PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ANAK ANAK KORBAN PERANG DI SURIAH MENURUT KONVENSI JENEWA 1949

(1)

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ANAK ANAK

KORBAN PERANG DI SURIAH MENURUT KONVENSI JENEWA 1949

SKRIPSI

Disusun untuk memenuhi salah satu syarat guna memperoleh gelar sarjana pada Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Diajukan oleh :

Nama : LALU ALVIAN DWI NUGRAHA S. NIM : 20120610136

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA 2016


(2)

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ANAK ANAK

KORBAN PERANG DI SURIAH MENURUT KONVENSI JENEW A 1949

SKRIPSI

Diaj ukan Oleh :

Nama : LALU AL VIAN DWI NUGRAHA S. NIM : 201206 10136

Telah disetujui oleb dosen pembimbing pada tanggaI10 Desember 20 15

Dosen pembimbing II Dosen pembimbing I

rf

Muhammad Haris Aulawi, S.H., M.Hum

セO@

NlK. 153011 NITP.19610720f98903 1001


(3)

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ANAK ANAK

K ORBAN ·P ERANG DI SURIAH MENURUT KONVENSI JENEWA 1949 SKRIPSI

Telah dipertahankan di hadapan tim penguji pada tangga130 April 201<5 yang terdiri dari :

NIK.1 9730918199702153029

Anggota Anggota

rJp

J:

Muhammad Haris Aulawi, S.H., M.Hum ad. S.H.. M.H.

NIP. 15301 1 NIP.196107201989031001

Mengesahkan Dekan Fakultas Hukum

Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

".

NIK.19710409199702153028


(4)

SURA T PERNYAT AAN KEASLIAN PENULISAN HUKUM Yang bertanda tangan di bawah ini:

:\ama : Lalu Alvian Dwi Nugraha Saputra

XD1 : 20120610136

Jenis Kelamin : Laki-Iaki

Tempat,Tanggal Lahir : Semarang,10 September 1994

Alamat : Dusun Muara Putat, Pemenang Timur,

Kabupaten Lombok Utara, Lombok, NTB.

Dengan ini menyatakan bahwa Skripsi/Penelitian yang saya susun dengan Judul "Perlindungan Hukum Terhadap Anak-Anak Korban Perang di Suriah セ Q ・ョオイオエ@ Konvensi Jenewa 1949" Merupakan hasil penelitian saya sendiri, bukan plagiat atau mengambil hasil penelitian orang lain. Apabila dikemudian hari ditemukan dan terbukti saya siap mempertanggungjawabkan sesuai ketentuan hukum yang berlaku.skripsi ini di susun guna memenuhi salah satu persyaratan untuk memperoleh gelar sarjana di fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Yo gyakarta.

Demikian Surat pemyataan ini saya buat dengan sebenemya dalam keadaan sadar dan tanpa adanya un sur paksaaan dari pihak manapun.

Yogyakarta, 30 April 2016

Lalu Alvian Dwi Nugraha Saputra


(5)

Abstrak

Suriah merupakan salah satu negara yang terletak di Asia Barat yang dipimpin oleh Presiden Bashar al-Assad dan pada saat ini sedang mengalami konflik bersenjata internal, Para pengunjuk rasa menuntut pengunduran diri Presiden Bashar al-Assad, penggulingan pemerintahannya, dan mengakhiri hampir lima decade pemerintahan Partai Ba'ath. Pemerintah Suriah pun tak segan-segan untuk menggunakan senjata api bahkan tank untuk membungkam gerakan protes tersebut, Aksi represif ini dahulu merupakan cara yang efektif untuk membungkam rakyat Suriah, namun dimasa sekarang ini hanya memicu terjadinya demonstrasi-demonstrasi lain tentara-tentara Assad. Pasukan pemerintah Suriah melakukan penyiksaan di antaranya anak-anak korban konflik bersenjata di Suriah dipukul dengan kabel besi, pecut dan pentungan dari kayu atau logam, disetrum, dan adanya kekeransan seksual. Dimana yang seharusnya pemerintah Suriah harus yang lebih dahsyat, Kebrutalan rezim Assad pun semakin menjadi-jadi, anak-anak pun saat ini menjadi target kejahatan memberikan perlindungan terhadap anak-anak bahkan penduduk sipil yang tidak ikut dalam konflik peperangan tersebut, tetapi justru malah pemerintah Suriah menjadikan anak sebagai target sasaran tentara tentara Assad. Jenis Penelitian ini merupakan penelitian hukum pendekatan doktrinal yang bersifat normatif, adapun yang dapat dijadikan objek dalam penelitian dengan pendekatan doktrinal yang bersifat normatif ini adalah data-data yang berupa bahan primer dan bahan sekunder. Dan dimana Pemerintah Suriah tidak memberikan perlindungan kepada anak-anak korban perang. Perbuatan yang telah di lakukan oleh pasukan Pemerintah Suriah bahkan melanggar ketentuan yang ada. Dan bahkan tindakan tersebut dapat dikategorikan sebagai kejahatan perang dan pelanggaran berat seperti kekerasan terhadap orang-orang yang dilindungi sebagaimana diatur dalam Konvensi Jenewa tahun 1949.

Kata Kunci : Perlindungan Hukum Terhadap Anak-anak Korban Perang di Suriah Menurut Konvensi Jenewa Pasal 50 Tahun 1949


(6)

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

qqqqqqqSuriah merupakan salah satu negara yang terletak di Asia Barat yang dipimpin oleh Presiden Bashar al-Assad dan pada saat ini sedang mengalami konflik bersenjata internal. Pada tanggal 26 Januari 2011 terjadi demonstrasi publik Suriah, dan berkembang menjadi pemberontakan nasional. Para pengunjuk rasa menuntut pengunduran diri Presiden Bashar al-Assad, penggulingan pemerintahannya, dan mengakhiri hampir lima decade pemerintahan Partai Ba'ath. Pemerintah Suriah mengerahkan Tentara Nasional Suriah untuk memadamkan pemberontakan tersebut,Pada awal tahun 2011 aksi-aksi demo mulai bermunculan secara terus menerus di Suriah, rakyat Suriah mulai menyuarakan tuntutannya untuk menghentikan rezim Bashar Al-Assad. Aksi demo ini dibubarkan oleh tentara Suriah dan mengakibatkan ditahannya beberapa demonstran. Bentrokan antara demonstran dan tentara Suriah pun semakin sering terjadi. Pemerintah Suriah pun tak segan-segan untuk menggunakan senjata api bahkan tank untuk membungkam gerakan protes tersebut. Aksi represif ini dahulu merupakan cara yang efektif untuk membungkam rakyat Suriah, namun dimasa sekarang ini hanya memicu terjadinya demonstrasi-demonstrasi lain yang lebih dahsyat. Aksi protes ini menuntut penghentian Rezim Bashar Al-Assad yang dianggap sebagai diktator, diterapkannnya sistem multipartai, dan juga kebebasan yang lebih bagi


(7)

2

2

rakyat, serta pemberhentian undang-undang darurat yang telah diterapkan sejak 1963.1

qqqqqqqMeski telah dilakukan upaya-upaya reformasi oleh Presiden Bashar Al-Assad, namun hal itu dianggap tidak cukup dan terlambat. Kini rakyat Suriah hanya menginginkan penggulingan rezim Bashar Al-Assad dan pengangkatan pemerintah yang sama sekali baru berdasarkan pemilu yang demokratis. Kebrutalan rezim Assad pun semakin menjadi-jadi, anak-anak pun saat ini menjadi target kejahatan tentara-tentara Assad. Sejak bulan Januari 2011 lalu rezim Assad telah melancarkan operasi biadab dan serangan dahsyatnya terhadap rakyat Suriah. ”Masyarakat digempur dengan tank-tank, bom, mortir dan tembakan dari pesawat terbang, ribuan penduduk yang tidak berdosa, tanpa senjata, dibunuhi di rumah-rumah mereka. Organisasi-organisasi kemanusiaan mengatakan, sekarang jumlah korban yang dibunuh lebih dari 70.000 orang. Namun, diperkirakan jumlahnya lebih besar dari itu.”2

qqqqqqqqqqqqqMenurut pemerintah Suriah bahwa aksi demonstrasi yang terjadi di Suriah merupakan suatu aksi-aksi pengacau keamanan di Suriah yang didalangi oleh motif tertentu, namun hal tersebut tidak terbukti kebenarannya sampai sekarang ini karena hal tersebut merupakan suatu opini publik yang dibuat oleh pemerintah Suriah untuk mengalihkan isu yang sebenarnya dari konflik yang terjadi di Suriah. Dengan berjalannya waktu, aksi demonstrasi yang dilakukan oleh rakyat Suriah

1

Http://en.wikipedia.org/wiki/konfliksuriah, Internasional conflict, International Committee of

The Red Cross, Diakses pada 15 Oktober 2015 Pukul 17.00. 2


(8)

3

3

yang akhirnya berkembang menjadi suatu pemberontakan nasional. Aksi pemberontakan nasional tersebut terjadi karena adanya rasa ketidakpuasan dengan sistem pemerintahan Presiden Bashar al-Assad selama ini dan juga keinginan dari rakyat Suriah untuk melakukan revolusi di Suriah. Aksi pemberontakan nasional tersebut akhirnya berujung pada terjadinya konflik bersenjata internal di Suriah. Dengan adanya bentrokan yang terjadi terus menerus antara para demonstran dengan pemerintah Suriah tersebut membuat rakyat Suriah semakin memberontak dan melawan pemerintah Suriah. Hal ini menyebabkan rakyat Suriah mulai mengangkat senjata dan melakukan perlawanan terhadap pemerintah Suriah. Aksi perlawanan dari Rakyat Suriah pun sangat beragam, mulai dari secara individu maupun kelompok. Namun sering kali pertempuran dimenangkan oleh pasukan pemerintah Suriah. Hal ini disebabkan karena perlawanan rakyat Suriah cenderung masih bersifat individual dan tidak terorganisir dengan baik secara strategi dan operasi militernya.

Berdasarkan hal tersebut membuat rakyat Suriah akhirnya merasa perlu untuk membentuk suatu kekuatan oposisi yang mampu menandingi kekuatan pasukan tentara Suriah. Oleh karena itu, pada tanggal 29 Juli 2011 dalam sebuah video yang dirilis di internet oleh sekelompok desertir berseragam dari militer Suriah yang membelot dan para kelompok-kelompok pemberontak kecil serta penduduk sipil yang turut mengangkat senjata bergabung dalam suatu organisasi


(9)

4

4

yang dibentuk bersama oleh mereka dengan nama Tentara Pembebasan Suriah atau Free Syrian Army (FSA).3

FreeSyrian Army (FSA) adalah struktur oposisi utama bersenjata yang beroperasi di Suriah yang telah aktif selama perang saudara di Suriah yang terdiri dari para personel angkatan bersenjata Suriah. Tentara Pembebasan Suriah (FSA) tidak memiliki tujuan politik kecuali untuk melengserkan Bashar al-Assad sebagai Presiden Suriah. Konflik bersenjata yang terjadi di Suriah merupakan konflik bersenjata internal. Dalam Hukum Humaniter Internasional, suatu konflik bersenjata digolongkan menjadi dua macam yaitu konflik bersenjata internasional (International Armed Conflict) dan konflik bersenjata non internasional (Non International Armed Conflict). Konflik bersenjata internasional adalah konflik bersenjata yang terjadi antar negara dan CAR Conflict (Colonial Domination, Alien Occupation, dan Racist Regimes).4

Konflik bersenjata non-internasional adalah konflik bersenjata yang terjadi dalam wilayah suatu negara antara kelompok bersenjata yang bukan merupakan bagian dari angkatan bersenjata negara tersebut bertikai dengan pemerintah pusat negara itu. Selain itu juga Konflik bersenjata non internasional dapat terjadi karena adanya pertikaian antara faksi-faksi di suatu Negara. Dengan adanya penggolongan macam-macam konflik tersebut maka konflik bersenjata yang terjadi di Suriah merupakan konflik bersenjata non internasional karena konflik bersenjata internal di Suriah tersebut melibatkan antara pemerintah Suriah dengan para pemberontak yang menamakan kelompok organisasinya dengan nama Tentara Pembebasan Suriah atau FreeSyrian Army (FSA).

qqqqqqq Kata juru bicara ICRC Hicham Hassan, International Committee of the Red Cross (ICRC), “secara resmi menyatakan bahwa konflik berdarah yang

3

Http://en.wikipedia.org/wiki/konfliksuriah, Landis, Joshua (29 juli 2011), Free Syrian Army

Founded by Seven Officers to Fight the Syrian Army, Diakses pada 16 Oktober 2015 Pukul 09.00.

