Latar Belakang Penelitian PENDAHULUAN

1

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Penelitian

Menua adalah proses yang tidak dapat dielakkan dalam hidup, tetapi menua dengan kualitas kesehatan yang tetap optimal dan berumur panjang diharapkan oleh semua orang. Banyak faktor yang menyebabkan orang menjadi tua kemudian sakit dan akhirnya meninggal. Faktor penyebabnya ada 2 yaitu faktor internal yaitu radikal bebas, hormon yang menurun, proses glikosilasi, metilasi DNA, apoptosis, sistem kekebalan tubuh yang menurun dan gen. Faktor eksternal yaitu gaya hidup yang tidak sehat, diet yang salah, kebiasaan yang buruk, polusi lingkungan, stres dan kemiskinan. Tetapi bila faktor penyebab tadi bisa dihindari maka proses penuaan dapat dicegah, diperlambat, bahkan dihambat sehingga kualitas hidup dapat dipertahankan dan angka harapan hidup diperpanjang Pangkahila, 2011. Masalah kesehatan yang berhubungan dengan kelebihan berat badan overweight dan obesitas merupakan faktor resiko utama meningkatnya angka morbiditas dan mortalitas di dunia, termasuk di Indonesia. Masalah yang ditimbulkan oleh obesitas bervariasi, mulai dari yang berisiko rendah sampai risiko tinggi. Gangguan pernapasan, gangguan muskulo-skeletal seperti osteoartritis, gout, gangguan tidur, infertilitas, resistensi insulin, diabetes tipe β dan penyakit kardiovaskuler, bahkan sampai terjadi kematian mendadak dapat terjadi pada obesitas WHO, β014. Obesitas akan membuat kualitas kesehatan dan hidup seseorang menjadi buruk, membuat angka harapan hidup menjadi semakin rendah. Obesitas adalah salah satu masalah yang harus diatasi dalam menghambat proses penuaan Pangkahila, β011. Pada tahun 2008 prevalensi obesitas dunia telah meningkat dua kali lipat dari 1980. Pada tahun 2008 terdapat lebih dari 1,4 miliar orang dewasa yang berusia diatas 20 tahun memiliki berat badan berlebih overweight sebesar 35 dan obesitas sebesar 11 WHO, 2014. Pada tahun 2013 ditemukan 42 juta lebih anak yang berusia di bawah lima tahun balita memiliki kelebihan berat badan overweight WHO, 2014. Menurut analisis data Riset Kesehatan Dasar RISKESDAS tahun β01γ prevalensi nasional obesitas pada penduduk berusia dewasa 18 tahun menurut indeks masa tubuh IMT mengalami peningkatan yang cukup signifikan jika dibandingkan dengan tahun β010 dan tahun β007. Prevalensi penduduk laki laki dewasa obesitas pada tahun β01γ sebanyak 19,7, lebih tinggi dari tahun β010 yaitu 7,8 dan tahun β007 yaitu sebesar 1γ,9. Prevalensi penduduk wanita dewasa obesitas meningkat jauh lebih signifikan. Pada tahun β01γ sebanyak γβ,9, lebih tinggi dari tahun β010 yaitu 15,5 dan tahun β007 yaitu sebesar 1γ,9 Riskedas, β01γ. Kelebihan berat badan overweight dan obesitas adalah suatu akumulasi lemak berlebih yang dapat menimbulkan masalah kesehatan. Hal ini timbul karena asupan kalori lebih besar daripada energi yang dikeluarkan. Kelebihan berat badan dan obesitas dapat disebabkan oleh banyak hal antara lain meningkatnya status ekonomi masyarakat dan perubahan gaya hidup. Penyebabnya misalnya pola makan tinggi kalori, tinggi karbohidrat, tinggi gula dan garam, asupan lemak jenuh semakin meningkat, sedangkan aktivitas fisik semakin berkurang sedentary life style, kurangnya asupan makanan berserat, vitamin, mineral dan mikronutrien lain serta adanya gangguan hormonal seperti rendahnya hormon testosteron dan peningkatan hormon kortisol akibat stress yang tinggi Pangkahila, β011. Perilaku sedentari sedentary life style adalah perilaku hidup santai, yaitu