Metode Pengamatan Analisis Sifat Fisik

d. Pengukuran Kehilangan Padatan Akibat Pemasakan KPAPCooking Loss metode Oh et al., 1985 Analisis Sifat Kimia a. Analisis kadar air, metode oven AOAC, 1995 b. Analisis kadar abu, metode oven AOAC, 1995 c. Analisis kadar lemak, metode ekstraksi soxhlet AOAC, 1995 d. Analisis kadar protein, metode mikro-kjeldahl AOAC, 1995 e. Analisis kadar karbohidrat by difference

C. Metode Pengamatan Analisis Sifat Fisik

a. Penentuan suhu gelatinisasi dan viskositas tepung jagung, metode amilograf AACC, 1983 Sampel sebanyak 45 g dimasukkan ke dalam botol gelas yang volumenya 500 ml air ditambah dengan 400 ml air aquades, diaduk selama 5 menit dengan pengaduk, kemudian dipindahkan ke mangkuk amilograf yang sebelumnya telah dipasang pada alat. Botol gelas dan pengaduk dicuci dengan 50 ml aquades, lalu air bilasan dituangkan ke mangkuk amilograf. Mangkuk amilograf yang berisi sampel diputar pada kecepatan 75 rpm, sambil suhunya dinaikkan mulai dari 30 o C sampai 90 o C dengan kenaikan 1.5 o C, lalu diturunkan sampai suhu 50 o C dengan laju penurunan yang sama. Perubahan viskositas pasta dicatat secara otomatis pada kertas grafik dalam satuan Brabender Unit BU. Grafik amilogram yang diperoleh dapat diinterpretasikan menjadi 3 parameter, yaitu: 1 Suhu awal gelatinisasi, yaitu suhu pada saat kurva mulai menaik. Suhu awal gelatinisasi = suhu awal + waktu dalam menit x 1.5 o C 2 Suhu puncak gelatinisasi, yaitu suhu pada puncak maksimum viskositas yang dicapai. Suhu ditentukan berdasarkan perhitungan berikut : 3 Viskositas maksimum pada puncak gelatinisasi dinyatakan dalam Brabender Unit BU. b. Analisis warna tepung jagung, metode Hunter Hutching,1999 Sampel tepung jagung ditempatkan pada wadah yang transparan. Pengukuran menghasilkan nilai L, a, dan b. L menyatakan parameter kecerahan warna kromatis, 0: hitam sampai 100: putih. Warna kromatik campuran merah hijau ditunjukkan oleh nilai aa+ = 0-100 untuk warna merah, a- = 0- -80 untuk warna hijau. Warna kromatik campuran biru kuning ditunjukkan oleh nilai b b+ = 0-70, untuk warna kuning, b- = 0- - 70 untuk warna biru. c. Analisis derajat gelatinisasi adonan tepung setelah pengukusan Birch et al ., 1973 Penentuan derajat gelatinisasi diawali dengan pembuatan kurva standar yang menggambarkan hubungan antara derajat gelatinisasi dan absorbansi. Sampel yang digunakan untuk pembuatan kurva standar adalah sampel yang tergelatinisasi 0-100. Sampel yang tergelatinisasi 100 diperoleh dengan merebus 5 g tepung jagung dalam 100 ml air hingga menjadi bening sedangkan sampel yang tidak tergelatinisasi adalah suspensi 5 g tepung jagung didalam 100 ml air. Lalu dibuat campuran dari kedua sampel tersebut untuk memperoleh sampel dengan derajat gelatinisasi pati 20, 40, 60, dan 80. Perbandingan antara pati yang tergelatinisasi 100 dan tidak tergelatinisasi adalah 20:80 untuk sampel dengan derajat gelatinisasi 20, 40:60 untuk sampel dengan derajat gelatinisasi 40, 60:40 untuk sampel dengan derajat gelatinisasi 60, dan 80:20 untuk sampel dengan derajat gelatinisasi 80. Suhu puncak gelatinisasi = suhu awal + waktu dalam menit x 1.5 o C Tahap selanjutnya adalah pembacaan absorbansi masing-masing sampel. Sampel ditimbang sebanyak 0,5 g dan dimasukkan ke dalam gelas piala 100 ml lalu