4

Arlina Permanasari, Aji Wibowo, et all, 1991, Pengantar Hukum Humaniter, Jakarta,


(10)

5

5

terjadi di Suriah merupakan perang saudara. Kita sekarang membicarakan konflik bersenjata non-internasional di negara ini (Suriah)”.5

qqqqqqqStatus yang diumumkan Palang Merah Internasional pada hari Minggu tanggal 15 juli 2012 tersebut, memberi implikasi akan adanya tuntutan kejahatan perang pada pihak-pihak yang terlibat di dalamnya. Pernyataan ICRC muncul ketika tim pemantau PBB mengumpulkan detail baru tentang apa yang terjadi di Desa Treimseh yang disebut kelompok oposisi sebagai pembantaian oleh tentara rezim Presiden Bashar al-Assad. Berdasarkan uraian di atas yang mengatakan bahwa konflik di Suriah merupakan konflik bersenjata internal maka konsekuensinya adalah Hukum Humaniter Internasional menjadi berlaku dalam konflik bersenjata internal di Suriah. Hukum Humaniter Internasional menurut

ICRC yaitu “International Humanitarian Law is aset of rules which seek,for humanitarian reasons, to limit the effects of armed conflict. It protects persons who are not or are no longer participating in the hostilities and restricts the means and methods of warfare. International Humanitarian Law is also known as the law of war or the law of armed conflict”.6

qqqqqqqHukum Humaniter Internasional menurut Mochtar Kusumaatmadja adalah “sebagian dari hukum perang yang mengatur ketentuan-ketentuan perlindungan korban perang berlainan dengan bagian hukum perang yang mengatur cara dan saran perang”.7

5

Http://www.politikindonesia.com-politik>ICRC, Nyatakan Konflik Suriah adalah Perang

Saudara, Suriah bergejolak lagi, Diakses 19 Oktober 2015 Pukul 12.00

6

Http://www.icrc.org/Web/eng/siteeng0.nsf/htmlall/humanitarian-lawfactsheet/$

File/What_is_IHL.pdf, ICRC, Humanitarian of law, Diakses 18 Oktober 2015 Pukul 11.00

7


(11)

6

6

Ketentuan Hukum Humaniter Internasional yang diatur dalam pasal 3 Konvensi Jenewa 1949 dan Protocol additional to the Geneva Convention of 12 August 1949 and relating to the protection of victims of Non-International Armed Conflict atau yang selanjutnya disebut dengan nama Protokol Tambahan II tahun 1977 memberikan definisi yang jelas tentang konflik bersenjata internal. Menurut pasal 3 Konvensi Jenewa 1949, konflik bersenjata internal atau konflik bersenjata non-internasional (pertikaian bersenjata yang tidak bersifat internasional) adalah konflik antara pasukan Pemerintah dan pasukan pemberontak atau antara dua pasukan pemberontak atau pada konflik lain yang mempunyai seluruh karakteristik perang tetapi berlangsung di dalam batas-batas wilayah sebuah negara. Sedangkan menurut Protokol Tambahan II tahun 1977, konflik bersenjata internal atau konflik bersenjata non-internasional adalah sengketa bersenjata yang terjadi dalam wilayah suatu negara antara pasukan bersenjata negara tersebut dengan pasukan bersenjata pemberontak atau dengan kelompok bersenjata terorganisir lainnya yang terorganisasi dibawah komando yang bertanggung jawab, melaksanakan kendali sedemikian rupa atas sebagian dari wilayahnya sehingga memungkinkan kelompok tersebut melakukan operasi militer yang berkelanjutan dan berkesatuan serta mampu menerapkan aturan-aturan Hukum Humaniter Internasional yang termuat dalam Protokol Tambahan II tahun 1977.8

qqqqqqqSalah satu prinsip yang terdapat dalam Hukum Humaniter Internasional dikenal dengan nama prinsip pembedaan yaitu suatu prinsip yang membedakan atau membagi penduduk dari suatu negara yang sedang berperang, atau sedang terlibat dalam konflik bersenjata, ke dalam dua golongan yaitu penduduk sipil dan peserta tempur atau kombatan. Pengertian penduduk sipil secara negative adalah orang-orang yang tidak ikut dalam pertikaian dan mereka yang tidak mengangkat senjata, sedangkan kombatan adalah golongan penduduk yang secara aktif ikut terlibat dalam pertempuran dan permusuhan. Sedangkan menurut pendapat para ahli, “kombatan adalah penduduk dari negara yang berperang yang turut serta aktif dalam pertempuran yang berhak melakukan perbuatan perang dan dapat

8

Ambarwati. Denny Ramdhany. Rina Rusman, 2012, Hukum Humaniter Internasional dalam


(12)

7

7

dijadikan perbuatan sasaran perang serta bila jatuh ketangan musuh harus dilindungi sebagai tawanan perang. Berdasarkan prinsip pembedaan maka Free Syrian Army (FSA) dapat digolongkan sebagai kombatan dalam konflik bersenjata di Suriah”.9

Pada Konvensi Hak Anak adalah perjanjian yang mengikat secara yuridis dan politis diantara berbagai negara yang mengatur hal-hal yang berhubungan dengan Hak Anak, hak anak berarti Hak Asasi Manusia untuk Anak. Menurut Konvensi Hak Anak (KHA) mendefinisikan Anak secara umum sebagai manusia yang umurnya belum mencapai 18 tahun, namun diberikan juga pengakuan terhadap batasan umur yang berbeda yang mungkin diterapkan dalam perundangan nasional.10 Menurut konvensi hak anak Aturan mengenai perekrutan tentara anak juga terdapat dalam International Convention on the Right of the Child (Konvensi Hak Anak) yang ditandangani pada 20 Nopember 1989, dan mulai berlaku sejak 2 September 1990. Ketentuan hukum yang mengatur mengenai keterlibatan anak dalam konflik bersenjata hanya terdapat dalam satu pasal saja, yaitu pasal 38 yang memuat berbagai kewajiban negara untuk tidak merekrut anak di bawah usia 15 tahun dan memberikan perlindungan bagi anak yang terkena dampak konflik bersenjata. Pasal ini tidak memberikan pengaturan yang baru dalam hal pelibatan anak dalam konflik bersenjata, tetapi hanya merupakan pengulangan dari pasal 77 ayat (2) Protokol Tambahan I tahun 1977. Konvensi ini hanya melarang partisipasi langsung anak di bawah 15 tahun dalam suatu permusuhan. Pengaturan ini lebih longgar jika dibandingkan dengan hukum

9

Arlina Permanasari, Aji Wibowo, et all, Op.Cit.,hlm.135.

10


(13)

8

8

humaniter yang mengatur tentang konflik bersenjata non-internasional, yang dengan tegas melarang partisipasi anak baik langsung maupun tidak langsung dalam permusuhan.

Anak yang merupakan penerus atau generasi masa depan dari suatu bangsa. Kualitas anak bukan ditentukan pada saat mereka dilahirkan, melainkan pada saat anak tersebut menjalani masa-masa pertumbuhannya hingga ia menjadi seorang yang dewasa. Namun, masa kanak-kanak juga merupakan masa yang paling rentan dimana kondisi fisik dan psikologis seseorang dapat dengan mudah dipengaruhi oleh beberapa faktor, mulai dari keluarga, lingkungan, kebutuhan fisik, dan kebutuhan akan pendidikan. Hal ini yang menyebabkan anak menjadi perhatian seluruh masyarakat dunia dan dianggap perlu adanya suatu peraturan intenasional yang bertujuan untuk memperjuangkan dan melindungi hak-hak anak. Pandangan ini dipengaruhi oleh anak-anak, seperti : tingginya kematian anak, perawatan kesehatan yang buruk, terbatasnya kesempatan untuk memperoleh pendidikan dasar. Ditemukan pula berbagai kasus yang mencemaskan mengenai anak-anak yang disiksa dan dieksploitasi sebagai pekerja seksual atau dalam pekerjaan-pekerjaan yang membahayakan, mengenai anak-anak dalam penjara atau dalam keadaan yang lain serta mengenai anak-anak-anak-anak sebagai pengungsi dan korban konflik bersenjata. Tak dapat diragukan keadaan konflik bersenjata akan memiliki akibat yang merusak khusunya terhadap anak. Terpisahnya keluarga, yatim piatunya seorang anak, perekrutan tentara anak, dan kematian atau lukanya anak hanya sebagian kecil contoh kemungkinan akibat perang bagi anak. Sulit untuk menaksir apa akibat perang terhadap perkembangan


(14)

9

9

psikologis dan fisik anak dimasa yang akan datang karena konflik bersenjata. Anak senantiasa akan memerlukan perlindungan dan perlakuan khusus dalam keadaan konflik bersenjata.11 Kondisi atau situasi buruk yang akan dialami anak-anak diatas tentu akan secara signifikan mempengaruhi pertumbuhan anak-anak baik dari segi fisik maupun mentalnya. “Anak dapat mengalami penderitaan berupa trauma atau bahkan cacat mental yang permanen. Maka, anak dibawah 18 tahun tidak dizinkan untuk turut serta dalam peperangan atau tidak boleh direkrut kedalam angkatan bersenjata”.12 Konflik bersenjata yang terjadi di berbagai belahan dunia ternyata telah memanfaatkan dan memberikan dampak yang buruk terhadap anak-anak. “Sejak Perang Dunia II anak-anak telah dilibatkan dalam partisipasi aktif dengan memasukkan mereka kedalam angkatan bersenjata reguler. Partisipasi aktif anak-anak dalam permusuhan telah menarik perhatian masyarakat internasional”.13 Hak anak-anak membutuhkan perlindungan khusus, dan himbauan untuk perbaikan secara berkelanjutan terhadap situasi anak-anak tanpa pandang bulu, juga terhadap perkembangan dan pendidikan mereka dalam kondisi yang aman dan damai. Tergugah oleh dampak yang merusak dan luas dari konflik bersenjata terhadap anak-anak dan konsekuensinya dalam jangka panjang terhadap keamanan, perdamaian dan perkembangan. Mengutuk praktek yang menjadikan anak-anak sebagai sasaran dalam situasi-situasi konflik bersenjata dan serangan langsung pada benda-benda yang dilindungi oleh hukum internasional,

11

C. De Rover, 2000, To Serve And To Protect : Acuan Universal Penegakan HAM, Jakarta, PT

Raja Grafindo Persada, hlm.386

12

Konvensi Hak Anak Tahun 1989, Pasal 38

13

Enny Narwati dan Lina Hastuti (April 2008), Legal Protection For Children In TheMidst Of


(15)

10

10

temasuk tempat-tempat yang umumnya memiliki kehadiran anak-anak secara signifikan, seperti sekolah-sekolah dan rumah sakit-rumah sakit.14

Perlindungan hukum yang diberikan kepada anak lebih tertuju pada akibat sengketa bersenjata yang akan menimpa atau berdampak pada anak. Sebagai bagian dari penduduk sipil, anak-anak yang tidak turut serta dalam suatu permusuhan mendapatkan perlindungan umum tanpa perbedaan yang merugikan apapun yang didasarkan atas suku, kewarganegaraan, agama atau pendapat politik, dan dimaksudkan untuk meringankan penderitaan yang disebabkan oleh perang. Selain penduduk sipil secara umum yang harus mendapatkan perlindungan, terdapat beberapa kategori yang juga perlu mendapatkan perlindungan, yaitu orang asing, termasuk juga anak-anak di wilayah penduduk. Selain orang asing maka kategori penduduk sipil yang lain adalah mereka yang tinggal di wilayah penduduk. Dalam situasi konflik bersenjata, masyarakat sipil terutama anak-anak dan perempuan, merupakan kelompok yang paling rentan menjadi korban karena tidak memiliki senjata untuk membela diri dari serangan lawan. Akibatnya, mereka cenderung berada dalam situasi ketakutan, kebingungan dan ketidak menentuan untuk mengakses informasi keamanan. Anak-anak dan perempuan juga sering mengalami berbagai bentuk eksploitasi dan kekerasan, baik fisik, mental maupun seksual. Pada beberapa kasus, anak-anak dilibatkan sebagai utusan, juru masak, pengangkut barang, mata-mata, atau bahkan dilibatkan sebagai tentara anak. Hal ini tentu sangat membahayakan keselamatan mereka. Padahal anak-anak adalah zona netral, bukan bagian dari

14


(16)

11

11

permusuhan dan bukan ‘peserta’ perang dari pihak yang bertikai. Idealnya,

keamanan dan perlindungan dari berbagai pihak menjadi prioritas utama bagi anak-anak. Dari beberapa laporan, konflik bersenjata berdampak buruk dan permanen terhadap anak-anak di seluruh dunia.

