah dengan penambahan air 30 ml dan waktu pengukusan 7 menit. Hasil analisis proksimat mi basah optimal menunjukkan kandungan air, abu, protein, lemak dan karbohidrat berturut-turut sebesar 66% (b.b); 0,41%; 6,45%; 8,20% dan 85,0% (berdasarkan berat kering). Perbandingan karakteristik mi basah jagung optimal dengan mi basah terigu (mi matang) menunjukkan bahwa mi basah matang jagung memiliki nilai kekerasan, kelengketan, dan elongasi yang lebih rendah serta nilai kehilangan padatan akibat pemasakan (KPAP) yang lebih tinggi dibandingkan mi basah matang terigu.


(14)

SKRIPSI

DESAIN PROSES PEMBUATAN DAN FORMULASI MI BASAH BERBAHAN BAKU TEPUNG JAGUNG

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan

Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor

Oleh

Bobby Fajar Rianto F24102077

2006

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(15)

INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

DESAIN PROSES PEMBUATAN DAN FORMULASI MI BASAH BERBAHAN BAKU TEPUNG JAGUNG

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan

Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor

Oleh

Bobby Fajar Rianto F24102077

Dilahirkan Pada Tanggal 29 Desember 1984 Di Bandung, Jawa Barat

Tanggal Lulus : Oktober 2006

Menyetujui Bogor, Oktober 2006

Dr. Ir. Dahrul Syah, MSc Dosen Pembimbing I

Dr. Ir. Feri Kusnandar, MSc Dosen Pembimbing II Mengetahui

Dr. Ir. Dahrul Syah, MSc Ketua Departemen ITP


(16)

RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama Bobby Fajar Rianto, dilahirkan di Bandung, Jawa Barat pada tanggal 29 Desember 1984. Penulis merupakan anak kedua dari empat bersaudara dari pasangan Yanto Rubianto dan Sari Yani.

Penulis memulai pendidikan di TK Kalam Kudus, Ambon (1989-1990). Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SD ST. Agustinus, Bandung (1990-1996), dilanjutkan ke jenjang berikutnya yaitu SLTP Providentia, Bandung (1996-1999) dan SMU Taruna Nusantara, Magelang (1999-2002). Penulis masuk ke Institut Pertanian Bogor (IPB), Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI).

Selain mengikuti kegiatan perkuliahan, penulis aktif pada berbegai kegiatan organisasi dan kepanitiaan seperti Paguyuban Mahasiswa Bandung (PAMAUNG), Food Chat Club, International Association of Agriculture and Related Sciences (IAAS), panitia Lepas Landas Sarjana, panitia Lomba Cepat Tepat Ilmu Pangan antar SMU tingkat Nasional, dan panitia The 3rd National Student Paper Competition. Penulis juga aktif dalam mengikuti kegiatan non akademis seperti seminar 2nd National Students Paper Competition On Food Issues (2003), Seminar Pangan Halal “Haram Analysis Critical Control Point” (2005), IDF International Conference of fgW Student Forum for Milk and Milk Products (2005). Penulis pernah melakukan kegiatan Praktek Lapang pada tahun 2005 di PT. Indofood Sukses Makmur Tbk. Cabang Bandung dengan topik “Mempelajari Aspek Penyimpanan Bahan Baku pada Produksi Mi Instan”.

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana pada Fakultas Teknologi Pertanian IPB, penulis melakukan penelitian dengan judul “Desain Proses Pembuatan dan Formulasi Mi Basah Berbahan Baku Tepung Jagung” dengan bantuan dana dari program RUSNAS (Riset Unggulan Strategis Nasional) Diversifikasi Pangan dari Kementrian Riset dan Teknologi pada tahun 2005 di bawah bimbingan Dr. Ir. Dahrul Syah, MSc dan Dr. Ir. Feri Kusnandar, MSc.


(17)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirabbil’alamin. Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala Karunia, Hidayah, Inayah dan Rahmat-Nya. Shalawat dan salam bagi nabi Muhammad saw, manusia terbaik di muka bumi ini. Ucapan terima kasih dan penghargaan yang setingi-tingginya penulis sampaikan kepada sejumlah pihak yang telah berkontribusi secara langsung maupun tak langsung dalam penyelesaian karya ini. Semoga Allah SWT membalas budi baik pihak-pihak yang senantiasa membimbing, membantu dan mendoakan penulis dalam menyalesaikan penelitian dan penyusunan skripsinya. Amin yaa rabbal alamin. Perkenankanlah penulis untuk mengucapkan ucapan terima kasih kepada :

1. Kedua orang tuaku, kata dan perbuatan tidak akan pernah cukup untuk membalas semua kerja keras, kasih sayang, doa, semangat, serta dukungan moril dan materil yang telah kalian berikan. Tidak lupa Kakak dan kedua adikku, terimakasi atas segala kebahagiaan yang kalian berikan.

2. Dr. Ir. Dahrul Syah, MSc., selaku dosen pembimbing, yang telah memberi nasihat, motivasi, saran, dan kritik yang membangun.

3. Dr. Ir. Feri Kusnandar, MSc., selaku dosen pembimbing II, yang banyak membantu selama penelitian dan penulisan skripsi.

4. Ir. Subarna, Msi., terimakasih atas kesediaan Bapak menjadi dosen penguji.

5. Kanyaka Wara Apsari, tidak ada untaian kata yang cukup untuk menggambarkan keceriaan yang kauberikan selama ini.

6. Seluruh Staf, Laboran dan Teknisi TPG, Pak Wahid, Pak Rojak, Pak Koko, Pak Sidik, Pak Yahya, Pak Sobirin, Pak Gatot, Ibu Rubiah, Teh Ida, Mas Edi dan tak lupa kepada Pak Karna ”Abah” dan Pak Samsu.

7. Teman-teman sebimbingan : Anissa dan Rohana, ”So luck for me to met you Ladies!” dan Ari Fahmi. Terima kasih atas kebersamaan, pengertian dan bantuan selama kuliah dan penelitian.

8. Teman baik selama kuliah di TPG, Izal, Ulik, Didin, Dadik, Deddy, t-min (Futsal’ers), tidak lupa Randy ”orang terbelakang” n’ my step parents


(18)

”Ajeng-qy & Asep Ary”. Terima kasih untuk semua pengalaman yang tak akan terlupakan selama penulis menjalankan kuliah di TPG.

9. Keluarga C3 (Hana, MoOolid dan U-&), Keluarga yang unik yaa?!!

10. Penghuni Golongan C : Putra .com, Hanif (the Vice President), Vie-rus (Mom), Beck-ti, Rina ”Papua”, Ponk-e ”Oon”, Q-yas ”buncit”, Kang Fahrul, Yoga ”Kumis”, Steisi ”The artist”, Rikza S”uperman”, Farah ”Meng-ski”, Karen & Fenni (The Scientist), Re-beck, Retno E. D. S ”Kenot” Hadi, Eva ”Miss perpus”, Prasna (pedagang) dan Sam100, kalian membuat kuliah dan praktikum selalu menyenangkan.

11. Rekan-rekan TPG’39, Woro, Eko, Iqbal ”smile”, Heru, Qky, Inal, Tukep (nonton bareng lagi 2008 & 2010), Ex-Pubi’ers (Nuy, Dora, Tante, Ina, Tissa n Nene), Tono ”komti”, Herold, dan Tin2. Forza 39’ers!

12. Teman-teman TPG 38 (ST, Boz, Rahmat, Fajri, Bangun, Derry, Pitoy), TPG 40 (Mita, Teddy dan Gilang), TPG 41 (Iqbal, Anto, Ancha, Dodi, Aris). Terima kasih telah banyak memberikan bantuan dan dukungan moril kepada penulis dengan ikhlas.

13. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

Penulis telah berusaha menyusun skripsi ini sebaik mungkin, namun tidak ada karya manusia yang sempurna. Semoga dengan kekurangan yang masih ada, skripsi ini tetap dapat bermanfaat bagi pembaca.

Bogor, September 2006


(19)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ……….. DAFTAR ISI ………... DAFTAR TABEL ……… DAFTAR GAMBAR ……….... DAFTAR LAMPIRAN ……….... I. PENDAHULUAN………... A. Latar Belakang ...………... B. Tujuan dan Sasaran………... C. Manfaat ………... II. TINJAUAN PUSTAKA ………....

A. Jagung ……….. Sejarah Tanaman Jagung ………. Deskripsi Tanaman jagung ………...

Jenis Jagung ………. Morfologi dan Anatomi Jagung ………... Komposisi Kimia Biji Jagung ………. Quality Protein Maize ……….. B. Tepung Jagung ………. C. Gelatinisasi Pati ………

Konsep Gelatinisasi ………. Mekanisme Gelatinisasi ………... Suhu Gelatinisasi ……….. Sifat Birefringence ………... D. Mi Jagung ………. E. Mi Basah ……….. Pengertian mi basah……….. Pembuatan mi basah ………... III. METODOLOGI PENELITIAN………... A. Bahan dan Alat ………... B. Metode Penelitian……….

1. Persiapan Bahan Baku………... i iii v vi vii 1 1 2 2 3 3 3 3 4 6 8 10 11 13 13 15 16 17 17 19 19 20 23 23 24 24


(20)

2. Karakterisasi Bahan Baku ……….. 3. Kajian Pembuatan Mi Basah Jagung ……….. Desain Proses Mi Basah Jagung ……… Penentuan Formula Mi Basah Jagung ……… 4. Optimasi Desain Proses Mi Basah Jagung ………. 5. Analisis Produk ………... C. Metode Pengamatan……….. Analisis Sifat Fisik……… Analisis Sifat Kimia……….. IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ………. 1. Pembuatan Tepung Jagung ……… 2. Karakterisasi Bahan Baku ……….………. a. Warna tepung jagung ………... b. Suhu gelatinisasi dan viskositas tepung jagung ………. c. Karakteristik kimia tepung jagung ………. 3. Kajian Pembuatan Mi Basah Jagung ………. a. Desain Proses Mi Basah Jagung ……… b. Penentuan Formula Mi Basah Jagung ……… 4. Optimasi Desain Proses Mi Basah Jagung ………. Pengukuran Derajat Gelatinisasi………. 5. Pengukuran Karakteristik Mi Basah ……….. a. Elongasi ……….. b. Kehilangan Padatan Akibat Pemasakan(KPAP)………. c. Kekerasan dan Kelengketan ………... 6. Optimasi Mi Basah dengan Formula dan Desain Proses Terpilih.. Analisis Proksimat Mi Basah Terpilih……… 7. Perbandingan Mi Basah Jagung dan Mi Basah Terigu…………...

