HASIL ANALISIS ANGKET PEMAHAMAN VERBA JITA BERPASANGAN BAGI MAHASISWA SASTRA JEPANG UNPAD
Puspa Mirani Kadir
1. LATAR BELAKANG
Verba merupakan unsur terpenting dalam kalimat karena dalam banyak hal verba berpengaruh besar terhadap unsur-unsur lain yang boleh ada atau harus ada dalam kalimat itu.
Verba dapat ditentukan berdasarkan tiga kriteria. Ketiga kriteria itu adalah ciri morfologis, perilaku sintaksis, dan perilaku semantis.
Verba bahasa Jepang memiliki ciri morfologis salah satu diantaranya terdapat pada verba transitif dan verba intransitif. Tidak hanya bagi pembelajar bahasa Jepang di Indonesia saja,
bahkan diseluruh dunia pembelajar perlu kecermatan dalam mempelajari verba berpasangan ini. Hal ini terlihat dari ranking tertinggi yang banyak diakses Minna no Kyouzai Saito sebagai media
pengajaran bahasa Jepang diseluruh dunia, khususnya yang berkaitan erat dengan Verba Jidoushi- Tadoushi disingkat Jita yang berpasangan.
Kendala yang paling utama bagi pembelajar adalah adanya kemiripan dalam morfologis kategori verba yang dapat dilekati sufiks pada verba Jita, diantaranya
~aru, ~eru, , ~u, ~osu, ~ asu, dan
~su, misalnya atsumaru ‘ berkumpul’ ; atsumeru ‘mengumpulkan’; ugoku ‘bergerak’ dan
ugokasu ‘menggerakkan’. Hal lain dari verba Jita berpasangan dapat dilihat dari kategori sintaksis dengan melihat jumlah argumen yang mengikutinya. Pembagian dengan cara ini akan terlihat
berapa argumen yang dimiliki verba Jita berpasangan tersebut. Sehingga dalam kalimat bahasa Jepang yang memiliki unsur verba V sudah pasti harus harus memiliki berkonstituen argumen
dan pada umumnya ko-konstituen itu adalah nomina N. Cara membedakan verba Jita berpasangan ini ditandai dengan melihat partikel yang digunakan dalam kalimat yang disebut
dengan penanda kasus atau Joshi. Umumnya Verba transitif memerlukan objek atau ‘peran sasaran’ yang diikuti partikel
~o, sedangkan untuk verba intransitif pada nomina tersebut diikuti oleh partikel
~ga sebagai ‘peran pengalam’. Dari penjelasan di atas, baik itu dari ciri morfologis dan perilaku sintaksis, verba Jita
berpasangan disamping memiliki makna inheren, makna yang diemban dalam kategori verba dapat pula gramatikal, karena ada afiksasi dan morfem terikat. Bentukan
~ ~ ~ ~ ’ suberaseru’ ‘menjadi tergelincir’ adalah perbuatan yang tidak disengaja
~ ~ ’ kashitsu’; ~ ~ ~ ~ ~ ~ ~’oreteshimatta’ adalah verba yang bermakna ‘sampai patah’.
Ketiga kriteria di atas dijadikan bahan untuk pembuatan angket berupa soal yang ditujukan kepada pembelajar bahasa Jepang dilingkungan Sastra Jepang, Fakultas Sastra Universitas
Padjadjaran. Pembuatan angket inipun didasari pada hasil penelitian yang sudah dilaksanakan sebelumnya.
Dalam penelitian terdahulu mengenai ‘Kesalahan penggunaan verba berpasangan Jita dalam kalimat bahasa Jepang’ khususnya pada mahasiswa Semester 6 sebanyak 83 orang pada
awal Maret 2009 ini, memperlihatkan hasil analisis yang perlu dikaji lebih dalam lagi, seperti pada paparan berikut ini,
No SOAL PILIHAN BERGANDA
Frekuensi dan Presentase Jawaban yang benar
Keterangan
1.
~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~
~~~~~~~~~~~~~~~~~~ 1821,7
Verba Intransitif Bhs Jepang
Verba Transitif dalam Bhs Indonesia
2.
つつつつつつつつつつつつつつつつつつつつつつつつつつつつつつつつつつつつつつ
つつつつつつつつつつつつつつつつつ ;-つつつつつつつつつ
5060,2 Verba Intransitif Bahasa
Jepang Verba Intransitif dalam Bahasa Indonesia
3.
つつつつつつつつつつつつつつつつつつつつつつつつつつつつつつつつつつつつつつつ
つつつつつつつつつつつつつつつつつつつつつつつつ 6173,5
Pemahaman terhadap verba transitif Bahasa Jepang
berakhiran ‘つeru’ cukup tinggi
4.
つつつつつつつつつつつつつつつつつつつつつつつつつつつつ
つつつつつつつつつつつつつつつつつつつつ 4959,0
Hasil analisis pada soal 4 ini berbeda dengan hasil soal no 3
dalam pemahaman verba berakhiran ‘つeru’
5.
つつつつつつつつつつつつつつつつつつつつつつつつつ
つつつつつつつつつつつつつつつつつつつつ
4351,8 Demikian pula pada soal 5 ini
berbeda dengan hasil soal no 3
Dari contoh 5 soal di atas yang disertai dengan keterangan singkat ini, memperlihatkan hasil analisis data yang belum dapat difahami secara benar. Hal ini dapat dilihat pada pesentase
jawaban yang benar pada soal 1 21,7 dan pada soal 260,2 sedangkan bentuk soal itu sama yakni mengenai verba intransitif Bahasa Jepang namun memperoleh hasil berbeda.
Demikian pula pada soal 3 yang memperoleh presentase jawaban tertinggi 73,5 yakni yang berkaitan dengan pemahaman verba transitif bahasa Jepang ‘ つeru’ , berbeda hasilnya dengan
presentase jawaban soal 459,0 dan soal 551,8 yang memiliki bentuk soal yang sama. Dengan demikian permasalahan-permasalahan tersebut
harus dapat dijadikan bahan untuk penelitian lanjutan sehingga hal-hal yang belum terjawab itu dapat dijelaskan secara lebih
terperinci. Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan di atas, dapat diidentifikasi masalah
sebagai berikut :
1.
Bagaimana tingkat kemampuan mahasiswa Jurusan Sastra Jepang Unpad dalam memahami Verba Jita berpasangan baik dalam bentuk morfologis maupun dalam struktur sintaksis ?
2. Bagaimana gambaran kemahiran mahasiswa tersebut dalam memaknai struktur sintaksis yang menggunakan partikel sebagai penanda kasus ataupun kemahiran siswa dalam memaknai
kategori verba dari segi gramatikalnya?
2. TUJUAN PENELITIAN