Badan PBB untuk anak-anak UNICEF dalam State of the World’s

Children 1996 melaporkan, dalam periode 1985-1995 konflik bersenjata telah mengakibatkan dampak buruk dan permanen pada anak-anak, 12 juta kehilangan rumah. Selain itu 1 juta anak menjadi yatim piatu atau terpisah dari orang tuanya,10 juta menderita trauma psikologis yang serius sebagai dampak perang, 300 ribu anak menjadi serdadu. Sekitar 90 persen korban perang adalah masyarakat sipil, utamanya anak dan perempuan. Separuh dari 21 juta pengungsi di seluruh dunia adalah anak-anak, dan setiap tahun antara 8.000 hingga 10.000 anak menjadi korban ranjau darat. Apalagi, dewasa ini perang menggunakan teknologi modern, sehingga risiko yang membayangi anak-anaksemakin kuat.15

Telah disebutkan dalam Global Report on Childs Soldier 2001, lebih dari 300.000 anak dibawah usia 18 tahun baik laki-laki maupun perempuan direkrut oleh angkatan bersenjata pemerintah, milisi ataupun konflik bersenjata bukan negara, dan mereka dijadikan sebagai tentara, mata-mata atau pekerjaan lain yang terlibat secara langsung dalam konflik bersenjata. Anak-anak yang seharusnya memperoleh kebudayaan akan perdamaian, telah dididik oleh pelatihan militer dan indoktrinasi dalam gerakan kepemudaan ataupun sekolah-sekolah.

Banyak Negara terlibat dalam konflik bersenjata seperti Afghanistan, Burundi, Republik Afrika Tengah, Republik Demokratik Kongo, Myanmar, Nepal, Somalia, Sudan, Chad, Kolombia, Filipina, Sri Lanka, Palestina dan Uganda yang masih merekrut dan menggunakan anak sebagai tentara baik laki-laki maupun perempuan. Banyak yang berusia antara 15 dan 18 tahun, tetapi ada

15

www.hizbut-tahrir.or.id/2008/07/27/nasib-anak-anak-dalam-konflik-bersenjata diakses pada 8


(17)

12

12

beberapa anak-anak berumur 7 tahun di rekrut sebagai tentara anak-anak. Konflik bersenjata tersebut telah mempengaruhi kehidupan jutaan warga sipil di seluruh dunia. Anak-anak adalah orang yang paling rentan selama konflik. Banyak anak yang terluka, kehilangan tempat tinggal, kehilangan pendidikan, atau yatim piatu akibat perang. Meskipun illegal untuk melibatkan anak-anak di bawah usia 18 dalam konflik bersenjata, mereka kadang-kadang masih direkrut oleh kelompok bersenjata untuk berpartisipasi. Berbagai pelanggaran hukum terhadap anak sebagai korban konflik bersenjata seharusnya mendapatkan perlindungan hukum daripada konvensi hak anak. Persoalan-persoalan tentang anak sebagai korban konflik bersenjata dapat diminimalisir bahkan dihentikan dan pihak-pihak yang terlibat mendapatkan perlakuan hukum yang sepantasnya.

Anak adalah aset bangsa. Masa depan bangsa dan negara dimasa yang akan datang berada di tangan anak sekarang. Bagus kepribadian anak sekarang, maka baguslah masa depan bangsa. Bobrok kepribadian anak sekarang, bagaimana masa depannya? Anak-anak adalah anak-anak. Anak bukanlah manusia dewasa dalam bentuk mini. Anak mempunyai alam fikiran, perasaan, kemauan dan angan-angan, cara hidup yang berbeda dengan orang dewasa. Dunia anak berbeda dengan dunia orang dewasa. Dengan demikian sikap dan perlakuan serta harapan-harapan dan tuntutan-tuntutan yang ditujukan kepada anak harus berbeda dengan sikap, perlakuan, harapan dan tuntutan yang ditujukan kepada orang dewasa.


(18)

13

13

qqqqqqqBerdasarkan uraian di atas maka penulis tertarik untuk menyusun skripsi dengan judul “Perlindungan hukum terhadap anak anak korban perang di Suriah menurut Konvensi Jenewa 1949”

B. Rumusan Masalah

qqqqqqqBerdasarkan uraian pada latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan beberapa masalah sebagai berikut :

1. Apakah Pemerintah Suriah telah memberikan perlindungan terhadap anak-anak korban perang?

2. Apakah perlindungan hukum yang diberikan pemerintah Suriah terhadap anak-anak korban perang di Suriah sudah sesuai dengan Konvensi Jenewa 1949 ?

C. Tujuan Penelitian

qqqqqqqBerdasarkan latar belakang dan rumusan masalah yang telah ditetapkan di atas, maka tujuan penelitian menurut penulis adalah sebagai berikut :

Untuk mengetahui mengenai perlindungan hukum terhadap anak- anak korban perang di Suriah sebagaimana diatur Konvensi Jenewa 1949.

D. Manfaat Penelitian

qqqqqqqAdapun manfaat yang diharapkan penulis dari penelitian ini adalah sebagai berikut:


(19)

14

14

A. Manfaat Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan bagi perkembangan ilmu hukum pada umumnya dan hukum humaniter internasional pada khususnya, terutama yang berkaitan dengan perlindungan hukum terhadap anak-anak korban perang dalam suatu konflik bersenjata internal.

B. Manfaat Praktis

Penelitian ini diharapkan pembaca dapat memahami inti persoalan dari konflik bersenjata internal di Suriah agar dapat menjadi tambahan pengetahuan tentang perlindungan yang diberikan pemerintah Suriah terhadap anak-anak korban perang.


(20)

16

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Orang-orang Yang Harus Dilindungi dari Kejahatan Perang 1. Anak-anak Korban Perang

Dalam beberapa ketentuan hukum, manusia disebut sebagai anak dengan pengukuran/batasan usia. Kondisi ini tercermin dari perbedaan batasan usia, menurut Konvensi Hak Anak (KHA) dalam Protokol Opsional Konvensi hak anak tentang keterlibatan anak dalam konflik bersenjata yang telah di atur dalam Pasal 38 Konvensi Hak Anak tahun 1989, Menurut KHA definisi anak secara umum adalah manusia yang umurnya belum mencapai 18 tahun. Dalam implementasi keputusan KHA tersebut, setiap negara diberikan peluang untuk menentukan berapa usia manusia yang dikategorikan sebagai anak. Menurut KHA yang diadopsi dari Majelis Umum PBB tahun 1989, setiap anak tanpa memandang ras, jenis kelamin, asal-usul keturunan, agama maupun bahasa, mempunyai hak-hak yang mencakup empat bidang :

1. Hak atas kelangsungan hidup, menyangkut hak atas tingkat hidup yang layak dan pelayanan kesehatan.

2. Hak untuk berkembang, mencakup hak atas pendidikan, informasi, waktu luang, kegiatan seni dan budaya, kebebasan berpikir, berkeyakinan dan beragama, serta hak anak cacat (berkebutuhan khusus) atas pelayanan, perlakuan dan perlindungan khusus.


(21)

17

3. Hak perlindungan, mencakup perlindungan atas segala bentuk eksploitasi, perlakuan kejam dan sewenang-wenang dalam proses peradilan pidana. 4. Hak partisipasi, meliputi kebebasan utnuk menyatakan pendapat,

berkumpul dan berserikat, serta hak untuk ikut serta dalam pengambilan keputusan yang menyangkut dirinya1

qqqqqqqKesejahteraan anak adalah suatu kehidupan dan penghidupan anak yang menjamin pertumbuhan dan perkembangannya dengan wajar, baik secara rohaniah, jasmani maupun sosialnya. Hak-hak anak berbagai kebutuhan dasar yang seharusnya diperoleh anak untuk menjamin kelangsungan hidup, tumbuh kembang dan perlindungan dari segala bentuk perlakuan salah, eksploitasi dan pelantaran terhadap anak baik yang mencakup hak sipil, ekonomi, sosial, dan budaya anak. Perlindungan anak adalah segala suatu upaya yang ditujukan untuk mencegah, merehabilitas dan memperdaya anak yang mengalami tindak perlakuan salah, eksploitasi dan pelentaraan agar dapat menjamin kelangsungan hidup dan tumbuh kembang anak secara wajar, baik fisik, mental maupun sosialnya. Perlindungan atas hak-hak anak sekarang ini masih memperhatikan, hak hak yang seharusnya di miliki oleh anak belum sepenuhnya bisa dipenuhi dan ditegakkan khususnya oleh negara. Hal ini terjadi karena perlindungan yang ada dalam dokumen hukum yang ada masih sebatas cita-cita saja karena belom bisa mengatasi keadaan buruk yang terjadi pada anak dan keadaan ini terjadi hampir di seluruh dunia. Masalah yang ada sebenernya tidak luput dari perhatian masyarakat

1

Pengertian Anak Menurut Definisi Ahli dan Undang Undang Kesejahteraan Anak

http://www.landasanteori.com/2015/08/pengertian-anak-menurut-definisi-ahli.html Di akses tanggal 19 april 2016 pukul 21.00


(22)

18

internasional. Dokumen-dokumen internasional baik yang berbentuk deklarasi, perjanjian, konvensi maupun resolusi telah diterbitkan sebagai respon dari keprihatinan masyarakat internasional. Tujuan dari semua dokumen dokumen internasional tersebut yaitu untuk memperbaiki dan melindungi hak-hak anak yang sekarang ini banyak dilanggar.2

qqqqqqqSejarah muncul perlindungan anak dalam hukum internasional dimulai semenjak tahun 1924, ketika deklarasi tentang anak hak-hak anak internasional yang pertama diadopsi oleh liga bangsa bangsa. Instrumen-instrumen hak-hak azasi manusia berikutnya muncul dari perserikatan bangsa-bangsa, seperti deklarasi universal hak hak azasi manusia 1948, dan instrumen-instrumen regional seperti deklarasi Amerika tentang hak-hak dan kewajiban manusia yang dibuat pada tahun yang sama mengakui secara lebih umum hak manusia untuk bebas dari kekerasan, penganiayaan, dan eksploitasi. Hak-hak ini berlaku bagi setiap orang termasuk anak anak. Dalam konflik bersenjata internasional sekalipun, anak-anak yang bukan bagian dari permusuhan dilindungi oleh hukum humaniter internasional Konvensi Jenewa 1949 maupun Protokol Tambahan 1977

memberikan perlindungan khusus pada anak-anak, perlindungan khusus ini diperlukan oleh anak-anak karena meraka sangat rentan menjadi korban dan mereka sulit untuk mendapatkan perlindungan terutama dalam konflik bersenjata, hal ini dapat di lihat dari tingginya jumlah anak anak yang terpisah dari orang tuanya, terluka dalam perang bahkan sebagian besar dari korban bersenjata yang terbunuh merupakan anak anak.