V. KESIMPULAN ………..

A. Kesimpulan………... B. Saran………... DAFTAR PUSTAKA ………... LAMPIRAN ……….. 25 25 25 26 28 28 29 29 33 37 37 41 41 42 44 46 46 50 54 55 56 58 59 60 62 64 65 68 68 70 71 72


(21)

DAFTAR TABEL Tabel 1.

Tabel 2. Tabel 3. Tabel 4. Tabel 5. Tabel 6. Tabel 7. Tabel 8.

Tabel 9. Tabel 10. Tabel 11. Tabel 12. Tabel 13. Tabel 14. Tabel 15. Tabel 16. Tabel 17. Tabel 18. Tabel 19.

Jenis jagung dan sifat-sifatnya ………... Bagian-bagian anatomi biji jagung ……… Komposisi kimia rata-rata biji jagung dan bagian-bagiannya ……... Suhu gelatinisasi beberapa jenis pati ………. Syarat mutu mi basah menurut SNI 01-2987-1992……… Formula mi basah jagung ……….…. Rancangan percobaan penentuan formula mi basah jagung………... Pengaturan Texture Analyzer dalam pengukuran kekerasan dan kelengketan mi basah………. Hasil pengukuran warna tepung jagung ……….... Hasil uji amilograf tepung jagung ... ………. Karakteristik kimia tepung jagung varietas Srikandi ……… Kriteria pengukuran proses pembuatan mi secara visual ………….. Sifat adonan tepung jagung hasil pengukusan ……….. Formula dasar mi basah jagung ……… Rancangan percobaan penentuan formula mi basah jagung ……….. Derajat gelatinisasi adonan tepung setelah pengukusan………. Pengukuran karakteristik mi basah jagung terpilih ………... Karakteristik kimia mi basah jagung terpilih……….……… Perbandingan mi basah jagung dan mi basah terigu………..

5 7 9 16 20 25 27 32 42 43 45 51 53 54 54 55 63 64 66


(22)

DAFTAR GAMBAR Gambar 1.

Gambar 2. Gambar 3. Gambar 4. Gambar 5. Gambar 6. Gambar 7. Gambar 8. Gambar 9. Gambar 10. Gambar 11. Gambar 12. Gambar 13. Gambar 14. Gambar 15. Gambar 16. Gambar 17. Gambar 18. Gambar 19. Gambar 20.

Struktur biji jagung ……… Pembuatan tepung jagung ………. Struktur amilosa ………...………. Struktur amilopektin ……….…. Diagram alir pembuatan mi basah secara umum ………….…….. Mesin mi………... Pembuatan tepung jagung ………... Diagram alir pembuatan mi basah jagung……….. Penentuan formula mi basah……….. Jagung varietas Srikandi………. Diagram kesetimbangan massa proses penepungan jagung……... Tepung jagung varietas Srikandi (80 mesh) ……….. Adonan tepung setelah pengukusan………... Proses pencetakan lembaran mi………. Proses pencetakan untaian mi………. Kurva standar derajat gelatinisasi………... Proses pengukusan adonan………. Grafik pengukuran elongasi dan KPAP mi basah jagung……….. Grafik pengukuran kekerasan dan kelengketan mi basah jagung.. Mi basah jagung dengan formula dan desain proses optimal…….

8 12 13 14 21 23 24 26 27 37 40 41 47 48 49 55 56 58 60 63


(23)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Lampiran 2. Lampiran 3. Lampiran 4. Lampiran 5. Lampiran 6. Lampiran 7.

Kurva amilogram suhu gelatinisasi tepung jagung ulangan 1……... Kurva amilogram suhu gelatinisasi tepung jagung ulangan 2……... Uji statistik derajat gelatinisasi adonan tepung setelah pengukusan.. Uji statistik elongasi mi basah………... Uji statistik KPAP mi basah……….. Uji statistik kekerasan mi basah………. Uji statistik kelengketan mi basah……….

75 76 77 78 79 80 81


(24)

I. PENDAHULUAN

A.Latar Belakang

Diversifikasi pangan dapat diartikan sebagai upaya untuk mengurangi ketergantungan masyarakat terhadap beras dan bahan pangan impor dengan mencari alternatif bahan pangan lokal lainnya. Program diversifikasi pangan terus digalakan oleh pemerintah mengingat tingginya kebutuhan masyarakat akan beras. Lebih lanjut, keadaan ketergantungan masyarakat terhadap beras dapat menyebabkan Indonesia memiliki ketahanan pangan yang kurang stabil. Jagung merupakan bahan pangan alternatif pengganti beras di Indonesia. Hal ini dapat terlihat dari digunakannya jagung sebagai makanan pokok di beberapa daerah seperti di Madura dan Nusa Tenggara Barat. Walaupun demikian, produk-produk pangan berbasis jagung umumnya dikembangkan sebagai kudapan ringan (snack) sehingga belum dapat dikategorikan sebagai bahan pangan alternatif. Di sisi lain, dalam upaya diversifikasi pangan perlu adanya pengembangan produk asal jagung sebagai makanan pokok. Salah satu upaya tersebut adalah pengembangan produk asal jagung menjadi mi.

Mi merupakan produk pasta atau ekstrusi. Menurut Astawan (2002), mi merupakan produk pangan yang dibuat dari adonan terigu atau tepung lainnya sebagai bahan utama dengan atau tanpa penambahan bahan tambahan lainnya. Dalam upaya diversifikasi pangan, mi dapat dikategorikan sebagai salah satu komoditi pangan substitusi karena dapat berfungsi sebagai bahan pangan pokok. Menurut Juniawati (2003), mi merupakan produk pangan yang sering dikonsumsi oleh sebagian besar konsumen baik sebagai sarapan maupun sebagai makanan selingan.

Beberapa penelitian telah dilakukan untuk membuat produk mi berbahan baku jagung. Diantaranya adalah Juniawati (2003) yang membuat mi jagung instan dengan menggunakan tepung jagung sebagai bahan baku utamanya. Keunggulan mi jagung berdasarkan penelitian yang dilakukan Juniawati (2003) antara lain: dari segi gizi, nilai energi yang terkandung mi jagung instan yaitu 360 kalori. Nilai energi ini lebih tinggi dibandingkan


(25)

dengan nilai energi pada nasi (178 kalori), singkong (146 kalori), dan ubi jalar (123 kalori). Tingginya nilai energi yang terdapat pada mi jagung instan menunjukkan bahwa produk tersebut dapat dijadikan sebagai bahan pangan alternatif pilihan pengganti nasi. Beberapa keunggulan lain mi jagung instan adalah kandungan lemaknya yang lebih rendah dibandingkan mi terigu instan serta tidak perlunya digunakan pewarna buatan (tartrazine) seperti halnya dalam pengolahan mi terigu instan.

Pengembangan produk mi basah berbahan baku tepung jagung merupakan tahap lanjutan dan pengembangan dari penelitian-penelitian mi berbasis jagung sebelumnya. Seluruh penelitian tersebut merupakan upaya untuk mengurangi ketergantungan masyarakat terhadap beras dan tepung terigu. Selain itu, dengan penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan nilai tambah jagung sebagai salah satu bahan pangan alternatif pengganti beras.

B.Tujuan

Tujuan penelitian ini adalah menentukan formula dan desain proses pembuatan optimal mi basah berbahan baku tepung jagung.

C.Manfaat

Manfaat yang didapatkan dari penelitian ini yaitu peningkatan nilai tambah jagung sebagai salah satu komoditi pangan alternatif pengganti beras dan pendukung upaya diversifikasi pangan. Lebih lanjut, penelitian ini bermanfaat untuk mengetahui karakteristik mi basah yang dihasilkan dari jagung quality protein maize.


(26)

II. TINJAUAN PUSTAKA

Jagung

Sejarah Tanaman Jagung

Tanaman jagung sudah ditanam sejak ribuan tahun yang lalu di benua Amerika dan merupakan tanaman sereal yang paling penting di benua tersebut. Awalnya jagung dibudidayakan di Meksiko dan Peru (Suprapto, 1998). Bukti arkeologi menunjukkan bahwa jagung merupakan tanaman domestik yang tumbuh sejak 5000 SM di sebuah daerah Meksiko bernama Tehuacan. Selanjutnya, pembudidayaan jagung berkembang ke daerah Argentina (Amerika Selatan), Eropa Tengah dan bagian utara benua Afrika hingga awal abad ke-16 masuk ke daerah subtropis dan tropis Asia termasuk Indonesia. (Suprapto, 1998)

Pembudidayaan tanaman jagung di Indonesia sudah berkembang sangat luas. Daerah-daerah penghasil utama tanaman jagung adalah Jawa Tengah, Jawa Barat, Jawa Timur, Madura, Daerah Istimewa Yogyakarta, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Selatan, dan Maluku. Khusus daerah Jawa Timur dan Madura, budidaya tanaman jagung dilakukan secara intensif mengingat iklim dan jenis tanahnya sangat mendukung untuk pertumbuhan tanaman jagung. Selain itu, di daerah Madura khususnya, jagung banyak dimanfaatkan sebagai makanan pokok (Warisno, 1998).