ditambahkan 47,5 ml akuades. Campuran ini kemudian di-stirer selama satu menit dan ditambahkan 2,5 ml KOH 0,2 N dan di- stirer kembali selama lima menit. Campuran ini kemudian dipipet sebanyak 10 ml dan disentrifugasi selama 15 menit dengan kecepatan 3500 rpm. Supernatan yang diperoleh dipipet dan dimasukkan ke dalam dua tabung reaksi A dan B masing-masing sebanyak 0,5 ml. Kemudian ditambahkan 0,5 ml HCl 0,5 N ke dalam kedua tabung reaksi. Sebanyak 0,1 ml iodin ditambahkan ke dalam tabung reaksi B. Lalu ke dalam kedua tabung reaksi ditambahkan akuades masing-masing sebanyak 9 ml untuk tabung A dan 8,9 ml untuk tabung B. Kedua tabung ini kemudian dikocok dan dibaca absorbansinya menggunakan spektofotometer dengan panjang gelombang 625 nm. Larutan pada tabung A merupakan blanko pembacaan larutan pada tabung B. Kurva standar dibuat dengan memplotkan derajat gelatinisasi pada sumbu X dan absorbansi pada sumbu Y. Kemudian dihitung persamaan linear yang menggambarkan hubungan antar keduanya. Persamaan linear yang diperoleh berupa : Y = a + bX Variabel Y merupakan nilai absorbansi, variabel X merupakan derajat gelatinisasi, sedangkan a dan b merupakan konstanta. Absorbansi sampel adonan tepung setelah pengukusan diukur dengan metode yang sama seperti pengukuran sampel kurva standar. Selanjutnya penghitungan derajat gelatinisasi dilakukan dengan menggunakan persamaan linear yang diperoleh dari kurva standar. d. Analisis persen elongasi mi basah menggunakan rheoner Probe yang digunakan adalah probe yang dapat menjepit kedua ujung mi yang akan diukur kekerasan dan elastisitasnya. Beban yang digunakan 0.1 volt 5 gf 0,25 cm, test speed 1 mms, dan chart speed 40 mmmenit. Sampel yang telah direhidrasi diletakkan pada probe dan dijepit sedemikian rupa pada kedua ujungnya. Hasilnya berupa kurva yang menunjukkan hubungan antara kekuatan kgf dan waktu s. Cara perhitungan : ¾ Persen elongasi b = lebar kurva mm x 1.5 c = a 2 + b 2 ½ , dimana a = 12 mm Δ L = 2 xc – 24 elongasi = Δ L 24 x 100 e. Analisis kekerasan dan kelengketan mi basah menggunakan alat Texture Analyzer TAXT-2 Probe yang digunakan berbentuk silinder dengan diameter 35 mm. Kekerasan dan kelengketan dinyatakan dalam satuan gram force gf. Seting texture analyzer yang digunakan dalam pengukuran kekerasan produk ekstrusi dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel 8. Pengaturan texture analyzer dalam pengukuran kekerasan dan kelengketan mi basah Parameter Setting Pre test speed 2.0 mms Test speed 0.1 mms Post test speed 10.0 mms Rupture test distance 75 Distance 20.0 mm Force 100 g Time 5 sec Count 2 Seuntai sampel dengan panjang yang melebihi diameter probe diletakkan di atas landasan lalu ditekan oleh probe. Hasilnya berupa kurva yang menunjukkan hubungan antara kekuatan dan waktu. Nilai kekerasan ditunjukkan dengan absolute+ peak, dan nilai kelengketan ditunjukkan dengan absolute- peak. Satuan kedua parameter ini adalah gram force gF. Profil tekstur mi dapat dilihat dengan membandingkan kemiringan kurva yang dihasilkan. Kurva yang landai menunjukkan bahwa mi relatif kompressibel, sedangkan kurva yang curam menunjukkan bahwa mi relatif rigid. f. Pengukuran kehilangan padatan akibat pemasakan KPAP cooking loss Oh et al., 1985 Penentuan KPAP dilakukan dengan cara merebus 