2

Sholeh soeaidy,Zulkhair,2001,Dasar hukum perlindungan anak ,Jakarta, Novindo Pustaka


(23)

19

qqqqqqqAnak anak yang tumbuh di tengah-tengah situasi konflik bersenjata dapat menyebabkan anak-anak mengalami trauma yang sangat dalam anatara lain teror akan pemboman dan penembakan secara brutal yang dilakukan oleh tentara tentara, kehilangan orang tua atau keluarga, bahkan melihat anggota keluarga meraka meninggal akibat situasi konflik yang terjadi. Pengalaman tersebut membuat anak-anak belajar mengenai kekerasan di lingkungan dan mudah terjebak dalam perekrutan tentara cilik, dan dalam konflik yang terjadi, penduduk sipil seringkali harus mengungsi dari negara mereka sendiri, bahkan mereka sering kali menjadi sasaran atau obyek dari para pihak sehingga mereka mengalami pembunuhan secara masal, penyanderaan, kekerasan seksual, pelecehan seksual, pengusiran, pemindahan secara paksa, penjarahan, dan penutupan akses ke air, makan serta perawatan kesehatan.

qqqqqqqKonvensi Jenewa IV tahun 1949 dan protokol tambahan 1977, perlindungan terhadap anak anak dapat dikategorikan ke dalam perlindungan umum sebagai orang-orang sipil yang tidak ikut mengambil bagian dalam permusuhan. Meskipun anak-anak masuk dalam perlindungan umum, tetapi seharusnya anak-anak mendapatkan perlakuan yang diutamakan karena anak anak adalah pihak yang paling rentan terhadap serangan psikis maupun fisik dibandingkan dengan pihak lain yang berada dalam perlindungan umum dan anak-anak masih membutuhkan orang lain. Konflik suriah yang terjadi sejak awal tahun 2011 telah menimbulkan banyak korban, korban dari konflik tersebut hingga februari 2014 telah mencapai 140.000 korban jiwa yang meliputi warga sipil, pemberontak, anggota militer, serta milisi pro pemerintah dan pejuang asing.


(24)

20

Menurut data yang diterima oleh PBB 11.420 anak-anak suriah ikut terbunuh dalam konflik tersebut. Sebuah laporan yang dirilis oleh PBB mengungkapkan bahwa konflik telah berdampak besar bagi anak-anak, meraka telah mengalami penderitaan yang sangat berat, termasuk penyiksaan dan pelecehan seksual. Hal ini dilakukan olah pasukan pemerintah., meraka menyiksa anak-anak dengan kabel logam, cambuk, tongkat kayu, dan logam selain itu anak-anak suriah yang ada dalam penampungan juga disiksa dengan disudut rokok, dibiarkan kurang tidur, dimasukkan ke dalam sel isolasi, dan semua ini mereka lakukan di dalam camp pengungsiaan.3 Hal ini menjadi sebuah pelanggaran atas hak-hak anak, dimana seharusnya meraka bisa belajar dan bermain seperti anak-anak pada umumnya namun meraka justru harus ikut menjadi korban yang terlibat dengan konflik bersenjata. Perlindungan terhadap anak-anak pada saat konflik bersenjata sebenarnya sudah diatur dalam konvensi jenewa IV tahun 1949. protokol tambahan tahun 1977 dan konvensi hak-hak anak tahun 1989 serta pada protokol perlindungan anak pada konflik bersenjata tahun 2000. Namun para pihak yang bersengketa seringkali tidak memperhatikan dan mematuhi aturan dalam konvensi tersebut, mereka cendrung ingin mencari keuntungan dengan memanfaatkan anak anak yang menjadi korban konflik.4

Anak-anak, sebagai seorang makhluk hidup juga memiliki hak-hak dasar yang harus dihormati dan dilindungi oleh pemerintah. Keterlibatan mereka secara langsung dalam konflik bersenjata, perlindungan hukum yang diberikan kepada anak lebih tertuju pada akibat konflik bersenjata yang akan menimpa atau

3

Ambarwati. Denny Ramdhany. Rina Rusman,2012,op.cit. hilm 40.

4


(25)

21

berdampak pada anak. Sebagai bagian dari penduduk sipil, anak-anak yang tidak turut serta dalam suatu konflik mendapatkan perlindungan umum tanpa perbedaan yang merugikan apapun yang didasarkan atas suku, kewarganegaraan, agama atau pendapat politik, dan dimaksudkan untuk meringankan penderitaan yang disebabkan oleh perang. Selain penduduk sipil secara umum yang harus mendapatkan perlindungan, terdapat beberapa kategori yang juga perlu mendapatkan perlindungan, yaitu orang asing, termasuk juga anak-anak di wilayah pendudukan.5 Anak-anak membutuhkan perlindungan yang khusus dan menyerukan perbaikan yang terus menerus bagi kondisi anak tanpa pembedaan maupun bagi perkembangan dan pendidikan anak-anak.6 Secara umum dapat dijelaskan bahwa perlindungan hukum merupakan perlindungan yang diberikan terkait dengan adanya keseimbangan hak dan kewajiban yang dimiliki manusia sebagai subyek hukum dalam interaksinya dengan sesama manusia serta lingkungannya.7

Ada beberapa kelompok anak yang memerlukan perlindungan khusus, yaitu (1) anak yang berada dalam keadaan darurat yakni pengungsi, anak yang berada dalam konflik bersenjata; (2) anak yang mengalami konflik hukum, yang menyangkut permasalahan administratif pengadilan anak, perampasan kebebasan anak, pemulihan kondisi fisik dan psikologis anak dan (3) anak yang

5

Enny Narwati, Lina Hastuti, 2008, Perlindungan Hukum Terhadap Anak Dalam Konflik

Bersenjata, Jurnal Penelitian Dinas Sosial Volume 7, No. 1, April 2008, Surabaya, Hukum Internasional Fakultas Hukum Universitas Airlangga, hlm 6.

6

Apang Supandi, Perang dan Kemanusiaan Dalam Pandangan Hukum Humaniter Internasional

dan Kajian Islam, http://www.pelita.or.id/baca.php?id=88924.html/ Diakses pada 9 maret 2016 pukul 09.00

7 CST.Kansil,1985.

Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia, Jakarta, PT Balai Pustaka, hlm.11.


(26)

22

dieksploitasi.8 Anak harus dilidungi dari kegiatan eksploitasi ekonomi dan pekerjaan yang membahakan dirinya, pelecehan seksual, penculikan, perdagangan anak, ikut dalam kegiatan konflik bersenjata dan penggunaan narkoba.9

Dari beberapa ketentuan mengenai perlindungan hukum terhadap anak-anak yang telah disampaikan di atas, maka beberapa hal yang harus diperhatikan dan diberikan atau dilakukan oleh Pemerintah Suriah dalam memberikan perlindungan yakni Pemerintah Suriah harus melindungi warga sipil, termasuk anak-anak dari dampak perang, luka, sakit, dan mereka harus mendapatkan perawatan dari ICRC dan harus ditempatkan dalam lingkungan yang aman (Pasal 14 Konvensi Jenewa IV tahun 1949).

2. Orang-orang Yang Dilindungi Secara Khusus Berdasarkan Konvensi Jenewa 1949 Dan Protokol Tambahan 1977

Orang-orang yang dilindungi adalah seseorang yang berdasarkan konvensi jenewa 1949 dan protokol tambahan 1977 memiliki kedudukan yang dilindungi secara khusus. Konvensi Jenewa 1949 menggolongkan orang-orang yang dilindungi ini menjadi beberapa kategori yaitu anggota angkatan bersenjata dan penduduk sipil yang terluka, sakit dan korban kapal karam, tawanan perang, penduduk sipil yang berada di wilayah musuh. Namun demikian penggolongan ini perlu dilengkapi dengan perlindungan bagi para personil yang sedang

8

Andri Kurniawan, 2011, Pemenuhan Hak Anak Atas Kesehatan di Provinsi Nanggroe Aceh

Darussalam Didasarkan Qanun Aceh Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Perlindungan Anak, Jurnal Dinamika Hukum Volume 11 Nomor 2, Mei 2011, Purwokerto, Fakultas Hukum Universitas Soedirman , hlm 187.

9

Tarmizi, 2009, Penegakan Hukum Atas Pelanggaran Hak Asasi Anak di Banda Aceh, Jurnal

Ilmiah Mondial Il-muilmu Sosial dan Kemasyarakatan, Volume 11 Nomor 19, Januari-Juni 2009, Aceh, Universitas Syiah Kuala, hlm 124.


(27)

23

menjalankan tugas khusus selama berlangsungnya konflik bersenjata seperti petugas medis, rohaniawan, anggota pertahanan sipil, dan lain lain. Dengan demikian secara garis besar penggolongan terhadap orang orang yang dilindungi ini meliputi perlindungan terhadap tawanan perang, perlindungan terhadap penduduk sipil, dan perlindungan terhadap anggota angkatan bersenjata. Pengaturan mengenai perlindungan orang orang yang menjadi korban perang secara spesifikasi juga diatur pada Pasal 13 ketentuan yang bersamaan di dalam konvensi Jenewa 1949.

Kesatuan-kesatuan kesehatan dilindungi dari segala bentuk penyerangan dan tanda tanda yang dipergunakan sebagai lambang perlindungan yang diakui secara internasional adalah tanda palang merah atau bulan sabit merah, jika mereka jatuh ke tangan musuh maka mereka harus diperbolehkan untuk terus melanjutkan fungsi medisnya hingga penguasa mengambil alih tanggung jawab tersebut. Kesatuan kesatuan kesehatan akan kehilangan perlindungan apabila meraka ambil bagian dalam permusuhan, namun ultimatum harus diberikan sebelum mereka diserang. Pengangkutan kesehatan ini dilindungi oleh hukum internasional, serta menggunakan tanda pengenal yang telah ditentukan bagi kepentingan mencapai tujuan. Pengangkutan kesehatan tidak boleh diserang dan akan merupakan suatu kejahatan perang bila menyerang transportasi kesehatan yang diberi lambang pengenal ‘Perlindungan’.10

B. Akibat Perang di Suriah Bagi Anak-anak

10 Yustina Trihoni N, 2013,

Kejahatan Perang Dalam Hukum Internasional Dan Hukum Nasional,Jakarta, PT.Raja Grafindo Persada, hlm 124


(28)