Deskripsi Tanaman Jagung

Tanaman Jagung (Zea mays. L.) merupakan salah satu tanaman sumber karbohidrat. Jagung diklasifikasikan ke dalam divisi Angiospermae, kelas Monocotyledae, Ordo Poales, Famili Poaceae, dan Genus Zea. Jagung merupakan tanaman semusim (annual). Satu siklus hidupnya diselesaikan dalam 80-150 hari. Paruh pertama dari siklus merupakan tahap pertumbuhan vegetatif dan paruh kedua untuk tahap pertumbuhan generatif (Wikipedia Indonesia, 2005).


(27)

Tinggi tanaman jagung sangat bervariasi. Umumnya tanaman jagung memiliki ketinggian antara satu sampai tiga meter. Namun demikian, ada varietas yang dapat mencapai tinggi 6 meter. Akar jagung tergolong akar serabut yang dapat mencapai kedalaman 8 meter meskipun sebagian besar berada pada kisaran 2 meter. Batang jagung tegak dan mudah terlihat, sebagaimana sorgum dan tebu, namun tidak seperti padi atau gandum. Batang jagung cukup kokoh namun tidak banyak mengandung lignin (Wikipedia Indonesia, 2005).

Daun jagung adalah daun sempurna dengan bentuk memanjang. Tulang daun sejajar dengan ibu tulang daun. Permukaan daun ada yang licin dan ada yang berambut. Stoma pada daun jagung berbentuk halter, yang khas dimiliki familia Poaceae. Setiap stoma dikelilingi sel-sel epidermis berbentuk kipas. Struktur ini berperan penting dalam respon tanaman menanggapi defisit air pada sel-sel daun. Jagung memiliki bunga jantan dan bunga betina yang terpisah (diklin) dalam satu tanaman (monoecious).

Jenis Jagung

Tanaman jagung (Zea mays L.) adalah salah satu jenis tanaman biji-bijian dari keluarga rumput-rumputan (Graminaceae) (Warisno, 1998). Menurut Suprapto (1998) varietas jagung dapat dibedakan berdasarkan beberapa kriteria, antara lain : tinggi tempat penanaman, umur varietas, perbenihannya, serta warna dan tipe biji. Namun secara umum, pengklasifikasian jagung dibedakan berdasarkan bentuk kernelnya.

Berdasarkan bentuk kernelnya, ada 6 tipe utama jagung, yaitu: dent, flint, flour, sweet, pop, dan pod corns. Perbedaan terutama didasarkan pada kualitas, kuantitas dan komposisi endosperma. Jagung jenis dent dicirikan dengan adanya selaput corneous, horny endosperm, pada bagian sisi dan belakang kernel, pada bagian tengah inti jagung lunak dan bertepung. Endosperma yang lunak akan menjulur hingga mahkota membentuk tipe tertentu, yang merupakan ciri khas jagung jenis dent (Johnson, 1991).


(28)

Jagung jenis flint memiliki bentuk agak tebal, keras, lapisan endosperma yang seperti kaca, kecil, lunak, dengan granula tengah. Jagung jenis pop, merupakan salah satu jenis jagung yang paling primitif. Ciri-cirinya adalah selaput endospermanya sangat keras dan memiliki kernel kecil seperti jenis flint. Jagung jenis flour juga merupakan jenis jagung yang sangat tua, dicirikan dengan adanya endosperma lunak yang menembus kernel, sangat mudah untuk dihancurkan tetapi sangat mudah juga ditumbuhi kapang, terutama bila ditanam di lahan basah (Johnson, 1991). Jagung jenis sweet diyakini sebagai jenis jagung mutasi. Kadar sakarida terlarutnya mencapai 12% berat kering, sedangkan jagung jenis lain hanya berkisar 2-3%. Jagung ini biasanya dikonsumsi sebagai campuran sayuran. Sedangkan jagung jenis pod, merupakan jagung hias dengan kernel tertutup, dan pada umumnya jagung jenis ini tidak ditanam secara komersial (Johnson, 1991).

Tabel 1. Jenis jagung dan sifat-sifatnya*

Jenis jagung Sifat-sifat

Jagung gigi kuda (Zea mays identata)

Biji berbentuk gigi, pati yang keras menyelubungi pati yang lunak sepanjang tepi biji tetapi tidak sampai ke ujung.

Jagung mutiara (Zea mays indurata)

Biji sangat keras, pati yang lunak sepenuhnya diselubungi pati yang keras, tahan terhadap serangan hama gudang.

Jagung bertepung (Zea mays amylacea)

Endosperma hampir seluruhnya berisi pati yang lunak, biji mudah dibuat tepung, biji yang sudah kering permukaannya berkerut. Jagung berondong

(Zea mays evertia)

Butir biji sangat kecil, keras seperti pada tipe mutiara, proporsi pati lunak lebih kecil dibandingkan pada tipe mutiara

Jagung manis

(Zea mays saccharata)

Endosperma berwarna bening, kulit biji tipis, kandungan pati sedikit, pada waktu masak biji berkerut

*Sumber : Suprapto (1998)

Menurut Suprapto (1998), jagung yang banyak ditanam di Indonesia adalah tipe mutiara (flint) dan setengah mutiara (semiflint), seperti Jagung Arjuna (mutiara), Jagung Harapan (setengah mutiara), Pioneer-2 (setengah mutiara), Hibrida C-1 (setengah mutiara), dan lain-lain. Selain jagung tipe mutiara dan setengah mutiara, di Indonesia juga terdapat jagung tipe


(29)

berondong (pop corn), jagung gigi kuda (dent corn), dan jagung manis (sweet corn).

Selain berdasarkan klasifikasi di atas, Suprapto (1998) juga membedakan jagung berdasarkan bentuk biji dan kandungan endospermanya. Jenis jagung dan sifat-sifatnya disajikan pada Tabel 1.

Morfologi dan Anatomi Jagung

Jagung tongkol lengkap terdiri dari kelobot, tongkol jagung, biji jagung, dan rambut. Kelobot merupakan kelopak atau daun buah yang berguna sebagai pembungkus dan pelindung biji jagung. Jumlah kelobot dalam satu tongkol jagung pada umumnya 12-15 lembar. Semakin tua umur jagung, semakin kering kelobotnya (Effendi dan Sulistiati, 1991). Biji jagung merupakan biji sereal yang paling besar, dengan berat masing-masing 250-300 mg. Biji-biji tumbuh menempel pada tongkol jagung membentuk flat, dan selama pertumbuhan akan mengalami tekanan (Johnson, 1991).

Tongkol jagung merupakan simpanan makanan untuk pertumbuhan biji jagung selama melekat pada tongkol. Panjang tongkol jagung bervariasi antara 8-12 cm. Pada umumnya satu tongkol jagung mengandung 300-1000 biji jagung. Biji jagung berbentuk bulat dan melekat pada tongkol jagung. Susunan biji jagung pada tongkolnya berbentuk spiral. Biji jagung selalu terdapat berpasangan, sehingga jumlah baris atau deret biji selalu genap. Warna biji jagung bervariasi dari putih, kuning, merah, dan ungu sampai hitam. Rambut merupakan tangkai putik yang sangat panjang yang keluar ke ujung kelobot melalui sela-sela deret biji. Rambut mempunyai cabang-cabang yang halus sehingga dapat menangkap tepung sari pada saat pembuahan (Suprapto, 1998).

Jagung terdiri dari empat bagian pokok anatomi, yaitu kulit (perikarp); endosperma, yaitu bagian yang menyimpan nutrisi untuk mendukung germinasi; lembaga; dan tudung pangkal (tipcap), yaitu tempat penempelan biji pada tongkol. Setiap bagian anatomi memiliki komposisi yang berbeda-beda. Perikarp merupakan lapisan pembungkus biji yang disusun oleh 6 lapis sel yaitu epikarp (lapisan paling luar), mesokarp, dan tegmen (seed coat).


(30)

Bagian terakhir ini terdiri dari dua lapis sel yaitu spermoderm dan periperm yang mengandung lemak (Johnson, 1991).

Bagian terbesar biji jagung adalah endosperma yang mengandung pati, sebagai cadangan energi. Sel endosperma ditutupi oleh granula pati yang membentuk matriks dengan protein, yang sebagian besar adalah zein (Johnson, 1991). Lapisan pertama dari endosperma yaitu lapisan aleuron yang merupakan pembatas antara endosperm dengan kulit (perikarp). Lapisan aleuron merupakan lapisan yang menyelubungi endosperma dan lembaga. Lapisan aleuron terdiri dari 1-7 lapis sel sedangkan untuk jagung hanya terdiri dari satu lapis sel, demikian juga untuk gandum. Endosperma jagung terdiri dari dua bagian yaitu endosperma keras (horny endosperm) dan endosperm lunak (floury endosperm). Bagian keras tersususun dari sel-sel yang lebih kecil dan tersusun rapat, demikian juga susunan granula pati yang ada di dalamnya. Bagian endosperma lunak mengandung pati yang lebih banyak dan susunan pati tersebut tidak serapat pada bagian keras (Muchtadi dan Sugiyono, 1989). Bagian-bagian tersebut dapat dilihat pada Tabel 2 sedangkan struktur biji jagung dapat dilihat pada Gambar 1.

Tabel 2. Bagian-bagian anatomi biji jagung* Bagian anatomi Jumlah (%) Pericarp

Endosperma Lembaga tipcap

5 82 12 1 *Inglett (1970)

Lembaga terletak pada bagian dasar sebelah bawah dan berhubungan erat dengan endosperma. Lembaga tersusun atas dua bagian yaitu skutelum dan poros embrio. Skutelum berfungsi sebagai tempat penyimpanan zat-zat gizi selama perkecambahan biji (Muchtadi dan Sugiyono, 1989). Tudung pangkal biji (tip cap) merupakan bekas tempat melekatnya biji jagung pada tongkol jagung. Tip cap dapat tetap ada atau terlepas dari biji selama proses pemipilan jagung (Hoseney, 1998).


(31)

Gambar 1. Struktur biji jagung (Johnson, 1991).

