PEMAHAMAN BUDAYA AIZUCHI SEBAGAI ETIKA KOMUNIKASI ORANG JEPANG (STUDI KASUS TERHADAP MAHASISWA SASTRA JEPANG FAKULTAS SASTRA DAN BUDAYA UNIVERSITAS UDAYANA.

(1)

LAPORAN KEMAJUAN

HIBAH PENELITIAN DOSEN MUDA

Tahun ke-1 dari rencana 1 tahun

PEMAHAMAN BUDAYA AIZUCHI SEBAGAI

ETIKA KOMUNIKASI ORANG JEPANG

(STUDI KASUS TERHADAP MAHASISWA SASTRA JEPANG

FAKULTAS SASTRA DAN BUDAYA UNIVERSITAS UDAYANA)

TIM PENELITI

NI LUH KADE YULIANI GIRI, S.S., M.HUM. NIDN. 0022078002

NI PUTU LUHUR WEDAYANTI, S.S., M.HUM. NIDN. 0830118301

JURUSAN SASTRA JEPANG

FAKULTAS SASTRA DAN BUDAYA

UNIVERSITAS UDAYANA

JULI 2015


(2)

(3)

DAFTAR ISI

Hal.

HALAMAN SAMPUL i

HALAMAN PENGESAHAN ii

DAFTAR ISI iii

RINGKASAN iv

PRAKATA v

BAB I. PENDAHULUAN 1

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2

BAB III. TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN 6

3.1 Tujuan Penelitian 6

3.2 Manfaat Penelitian 6

BAB IV. METODE PENELITIAN 8

4.1 Sumber Data 8

4.2 Metode dan Teknik Pengumpulan Data 8

4.3 Metode dan Teknik Analisa Data 8

BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN 10

BAB VI. KESIMPULAN DAN SARAN 19

6.1 Kesimpulan 19

6.2 Saran 19

DAFTAR PUSTAKA 20


(4)

RINGKASAN

Etika dalam berkomunikasi merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dalam usaha menyampaikan pesan atau tuturan kepada peserta tutur lain. Dengan etika yang baik maka komunikasi dapat berlangsung dengan lancar dan pesan dapat tersampaikan dengan baik. Etika komunikasi dalam bahasa Jepang salah satunya adalah aizuchi. Budaya aizuchi dikenal sebagai budaya yang dekat dengan respon penutur dalam menanggapi tuturan sebelumnya. Dengan pemahaman budaya aizuchi maka komunikasi yang melibatkan latar budaya Jepang menjadi lebih aktif. Hal ini tentunya sangat sesuai dengan model komunikasi orang Jepang yang lebih menonjolkan model komunikasi aktif. Untuk itu budaya aizuchi menjadi dasar penting komunikasi bagi mahasiswa Sastra Jepang Universitas Udayana mengingat nantinya mereka akan sering melakukan komunikasi dengan penutur lain yang mempunyai latar budaya Jepang. Sumber data dari penelitian ini akan diambil dari pemahaman mahasiswa terhadap budaya aizuchi dan fungsi – fungsinya. Metode yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah metode simak dengan teknik kuesioner terhadap mahasiswa. Sedangkan metode analisa data nantinya akan mengaplikasikan pemahaman dan fungsi budaya aizuchi oleh Maynard (1995).


(5)

PRAKATA

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa / Ida Sang Hyang Widhi Wasa karena atas berkat dan rahmat-Nya kami dapat menyelesaikan penelitian dengan judul Pemahaman Budaya Aizuchi Sebagai Etika Komunikasi Orang Jepang (Studi Kasus Terhadap Mahasiswa Sastra Jepang Fakultas Sastra Universitas Udayana)

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengertian dan pemahaman budaya Aizuchi pada mahasiswa Sastra Jepang, Universitas Udayana. Budaya Aizuchi sangat erat hubungannya dengan etika berkomunikasi orang Jepang. Dengan mengetahui budaya Aizuchi maka komunikasi dapat berlangsung dengan baik dan ekspresi – ekspresi yang sesuai dapat dipahami oleh peserta tutur yang terlibat. Dalam penelitian ini, mahasiswa memberikan pengertian dan pemahaman mereka tentang budaya Aizuchi melalui konteks – konteks komunikasi yang tertulis dan dengan berbagai topik pembicaraan.