24

Perang tentunya mempunyai dampak, baik secara personal maupun sosial, baik lokal maupun interlokal. Perang tidak hanya berdampak pada pihak-pihak yang terlibat langsung dalam perang tersebut tapi juga orang-orang yang tidak terlibat langsung dengan perang tersebut bisa mengalami dampak penderitaan akibat perang tersebut. Dampak perang sangat kompleks baik dari segi fisik maupun psikologis. Secara fisik bisa dilihat banyak bangunan hancur, kota tidak berbentuk lagi, bagi manusia atau makhluk hidup lainnya bisa menyebabkan kematian dan juga cacat seumur hidup. Secara psikologis perang bisa mengakibatkan trauma psikologis yang dalam, bisa mempengaruhi kejiwaan seseorang dan berakibat mengalami gangguan jiwa. Dalam situasi perang perempuan dan anak-anak serta lansia dalam posisi yang tidak diuntungkan. Sering terjadi kekerasan yang menimpa perempuan maupun anak-anak, baik kekerasan fisik maupun seksual. Dalam situasi perang kehidupan anak-anak menjadi tidak normal, waktu seumuran mereka mestinya penuh keceriaan menjadi tangisan air mata dan kepedihan. Mestinya mereka bersekolah tapi harus berhenti karena harus mengungsi dan bersembunyi. Saat anak-anak di negeri lain yang damai bisa bermain dengan canda dan tawa mereka harus bermain petak umpet karena serbuan peluru atau rudal. Bagi perempuan situasi perang tentu sangat tidak nyaman apalagi yang mempunyai anak kecil atau masih mengandung. Mereka terpaksa mengungsi dengan persedian air dan makanan yang kadang sangat terbatas. Kesehatan reproduksi mereka kadang terabaikan, kebutuhan terhadap pembalut misalnya bisa tidak terpenuhi. Mereka harus terus bergerak kalau tidak ingin ditangkap oleh pasukan musuh. Belum lagi jika terjadi pelecehan


(29)

25

seksual dalam situasi perang, sejarah perang membuktikan banyak kasus perkosaan dan pelecehan seksual dalam situasi perang. Kalau menilik sejarah, perang rata-rata dilakukan oleh golongan maskulin. Perang sepertinya menjadi medan para maskulin untuk menunjukkan egonya, rasa gagahnya serta menunjukkan sebagai makhluk yang berkuasa. Perang adalah panggung bagi para maskulin menunjukkan kekuatan serta kekuasaan. Dalam situasi perang kadang perempuan dan anak-anak dilindungi tapi sejatinya adanya perang itu sendiri telah membahayakan bagi mereka dalam banyak aspek. Perang, konflik dan berbagai tindakan kekerasan muncul dalam kehidupan ini. Berbagai peristiwa tersebut selalu berulang seperti tidak ada habis-habisnya. Korban sipil sudah tak terbilang lagi jumlahnya dan perang terus berlanjut dengan alasan yang kadang absurd dan mengada-ada. kedamaian sulit diwujudkan karena ego manusia yang ingin berkuasa terhadap yang lain. Bumi tidak dirawat dengan cinta kasih tapi dengan kebencian dan kekerasan. Akankah kekerasan, konflik dan perang dibiarkan dan semakin menambah penderitaan warga sipil. Perlu usaha serius untuk menjaga perdamaian di bumi ini. Karena kalau perang dianggap menjadi “solusi” maka bisa jadi kita atau orang-orang terdekat kita yang akan jadi korban di masa depan. Mendorong perdamaian dan perlindungan terhadap perempuan dan anak dalam berbagai situasi khususnya dalam situasi perang sangatlah diperlukan dan semoga hal ini menjadi perhatian internasional khususnya PBB (Perserikatan Bangsa-Bangsa) dalam menjalankan tugasnya menjaga perdamaian dunia. 11

11

http://mitrawacana.or.id/publikasi/opini/perang-dampaknya-pada-perempuan-dan-anak


(30)

26

Secara psikologis, jiwa anak-anak masih belum memahami seutuhnya logika mengapa perang harus terjadi? Mengapa ada derita kemanusiaan yang harus mereka rasakan? Menurut UNICEF, anak-anak pengungsi korban perang Suriah hari ini masih harus mengalami perlakuan kejam dan eksploitasi. Hak-hak hidup layak anak-anak Suriah pun terenggut. Akses penddikan dan sarana kesehatan mereka hancur lebur dan sengaja dihentikan, karena guru-guru mereka menjadi sasaran perang dan ikut mengungsi keluar Suriah. Lebih 6,5 juta anak menderita akibat perang saudara di Suriah. Mereka mengalami aksi kekerasan, intimidasi, pelecehan, kelaparan dan penyakit. Puluhan ribu anak tewas, cacat badan, terusir dan alami trauma berat.

Jutaan anak lainnya terpaksa mengungsi ke negara-negara tetangga. Kondisi mereka di camp pengungsian juga memprihatinkan. Jutaan anak mengalami trauma psikis dan fisik yang akan mereka tanggung seumur hidup. Di Suriah terdapat sebuah generasi yang dipenuhi anak-anak yang cacat badan, trauma dan perlu dampingan psikolog serta bantuan fisik jangka panjang, warisan dari perang saudara ini akan terus membebani masyarakat Suriah. Banyak anak-anak yang tewas atau cacat fisik akibat serangan yang diduga keras serangan sistematis dan terarah. Kami mengetahui banyak penembak jitu secara terarah menyasar korban anak-anak. Juga banyak serangan sistematis dilancarkan ke sekolah-sekolah, banyak anak di kawasan yang dikusai teroris Islamic State harus menghadapi kekerasan psikis dan fisik dalam keseharian mereka. Anak-anak di Raqqa di timur laut Suriah kerap dipaksa untuk menonton video eksekusi penyembelihan atau penembakan para sandera, Itu bukan kisah perang dari abad pertengahan. Tapi


(31)

27

realitas sehari-hari saat ini di Suriah, Hal ini menunjukkan dengan tegas, anak-anak di Suriah adalah korban utama yang sama sekali tak bisa melawan dari perang brutal di negeri itu.12

C. Dampak negatife bagi anak

Dalam perang, anak berada di baris terdepan sebagai korban. Mereka mengalami berbagai tindak kekejian. Tak banyak yang bisa lolos dan menemukan kehidupan baru. Sebagian besar bertahan dengan beban psikologis yang dipikul sampai mati. Laporan investigasi PBB mencatat, anak-anak korban perang di Suriah mengalami kekerasan seksual di rumah tahanan pemerintah dan dipaksa bertempur. Sebagian dari anak-anak itu juga disiksa dan digunakan sebagai perisai hidup warga sipil. Diperkirakan sedikitnya 10.000 anak tewas sejak konflik bersenjata pecah pada Maret 2011 di Suriah. Pelanggaran berat terhadap anak itu dilakukan oleh semua pihak yang terlibat dalam konflik. Lebih dari 100.000 orang tewas dan jutaan orang lainnya telantar. dampak perang selama hampir empat tahun terhadap anak-anak di Suriah itu dipaparkan diam-diam kepada Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), Bahwa Perang di Suriah memberikan dampak negatif pada anak-anak. Jumlah anak-anak Suriah yang terkena dampak negative perang saudara di negaranya telah meningkat dua kali lipat dalam setahun. Terakhir menjadi sedikitnya 5,5 juta, lebih dari setengah anak-anak di negara itu dengan efek-efek yang mengerikan bagi kesehatan, pendidikan dan psikologi dari seluruh generasi. Setelah tiga tahun konflik dan

12

http://www.dw.com/id/anak-anak-jadi-korban-utama-perang-di-suriah/a-18313583 Diakses


(32)

28

pergolakan, Suriah saat ini adalah salah satu tempat paling berbahaya di dunia bagi anak-anak. Ribuan anak telah kehilangan nyawa dan kaki dan tangan, selain setiap aspek dari masa kecilnya. Mereka telah kehilangan kelas dan guru, adik dan kakak, teman, pengasuh, rumah dan stabilitas. Jutaan anak berisiko menjadi generasi yang hilang. Dilaporkan bahwa kekurangan nutrisi dan penyakit telah mampu menghambat pertumbuhan anak-anak di Suriah. Selain itu, sistem pendidikan pun terganggu, dan trauma perang berdarah telah meninggalkan luka psikologis yang dalam.

qqqqqqqUNICEF mengatakan lebih dari 10.000 anak-anak telah tewas dalam kekerasan tersebut. Ribuan lainnya terluka, kehilangan rumah dan sekolah dan melihat anggota keluarga dan temannya tewas. Trauma itu membuat sekitar dua juta anak memerlukan dukungan atau perawatan psikologis, hampir tiga juta anak mengungsi di dalam Suriah, sementara 1,2 juga lainnya telah meninggalkan negara itu dan sekarang menjadi pengungsi di camp-camp dan masyarakat negara tetangga di mana air bersih, makanan dan kebutuhan dasar lainnya masih langka. Selain itu, UNICEF menyebutkan bahwa hampir setengah dari anak-anak usia sekolah, sekitar 2,8 juta anak dan terus bertambah, tidak dapat bersekolah karena adanya kekerasan. Seperti pada sebagian besar kasus, anak-anak adalah kelompok yang paling rentan terdampak oleh konflik dan peperangan. Kejadian langsung terhadap konflik dan pendudukan dapat mempengaruhi kesehatan fisik dan mental mereka. Perang juga akan secara tidak langsung mempengaruhi anak-anak seperti halnya kesehatan mental bagi siapapun yang secara langsung berhubungan dengan mereka, khususnya pengasuh mereka (orang tua dan guru) yang secara potensial


(33)

29

berdampak pada kualitas mereka dalam berinteraksi. Tumbuh di bawah kondisi kehidupan yang penuh tekanan dan secara potensial terancam dapat menciptakan hambatan bagi perkembangan anak yang mengarah pada tantangan masa depannya baik di tingkat individu, keluarga dan masyarakat.

Masalah kesehatan mental (masalah emosional dan perilaku) banyak anak-anak berkembang karena paparan konflik dan perang yang berkelanjutan dapat menjadi tipe yang eksternalis dan/atau yang internalis:

1. Masalah Eksternalisasi ditandai oleh perilaku yang terang-terangan yang kelihatan mengarah pada orang lain termasuk kesulitan dengan perhatian, perilaku agresif dan mengganggu orang lain serta dalam mematuhi aturan dan peraturan. Anak-anak ini sering terlihat kurang mengontrol diri.

2. Masalah Internalisasi ditandai oleh perilaku yang terpusat pada diri sendiri dan tersembunyi yang melibatkan penghindaran/penarikan diri, ketakutan yang berlebih, kecemasan dan depresi.

Masalah kesehatan mental yang diderita oleh anak-anak akibat dari beberapa paparan terhadap peperangan dan kekerasan yang berkelanjutan dapat mengganggu kompetensi kognitif dan tingkah laku mereka (perkembangan sumber daya) termasuk : perhatian, konsentrasi dan daya ingat yang kesemuanya adalah dasar bagi pembelajaran dan pencapaian akademis. Kompetensi kognitif dan perilaku mereka menjadi penuh dengan penderitaan mereka dan digunakan untuk berjuang dan bertahan melawan penderitaan mereka daripada pertumbuhan


(34)

30

dan kecakapan pengembangan tugas-tugas, proses disfungsional ini mengarah pada terhambatnya keterlibatan efektif anak dalam proses belajar sebagai akibatnya mereka tidak akan dapat mencapai sesuai dengan potensi intelektual mereka. Prestasi mereka yang rendah di sekolah pada gilirannya akan memberikan cerminan yang buruk terhadap rasa percaya diri, motivasi dan minat mereka. Selanjutnya akan menyebabkan kerusakan dalam hal prestasi akademis dan kesehatan mental mereka, dengan kurangnya perhatian dan intervensi khusus, kepribadian, tingkah laku dan sumber daya kognitif dari banyak anak ini akan terus dipenuhi oleh trauma dan dijadikan untuk melindungi harga diri mereka yang tersisa dan berjuang melawan penderitaan mental mereka daripada dalam hal pelajaran dan prestasi akademis. Faktor-faktor personal yang mungkin melindungi kesehatan mental seorang anak adalah kekuatan individu dan sumber daya yang dikembangkan selama tahun-tahun awal kehidupan mereka melalui interaksi yang dinamis dengan lingkungan sekitar mereka, seperti halnya rasa percaya diri, keberhasilan diri, pengendalian diri dan sistem kepercayaan dan nilai yang sehat, membantu anak untuk mengatur dirinya setelah mengalami suatu kejadian untuk menarik dan memperbaiki keseimbangan antara dirinya dan lingkungan dalam waktu yang singkat dan sebelum kerusakan lainnya mempengaruhi kesehatan mentalnya. Anak-anak dengan perkembangan sumber daya yang rendah akan menjadi lebih rentan dan membuat diri mereka kurang dapat mengendalikan diri atau mencapai keseimbangan dalam diri mereka yang akan mempengaruhi kesehatan mental mereka, khususnya jika mereka juga kurang mendapat dukungan dari pengasuh mereka.