Komposisi Kimia Biji Jagung

Jagung mengandung lemak dan protein yang jumlahnya tergantung umur dan varietas jagung tersebut. Pada jagung muda, kandungan lemak dan proteinnya lebih rendah bila dibandingkan dengan jagung yang tua. Selain itu,


(32)

jagung juga mengandung karbohidrat yang terdiri dari pati, serat kasar, dan pentosan (Muchtadi dan Sugiyono, 1989).

Pati jagung terdiri atas amilosa dan amilopektin sedangkan gulanya berupa sukrosa. Lemak jagung sebagian besar terdapat pada lembaganya. Asam lemak penyusunnya terdiri atas lemak jenuh yang berupa palmitat dan stearat serta asam lemak tak jenuh seperti oleat dan linoleat. Vitamin yang terkandung dalam jagung terdiri atas tiamin, niasin, riboflavin, dan piridoksin. Komposisi kimia dari biji jagung dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Komposisi kimia rata-rata biji jagung dan bagian-bagiannya* Komponen

Jumlah (%)

Pati Protein Lemak Serat Lain-lain Endosperma 86.4 8.0 0.8 3.2 0.4 Lembaga 8.0 18.4 33.2 14.0 26.4 Kulit 7.3 3.7 1.0 83.6 4.4

Tip cap 5.3 9.1 3.8 77.7 4.1

*Sumber: Johnson (1991)

Protein terbanyak dalam jagung adalah zein dan glutelin. Zein diekstrak dari gluten jagung. Zein merupakan prolamin yang tak larut dalam air. Ketidaklarutan dalam air disebabkan karena adanya asam amino hidrofobik seperti leusin, prolin, dan alanin. Ketidaklarutan dalam air juga disebabkan karena tingginya proporsi dari sisi rantai grup hidrokarbon dan tingginya prosentase grup amida yang ada dengan jumlah grup asam karboksilat bebas yang relatif rendah (Johnson, 1991).

Zein merupakan protein dengan berat molekul rendah yang larut pada etil alkohol dan alkohol-alkohol tertentu seperti isopropanol. Walaupun tidak umum digunakan, zein juga larut dalam pelarut organik seperti asam asetat glasial, fenol, dan dietilen glikol. Zein memiliki dua jenis komponen yaitu α -zein (larut pada 95% etanol) dan ß--zein (larut dalam 60% etanol). Pada α-zein, kandungan asam amino histidin, arginin, proline, dan metionin lebih banyak daripada yang terkandung pada ß-zein (Laztity, 1986).

Molekul zein merupakan globula yang memanjang (axial ratio sekitar 15:1). Seperti yang dihitung dengan optical rotary dispersion data, kandungan helix zein pada larutan etanol bervariasi antara 33%-37%. Zein memiliki


(33)

komposisi asam amino yang tinggi kandungan asam glutamat, proline, leusin, dan alanin tetapi rendah pada kandungan lisin, triptofan, histidin, dan metionin (Laztity, 1986).

Glutelin merupakan protein berberat molekul tinggi yang larut dalam alkali. Fraksi glutelin merupakan protein endosperma yang tersisa setelah ekstraksi protein larut garam dan alkohol (zein). Fraksi glutelin juga terdiri dari beberapa protein struktural seperti protein membran atau protein kompleks dinding sel. Glutelin memiliki jumlah asam amino lisin, arginin, histidin, dan triptofan yang lebih tinggi daripada zein tetapi kandungan asam glutamatnya lebih rendah (Laztity, 1986).

Selain dua protein utama tersebut, protein jagung juga mengandung protein sitoplasma yang berperan dalam metabolisme aktif. Protein tersebut yaitu albumin, globulin, dan beberapa enzim. Protein ini merupakan protein yang larut air atau larutan garam. Protein yang termasuk dalam kelompok ini antara lain nukleoprotein, glikoprotein, protein membran, dan lain-lain (Laztity, 1986).

Quality Protein Maize (QPM)

Jagung merupakan bahan pangan pokok ketiga di dunia setelah gandum dan beras. Walaupun demikian, kandungan gizi pada jagung khususnya protein belum dapat memenuhi kecukupan protein yang dianjurkan. Menurut Bressani (1972), jagung normal memiliki kualitas protein yang kurang baik karena rendah akan lisin dan triptofan. Lisin dan triptofan termasuk dalam asam amino yang penting bagi tubuh tetapi harus didapat dari asupan makanan (asam amino esensial).

Beberapa upaya telah dilakukan untuk meningkatkan kualitas protein pada jagung. Diantaranya adalah penggunaan gen hasil mutasi (opaque-2). Gen ini dapat meningkatkan kualitas protein jagung dengan menekan produksi zein pada jagung sehingga meningkatkan kandungan lisin dan triptofan (Bressani, 1972). Jagung yang telah diperkaya dengan gen opaque-2 dikenal dengan Quality Protein Maize (QPM) karena telah memiliki kandungan protein yang baik. Pemanfaatan QPM sebagai bahan pangan telah dilakukan


(34)

oleh negara Brazil dan Colombia seperti disebutkan oleh Bauman et al. (1972). Hal ini menunjukkan korelasi positif pemanfaatan QPM sebagai sumber pangan khususnya untuk mencukupi kebutuhan protein manusia.

Indonesia sebagai salah satu negara penghasil jagung juga telah menanam jagung QPM. Menurut Balitbang Pertanian (2005) jagung QPM yang dikembangkan di Indonesia dengan nama varietas Srikandi (kuning-1 dan putih-1) memiliki kandungan protein antara 10,38%-10,44%. Lebih lanjut dinyatakan bahwa kandungan lisin dan triptofan pada jagung varietas Srikandi Kuning-1 berturut-turut sebesar 0,48% dan 0,09%.

Tepung Jagung

Menurut SNI 01-3727-1995, tepung jagung adalah tepung yang diperoleh dengan cara menggiling biji jagung (zea mays LINN.) yang bersih dan baik. Penggilingan biji jagung ke dalam bentuk tepung merupakan suatu proses memisahkan kulit, endosperm, lembaga dan tip cap. Endosperm merupakan bagian biji jagung yang digiling menjadi tepung dan memiliki kadar karbohidrat yang tinggi. Kulit memiliki kandungan serat yang tinggi sehingga kulit harus dipisahkan dari endosperm karena dapat membuat tepung bertekstur kasar, sedangkan lembaga merupakan bagian biji jagung yang paling tinggi kandungan lemaknya sehingga harus dipisahkan karena lemak yang terkandung di dalam lembaga dapat membuat tepung tengik. Tip cap merupakan tempat melekatnya biji jagung pada tongkol jagung. Tip cap juga merupakan bagian yang harus dipisahkan karena dapat membuat tepung menjadi kasar. Apabila pemisahan tip cap tidak sempurna maka akan terdapat butir-butir hitam pada tepung.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan Juniawati (2003), pembuatan tepung jagung dilakukan menggunakan metode penggilingan kering. Penggilingan dilakukan sebanyak dua kali. Penggilingan pertama (penggilingan kasar) dilakukan dengan menggunakan hammer mill. Hasil penggilingan kasar berupa grits, kulit, lembaga dan tip cap. Kemudian kulit, lembaga dan tip cap dipisahkan melalui pengayakan. Selanjutnya, grits jagung yang diperoleh dari penggilingan kasar dicuci dan direndam dalam air selama


(35)

Kotoran Tepung kasar

3 jam. Tujuan dilakukannya perendaman adalah untuk membuat grits jagung tidak terlalu keras sehingga memudahkan proses penggilingan grits jagung. Penggilingan kedua yang merupakan penggilingan grits jagung menggunakan disc mill (penggiling halus). Hasil penggilingan halus berupa tepung jagung. Tepung jagung tersebut kemudian diayak dengan menggunakan pengayak berukuran 100 mesh. Proses pembuatan tepung jagung yang dilakukan oleh Juniawati (2003) dapat dilihat pada Gambar 2.

Komponen terbesar dalam tepung jagung adalah pati. Berdasarkan hasil

penelitian Juniawati (2003), tepung jagung memiliki kadar pati sebesar 68,2%.

Jagung Pipilan

Penggilingan I (multi mill)

Grits

Pencucian dan Perendaman dalam air selama 3 jam

Pengeringan

Penggilingan II (disc mill)

Pengayakan (100 mesh)

Tepung Jagung


(36)

Gelatinisasi Pati

Konsep Gelatinisasi

Pati merupakan suatu polisakarida yang berfungsi sebagai cadangan energi dan secara luas tersebar di berbagai macam tanaman. Pati tersusun dari unit-unit glukosa. Pati dihasilkan sebagai granula di dalam sebagian besar sel tanaman. Granula pati memiliki struktur dan komposisi yang berbeda-beda tergantung dari sumber pati, namun umumnya granula pati memiliki dua komponen utama, yaitu amilosa (20-30%) dan amilopektin (70-80%). Keduanya merupakan polimer α-D-glukosa. Dalam keadaan murni, molekul amilosa dan amilopektin terorganisir dalam granula yang secara fisik berupa semikristalin dan amorfus (Cheng, 2006).

Amilosa adalah polimer linear dari α-D-glukosa yang dihubungkan dengan ikatan α(1,4)-D-glukosa. Amilosa terdiri dari 50-300 unit glukosa. Meskipun polimer ini umumnya diasumsikan linear, namun sebenarnya amilosa juga mempunyai cabang. Titik percabangan amilosa berada pada ikatan α-1,6. Hanya saja derajat percabangannya sangat rendah. Dalam satu rantai linear, cabang-cabang amilosa berada pada titik yang sangat jauh dan sedikit (Hoseney,1998). Struktur amilosa dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3. Struktur amilosa (Cheng, 2006)

Amilopektin terdiri dari α-D-glukosa yang dihubungkan dengan ikatan

α(1,4)-D-glukosa. Namun, amilopektin mempunyai cabang dengan ikatan

α(1,6)-D-glukosa. Cabang-cabang amilopektin lebih banyak dari pada amilosa. Amilopektin terdiri dari 300-500 unit glukosa, namun glukosa yang


(37)

dihubungkan dengan ikatan rantai α-1,4 hanya sekitar 25-30 unit (Hoseney,1998). Struktur amilopektin dapat dilihat pada Gambar4.