duduk, berbaring dalam aktivitas sehari hari, misalnya saat menonton TV, main game, ngobrol, membaca buku, di depan komputer, rapat, duduk di bis, kereta api, mobil, motor dan sebagainya tetapi tidak termasuk waktu tidur Riskesdas, β01γ. Penelitian terbaru di Amerika dengan mengurangi perilaku sedentari menjadi kurang dari γ jam per hari ternyata dapat meningkatkan usia harapan hidup sebesar β tahun Katzmarzyk dan Lee, β01β. Kelebihan berat badan overweight dan kelebihan lemak tubuh obesitas merupakan risiko berbagai penyakit metabolik seperti diabetes melitus tipe β TβDM, penyakit kardiovaskuler, stroke, dislipidemia serta beberapa bentuk kanker endometrium, payudara dan colon. Penyakit jantung dan stroke merupakan penyebab utama kematian pada tahun β01β WHO, β014. Dengan demikian tak dapat dibantah jika dikatakan obesitas meningkatkan morbiditas dan mortalitas. Tipe obesitas berdasarkan distribusi lemak ada β antara lain obesitas menyeluruh dan obesitas abdominal. Pada obesitas menyeluruh distribusi lemak sub kutan di daerah lengan, paha, tungkai, abdomen dan dada. Tipe obesitas ini dianggap tidak terlalu mengkhawatirkan karena untuk menyebabkan penyakit kardiovaskular. Obesitas abdominal atau sering disebut sebagai obesitas sentral atau obesitas viseral yang memiliki potensi untuk menimbulkan komplikasi kardiovaskular Effendi β01γ. Beberapa studi klinik memberikan petunjuk bahwa obesitas abdominal dapat dipakai untuk memprediksi timbulnya berbagai penyakit metabolik, diabetes melitus tipe β, penyakit kardiovaskuler dan stroke Sugondo, β014. Obesitas berhubungan dengan perubahan yang merugikan pada produksi adipokin seperti peningkatan kadar TNF-a, IL-6, resistin, PAI-1 dan leptin. Berkurangnya kadar adiponektin akan mempengaruhi homeostasis glukosa, fungsi endotel pembuluh darah dan system pembekuan darah, sehingga akan mempercepat terjadinya aterosklerosis. Adipokin dan kondisi inflamasi ringan dapat menjadi penghubung antara sindroma metabolik dengan obesitas dan resistensi insulin serta penyakit kardiovaskuler. Berbagai jaringan adipose telah berperan sebagai biomarker sindrom metabolik Effendi, β01γ. Lingkar pinggang waist circumference merupakan suatu cerminan dari jaringan adiposa viseral, diikuti bahwa mereka yang memiliki lingkar pinggang lebih besar akan berkurang kadar adiponektinnya Effendi, β01γ. Reaven GM pada tahun 1988 menunjukkan konstelasi faktor risiko pada pasien pasien dengan resistensi insulin yang dihubungkan dengan peningkatan penyakit kardiovaskular yang disebutnya sebagai sindroma X Soegondo dan Purnamasari, β014. Ada berbagai istilah yang sering digunakan untuk Sindrom Metabolik SM antara lain adalah Reaven’s Syndrome, Metabolic Syndrome X, Insulin Resistance Syndrome, Cardiometabolic Syndrome, dan di Australia lebih dikenal dengan istilah Coronary artery disease, Hypertension, Atherosclerosis, Obesity and Stroke CHAOS Effendi, β01γ. Sindrom Metabolik adalah sekumpulan gejala kelainan metabolik, baik lipid maupun non lipid yang merupakan faktor risiko penyakit Diabetes Mellitus tipe β dan kardiovaskuler, yang terdiri dari obesitas abdominal, dislipidemia ateroganik peningkatan trigliserida dan penurunan high density lipoprotein HDL yang rendah, tekanan darah yang meningkat, dan resistensi insulin Effendi, β01γ. Menurut data IDF β006, diperkirakan β0-β5 penduduk dewasa mengidap SM dan berisiko tiga kali lebih banyak terkena penyakit jantung dan stroke dibandingkan dengan yang tidak. Penderita SM juga memiliki resiko 5 kali lipat untuk