Uji Asumsi Klasik BLUE

Kriteria uji t akan ditunjukkan pada gambar sebagai berikut : Gambar 10 Daerah kritis H melalui kurva distribusi t Daerah tolak H Daerah terima H Daerah tolak H -t hitung - t tabel t tabel Sumber : Gujarati, Damodar, diterjemahkan oleh Sumarno Zain. 1999, Ekonometrika Dasar, Erlangga, Jakarta hal 116 H : β i = 0 tidak ada pengaruh nyata H i : β i ≠ 0 ada pengaruh nyata Kaidah keputusannya adalah : 1. H diterima jika -t hitung ≤ t tabel , berarti tidak ada pengaruh antara variabel bebas dengan variabel terikat. 2. H ditolak jika --t tabel t hitung t tabel , berarti ada pengaruh antara variabel bebas dengan variabel terikat.

3.5. Uji Asumsi Klasik BLUE

Persamaan regresi yang dipergunakan haruslah bersifat BLUE, yang artinya pengambilan melalui uji F atau uji t tidak boleh bias. Untuk melaksanakan operasi linier tersebut diperlukan 3 tiga asumsi dasar yang harus dipenuhi dan tidak boleh dilanggar, yaitu : Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber. 1. Tidak terjadi korelasi 2. Tidak terjadi multikolinieritas 3. Tidak terjadi heteroskedastisitas Apabila ada salah satu dari ketiga asumsi dasar tersebut dilanggar, maka persamaan regresi yang diperoleh tidak lagi bersifat BLUE Best Linier Unbiased Estimator.

1. Autokorelasi

Istilah autokorelasi dapat didefinisikan sebagai “korelasi antara data observasi yang diurutkan berdasarkan urut waktu data time series atau data yang diambil pada waktu tertentu data cross-sectional Gujarati, 1995 : 201. Jadi, dalam model regresi linier diasumsikan tidak terdapat gejala autokorelasi. Artinya, nilai residual Y observasi – Y prediksi pada waktu ke-t e t tidak boleh ada hubungan dengan nilai residual periode sebelumnya e t-1 . Identifikasi ada atau tidaknya gejala autokorelasi dapat ditest dengan menghitung nilai Durbin Watson d tes dengan persamaan : t=N ∑ e t – e t-1 2 t=2 d = t=N ∑ e t 2 t=1 Keterangan : d = Nilai Durbin Watson e t = Residual pada waktu ke -t e t-1 = Residual pada waktu ke t-1 satu periode sebelumnya Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber. N = Banyaknya data Gambar 11 Identifikasi gejala autokorelasi dapat dilakukan dengan kurva dibawah ini : dL dU 4-dU 4-dL 4 Ada autoko relasi positif Tidak ada autokorelasi positif dan tidak ada autokorelasi negatif Daerah keragu- raguan Daerah keragu- raguan Ada autoko relasi negatif Sumber : Gujarati, Damodar , diterjemahkan oleh Sumarno Zain,1999, Ekonometrika Dasar,Erlangga,Jakarta,hal.216 2. Multikolinieritas Persamaan regresi linier berganda diatas diasumsikan tidak terjadi pengaruh antar variabel bebas. Apabila ternyata ada pengaruh linier antar variabel bebas, maka asumsi tersebut tidak berlaku lagi terjadi bias. Untuk mendeteksi adanya multikolieritas dapat dilihat ciri-cirinya sebagai berikut : a. Koefisien determinasi berganda R square tinggi b. Koefisien korelasi sederhanya tinggi c. Nilai F hitung tinggi signifikan d. Tapi tak satupun atau sedikit sekali diantara variabel bebas yang signifikan. Akibat adanya multikolinieritas adalah : Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber. 1. Nilai standar error galat baku tinggi, sehingga taraf kepercayaan confidence intervalnya akan semakin melebar. Dengan demikian, pengujian terhadap koefisien regresi secara individu menjadi tidak signifikan. 2. Probabilitas untuk menerima hipotesa H diterima tidak ada pengaruh antara variabel bebas terhadap variabel terikat akan semakin besar. Napa, 1997 : 367- 375. Identifikasi secara statistik atau tidaknya gejala multikolinier dapat dilakukan dengan menghitung Variance Inflation Factor VIF. VIF = 1 FIV menyatakan tingkat “pembengkakan” varians. tolerance Apabila VIF lebih besar dari 10, hal ini berarti terdapat multikolinier pada persamaan regresi linier Ghozali, 2001 : 57. 3. Heteroskedastisitas Pada regresi linier residual tidak boleh ada hubungan dengan variabel X. Hal ini bisa diidentifikasi dengan cara menghitung korelasi Rank Speaman antara residual dengan seluruh variabel bebas. Rumus Rank Spearman adalah : ∑d i 2 r s = 1 – 6 N N 2 – 1 Keterangan : D i = Perbedaan dalam Rank antara residual dengan variabel bebas ke-1 N = Banyaknya data Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1. Deskripsi Obyek Penelitian 4.1.1. Perkembangan Jumlah Uang Beredar Inilah Jumlah Uang Yang Beredar Di Indonesia Saat Ini - Bank Indonesia BI mencatat uang kertas dan uang logam yang mendominasi uang beredar di masyarakat adalah berdenominasi Rp1.000 dan Rp100. Hingga saat ini, jumlah uang kertas dan logam yang beredar di masyarakat per 30 Juni 2010 sebesar Rp269,1 triliun. Jumlah tersebut terdiri dari Rp265,9 triliun berupa uang kertas dan Rp3,2 triliun berupa uang logam. Mayoritas uang yang beredar berdenominasi Rp1.000 dan Rp100, ungkap Deputi Gubernur BI Budi Rochadi selepas Peluncuran Gerakan Peduli Koin Nasional di Kompleks BI Jakarta, Sabtu 3172010.Berdasarkan catatan BI, jumlah uang kertas Rp100 ribu yang beredar adalah Rp135,1 triliun dengan 1,3 miliar lembar kertas atau sekitar 13,77 dari total uang beredar. Sedangkan uang Rp50 ribu berjumlah Rp104,3 triliun dengan 2,1 miliar lembar atau setara 21,27 persen dari uang beredar.Sedangkan uang Rp20 ribu berjumlah Rp8,7 triliun dengan 438 juta lembar kertas atau 4,46 persen dari uang beredar. Sementara uang Rp10 ribu sebesar Rp6,9T triliun dengan 691 juta lembar saham atau 7,04 persen dari uang beredar. Sedangkan Rp5 ribu berjumlah Rp5,6 triliun dengan 1,1 miliar lembar kertas atau setara 11,52 persen. Uang Rp2 ribu sebesar Rp2,1 triliun dengan 1,06 miliar lembar atau Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.