Gambar 4. Struktur amilopektin (Cheng, 2006)

Molekul pati mempunyai gugus hidrofilik yang dapat menyerap air. Bagian yang amorf dapat menyerap air dingin sampai dengan 30%. Pemanasan pati dapat meningkatkan daya serap air sampai 60% (Winarno, 1980). Penyerapan air yang besar disebabkan karena pecahnya ikatan hidrogen pada bagian yang amorf. Pada awalnya perubahan volume dan penyerapan air masih bersifat reversible. Namun, pada suhu tertentu, pecahnya bagian amorf akan diikuti oleh pecahnya granula. Suhu pada saat granula pecah disebut suhu gelatinisasi. Pada saat suhu gelatinisasi tercapai maka perubahan-perubahan yang terjadi sudah bersifat irreversible (Hoseney, 1998).

Granula pati tidak larut dalam air dingin tetapi akan mengembang dalam air panas atau hangat. Pengembangan granula pati tersebut bersifat bolak-balik (reversible) jika tidak melewati suhu gelatinisasi dan akan menjadi tidak bolak-balik (irreversible) jika telah mencapai suhu gelatinisasi (Greenwood dan Munro, 1979).

Beberapa perubahan selama terjadinya gelatinisasi dapat diamati. Mula-mula suspensi pati yang keruh mulai menjadi jernih pada suhu tertentu, tergantung jenis pati yang digunakan. Terjadinya translusi larutan pati tersebut biasanya diikuti dengan pembengkakan granula. Bila energi kinetik molekul-molekul air menjadi lebih kuat daripada daya tarik menarik antar molekul-molekul pati di dalam granula, air dapat masuk ke dalam butir-butir pati. Hal inilah yang


(38)

menyebabkan bengkaknya granula pati tersebut. Indeks refraksi butir-butir pati yang membengkak itu mendekati indeks refraksi air dan hal inilah yang menyebabkan sifat transluen. Karena jumlah gugus hidroksil dalam molekul pati sangat besar, maka kemampuan menyerap air sangat besar. Terjadinya peningkatan viskositas disebabkan air yang awalnya berada di luar granula dan bebas bergerak sebelum suspensi dipanaskan, kini sudah berada dalam butir-butir pati dan tidak dapat bergerak dengan bebas lagi (Winarno, 1997).

Mekanisme Gelatinisasi

Meyer (1982) menyatakan bahwa pengembangan granula pati dalam air dingin dapat mencapai 25-30 persen dari berat semula. Pada keadaan tersebut granula pati tidak larut dalam air dingin, tetapi terbentuk suspensi. Pengembangan granula pati ini disebabkan karena molekul-molekul air berpenetrasi masuk ke dalam granula dan terperangkap pada susunan molekul-molekul amilosa dan amilopektin. Dengan naiknya suhu suspensi pati dalam air, maka pengembangan granula semakin besar. Mekanisme pengembangan tersebut disebabkan karena molekul-molekul amilosa dan amilopektin secara fisik hanya dipertahankan oleh ikatan-ikatan hidrogen yang lemah. Atom hidrogen dari gugus hidroksil akan tertarik pada muatan negatif atom oksigen dari gugus hidroksil yang lain.

Dengan naiknya suhu suspensi, maka ikatan hidrogen tersebut makin melemah. Di sisi lain, molekul-molekul air mempunyai energi kinetik yang lebih tinggi sehingga dengan mudah berpenetrasi ke dalam granula, tetapi ikatan hidrogen antar molekul air juga makin melemah. Akhirnya jika suhu suspensi mulai menurun, maka air akan terikat secara simultan dalam sistem amilosa dan amilopektin sehingga menghasilkan ukuran granula makin besar (Meyer, 1982).

Pada akhirnya, jika suhu suspensi tetap semakin naik maka granula pati akan pecah sehingga molekul-molekul pati akan keluar terlepas dari granula masuk ke dalam sistem larutan. Kejadian ini akan menyebabkan terjadinya perubahan kekentalan (Hodge dan Osman, 1976). McCready (1970) menyatakan bahwa mekanisme gelatinisasi dapat dibedakan menjadi tiga


(39)

tahap. Pertama, air akan secara perlahan-lahan dan bolak-balik berimbibisi ke dalam granula. Kemudian pada suhu sekitar 60oC, granula akan mengembang dengan cepat dan akhirnya akan kehilangan sifat birefringence. Ketiga, jika temperatur tetap naik, maka molekul-molekul pati terdifusi ke luar granula.

Suhu Gelatinisasi

Fennema (1985) menyatakan bahwa suhu atau titik gelatinisasi adalah titik saat sifat birefringence pati mulai menghilang. Suhu gelatinisasi berbeda-beda bagi tiap-tiap pati dan merupakan suatu kisaran. Hal ini disebabkan karena populasi granula yang bervariasi dalam ukuran, bentuk, dan energi yang diperlukannya untuk mengembang. Suhu gelatinisasi beberapa jenis pati dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Suhu gelatinisasi beberapa jenis pati* Sumber pati Suhu gelatinisasi (oC)

Beras 65-73

Ubi jalar 82-83

Tapioka 59-70 Jagung 61-72 Gandum 53-64 * Fennema (1985)

Suhu gelatinisasi diawali dengan pembengkakan yang irreversible granula pati dalam air panas dan diakhiri tepat ketika granula pati telah kehilangan sifat kristalnya (McCready, 1970). Menurut Collison (1968), suhu gelatinisasi dipengaruhi oleh ukuran amilosa dan amilopektin serta keadaan media pemanasan. Menurut Wirakartakusumah (1981), keadaan media pemanasan yang mempengaruhi proses gelatinisasi adalah rasio air/pati, laju pemanasan, dan adanya komponen-komponen lain dalam media pemanasnya.

Suhu gelatinisasi dipengaruhi oleh pemanasan, pengadukan, dan konsentrasi pati. Pemanasan dengan pengadukan dapat mempercepat terjadinya gelatinisasi. Makin kental larutan, suhu gelatinisasi makin lambat tercapai. Bahkan pada suhu tertentu, kekentalan larutan pati tidak bertambah bahkan kadang-kadang turun. Konsentrasi optimum larutan pati adalah 20% (Winarno, 1980).


(40)

Sifat Birefringence

Granula pati mempunyai sifat merefleksikan cahaya terpolarisasi sehingga di bawah mikroskop terlihat kristal hitam-putih. Sifat ini disebut sifat birefringence. Intensitas sifat birefringence pati sangat tergantung dari derajat dan orientasi kristal (Hoseney, 1998).

Dengan pengamatan di bawah mikroskop (polarizing microscope) dapat diketahui keberadaan sifat birefringence pati, yaitu sifat merefleksikan cahaya terpolarisasi, sehingga terlihat kristal gelap terang (biru-kuning). Intensitas birefringence pati sangat tergantung dari derajat dan orientasi kristal. Pati yang mempunyai kadar amilosa tinggi, intensitas sifat birefringencenya lemah jika dibandingkan dengan pati dengan kadar amilopektin tinggi (Hoseney, 1998).

Pati mentah dan belum mendapat perlakuan jika diamati di bawah mikroskop polarisasi akan memperlihatkan pola birefringence yang jelas daerah gelap terangnya. Sedangkan pada pati yang dipanaskan bersama air, sifat birefringence secara bertahap akan hilang tergantung suhu dan waktu yang digunakan. Jika suhu yang digunakan di atas suhu gelatinisasi, maka hilangnya sifat birefringence disebabkan oleh pecahnya ikatan molekul pati sehingga ikatan hidrogen lebih banyak pada molekul air. Penetrasi panas menyebabkan peningkatan derajat ketidakteraturan, dan meningkatnya molekul pati yang terpisah, serta penurunan sifat kristal (Hoseney, 1998).

Mi Jagung

Mi merupakan produk pasta atau ekstrusi. Menurut Astawan (2004), mi merupakan produk pangan yang dibuat dari adonan terigu atau tepung lainnya sebagai bahan utama dengan atau tanpa penambahan bahan tambahan lainnya. Dalam upaya diversifikasi pangan, mi dapat dikategorikan sebagai salah satu komoditi pangan substitusi karena dapat berfungsi sebagai bahan pangan pokok.

Jagung merupakan salah satu bahan pangan yang dapat dimanfaatkan sebagai salah satu bahan baku dalam pembuatan mi. Jagung memiliki nilai gizi yang cukup memadai dan di beberapa daerah di Indonesia digunakan


(41)

sebagai makanan pokok. Pengembangan jagung sudah didukung oleh teknologi unggul yang mencakup penyediaan lebih unggul, budidaya tanam yang sederhana dan praktis, serta pengelolalan pasca panen yang berorientasi pasar. Selain itu jagung juga dapat dimanfaatkan sebagai tepung komposit, subtitusi bagi industri mi pengguna terigu. Juniawati (2003) menyatakan berdasarkan kajian preferensi konsumen terhadap produk-produk asal jagung, dapat diketahui bahwa semua responden menyukai produk-produk asal jagung. Oleh karena itu pengembangan produk asal jagung berupa mi jagung perlu dilakukan dalam upaya diversifikasi pangan.

Beberapa penelitian telah dilakukan untuk membuat produk mi berbahan baku jagung. Diantaranya adalah Juniawati (2003) yang membuat mi jagung instan dengan menggunakan tepung jagung sebagai bahan baku utamanya. Keunggulan mi jagung berdasarkan penelitian yang dilakukan Juniawati (2005) antara lain: dari segi gizi, nilai energi yang terkandung mi jagung instan yaitu 360 kalori. Nilai energi ini lebih tinggi dibandingkan dengan nilai energi pada nasi (178 kalori), singkong (146 kalori), dan ubi jalar (123 kalori). Akan tetapi nilai energi ini lebih rendah dibandingkan dengan mi terigu instan (471 kalori). Tingginya nilai energi yang terdapat pada mi jagung instan menunjukkan bahwa produk tersebut dapat dijadikan sebagai bahan pangan alternatif pilihan pengganti nasi.