terkena Diabetes Mellitus tipe β IDF, β006. Insidensi SM meningkat seiring dengan bertambahnya usia. Prevalensi SM di USA pada usia β0 tahun diperkirakan sekitar β5, dan pada usia 50 tahun sebesar 45. Untuk Asia di Cina penelitian berdasarkan kriteria diagnosis SM IDF sebesar βγ,β dan NCEPATP III sebesar 16,β Effendi, β01γ. Di Indonesia dilakukan penelitian dengan menggunakan NCEPATP III yang dimodifikasi dengan kriteria obesitas berdasarkan IMT Asia Pasific didapatkan data di daerah pedesaan Bali sebesar 7,8 dan di kota besar seperti Denpasar sampai sebesar β4,8, Semarang 16,6, Bandung sebesar ββ,94, Depok β6,γ, Jakarta β8,4, Makasar sebesar γγ,4 dan prevalensi SM terbesar adalah di Surabaya yaitu sebesar γ4 Soegondo dan Purnamasari, β014. Faktor penyebab terjadinya SM sampai saat ini masih terus diteliti, tetapi obesitas abdominal dan resistensi insulin adalah β faktor yang paling utama. Faktor penyebab lainnya adalah genetik, perilaku sedentari, aging, keadaan pro inflamasi, dan perubahan hormonal IDF, β006. Resistensi insulin ialah keadaan dimana terjadi penurunan sensitivitas jaringan terhadap kerja insulin sehingga sehingga kadar insulin dalam darah tinggi dan kadar glukosa dalam darah juga tinggi. Resistensi insulin terjadi beberapa tahun sebelum terjadinya penyakit Diabetes Melitus tipe β dan penyakit kardiovaskuler lainnya Soegondo dan Purnamasari, β014. Sindrom metabolik atau sindrom resistensi insulin adalah sekumpulan gejala yang menunjukkan risiko kejadian kardiovaskular yang lebih tinggi terhadap individu tersebut Soegondo dan Purnamasari, β014. Kriteria diagnostik untuk SM ada beberapa, antara lain kriteria SM WHO 1998, EGIR, NCEP-ATP III tahun β001 yang direvisi tahun β004, AACE tahun β00γ dan kriteria SM yang terbaru adalah IDF tahun β005 Effendi, β01γ. Diagnosis SM sesuai dengan IDF β005 untuk orang asia ditegakkan dengan kriteria obesitas abdominal dengan ukuran lingkar pinggang pada wanita ≥80cm, dan pada laki laki ≥90cm, ditambah β sampai 4 faktor di bawah ini antara lain profil lipid berupa peningkatan trigliserida 150 mgdL 1,7 mmolL atau sudah mendapat terapi untuk peningkatan trigliserid, penurunan HDL kolesterol 40mgdL 1,0γ mmolL pada pria atau 50 mgdL 1,β9 mmolL pada wanita, atau sudah mendapat terapi untuk kolesterol, peningkatan tekanan darah Sistolik ≥1γ0 atau Diastolik ≥85 mmHg atau penderita yang sudah terdiagnosis hipertensi dan peningkatan kadar gula darah puasa 100 mgdL 5,6 mmolL atau penderita yang sudah terdiagnosis diabetes melitus tipe β. Bila IMT γ0kgm², maka sudah dikatakan obesitas abdominal, sehingga tidak diperlukan pengukuran lingkar pinggang Soegondo dan Purnamasari, β014. Sindrom Metabolik, resistensi insulin, pre diabetes, diabetes melitus tipe β dan penyulit kardiovaskular berada dalam satu tatanan dengan sebutan cardiovaskular continuum. Dasar pemikiran tersebut disebabkan oleh timbulnya stress oksidatif akibat berlebihnya produksi ROS Reactive Oxygen Species yang disertai menurunnya aktivitas antioksidan MnSOD Effendi, β01γ. Dengan meningkatnya obesitas abdominal, lemak viseral akan berkembang dan berprilaku seperti organ endokrin yang mampu mensekresi adipokin pro inflamatorik, seperti IL-6, TNF-α, resistin, PAI-I, disertai penurunan adipokin anti-inflamatoris adiponektin. Bila asupan lemak meningkat maka lemak akan menjadi ligan PPAR- yang kuat yang kemudian akan membentuk heterodimer dengan RXR sehingga transkripsi adiposit hipertrofik meningkat. Ini akan menyebabkan penumpukan adiposit hipertrofik pada