(35)

31

Di sisi lain, kualitas hubungan sosial yang buruk ditandai oleh kekerasan, pengabaian, penolakkan, keputusasaan, dan hukuman bukan hanya mengeluarkan anak dari sumber daya pelindung yang penting tapi juga menciptakan tambahan resiko bagi kesehatan mentalnya. Anak-anak yang memiliki kesehatan mental yang baik meskipun terus menerus mengalami kekerasan dan ancaman militer, mereka menikmati hubungan sosial yang efektif dan mendukung baik di rumah dan di sekolah. Sebagai bukti, kualitas perkembangan sumber daya anak dan keefektifan sistem pendukung sosial mereka, memainkan peran utama dalam perbedaan status kesehatan mental dari anak-anak yang mengalami kekerasan militer yang sama. Konsekuensinya, mengarah pada perbedaan dalam pencapaian akademis mereka.

Anak-anak korban perang niscaya akan tumbuh dengan jiwa yang terluka, dijejali dengan setumpuk dendam kesumat yang tak akan hilang kapan pun. Pengalaman telah banyak membuktikan bahwa anak-anak korban perang biasanya tumbuh menjadi tentara anak yang menakutkan: mereka bahkan tak jarang menjadi bagian dari pasukan berani mati yang rela bunuh diri asalkan memperoleh kepuasan karena berhasil membunuh lawan yang telah merenggut nyawa orangtua, teman, dan orang-orang yang mereka cintai. Selain menimbulkan kematian, tak sekali-dua kali perang juga menimbulkan kecacatan fisik yang permanen, luka batin yang mendalam, dan harga diri yang terkoyak. Perang yang terjadi di Bosnia-Herzegovina dan Kroasia, Banglades, Kamboja, Haiti, Siprus, Rwanda, Somalia, Uganda, dan dimana pun telah banyak membuktikan bagaimana nasib anak-anak korban perang. Menurut kesepakatan internasional,


(36)

32

perang jika memang harus terjadi atau tidak lagi terhindarkan, maka anak-anak sesungguhnya mutlak harus dipastikan tidak menjadi korban situasi. Akan tetapi, yang ironis, di kalangan bangsa-bangsa yang mengaku paham hak asasi manusia dan mengklaim sebagai bangsa yang bermoral ternyata yang mereka lebih kedepankan tampaknya adalah kepentingan yang sifatnya pragmatis, harga diri yang terlalu egois, dan arogansi. Alih-alih bersedia memilih jalan damai atau minimal menyelesaikan sengketa lewat jalur dialog, tidak sedikit pemimpin negara di dunia ini ternyata lebih memilih perang sebagai jawaban atas ketidaksabaran dan rasa superordinasi. Bahkan, tidak jarang terjadi, agama pun kemudian menjadi dasar pembenar ditempuhnya jalan perang untuk menghilangkan musuh atau legitimasi untuk membela harga diri dan dalih demi kepentingan agama masing-masing pihak yang bersengketa. Bagi anak-anak yang menjadi korban perang, situasi konflik yang hadir di sekitar mereka bahkan bukan tidak mungkin justru menjadi proses pembelajaran dan bentuk sosialisasi tindak kekerasan yang paling masif dan mengindoktrinasi. Menangani anak-anak yang menjadi korban perang dengan bantuan kemanusiaan dan layanan kesehatan untuk merehabilitasi luka-luka fisik, benar untuk jangka pendek memang diperlukan. Tetapi, lebih dari sekadar penanganan yang sifatnya darurat-penyelamatan, bagi anak- anak yang menjadi korban perang justru pertolongan yang paling dibutuhkan adalah bagaimana kita semua mampu merekonstruksi kembali sejarah kelam yang mereka baru lalui dan segera belajar bahwa perang adalah cara biadab


(37)

33

yang sama sekali harus dihindari untuk mencegah tumbuhnya benih-benih peperangan dan kekerasan di masa yang akan datang.13

Adapun beberapa dampak negatif dari peperangan tersebut bagi anak adalah antara lain :

1. Pekerja Anak

Jumlah anak yang terpaksa bekerja akibat konflik di Suriah meningkat drastis, terutama di wilayah pengungsian. Mereka terpaksa turun mencari nafkah demi menghidupi keluarga di negeri orang. Survei dua lembaga pelindung anak UNICEF dan Save the Children

mengungkapkan, anak-anak tersebut menjadi satu-satunya atau salah satu pencari nafkah bagi keluarga di hampir setengah jumlah pengungsi Suriah di Yordania. "Berdasarkan semua survei ini, jelas bahwa jumlah pekerja anak meningkat drastis sejak konflik Suriah dimulai," ujar juru bicara UNICEF, Juliette Touma pada Reuters. Di Libanon, anak-anak ini bekerja sebagai pemetik kentang. Di Yordania, mereka bekerja di restoran dan pabrik sepatu. Sementara di Turki mereka bekerja di tukang reparasi sepatu dan pabrik roti. Beberapa terancam nyawanya karena mencari nafkah di sektor pertambangan dan konstruksi. Tiga dari empat pekerja anak di kamp pengungsi Zaatari, Yordania, mengalami masalah kesehatan, berdasarkan penelitian dua lembaga anak tersebut. Salah satu bocah Suriah berusia 13 yang bekerja di perkebunan di Libanon dilaporkan harus membawa kantung berisi lebih dari 10 kg kentang dan dipukuli dengan selang plastik jika ada kentang yang jatuh. Laporan juga menyebutkan kebanyakan anak-anak Suriah di Yordania bekerja enam hingga tujuh hari sepekan dan mendapat upah antara US$4-US$7 (Rp53-93 ribu) per hari. Kebanyakan mereka mulai bekerja sebelum berusia 12 tahun, beberapa anak berusia enam tahun sudah bekerja di Libanon. Beberapa pengusaha kecil memilih mempekerjakan anak karena upah mereka yang kecil. Selain itu, pengungsi dewasa sulit dipekerjakan di sektor formal karena harus mendapatkan izin kerja dari pemerintah setempat.14

Banyak yang terpaksa tumbuh dewasa terlalu cepat. Salah satu contohnya, satu diantara 10 anak pengungsi sekarang bekerja, dan satu dari lima

13

http://www.kemenpppa.go.id/index.php/publikasi/artikel/7-anak/97

-anak-anak-korban-perang Diakses pada 10 maret 2016 pukul 20.00

14

http://blog.act.id/3-fakta-tentang-derita-pengungsi-anak-anak-korban-konflik-suriah di akses


(38)

34

anak perempuan Suriah di Yordania dipaksa memasuki pernikahan dini. Di Suriah, anak laki-laki semuda 12 tahun telah direkrut untuk membantu pemberontak, beberapa jadi petarung. Dana Anak-anak Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNICEF) mengatakan krisis ini adalah konflik yang paling merusak bagi anak-anak dalam sejarah di wilayah ini. Jane MacPhail, seorang spesialis perlindungan anak UNICEF yang bekerja dengan pengungsi di Yordania

mengatakan, “banyak anak-anak Suriah berada dalam usaha hanya untuk bertahan hidup dan lupa respon normal sosial dan emosional terhadap apa yang mereka lihat”.15

2. Rentan Pelecehan Seksual

qqqqqqqUNICEF mengatakan, anak-anak pekerja ini berpotensi putus sekolah dan kurang mendapat pendidikan. Selain dipekerjakan, anak-anak Suriah juga banyak yang menjadi tentara dalam konflik yang telah berlangsung empat tahun di negara itu. Mereka rentan jadi korban pelecehan seksual dan perdagangan manusia.perang di Suriah telah menewaskan lebih dari 220 ribu orang dan membuat setengah populasi negara itu mengungsi. Menurut PBB, ini adalah krisis pengungsi terparah sejak Perang Dunia II. Keadaan anak-anak Suriah akan lebih mengenaskan menyusul keputusan beberapa lembaga untuk mengurangi bantuan karena kekurangan dana.Badan bantuan PBB pekan lalu mengatakan bahwa hanya seperempat dari US$4,5 miliar dana yang dibutuhkan bagi pengungsi Suriah di tahun 2015 terpenuhi.16

15

http://www.antaranews.com/berita/unicef-anak-terimbas-kemelut-suriah di akses pada tanggal

10 maret 2016 pukul 21.00

16


(39)

35

Anak-anak korban perang niscaya akan terlunta-lunta, kelangsungan hidupnya terganggu, bahkan yang mengerikan adalah ketika sebagian anak-anak perempuan kemudian juga menjadi korban efek samping perang, mereka diperkosa tentara musuh sebagai tanda penundukan sekaligus senjata untuk melakukan tekanan untuk mendemoralisasi semangat lawan. Pekan lalu, ketika wakil Pemerintah Suriah dan oposisi bertemu di Geneva, Swiss, untuk perundingan damai yang difasilitasi PBB.Utusan Khusus Sekretaris Jenderal PBB untuk Isu Anak dalam Konflik Bersenjata Leila Zerrougui dijadwalkan bertemu Dewan Keamanan PBB pekan depan. Laporan itu menyatakan, anak-anak mulai usia 11 tahun disekap di rumah tahanan pemerintah bersama orang dewasa. Menurut saksi mata, mereka disiksa agar anggota keluarga yang dicurigai punya hubungan dengan pihak oposisi mengaku dan menyerah, mereka mengalami ancaman dan tindakan pemerkosaan dan berbagai bentuk siksaan seksual, baik anak perempuan maupun laki-laki, serta siksaan fisik dan mental, termasuk dipaksa melihat kerabatnya disiksa. Terhitung tak kurang dari empat tahun lamanya derita pengungsi korban konflik Suriah terus berlangsung hingga hari ini. Serupa dengan kekejaman konflik di wilayah manapun, perang atau konflik pada dasarnya tak akan membawa dampak yang baik bagi perubahan kondisi masyarakat. Kondisi yang terjadi justru sebaliknya, perang telah mengubah tatanan hidup masyarakat menjadi jauh lebih buruk. Perang seperti yang kini masih terus terjadi di Suriah hanya membawa derita. Kepedihan dan kesedihan karena hilangnya sanak keluarga, hilangnya masa depan, dan hilangnya optimisme hidup. Tak hanya bagi orang dewasa, namun juga anak-anak. Dari


(40)

36

jutaan pengungsi Suriah yang kini telah terpencar di sejumlah negara demi mencari keamanan dan kehidupan yang lebih baik. Juga terdapat ratusan ribu pengungsi anak-anak Suriah. Mereka harus mengalami nasib buruk sebelum akal dan logika mereka mengerti sepenuhnya tentang penderitaan perang.