Selain Juniawati (2003), beberapa penelitian lain tentang pembuatan mi berbahan baku jagung telah dilakukan oleh Budiyah (2005) dan Fadilah (2005). Budiyah (2005) membuat mi jagung berbahan baku pati jagung dan CGM (Corn Gluten Meal), sedangkan Fadlillah (2005) membuat mi jagung dari pati jagung, CGM (Corn Gluten Meal) dan gluten terigu.

Tahapan proses pembuatan mi jagung instan dengan metode Budiyah (2005) secara garis besar tidak jauh berbeda dengan proses pembuatan mi pada umumnya, yaitu penimbangan bahan dan pembuatan larutan garam, mixing, pengukusan pertama, pressing, slitting and cutting, pengukusan kedua, pengeringan dengan oven, pendinginan, dan pengemasan. Perbedaan utama pembuatan mi jagung dengan mi terigu terletak pada proses pengukusan pertama setelah pencampuran adonan. Menurut Juniawati (2003),


(42)

tujuan pengukusan pertama dalam tahapan pembuatan mi jagung instan adalah untuk membentuk adonan yang dapat dicetak kedalam bentuk lembaran mi.

Fadlillah (2005) menambahkan protein gluten terigu dalam pembuatan mi jagung. Penambahan gluten terigu bertujuan untuk meningkatkan elastisitas mi jagung instan, sehingga dapat diolah selayaknya mi terigu biasa. Penambahan protein gluten terigu akan dikombinasikan dengan penambahan corn gluten meal (CGM), dengan total penambahan 10% dari adonan. Penambahan dilakukan pada awal proses, dan dicampurkan secara merata dengan pati, CMC, dan CGM. Setelah itu, dicampur dengan larutan garam dengan baking powder, kemudian dilakukan pengadukan hingga kalis.

Mi Basah

Pengertian mi basah

Menurut SNI 01-2987-1992 mi basah adalah produk makanan yang dibuat dari tepung terigu dengan atau tanpa penambahan bahan makanan lain dan bahan tambahan makanan yang diizinkan berbentuk khas mi yang tidak dikeringkan. Mi basah memiliki kadar air antara 25-30%. Kualitas mi basah menurut SNI 01-2987-1992 dapat dilihat pada Tabel 5. Menurut Hou dan Kruk (1998), mi basah didefinisikan sebagai produk pangan yang berbentuk seperti untaian benang yang terbuat dari campuran tepung terigu dan atau tepung lainnya, air serta garam dan umumnya disajikan dalam bentuk berkuah.

Pengklasifikasian mi sebetulnya tidak memiliki standar yang universal. Hal ini menyebabkan belum adanya keseragaman dalam penentuan jenis-jenis mi. Namun demikian, Hou dan Kruk (1998) mengklasifikasikan mi menjadi empat jenis berdasarkan prosesnya, yaitu mi mentah (mi yang setelah pengadonan, pembentukan lembaran, dan pemotongan tidak mengalami proses lebih lanjut), mi kering (mi mentah yang mengalami proses pengeringan alami dengan sinar matahari atau dengan ruang terkontrol), mi matang (mi mentah yang mengalami proses lanjut dengan perebusan setengah matang atau matang sempurna), dan mi kukus (mi mentah yang diproses lebih


(43)

lanjut dengan pengukusan). Selain itu, mi juga dapat diklasifikasikan berdasarkan ukurannya, yaitu somen, udon dan hira-men (Nagao, 1996).

Tabel 5. Syarat mutu mi basah menurut SNI 01-2987-1992.

No. Kriteria Uji Satuan Persyaratan 1. Keadaan :

1.1. Bau 1.2. Rasa 1.3. Warna - - - Normal Normal Normal 2. Kadar air % b/b 20-35 3. Kadar abu (bk) % b/b Maks. 3 4. Kadar protein (bk) % b/b Min. 3 5. Bahan tambahan

pangan :

5.1. Boraks dan asam borat 5.2. Pewarna 5.3. Formalin - - -

Tidak boleh ada sesuai SNI-02220 M dan Peraturan Menteri Kesehatan No. 722/Menkes/Per/IX/88

6. Cemaran logam : 6.1. Timbal (Pb) 6.2. Tembaga (Cu) 6.3. Seng (Zn) 6.4. Raksa (Hg)

Mg/kg Mg/kg Mg/kg Mg/kg Maks. 1.0 Maks. 10.0 Maks. 40.0 Maks. 0.05

7. Arsen Mg/kg Maks. 0.05

8. Cemaran mikroba 8.1. Angka Lempeng

Total 8.2. E. coli 8.3. Kapang

Koloni/gram APM/gram Koloni/gram

Maks. 1.0 x 106 Maks. 10 Maks. 1.0 x 104

Pembuatan mi basah

Bahan baku dalam pembuatan mi adalah tepung terigu, air, garam dapur (NaCl), dan garam-garam alkali seperti natrium karbonat, kalium karbonat, atau natrium tripolifosfat. Air merupakan komponen penting dalam pembentukan gluten, sebagai media pencampur, dan pengikat karbohidrat sehingga terbentuk adonan yang baik. Air yang ditambahkan biasanya sebanyak 32 – 35% dari berat terigu, tergantung jenis dan kualitas terigu yang digunakan. Batas maksimum penambahan air dalam pembentukan lembaran adalah 38-40% . Jika air yang ditambahkan kurang dari 34%, adonan akan menjadi keras, rapuh, dan sulit dibentuk lembaran, sedangkan jika air yang ditambahkan lebih dari 40%, adonan akan menjadi basah dan lengket.


(44)

Garam dapur juga ditambahkan ke dalam adonan sebanyak 0.5 – 2% dari berat terigu, tergantung selera masyarakat lokal. Garam dapur (NaCl) berfungsi untuk memberi rasa, memperkuat tekstur mi, mengurangi kelengketan adonan, serta meningkatkan elastisitas adonan. Garam karbonat berfungsi dalam pembentukan gluten, menghaluskan tesktur adonan, dan meningkatkan elastisitas dan ekstensibilitas adonan. Natrium tripolifosfat digunakan sebagai bahan pengikat air, agar air di dalam adonan tidak mudah menguap sehingga permukaan adonan tidak cepat mengering dan mengeras.

pencampuran bahan ¶

pengadukan ¶

pembentukan lembaran ¶

pengistirahatan ¶

penipisan lembaran ¶

pemotongan lembaran ¶

¶ Perebusan

Gambar 5. Diagram alir pembuatan mi basah secara umum (Astawan, 2002)

Proses pembuatan mi basah terdiri dari proses pencampuran, pembentukan lembaran, pembentukan mi, serta perebusan. Proses pembuatan mi dapat dilihat pada Gambar 5. Tahap pencampuran berfungsi agar proses hidrasi air dengan tepung berlangsung merata dan untuk menarik serat-serat gluten sehingga menjadi adonan yang elastis dan halus. Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam proses pencampuran yaitu jumlah air yang

Bahan-bahan mi

Mi basah mentah


(45)

ditambahkan, suhu adonan dan waktu pengadukan. Badrudin (1994) menyatakan bahwa waktu pengadukan terbaik adalah 15 hingga 25 menit. Apabila waktu pengadukan kurang dari 15 menit, adonan akan menjadi lunak dan lengket, sedangkan jika lebih dari 25 menit adonan akan menjadi keras, rapuh dan kering. Suhu adonan yang terbaik adalah 25oC hingga 40oC. Apabila suhu adonan kurang dari 25oC, adonan akan menjadi keras, rapuh dan kasar, sedangkan bila suhu adonan lebih dari 40oC adonan akan menjadi lengket dan mi kurang elastis. Campuran yang diharapkan adalah lunak, lembut, tidak lengket, halus, elastis dan mengembang dengan normal. Lembaran adonan ini kemudian dipipihkan dengan alat rollpress dan dicetak menjadi untaian benang mi hingga diameter mencapai 1-2 mm.

Produk akhir mi basah dapat berupa mi mentah ataupun mi matang tergantung tujuan penggunaan mi tersebut. Mi mentah biasanya digunakan oleh pedagang mi ayam sedangkan mi matang biasanya dijajakan oleh pedagang baso. Untuk mencegah kelengketan antar untaian, mi biasanya ditaburi dengan tepung tapioka (mi mentah) atau dengan minyak goreng (mi matang (Astawan, 2002).


(46)

III. METODOLOGI PENELITIAN

A. Bahan dan Alat

Bahan utama yang digunakan pada penelitian ini adalah jagung pipil kering dengan varietas Srikandi (Quality Protein Maize) yang disuplai oleh Departemen Pertanian. Selanjutnya, jagung pipil ini akan diolah menjadi tepung jagung sebagai bahan baku dalam pembuatan mi basah. Bahan-bahan tambahan yang digunakan antara lain air, garam, dan baking powder. Bahan-bahan kimia yang diperlukan untuk analisis adalah aquades, K2SO4, HgO,

H2SO4, NaOH-Na2S2O3, HBO3, HCl, NaOH, hexan, larutan amilosa standar,

larutan etanol 95%, larutan iod, larutan KOH 0,2 N, larutan asam asetat, serta larutan glukosa standar.

Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini meliputi alat untuk mencetak mi (Gambar 6), alat-alat untuk penggilingan jagung yaitu multi mill (hammer mill) dan disc mill, alat-alat untuk analisis seperti Rheonner, Texture analyzer TAXT-2, oven, tanur, labu Kjeldahl, sokhlet, neraca analitik, dan alat-alat gelas serta peralatan masak.


