BAB I PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG MASALAH
Pada era informasi dewasa ini, media massa sudah berkembang pesat. Perkembangan media massa ini ditandai dengan semakin kompleksnya
fungsi media massa. Media massa tidak hanya berfungsi sebagai sarana informasi, pendidikan, hiburan, dan kebudayaan, tetapi telah tumbuh
menjadi sarana bisnis. Informasi telah menjadi komoditas yang dapat diperjualbelikan.
Ketika media sudah jadi industri, kemampuannya bertahan hidup tak melulu digantungkan pada redaksi. Walaupun kualitas isi media cetak
sangat bagus, tetapi jika tidak diserap pasar, maka umur media cetak tersebut tinggal menghitung hari. Antara redaksi dan bisnis ibarat dua sisi
dari satu keping mata uang, berbeda tetapi tidak dapat dipisahkan. Iklim bisnis diabad ke-21, tentu saja akan dicirikan dengan ketatnya
sistuasi kompetisi, dimana para pengusaha media cetak berusaha “memutar otak” mencari strategi pasar yang tepat agar dapat meraih pasar
dan mempertahankan kelangsungan hidupnya. Dalam konteks ini, media cetak bisa dikatakan belum pernah dalam posisi sedefensif seperti
sekarang ini, yaitu ketika tiras semakin tertekan oleh meluasnya pencarian berita melalui media lain yang derapnya lebih cepat, mulai dari radio,
televisi, internet, dan terakhir juga seluler. Namun, kompetisi antar media
Universitas Sumatera Utara
tidak hanya terjadi antar populasi saja misalnya antara televisi dengan radio, surat kabar dengan majalah, ataupun radio dengan surat kabar,
tetapi juga antar sesama warga populasi misalnya antar surat kabar, antar stasiun radio siaran, antar stasiun televisi. Kompetisi antar sesama warga
populasi cenderung lebih ketat dibandingkan dengan kompetisi antar populasi Tevfik Dalgic, 2007:90.
Selanjutnya, pasca reformasi, pers Indonesia berkembang sangat pesat. Hal ini karena pada masa pemerintahan Presiden Abdurahman Wahid Gus
Dur pada Oktober 1999 mengambil langkah dengan menghapus keberadaan Departemen Penerangan dalam jajaran Kabinet Persatuan
Nasional yang dipimpinnya seolah-olah menjadi klimaks dalam proses keterbukaan dan demokratisasi pers di Indonesia.
Bagi kalangan media cetak Indonesia, dengan lenyapnya Departemen Penerangan, untuk sementara tidak ada lagi lembaga yang menjadi
“momok” bagi kebebasan pers yang biasa mengintimidasi dengan ancaman pencabutan izin usaha. Kebijakan ini memberikan kebebasan
bagi penerbitan industri pers. Hal ini terbukti dengan dikeluarkannya 1600 buah SIUPP pada akhir Juli 1999, padahal sebelumnya hanya ada sekitar
300-an media cetak http:satrioarismunandar6.blogspot.com200607 dinamika-pers-indonesia-di-era.html.
Bertambahnya jumlah media cetak mengakibatkan terjadinya persaingan yang ketat antara sesama penerbitan pers. Beberapa pers
muncul dengan format yang beragam seperti koran, tabloid, majalah,
Universitas Sumatera Utara
bulletin, dan sebagainya. Munculnya para kompetitor baru ini dilandasi oleh beragam pertimbangan, ada yang dilandasi idealisme, orientasi bisnis,
atau sekedar meramaikan industri surat kabar semata. Bagaimana perusahaan mediapers dapat bertahan dari waktu ke
waktu di samping ketatnya kompetisi dalam memperebutkan khalayak dan iklan? Dan jawaban atas pertanyaan itu adalah dengan menggunakan teori
Ekologi-teori Niche- untuk menjelaskan proses kompetisi John W. Dimmick, 2003: ix. Menurut teori ini, untuk mempertahankan
kelangsungan hidupnya setiap makhluk hidup memerlukan sumber penunjang yang ada di alam sekitarnya. Bila sumber penunjang kehidupan
yang diperlukan itu sama dan jumlahnya terbatas, maka akan terjadi perebutan atau persaingan.
Kompetisi antar industri media adalah kompetisi untuk memperebutkan sumber penunjang kehidupan. Menurut John W. Dimmick
dan Eric Rothenbuhler, terdapat tiga sumber utama yang menjadi sumber kehidupan industri media yaitu capital misalnya pemasukan iklan, types
of content jenis isi media, dan types of audience jenis khalayak sasaran Rahmat Kriyantono, 2006: 272-273.
Kompetisi antar industri media dalam memperebutkan ketiga sumber penunjang kehidupan tersebut merupakan sebuah perspektif yang menarik
untuk diteliti. Namun penelitian ini hanya difokuskan pada analisis berdasarkan types of content. Dalam prakteknya, terdapat korelasi antara
types of content, types of audience dan capital bahwa : semakin baik isi
Universitas Sumatera Utara
suatu media, maka semakin banyak khalayak sasaran yang dapat direbut, dan semakin besar pemasukan iklan bagi industri media tersebut.
Media massa yang menjadi objek penelitian ini adalah harian ANALISA dan GLOBAL. Adapun alasan pemilihan kedua media diatas
adalah ANALISA sebagai surat kabar Medan yang keberadaannya sudah mencapai 35 tahun dan mapan sedangkan GLOBAL adalah surat kabar
Medan yang relatif baru yang sama-sama bersaing untuk mempertahankan kelangsungan hidup dan meraih pasar. Sehingga diperkirakan terjadi
persaingan yang tinggi diantara mereka.
1.2 PERUMUSAN MASALAH