1. Anak-anak korban perang Suriah beresiko menjadi generasi yang hilang.

Anak Suriah adalah calon penerus bangsa Suriah, namun kini generasi anak-anak Suriah terancam menjadi generasi yang hilang. Generasi yang tidak berfungsi karena banyak dari anak-anak Suriah yang harus mati terbunuh dan cacat akibat pemboman perang. Bahkan dilaporkan oleh VOA Indonesia, UNICEF melalui Direktur untuk Wilayah Timur Tengah, Peter Salama mengatakan anak laki-laki di Suriah usia delapan tahun harus menerima kenyataan direkrut sebagai tentara anak-anak yang siap mati, sedangkan anak gadis perempuan harus bertindak sebagai budak seks dan dipaksa untuk menikah dini karena terhimpit kondisi perang.17

4. Putus Sekolah

Hal ini bertahap, akan mengarah pada penarikan mental mereka dari kegiatan akademis sekolah bahkan ketika mereka secara fisik hadir di dalam kelas. Anak-anak dengan masalah kesehatan mental tidak tersingkirkan dari sekolah-sekolah yang berarti positif dan sejalan dengan pergerakan menuju akses

17


(41)

37

pada kualitas Pendidikan untuk Semua (PUS). Namun, penyertaan mereka di sekolah umum bukan disengaja tapi lebih karena rendahnya pengetahuan akan masalah kesehatan mental oleh sistem sekolah dan kurangnya kesadaran akan pentingnya isyu kesehatan mental dan mereka dapat mempengaruhi prestasi akademis anak pada tingkatan yang sama dengan masalah kesehatan fisik (dan bahkan mungkin lebih). Meskipun secara fisik mereka positif, rendahnya pengenalan awal masalah kesehatan mental berlanjut untuk mencabut anak dari intervensi yang efektif. Hal ini tidak berarti bahwa sistem pendidikan tidak menyediakan pelayanan bagi anak-anak dengan masalah kesehatan mental tapi lebih pada program-program konseling yang ada tidak mengarah pada kebutuhan mereka secara efektif. Walaupun hampir seluruh anak secara terus-menerus mengahadapi masalah peperangan, kekerasan dan pendudukan, banyak yang tidak mengalami masalah kesehatan mental yang serius.

Faktor penentu dari luar adalah sistem dukungan sosial dalam lingkungan yang dekat dengan si anak. Di sini kita membicarakan tentang keluarga dan sekolah sebagai seting yang berpengaruh erat dan paling penting. Mutu dari hubungan sosial antara anak dan lingkungan sekitar yang dekat dengannya, termasuk orangtua, saudara kandung, keluarga, guru, dan, teman sebaya, dapat memediasi antara kejadian kekerasan dan kesehatan mental anak. Hubungan sosial yang berkualitas tinggi antara anak dan orang lain ditandai oleh keramahan, pengertian, rasa nyaman, dukungan, dorongan semangat dan penerimaan yang dapat menahan atau melawan dampak negatif dari kekerasan atau trauma pada kesehatan mental anak. Hal ini membantu anak untuk mencurahkan kompetensi


(42)

38

kognitif dan perilakunya menuju pada pencapaian pengembangan tugas, seperti dalam belajar dan prestasi sekolah. Dengan demikian, untuk melindungi kesehatan mental anak-anak dan meningkatkan prestasi akademis mereka, penerapan pendidikan inklusif di sekolah sebaiknya tidak hanya terbatas pada penyesuaian kurikulum, metode pengajaran, bahan pelajaran, dan/atau ujian. Hal ini juga menanggapi kebutuhan individual yang spesifik dari anak-anak yang rentan ini melalui pemeliharaan pengembangan sumber daya dan kekuatan mereka serta memperkenalkan keefektifan dari sistem sosial yang berhubungan dengan si anak. Hal ini dapat diterapkan dengan menciptakan lingkungan sekolah yang aman, peduli, mendukung, memberi semangat dan menerima yang memudahkan anak untuk mengolah pengalaman stress dengan sukses. Lingkungan seperti ini akan membantu kesiapan mereka untuk belajar.

Dalam konteks ini, staf sekolah mungkin membutuhkan pelatihan tambahan tentang bagaimana kualitas interaksi mereka dengan anak-anak dapat meningkatkan perkembangan sumber daya mereka, dan mereka perlu untuk peka tentang bagaimana hal ini dapat melindungi kesehatan mental anak-anak. Sebagai tambahan, ketrampilan para guru tentang bagaimana untuk bertindak dan berinteraksi dengan anak-anak di bawah situasi darurat seharusnya ditingkatkan. Karena hubungan sosial dengan teman sebaya adalah faktor pelindung penting, para guru perlu untuk menciptakan lingkungan dan kondisi yang meningkatkan kegiatan rekreasional yang memperkuat hubungan sosial dengan teman sebaya di antara anak-anak. Dalam bidang pendidikan inklusif, peran guru juga diperluas dengan memberi kepekaan para orangtua tentang praktek efektif terhadap


(43)

39

perkembangan anak di bawah kondisi darurat, pendudukan dan peperangan, khususnya bagaimana untuk bersikap pada anak setelah mengalami kekerasan militer. Selain itu, para orangtua harus peka tentang betapa pentingnya suasana keluarga yang hangat, kompak, berpengertian, saling bekerja sama dan tanggap dalam melindungi kesehatan mental anak merela dari dampak kekerasan militer. Terakhir dan yang terpenting, kekerasan militer dan pendudukan haruslah diakhiri sehingga generasi baru dapat menikmati kesehatan mental yang baik dan dapat mengembangkan potensi mereka hingga maksimal.


(44)

40 BAB III

METODE PENELITIAN 1. Jenis Penelitian

qqqqqqqPenelitian ini merupakan penelitian hukum pendekatan doktrinal yang bersifat normatif. Adapun yang dapat dijadikan objek dalam penelitian dengan pendekatan doktrinal yang bersifat normatif ini adalah data-data yang berupa bahan primer dan bahan sekunder.

2. Jenis dan Sumber Bahan Hukum

qqqqqqJenis dan sumber data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

a. Bahan Hukum Primer yaitu

qqqqqqqBahan hukum yang mengikat yakni beberapa peraturan dasar baik yang pernah berlaku ataupun yang masih berlaku, mulai dari :

1. Konvensi Jenewa tahun 1949 2. Protokol tambahan tahun 1977

b. Bahan Hukum Sekunder

a. Buku b. Jurnal c. Artikel d. Berita


(45)

41 3. Teknik Pengumpulan Bahan Hukum

qqqqqqqTeknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah melalui studi kepustakaan (library research), yaitu metode pengumpulan data dengan mencari, mencatat, menginventrisasi, mempelajari buku-buku, literatur-literatur, hasil penelitian terdahulu, dan dokumentasi yang berkaitan dengan masalah yang diteliti, yaitu Perlindungan hukum terhadap anak-anak korban perang di Suriah.

4. Tempat Pengambilan Bahan Penelitian

qqqqqqqTempat pengambilan bahan penelitian dalam penelitian hukum normatif adalah menunjuk tempat dimana dokumen atau bahan penelitian dapat ditemukan, seperti perpustakaan UMY, Lab UMY, perpustakaan UGM, media internet ( e-library).

5. Teknik Pengolahan Data

Teknik pengolahan data dalam penelitian ini adalah pengolahan bahan penelitian dengan melakukan sistematisasi terhadap bahan penelitian dengan cara melakukan seleksi bahan penelitian kemudian melakukan klasifikasi menurut penggolongan bahan penelitian dan menyusun hasil dari penelitian tersebut secara sistematis dan logis.

6. Analisis

qqqqqqqAnalisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis data kualitatif normatif, yaitu data yang diperoleh setelah disusun secara sistematis, untuk kemudian dianalisis secara kualitatif normatif dalam bentuk uraian, agar


(46)

42

dapat ditarik kesimpulan untuk dapat dicapai kejelasan mengenai permasalahan yang akan diteliti.

7. Sistematika Penulisan Skripsi

BAB I Pendahuluan

Pada bab ini merupakan Pendahuluan yang berisi tentang Latar Belakang, Rumusan Masalah, Tujuan Penelitian, dan Manfaat Penelitian.

BAB II Tinjauan Pustaka

Pada bab ini merupakan Tinjauan Pustaka yang berisi tentang Orang-orang Yang Harus Dilindungi dari Kejahatan Perang dan Akibat Perang di Suriah Bagi Anak-anak.

BAB III Metode Penelitian

Pada bab ini merupakan Metode Penelitian yang berisi tentang Jenis Penelitian, Jenis dan Sumber Bahan Hukum, Metode Pengumpulan Bahan Hukum, Tempat Pengambilan Bahan Penelitian, Analisis Bahan Hukum dan Sistematika Penulisan Skripsi.

Bab IV Hasil Penelitian

Pada bab ini merupakan Hasil Penelitian yang berisi tentang Hasil Penelitian.


(47)

43

Bab V Analisis

Pada bab ini merupakan Analisis yang berisi tentang Analisis dari Hasil Penelitian.

Bab VI Kesimpulan dan Saran

Pada bab ini merupakan Kesimpulan dan Saran yang berisi tentang Kesimpulan dan Saran dari Hasil Penelitian


(48)

44 BAB IV

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ANAK-ANAK KORBAN PERANG DI SURIAH

A. Perlindungan yang di berikan pemerintah Suriah terhadap anak korban Perang.

Konflik bersenjata di Suriah diawali dengan adanya pemberontakan pada tahun 2011-2012. Awal mula perang suriah dilatar belakangi oleh kekecewaan rakyat Suriah terhadap rezim Bashar Asaad yang otoriter dan sewenang-wenang terhadap rakyatnya. Rakyat Suriah kemudian melakukan aksi damai menuntut keadilan. Akan tetapi rezim Bashar malah menanggapi aksi damai tersebut dengan kekerasan. Puncaknya adalah ketika ada anak Suriah menuliskan kata-kata di tembok tentang Bashar Asaad, kemudian anak ini dibawa oleh tentara Asaad setelah diintrograsi anak kecil ini dikelupas kulitnya, lalu ditumpahkan cairan ke tubuh yang mengelupas, sehingga sakitnya tiada terperikan. Tentara Bashar sambil berteriak menuhankan Bashar Al-Asad, siksaan demi siksaan dilakukan terhadap para tawanan yang dituduh menentang rezim Bashar Asad, padahal orang-orang ini hanyalah penduduk kampung. Setelah peristiwa itu rakyat Suriah mulai melakukan revolusi (perlawanan) terhadap rezim Asaad. Berbeda dengan revolusi di jazirah arab lain seperti di Libya dan Mesir dimana targetnya adalah kekuasaan.1 Sepanjang tahun 2011 hingga 2014 ini, telah banyak korban yang menjadi korban, baik warga sipil dewasa dan anak-anak serta dari pihak tentara.

1

Penyebab perang kudeta di Suriah, http://id.answer.yahoo.com/apasih-penyebab-perang-kudeta-di-suriah, Diakses pada 7 maret 2016 pukul 17.00


(49)

45

Jumlah korban yang tewas dalam konflik ini pada februari 2014 mencapai 140.000 jiwa. Pada bulan yang sama sudah lebih dari 10.000 anak-anak terbunuh dalam konflik yang sudah berlangsung selama lebih dari 3 tahun ini.