(47)

Kotoran Tepung kasar

B. Metode Penelitian

1. Persiapan Bahan Baku

Jagung yang digunakan sebagai bahan baku pembuatan tepung merupakan jagung QPM (Quality Protein Maize) dengan varietas Srikandi. Metode yang digunakan dalam pembuatan tepung jagung adalah metode penggilingan kering (Gambar 7). Pada metode ini, penggilingan jagung dilakukan dua kali. Penggilingan pertama bertujuan untuk memisahkan bagian endosperm jagung dengan lembaga, kulit dan tip cap. Penggilingan ini dilakukan dengan alat multimill. Penggilingan kedua dilakukan untuk memperhalus ukuran jagung menjadi tepung dan dilakukan dengan menggunakan discmill. Selanjutnya, tepung hasil penggilingan discmill diayak dengan ukuran 80 mesh agar tepung yang dihasilkan lebih homogen. Pengukuran rendemen dilakukan dengan membandingkan tepung jagung yang dihasilkan dengan jagung pipil kering dikalikan 100%.

Jagung Pipil Kering

Penggilingan I (multi mill)

Grits

Pencucian dan Perendaman dalam air mengalir

Pengeringan

Penggilingan II (disc mill)

Pengayakan (80 mesh)

Tepung Jagung


(48)

2. Karakterisasi Bahan Baku

Analisis yang dilakukan pada tepung jagung meliputi : a. Analisis warna, metode Hunter (Hutching, 1999)

b. Penentuan suhu gelatinisasi dan viskositas, metode amilograf (AACC, 1983)

c. Analisis kadar amilosa, metode IRRI (AOAC, 1995) d. Analisis kadar air, metode oven (AOAC, 1995) e. Analisis kadar abu, metode oven (AOAC, 1995)

f. Analisis kadar lemak, metode ekstraksi soxhlet (AOAC, 1995) g. Analisis kadar protein, metode mikro-kjeldahl (AOAC, 1995) h. Analisis kadar karbohidrat (by difference)

3. Pembuatan Mi Basah Jagung Desain Proses Mi Basah Jagung

Desain proses yang dilakukan pada penelitian ini mengacu pada penelitian yang dilakukan oleh Juniawati (2003). Menurut Juniawati (2003), proses pembuatan mi dari tepung jagung memerlukan pengukusan pertama untuk membentuk massa adonan yang lunak, kohesif, dan cukup elastis namun tidak lengket sehingga adonan tepung mudah dicetak ke dalam bentuk lembaran dan mi.

Tahapan pembuatan mi jagung basah terdiri atas pencampuran bahan, pengukusan adonan, pencetakan mi dan perebusan mi mentah. Bahan-bahan yang digunakan dan persentase komposisinya dapat dilihat pada Tabel 6. Formula ini merupakan dasar dalam penentuan formula terpilih.


(49)

Tabel 6. Formula mi basah jagung

Bahan

Jumlah

Tepung Jagung 100 gram

Air 20-100 ml

Garam 1 % (1 gram)

Baking Powder 0,3 % (0,3 gram)

Proses pencampuran dilakukan secara manual dan bertujuan untuk membuat adonan menjadi homogen. Meskipun demikian, adonan yang dihasilkan belum dapat dicetak menjadi lembaran mi sehingga diperlukan proses pengukusan. Pada saat pengukusan, adonan tepung jagung akan mengalami gelatinisasi sehingga adonan dapat dicetak menjadi lembaran mi didalam mesin mi. Selanjutnya, lembaran mi dicetak dalam bentuk untaian mi. Mi yang dihasilkan kemudian direbus dalam air mendidih selama dua menit agar dihasilkan mi basah dengan tekstur yang lebih solid.

Tepung Jagung

Pencampuran

Pengukusan Adonan

Pembentukan lembaran, Pencetakan dan Pemotongan (Pressing, slitting and cutting)

Mi Basah Mentah

Perebusan selama 2 menit

Mi Basah Matang

Gambar 8. Diagram alir pembuatan mi basah jagung Garam

Baking Powder


(50)

Penentuan Formula Mi Basah Jagung

Bahan-bahan yang digunakan dalam pembuatan mi jagung basah adalah tepung jagung, air, garam dan baking powder (Tabel 6). Jumlah air yang ditambahkan akan mempengaruhi tingkat kecukupan gelatinisasi dalam membentuk adonan mi. Oleh karena itu, jumlah air yang ditambahkan menjadi titik kritis dalam penentuan formula mi basah yang akan dioptimasi. Rancangan percobaan dalam pembuatan mi jagung basah dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7. Rancangan percobaan penentuan formula mi basah jagung Percobaan Waktu Pengukusan*

(menit)

Volume Air (ml)

1 10 100* 2 10 75* 3 10 60 4 10 50 5 10 40 6 10 35 7 10 30 8 10 25 9 10 20 * Juniawati (2003)

Pengukuran karakteristik mi basah untuk menentukan formula terpilih dilakukan secara visual yang meliputi kemudahan adonan untuk dibentuk menjadi mi (mudah patah atau sudah elastis), keseragaman pembentukan untaian mi dan keseragaman kematangan mi setelah pengukusan. Proses penentuan formula mi basah dapat dilihat pada Gambar 9.


(51)

Pembuatan Mi Basah

Pengukuran Karakteristik Secara Kualitatif

Pemilihan Formula

Optimasi Disain Proses Formula Terpilih

Analisis Karakteristik Mi Basah

Mi basah dengan Formula dan Disain Proses Optimal

Gambar 9. Penentuan formula mi basah

4. Optimasi Desain Proses Mi Basah Jagung

Optimasi desain proses dilakukan pada formula mi basah jagung terpilih. Desain proses pembuatan mi basah jagung ditekankan pada waktu pengukusan. Lamanya waktu pengukusan akan mempengaruhi tingkat kecukupan gelatinisasi untuk membentuk massa adonan. Selain itu, waktu pengukusan juga akan berpengaruh terhadap jumlah energi yang akan digunakan. Waktu pengukusan yang dioptimasi bervariasi antara 3-10 menit. Parameter yang diamati pada tahap ini meliputi elongasi, kehilangan padatan akibat pemasakan (KPAP), kekerasan dan kelengketan mi matang (mi basah jagung setelah perebusan).

5. Analisis Produk Analisis Sifat Fisik

a. Derajat gelatinisasi adonan tepung setelah pengukusan (Birch et al., 1973)

b. Persen elongasi mi basah matang menggunakan Rheoner

c. Kekerasan dan kelengketan mi basah matang menggunakan Texture Analyzer TAXT-2


(52)

d. Pengukuran Kehilangan Padatan Akibat Pemasakan (KPAP)/Cooking Loss ( metode Oh et al., 1985)

Analisis Sifat Kimia

a. Analisis kadar air, metode oven (AOAC, 1995) b. Analisis kadar abu, metode oven (AOAC, 1995)

c. Analisis kadar lemak, metode ekstraksi soxhlet (AOAC, 1995) d. Analisis kadar protein, metode mikro-kjeldahl (AOAC, 1995) e. Analisis kadar karbohidrat (by difference)

C. Metode Pengamatan Analisis Sifat Fisik

a. Penentuan suhu gelatinisasi dan viskositas tepung jagung, metode amilograf (AACC, 1983)

Sampel sebanyak 45 g dimasukkan ke dalam botol gelas yang volumenya 500 ml air ditambah dengan 400 ml air aquades, diaduk selama 5 menit dengan pengaduk, kemudian dipindahkan ke mangkuk amilograf yang sebelumnya telah dipasang pada alat. Botol gelas dan pengaduk dicuci dengan 50 ml aquades, lalu air bilasan dituangkan ke mangkuk amilograf.

Mangkuk amilograf yang berisi sampel diputar pada kecepatan 75 rpm, sambil suhunya dinaikkan mulai dari 30oC sampai 90oC dengan kenaikan 1.5oC, lalu diturunkan sampai suhu 50oC dengan laju penurunan yang sama. Perubahan viskositas pasta dicatat secara otomatis pada kertas grafik dalam satuan Brabender Unit (BU).

Grafik (amilogram) yang diperoleh dapat diinterpretasikan menjadi 3 parameter, yaitu:

1) Suhu awal gelatinisasi, yaitu suhu pada saat kurva mulai menaik. Suhu awal gelatinisasi = suhu awal + (waktu dalam menit x 1.5) oC


(53)

2) Suhu puncak gelatinisasi, yaitu suhu pada puncak maksimum viskositas yang dicapai. Suhu ditentukan berdasarkan perhitungan berikut :

3) Viskositas maksimum pada puncak gelatinisasi dinyatakan dalam Brabender Unit (BU).

b. Analisis warna tepung jagung, metode Hunter (Hutching,1999)

Sampel (tepung jagung) ditempatkan pada wadah yang transparan. Pengukuran menghasilkan nilai L, a, dan b. L menyatakan parameter kecerahan (warna kromatis, 0: hitam sampai 100: putih). Warna kromatik campuran merah hijau ditunjukkan oleh nilai a(a+ = 0-100 untuk warna merah, a- = 0- (-80) untuk warna hijau). Warna kromatik campuran biru kuning ditunjukkan oleh nilai b (b+ = 0-70, untuk warna kuning, b- = 0- (-70) untuk warna biru).

c. Analisis derajat gelatinisasi adonan tepung setelah pengukusan (Birch et al., 1973)

Penentuan derajat gelatinisasi diawali dengan pembuatan kurva standar yang menggambarkan hubungan antara derajat gelatinisasi dan absorbansi. Sampel yang digunakan untuk pembuatan kurva standar adalah sampel yang tergelatinisasi 0-100%. Sampel yang tergelatinisasi 100% diperoleh dengan merebus 5 g tepung jagung dalam 100 ml air hingga menjadi bening sedangkan sampel yang tidak tergelatinisasi adalah suspensi 5 g tepung jagung didalam 100 ml air. Lalu dibuat campuran dari kedua sampel tersebut untuk memperoleh sampel dengan derajat gelatinisasi pati 20%, 40%, 60%, dan 80%. Perbandingan antara pati yang tergelatinisasi 100% dan tidak tergelatinisasi adalah 20:80 untuk sampel dengan derajat gelatinisasi 20%, 40:60 untuk sampel dengan derajat gelatinisasi 40%, 60:40 untuk sampel dengan derajat gelatinisasi 60%, dan 80:20 untuk sampel dengan derajat gelatinisasi 80%.