depot lemak ektopik, terutama di area intraperitoneal dan berperan seperti organ endokrin menyekresi adipokin pro-inflamatoris. Peningkatan TNF-α dan IL-6 akan menyulut timbulnya stress oksidatif akibat produksi ROS yang tidak diimbangi oleh pertahanan dari antioksidan dan akibat menurunnya antioksidan mitokondria. Stress oksidatif akan menimbulkan cedera oksidatif seperti kerusakan sel, jaringan dan DNA. Oleh karenanya maka stress oksidatif pada SM atau pre diabetes sangat berbahaya Effendi, β01γ. Penelitian yang dilakukan di India tahun β005, dari 187 penderita diabetes yang keluarganya tidak menderita diabetes, didapatkan γγ,1 memiliki komponen faktor risiko SM, dengan pemeriksaan kadar antioksidan berupa vitamin A, vitamin C dan vitamin E didapatkan sangat rendah Sharma, β005. Di Turki pada tahun β009 didapatkan data bahwa skor status antioksidan total SAT pada penderita SM yang menderita diabetes nilainya lebih rendah jika dibandingkan dengan penderita SM tanpa diabetes dan orang normal Ozbek et al., β011. Pasien SM non obese di India memiliki konsentrasi antioksidan yang rendah terutama vitamin E, C dan carotenoids, jika dibandingkan orang yang sehat dengan menggunakan pemeriksaan antioksidan ferric reducing ability of plasma FRAP assay Aparna et al., β01β. Antioksidan dalam pengertian kimia adalah senyawa-senyawa pemberi elektron electron donor, dalam arti biologis pengertian antioksidan sangat luas yaitu semua senyawa yang dapat meredam efek negatif oksidan, termasuk enzim- enzim dan protein-protein pengikat logam Winarsi, β011. Antioksidan bekerja mencegah dan memperbaiki kerusakan yang diakibatkan oleh radikal bebas sebagai free radical scavengers. Antioksidan dapat berupa enzim misalnya SOD Super Oxide Dismutase, katalase, dan glutation peroksidase. Dapat pula berupa vitamin E,C,A dan β-karoten, dan berbentuk senyawa lain misalnya flavonoid, albumin, bilirubin, seruloplasmin, dan lain lain. Antioksidan enzimatis adalah pertahanan utama tubuh terhadap kondisi stres oksidatif dan mencegah terbentuknya senyawa radikal bebas baru Winarsi, β011. Status antioksidan total adalah jumlah keseluruhan senyawa antioksidan dalam serum dan plasma darah yang dapat menghambat pembentukan radikal bebas. Manfaat dari pemeriksaan ini adalah untuk menilai daya tahan tubuh atau perlindungan tubuh terhadap serangan radikal bebas, atau sebagai skrining awal penyakit yang banyak menghasilkan stress oksidatif serta monitoring pemberian obat atau suplemen antioksidan. Pemeriksaan SAT menggunakan RANDOX kit dan alat ADVIA 1800 dengan metode kolorimetri pada sampel darah vena. Nilai normal untuk SAT adalah sebesar 1.γ0- 1.77 mmolL plasma Randox kit manual, 2006. Meskipun disebut sebagai sindrom, tetapi penatalaksanaan SM selama ini masih dilakukan sebatas masing masing komponen faktor risikonya, belum berupa satu kesatuan Soegondo dan Purnamasari, β014. Dan belum dilakukan pemeriksaan laboratorium untuk mengetahui tingkat SATnya, serta dalam terapinya masih belum ditambahkan pemberian antioksidan secara adekuat. Dengan melakukan pemeriksaan SAT pada penderita SM maka akan dapat diketahui tingkat pertahanan tubuh dalam melawan ROS, sehingga edukasi mengenai pentingnya menurunkan berat badan, konsumsi nutrisi yang kaya akan antioksidan atau pemberian sumplemen antioksidan dapat dilakukan. Dengan demikian potensi kerusakan masing masing komponen faktor risiko bisa dikurangi atau dihambat sehingga kualitas hidup dan angka harapan hidup dapat diperpanjang.

1.2 Rumusan Masalah