Pasukan pemerintah Suriah melakukan Penyiksaan di antaranya anak-anak korban konflik bersenjata di Suriah dipukul dengan kabel besi, pecut dan pentungan dari kayu atau logam, disetrum, termasuk ke arah kemaluannya, dicabut kuku tangan dan kakinya, kekerasan seksual, termasuk perkosaan dan ancaman perkosaan, dipermalukan, disundut rokok, dilarang tidur, disekap di sel tunggal, dan diperlihatkan adegan penyiksaan keluarganya. Anak-anak ini diikat tangan atau tubuhnya ke tembok atau langit-langit, lalu dipaksa memasukkan kepala, leher atau kakinya ke sebuah ban sebelum dipukuli, mereka juga diikat ke sebuah papan dan dipukuli.2

B. Perlindungan korban perang menurut Konvensi Jenewa 1949

qqqqqqqKonvensi-konvensi Jenewa meliputi empat perjanjian dan tiga protokol tambahan yang menetapkan standar dalam hukum internasional mengenai perlakuan kemanusiaan bagi korban perang. Istilah Konvensi Jenewa dalam bentuk tunggal mengacu pada persetujuan-persetujuan 1949 yang merupakan hasil perundingan yang dilakukan seusai Perang Dunia II. Persetujuan-persetujuan tersebut berupa diperbaharuinya ketentuan-ketentuan pada tiga perjanjian yang sudah ada dan diadopsinya perjanjian keempat. Rumusan keempat perjanjian 1949 tersebut ekstensif, yaitu berisi pasal-pasal yang menetapkan hak-hak dasar bagi

2

Denny Armandhanu, Jadi Tawanan Anak-anak Suriah Disiksa dan Diperkosa mereka dipukuli

kabel besi disundut rokok dan dicabuti kukunya, http://dunia.news.viva.co.id/news/read/479120-jadi-tawanan--anak-anak-suriah-disiksa-dan-diperkosa /Diakses pada 7 Maret 2016 pukul 18.00


(50)

46

orang yang tertangkap dalam konflik militer, pasal-pasal yang menetapkan perlindungan bagi korban luka, dan pasal-pasal yang menyikapi masalah perlindungan bagi orang sipil yang berada di dalam dan di sekitar kawasan perang. Keempat perjanjian tahun 1949 tersebut telah diratifikasi, secara utuh ataupun dengan reservasi, oleh 196 negara. Konvensi-konvensi Jenewa tidak berkenaan dengan penggunaan senjata perang, karena permasalahan tersebut dicakup oleh Konvensi-konvensi Den Haag 1899 dan 1907 dan Protokol Jenewa.

qqqqqqqOrang yang dilindungi berhak, dalam segala keadaan, untuk memperoleh penghormatan atas dirinya, martabatnya, hak-hak keluarganya, keyakinan dan ibadah keagamaannya, dan kebiasaan serta adat-istiadatnya. Mereka setiap saat diperlakukan secara manusiawi dan dilindungi, terutama terhadap segala bentuk kekerasan atau ancaman kekerasan dan terhadap penghinaan dan keingintahuan publik. Perempuan dilindungi secara istimewa terhadap setiap penyerangan atas martabatnya, terutama terhadap pemerkosaan, pelacuran paksa, atau setiap bentuk penyerangan tidak senonoh. Tanpa merugikan ketentuan-ketentuan mengenai keadaan kesehatan, usia, dan jenis kelamin, semua orang yang dilindungi diperlakukan dengan penghormatan yang sama oleh Peserta konflik yang menguasai mereka, tanpa pembeda-bedaan merugikan yang didasarkan pada, terutama, ras, agama, atau opini politik. Namun, Peserta konflik boleh mengambil langkah-langkah kontrol dan keamanan menyangkut orang-orang yang dilindungi sebagaimana yang mungkin diperlukan sebagai akibat dari perang yang bersangkutan." (Pasal 27, Konvensi Jenewa Keempat)


(51)

47

Pada tahun 1862, Henry Dunant menerbitkan bukunya, Memory of Solferino (Kenangan Solferino), mengenai kengerian perang.Pengalaman Dunant menyaksikan perang mengilhaminya untuk mengusulkan :

1. Dibentuknya perhimpunan bantuan yang permanen untuk memberikan bantuan kemanusiaan pada masa perang, dan ;

2. Dibentuknya perjanjian antarpemerintah yang mengakui kenetralan perhimpunan tersebut dan memperbolehkannya memberikan bantuan di kawasan perang.

Usulan yang pertama berujung pada dibentuknya Palang Merah (Red Cross) sedangkan usulan yang kedua berujung pada dibentuknya Konvensi Jenewa Pertama. Atas kedua pencapaian ini, Henry Dunant pada tahun 1901 menjadi salah seorang penerima Penghargaan Nobel Perdamaian yang untuk pertama kalinya dianugerahkan. Kesepuluh pasal Konvensi Jenewa Pertama diadopsi untuk pertama kalinya pada tanggal 22 Agustus 1864 oleh dua belas negara. Clara Barton memainkan peran penting dalam mengkampanyekan peratifikasian Konvensi Jenewa Pertama oleh Amerika Serikat, yang akhirnya meratifikasi konvensi tersebut pada tahun 1882. Perjanjian yang kedua diadopsi untuk pertama kalinya dalam Konvensi Jenewa untuk Perbaikan Keadaan Anggota Angkatan Bersenjata yang Terluka dan Sakit di Laut, yang ditandatangani pada tanggal 6 Juli 1906 dan secara spesifik berkenaan dengan anggota Angkatan Bersenjata di laut. Perjanjian ini dilanjutkan dalam Konvensi Jenewa mengenai Perlakuan Tawanan Perang, yang ditandatangani pada tanggal 27 Juli 1929 dan mulai berlaku pada tanggal 19 Juni 1931. Terinspirasi oleh


(1)

viii

4. Bapak Muhammad Haris Aulawi,S.H.,M.Hum.,selaku Dosen Pembimbing Skripsi I yang telah memberikan bimbingan dan petunjuk dalam menyusun skripsi ini.

5. Bapak Yulianto Achmad, S.H.,M.H selaku Dosen Pembimbing II yang telah membantu dengan teliti dan penuh kesabaran dalam menyusun skripsi ini. 6. Bapak dan Ibu Dosen serta seluruh Karyawan dan Karyawati di Fakultas

Hukum Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

7. Penjaga Laboratorium Hukum dan Perpustakaan Pusat UMY, terima kasih atas pelayananya selama ini, sehingga saya dapat menemukan buku-buku untuk penelitian ini.

8. Sahabat seatap dan sepenampungan, David dan Febri yang selalu mengingatkanku untuk menyelesaikan skripsi ini.

9. Sahabat-sahabat terbaikku, Ari, Kecil, Ihsan, Tio, Khabib, Econ, Roem, David, Kunting, Pendo, Hasim, Sofwan dan Agus

10.Sahaba-sahabat ku Wiwid Suhardi.S.Sos, Gunawan Saputra.S.IP, dan Raden Ardani.Amd.kep.

11.Teman-teman kelompok KKN 31, Aga, Zack, Ibar, Ican, Ipal, Iwe, Yati yang telah memberikan support dan do’anya kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.

qqqqqqqNamun demikian, sebagai manusia yang tentunya memiliki keterbatasan, tidak menutup kemungkinan masih ditemukan kekurangan dan kelemahan dalam penulisan skripsi ini. Oleh karena itu, segala masukan dalam bentuk kritik dan saran yang sifatnya membangun senantiasa penyusun harapkan


(2)

ix

demi kesempurnaan skripsi ini. Akhir kata, semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi almamater, agama, nusa dan bangsa. Amin.

Yogyakarta, 20 April 2016 Penyusun


(3)

x

Abstrak

Suriah merupakan salah satu negara yang terletak di Asia Barat yang dipimpin oleh Presiden Bashar al-Assad dan pada saat ini sedang mengalami konflik bersenjata internal, Para pengunjuk rasa menuntut pengunduran diri Presiden Bashar al-Assad, penggulingan pemerintahannya, dan mengakhiri hampir lima decade pemerintahan Partai Ba'ath. Pemerintah Suriah pun tak segan-segan untuk menggunakan senjata api bahkan tank untuk membungkam gerakan protes tersebut, Aksi represif ini dahulu merupakan cara yang efektif untuk membungkam rakyat Suriah, namun dimasa sekarang ini hanya memicu terjadinya demonstrasi-demonstrasi lain yang lebih dahsyat, Kebrutalan rezim Assad pun semakin menjadi-jadi, anak-anak pun saat ini menjadi target kejahatan tentara-tentara Assad. Pasukan pemerintah Suriah melakukan penyiksaan di antaranya anak-anak korban konflik bersenjata di Suriah dipukul dengan kabel besi, pecut dan pentungan dari kayu atau logam, disetrum, dan adanya kekeransan seksual. Dimana yang seharusnya pemerintah Suriah harus memberikan perlindungan terhadap anak-anak bahkan penduduk sipil yang tidak ikut dalam konflik peperangan tersebut, tetapi justru malah pemerintah Suriah menjadikan anak sebagai target sasaran tentara tentara Assad. Jenis Penelitian ini merupakan penelitian hukum pendekatan doktrinal yang bersifat normatif, adapun yang dapat dijadikan objek dalam penelitian dengan pendekatan doktrinal yang bersifat normatif ini adalah data-data yang berupa bahan primer dan bahan sekunder. Dan dimana Pemerintah Suriah tidak memberikan perlindungan kepada anak-anak korban perang. Perbuatan yang telah di lakukan oleh pasukan Pemerintah Suriah bahkan melanggar ketentuan yang ada. Dan bahkan tindakan tersebut dapat dikategorikan sebagai kejahatan perang dan pelanggaran berat seperti kekerasan terhadap orang-orang yang dilindungi sebagaimana diatur dalam Konvensi Jenewa tahun 1949.

Kata Kunci : Perlindungan Hukum Terhadap Anak-anak Korban Perang di Suriah Menurut Konvensi Jenewa Pasal 50 Tahun 1949


(4)

xi DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL ... i

HALAMAN PENGESAHAN ... ii

HALAMAN PERSETUJUAN ... iii

HALAMAN PERNYATAAN ... iv

MOTTO ... v

HALAMAN PERSEMBAHAN ... vi

ABSTRAK... vii

KATA PENGANTAR ... viii

DAFTAR ISI ... xis BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 13

C. Tujuan Penelitian ... 13

D. Manfaat Penelitian ... 13

1. Manfaat Teoritis ... 14

2. Manfaat Praktis ... 14

BAB II ORANG-ORANG YANG HARUS DILINDUNGI DARI KEJAHATAN PERANG DAN AKIBAT PERANG DI SURIAH BAGI ANAK-ANAK ... 15


(5)

xii

A. Orang-orang yang harus dilindungi dari Kejahatan Perang ... 15

1. Anak-anak Korban Perang ... 15

2. Orang-Orang yang dilindungi Secara Khusus Berdasarkan Konvensi Jenewa 1949 dan Protokol Tambahan 1977 ... 22

B. Akibat perang di Suriah bagi Anak-anak ... 23

C. Dampak Negatif Bagi Anak ... 26

1. Pekerja Anak ... 32

2. Rentan Pelecehan Seksual ... 33

3. Anak-Anak Korban Perang Suriah Beresiko Menjadi Generasi yang Hilang ... 35

4. Putus Sekolah ... 36

BAB III METODE PENELITIAN ... 39

A. Jenis Penelitian ... 39

B. Jenis dan Sumber Bahan Hukum ... 39

1. Bahan Hukum Primer ... 39

2. Bahan Hukum Sekunder ... 39

C. Teknik Pengumpulan Bahan Hukum ... 40

D. Tempat Pengambilan Bahan Penelitian ... 40

E. Teknik Pengolahan Data ... 40

F. Analisis ... 40

G. Sistematika Penulisan Skripsi ... 41

BAB IV PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ANAK-ANAK KORBAN PERANG DI SURIAH ... 43


(6)

xiii

A. Perlindungan yang di Berikan Pemerintah Suriah Terhadap Anak Korban

Perang ... 43

B. Perlindungan Korban Perang Menurut Konvensi Jenewa 1949 ... 44

1. Kuasa Perlindungan ... 51

2. Pelanggaran Berat ... 52

C. Perlindungan Korban Perang Menurut Protokol Tambahan Tahun 1977 ... 55

D. Perspektif Hukum Internasional Terhadap Tindakan Pasukan Pemerintah Suriah Yang Melakukan Kekerasan Terhadap Anak-Anak Korban Perang ... 61

1. Kovensi Jenewa Tahun 1949 ... 61

2. Protokol Tambahan Tahun 1977 ... 61

3. Konvensi Hak Anak Tahun 1989 ... 62

BAB V TINDAKAN YANG SEHARUSNYA DILAKUKAN OLEH PEMERINTAH SURIAH DALAM MEMBERIKAN PERLINDUNGAN TERHADAP ANAK-ANAK KORBAN KONFLIK BERSENJATA DI SURIAH ... 64

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN ... 67

A. Kesimpulan ... 67

B. Saran-Saran ... 68