(54)

Tahap selanjutnya adalah pembacaan absorbansi masing-masing sampel. Sampel ditimbang sebanyak 0,5 g dan dimasukkan ke dalam gelas piala 100 ml lalu ditambahkan 47,5 ml akuades. Campuran ini kemudian stirer selama satu menit dan ditambahkan 2,5 ml KOH 0,2 N dan di-stirer kembali selama lima menit. Campuran ini kemudian dipipet sebanyak 10 ml dan disentrifugasi selama 15 menit dengan kecepatan 3500 rpm.

Supernatan yang diperoleh dipipet dan dimasukkan ke dalam dua tabung reaksi A dan B masing-masing sebanyak 0,5 ml. Kemudian ditambahkan 0,5 ml HCl 0,5 N ke dalam kedua tabung reaksi. Sebanyak 0,1 ml iodin ditambahkan ke dalam tabung reaksi B. Lalu ke dalam kedua tabung reaksi ditambahkan akuades masing-masing sebanyak 9 ml untuk tabung A dan 8,9 ml untuk tabung B. Kedua tabung ini kemudian dikocok dan dibaca absorbansinya menggunakan spektofotometer dengan panjang gelombang 625 nm. Larutan pada tabung A merupakan blanko pembacaan larutan pada tabung B.

Kurva standar dibuat dengan memplotkan derajat gelatinisasi pada sumbu X dan absorbansi pada sumbu Y. Kemudian dihitung persamaan linear yang menggambarkan hubungan antar keduanya. Persamaan linear yang diperoleh berupa :

Y = a + bX

Variabel Y merupakan nilai absorbansi, variabel X merupakan derajat gelatinisasi, sedangkan a dan b merupakan konstanta.

Absorbansi sampel (adonan tepung setelah pengukusan) diukur dengan metode yang sama seperti pengukuran sampel kurva standar. Selanjutnya penghitungan derajat gelatinisasi dilakukan dengan menggunakan persamaan linear yang diperoleh dari kurva standar.

d. Analisis persen elongasi mi basah menggunakan rheoner

Probe yang digunakan adalah probe yang dapat menjepit kedua ujung mi yang akan diukur kekerasan dan elastisitasnya. Beban yang digunakan 0.1 volt (5 gf / 0,25 cm), test speed 1 mm/s, dan chart speed 40


(55)

mm/menit. Sampel yang telah direhidrasi diletakkan pada probe dan dijepit sedemikian rupa pada kedua ujungnya. Hasilnya berupa kurva yang menunjukkan hubungan antara kekuatan (kgf) dan waktu (s).

Cara perhitungan : ¾ Persen elongasi

b = lebar kurva (mm) x 1.5 c = (a2 + b2) ½, dimana a = 12 mm

Δ L = (2 xc) – 24

% elongasi = (Δ L/ 24) x 100%

e. Analisis kekerasan dan kelengketan mi basah menggunakan alat Texture Analyzer TAXT-2

Probe yang digunakan berbentuk silinder dengan diameter 35mm. Kekerasan dan kelengketan dinyatakan dalam satuan gram force (gf). Seting texture analyzer yang digunakan dalam pengukuran kekerasan produk ekstrusi dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8. Pengaturan texture analyzer dalam pengukuran kekerasan dan kelengketan mi basah

Parameter Setting

Pre test speed 2.0 mm/s

Test speed 0.1 mm/s

Post test speed 10.0 mm/s Rupture test distance 75%

Distance 20.0 mm

Force 100 g

Time 5 sec

Count 2

Seuntai sampel dengan panjang yang melebihi diameter probe diletakkan di atas landasan lalu ditekan oleh probe. Hasilnya berupa kurva yang menunjukkan hubungan antara kekuatan dan waktu. Nilai kekerasan ditunjukkan dengan absolute(+) peak, dan nilai kelengketan ditunjukkan dengan absolute(-) peak. Satuan kedua parameter ini adalah gram force (gF). Profil tekstur mi dapat dilihat dengan membandingkan kemiringan kurva yang dihasilkan. Kurva yang landai menunjukkan bahwa mi relatif


(56)

kompressibel, sedangkan kurva yang curam menunjukkan bahwa mi relatif rigid.

f. Pengukuran kehilangan padatan akibat pemasakan (KPAP) / cooking loss (Oh et al., 1985)

Penentuan KPAP dilakukan dengan cara merebus 5 gram mi dalam 150 ml air. Setelah mencapai waktu optimum perebusan, mi ditiriskan dan disiram air, kemudian ditiriskan kembali selama 5 menit. Mi kemudian ditimbang dan dikeringkan pada suhu 100°C sampai beratnya konstan, lalu ditimbang kembali. KPAP dihitung dengan rumus berikut:

KPAP = 1 - berat sampel setelah dikeringkan x 100% berat awal (1- kadar air contoh)

Analisis Sifat Kimia

a. Analisis kadar amilosa, metode IRRI (AOAC, 1995) Pembuatan kurva standar

Amilosa murni ditimbang sebanyak 40 mg kemudian dimasukkan kedalam tabung reaksi, ditambahkan dengan 1 ml etanol 95% dan 9 ml NaOH 1 N. Tahap selanjutnya adalah pemanasan dalam air mendidih selama 10 menit sampai terbentuk gel. Gel yang terbentuk akan dipindahkan ke dalam labu takar 100 ml dan ditepatkan sampai tanda tera. Selanjunya larutan tersebut dipipet masing-masing sebanyak 1,2,3,4, dan 5 ml lalu dimasukkan ke dalam labu takar 100 ml. Ke dalam masing-masing labu takar tersebut ditambahkan asam asetat 1 N sebanyak masing-masing 0.2; 0.4; 0.6; 0.8 dan 1 ml, lalu ditambahkan larutan iod sebanyak 2 ml. Tahap selanjutnya adalah pengukuran intensitas warna biru yang terbentuk dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 625 nm.

Penetapan sampel

Ditimbang sampel sebanyak 100 mg dalam bentuk tepung kemudian ditambah dengan 1 ml etanol 95% dan 9 ml NaOH 1 N. Selanjutnya dipanaskan dalam air mendidih selama 10 menit sampai terbentuk gel. Gel yang terbentuk kemudian dipindahkan ke dalam labu


(1)

Lampiran 3. Uji statistik derajat gelatinisasi adonan tepung setelah pengukusan

Analisis deskripsi derajat gelatinisasi adonan tepung

One Way Anova (Analisis Keragaman) derajat gelatinisasi adonan tepung

ANOVA Derajat Gelatinisasi

827,344 3 275,781 4,972 ,078

221,875 4 55,469

1049,219 7

Between Groups Within Groups Total

Sum of

Squares df Mean Square F Sig.

Descriptives Derajat Gelatinisasi

2 88,2500 12,37437 8,75000 -22,9293 199,4293 79,50 97,00

2 62,0000 3,53553 2,50000 30,2345 93,7655 59,50 64,50

2 65,7500 5,30330 3,75000 18,1017 113,3983 62,00 69,50

2 68,2500 5,30330 3,75000 20,6017 115,8983 64,50 72,00

8 71,0625 12,24289 4,32852 60,8272 81,2978 59,50 97,00

MJT3 MJT5 MJT7 MJT10 Total

N Mean Std. Deviation Std. Error Lower Bound Upper Bound

95% Confidence Interval for Mean


(2)

Lampiran 4. Uji statistik elongasi mi basah

Uji kehomogenan varian populasi

Test of Homogeneity of Variances Elongasi

1,444 3 36 ,246

Levene

Statistic df1 df2 Sig.

One Way Anova (Analisis Keragaman) elongasi mi basah

ANOVA Elongasi

215,418 3 71,806 1,836 ,158

1408,016 36 39,112

1623,433 39

Between Groups Within Groups Total

Sum of


(3)

Lampiran 5. Uji statistik KPAP mi basah

Uji kehomogenan varian populasi

Test of Homogeneity of Variances KPAP

2,878 3 12 ,080

Levene

Statistic df1 df2 Sig.

One Way Anova (Analisis Keragaman) KPAP mi basah

ANOVA KPAP

27,624 3 9,208 ,362 ,782

305,320 12 25,443

332,944 15

Between Groups Within Groups Total

Sum of


(4)

Lampiran 6. Uji statistik kekerasan mi basah

Uji kehomogenan varian populasi

Test of Homogeneity of Variances Kekerasan

,798 3 36 ,503

Levene

Statistic df1 df2 Sig.

One Way Anova (Analisis Keragaman) kekerasan mi basah

ANOVA Kekerasan

208298,6 3 69432,855 13,968 ,000

178956,7 36 4971,019

387255,2 39

Between Groups Within Groups Total

Sum of

Squares df Mean Square F Sig.

Uji lanjut Duncan

Kekerasan Duncana 10 1089,630 10 1106,110 10 1172,930 10 1273,170

,604 1,000 1,000

Formula MJT7 MJT10 MJT5 MJT3 Sig.

N 1 2 3

Subset for alpha = .05

Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Uses Harmonic Mean Sample Size = 10,000. a.


(5)

Lampiran 7. Uji statistik kelengketan mi basah

Uji kehomogenan varian populasi

Test of Homogeneity of Variances Kelengketan

,580 3 36 ,632

Levene

Statistic df1 df2 Sig.

One Way Anova (Analisis Keragaman) kelengketan mi basah

ANOVA Kelengketan

230079,7 3 76693,217 28,273 ,000

97655,094 36 2712,642

327734,7 39

Between Groups Within Groups Total

Sum of

Squares df Mean Square F Sig.

Uji lanjut Duncan

Kelengketan Duncana 10 -451,750 10 -341,540 10 -288,660 10 -250,130

1,000 1,000 ,107

Formula MJT3 MJT5 MJT7 MJT10 Sig.

N 1 2 3

Subset for alpha = .05

Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Uses Harmonic Mean Sample Size = 10,000. a.


(6)