5 gram mi dalam 150 ml air. Setelah mencapai waktu optimum perebusan, mi ditiriskan dan disiram air, kemudian ditiriskan kembali selama 5 menit. Mi kemudian ditimbang dan dikeringkan pada suhu 100°C sampai beratnya konstan, lalu ditimbang kembali. KPAP dihitung dengan rumus berikut: KPAP = 1 - berat sampel setelah dikeringkan x 100 berat awal 1- kadar air contoh Analisis Sifat Kimia a. Analisis kadar amilosa, metode IRRI AOAC, 1995 Pembuatan kurva standar Amilosa murni ditimbang sebanyak 40 mg kemudian dimasukkan kedalam tabung reaksi, ditambahkan dengan 1 ml etanol 95 dan 9 ml NaOH 1 N. Tahap selanjutnya adalah pemanasan dalam air mendidih selama 10 menit sampai terbentuk gel. Gel yang terbentuk akan dipindahkan ke dalam labu takar 100 ml dan ditepatkan sampai tanda tera. Selanjunya larutan tersebut dipipet masing-masing sebanyak 1,2,3,4, dan 5 ml lalu dimasukkan ke dalam labu takar 100 ml. Ke dalam masing-masing labu takar tersebut ditambahkan asam asetat 1 N sebanyak masing-masing 0.2; 0.4; 0.6; 0.8 dan 1 ml, lalu ditambahkan larutan iod sebanyak 2 ml. Tahap selanjutnya adalah pengukuran intensitas warna biru yang terbentuk dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 625 nm. Penetapan sampel Ditimbang sampel sebanyak 100 mg dalam bentuk tepung kemudian ditambah dengan 1 ml etanol 95 dan 9 ml NaOH 1 N. Selanjutnya dipanaskan dalam air mendidih selama 10 menit sampai terbentuk gel. Gel yang terbentuk kemudian dipindahkan ke dalam labu takar 100 ml, kemudian dikocok dan ditepatkan sampai tanda tera dengan aquades. Tahap selanjutnya adalah larutan tersebut dipipet sebanyak 5 ml dan dimasukkan ke dalam labu takar 100 ml, ditambahkan 1 ml asam asetat 1 N dan 2 ml larutan iod. Kemudian ditepatkan sampai tanda tera dengan air, dikocok dan didiamkan selama 20 menit. Tahap selanjutnya adalah pengukuran intensitas warna yang terbentuk dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 625 nm. b. Analisis kadar air, metode oven AOAC, 1995 Sejumlah sampel kurang lebih 5 gram dimasukkan ke dalam cawan yang telah diketahui beratnya. Kemudian cawan dimasukkan ke dalam oven bersuhu 100 o C hingga diperoleh berat yang konstan 6 jam atau lebih. Perhitungan kadar air dilakukan dengan menggunakan rumus : c. Analisis kadar abu, metode oven AOAC, 1995 Cawan porselin dikeringkan dalam tanur bersuhu 400-600 o C, kemudian didinginkan dalam desikator dan ditimbang. Sebanyak 3-5 gram sampel ditimbang dan dimasukkan ke dalam cawan porselin. Selanjutnya sampel dipijarkan di atas nyala pembakar bunsen sampai tidak berasap lagi, kemudian dilakukan pengabuan di dalam tanur listrik pada suhu 400- 600 o C selama 4-6 jam atau sampai terbentuk abu berwarna putih. Kemudian sampel didinginkan dalam desikator dan selanjutnya ditimbang. Perhitungan kadar abu menggunakan rumus : Kadar air b.b = berat awal – berat akhir x 100 berat awal Kadar abu b.b = berat abu gram x 100 berat sampel gram d. Analisis kadar lemak, metode ekstraksi soxhlet AOAC, 1995 Labu lemak yang akan digunakan dikeringkan dalam oven bersuhu 100-110 o C, didinginkan, dalam desikator dan ditimbang. Sampel dalam bentuk tepung ditimbang sebanyak 5 gram dibungkus dengan kertas saring dan dimasukkan ke dalam alat ekstraksi soxhlet, yang telah berisi pelarut dietil eter atau heksana. Reflux dilakukan selama 5 jam minimum dan pelarut yang ada di dalam labu lemak didistilasi. Selanjutnya labu lemak yang berisi lemak hasil ekstraksi dipanaskan dalam oven pada suhu 100 C hingga beratnya konstan, didinginkan dalam desikator, dan ditimbang. Perhitungan kadar lemak dilakukan dengan menggunakan rumus : e. Analisis kadar protein, metode Mikro-Kjeldahl AOAC, 1995 Sejumlah kecil sampel kira-kira membutuhkan 3-10 ml HCl 0.01 N atau 0.02 N yaitu sekitar 0.1 gram ditimbang dan diletakkan ke dalam labu Kjeldahl 30 ml. Kemudian ditambahkan 1.9 gram K 2 SO 4 , 40 mg HgO, dan 2 ml H 2 SO 4 . Jika sampel lebih dari 15 mg, ditambahkan 0.1 ml H 2 SO 4 untuk setiap 10mg bahan organik di atas 15 mg. Sampel didihkan selama 1-1.5 jam sampai cairan jernih. Sampel didinginkan dan ditambah sejumlah kecil air secara perlahan-lahan, kemudian didinginkan kembali. Isi tabung dipindahkan ke alat destilasi dan labu dibilas 5-6 kali dedngan 1-2 ml air. Air cucian dipindahkan ke labu distilasi. Erlenmeyer berisi 5 ml larutan H 3 BO 3 dan 2 tetes indikator campuran 2 bagian merah metil 0.2dalam alkohol dan 1 bagian metilen blue 0.2 dalam alkohol diletakkan di bawah kondensor. Ujung tabung kondensor harus terendam di bawah larutan H 3 BO 3 . Ditambah larutan NaOH-Na 2 S 2 O 3 sebanyak 8-10 ml, kemudian didestilasi dalam erlenmeyer. Tabung kondensor dibilas dengan air dan bilasannya ditampung dalam erlenmeyer yang sama. Isi erlenmeyer diencerkan Kadar lemak b.b = berat lemak gram x 100 berat sampel gram sampai kira-kira 50 ml, kemudian dititrasi dengan HCl 0.02 N sampai terjadi perubahan warna. Penetapan untuk blanko juga dilakukan dengan cara yang sama. Perhitungan kadar protein dilakukan dengan menggunakan rumus : f. Analisis kadar karbohidrat by difference Kadar karbohidrat b.b = 100 - P + KA + A + L Keterangan : Kadar N = ml HCl – ml blanko x N x 14.007 x 100 mg sampel Kadar protein b.b = N x faktor konversi 6.25 P = kadar protein KA = kadar air A = kadar abu L = kadar lemak

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Pembuatan Tepung Jagung Jagung merupakan jenis serealia yang memiliki ukuran biji terbesar diantara jenis serealia lainnya. Selain itu, karakteristik biji jagung yang keras menyebabkan biji jagung lebih sulit diolah menjadi tepung. Penggilingan biji jagung menjadi tepung umumnya dilakukan dengan dua cara yaitu penggilingan kering dan penggilingan basah. Perbedaan kedua cara penggilingan ini terletak pada penggunaan air untuk mempermudah proses penggilingan. Menurut Suprapto 1998, penggilingan kering dry process umumnya dilakukan dalam skala besar. Jagung Srikandi yang digunakan sebagai bahan baku pembuatan tepung merupakan jagung QPM Quality Protein Maize. Jagung ini dipilih karena kualitas proteinnya yang tinggi dan saat ini penanaman jagung ini sedang digalakkan oleh Departemen Pertanian. Jagung Srikandi memiliki bentuk biji mirip dengan jagung mutiara. Gambar jagung Srikandi dapat dilihat pada Gambar 10. Gambar 10 . Jagung varietas Srikandi Pada prinsipnya, penggilingan biji jagung menjadi tepung merupakan proses untuk memisahkan endosperm dari bagian biji yang lain seperti lembaga, kulit perikarp dan tip cap Hoseney, 1998. Endosperm merupakan bagian terbesar dari biji jagung. Kandungan kimia terbesar endosperm adalah