Kami dari tim peneliti mengucapkan terima kasih dan penghargaan terhadap semua pihak yang telah membantu pelaksanaan hingga penyelesaian penelitian ini. Kami mengucapkan terima kasih kepada Ni Putu Ari Sulatri, S.S., M.Hum., sebagai ketua program studi Sastra Jepang Universitas Udayana atas perkenan dan motivasinya bagi kami untuk turut melaksanakan penelitian. Kami menyampaikan penghargaan kepada Prof. Dr. Ni Luh Sutjiati Beratha, M.A., sebagai Dekan Fakultas Sastra dan Budaya Universitas Udayana terhadap dukungan beliau bagi para dosen muda untuk ikut serta melakukan penelitian sebagai salah satu bagian dari Tri Dharma Perguruan Tinggi. Tidak lupa kami mengucapkan terima kasih dan penghargaan kepada pihak Universitas Udayana melalui Prof. Dr. dr. Ketut Suastika, Sp. PD (KEMD)., sebagai Rektor Universitas Udayana dan Prof. Dr. Ir. I Nyoman Gde Antara, M.Eng., sebagai Ketua LPPM Universitas Udayana atas kesempatan yang diberikan untuk melaksanakan penelitian melalui hibah PNBP (Penghasilan Negara Bukan Pajak) tahun anggaran 2015.

Kami menyadari bahwa penelitian ini masih mempunyai sejumlah kekurangan yang disebabkan keterbatasan kami sebagai peneliti. Untuk itu kami mengharapkan saran dan masukan sebagai upaya penyempurnaan penelitian ini di masa – masa mendatang. Kami juga berharap penelitian ini dapat memberikan ide – ide lebih lanjut bagi penelitian terkait dengan tata bahasa dan juga alih bahasa.

Denpasar, Oktober 2015 Tim Peneliti


(6)

(7)

BAB I PENDAHULUAN

Etika komunikasi mempunyai peranan penting dalam berkomunikasi. Etika komunikasi memastikan suatu komunikasi dapat berjalan dengan baik serta tercapainya tujuan dari komunikasi tersebut. Etika komunikasi juga mencerminkan adanya budaya yang melatarbelakangi penutur ketika menyampaikan tuturannya. Etika komunikasi pada saat bersamaan juga memberikan makna penting bagi penutur karena dengan etika yang pantas dan sesuai maka seorang penutur dapat menghormati penutur lainnya. Hal tersebut dapat dilakukan oleh seorang penutur dengan memilih kata – kata pada tuturan maupun sikap badan yang sesuai dengan etika – etika yang berlaku secara umum. Untuk itulah pemahaman mengenai etika komunikasi menjadi berguna bagi setiap penutur.

Dalam etika komunikasi orang Jepang, terdapat etika yang dikenal dengan budaya aizuchi. Maynard (1995: 221) mengungkapkan budaya aizuchi sebagai etika komunikasi yang berkaitan dengan respon penutur atau ekspresi yang muncul dari tuturan sebelumnya. Budaya aizuchi merupakan salah satu bentuk budaya Jepang yang sangat padat dengan ciri khas budaya. Budaya aizuchi menurut Maynard (1995: 221) adalah refleksi dari budaya Jepang yang sangat aktif dalam komunikasi. Budaya Jepang tidak memperlihatkan suatu budaya yang pasif semata dalam komunikasi. Dalam hal keaktifan maka respon yang diberikan penutur dapat berupa respon yang berhubungan dengan tuturan maupun respon yang berkaitan dengan gerak tubuh. Respon dalam bentuk tuturan biasanya dimunculkan dengan bentuk – bentuk ekspresi tertentu dan umumnya berhubungan erat dengan materi tuturan sebelumnya. Sedangkan gerak tubuh menjadi ciri khas respon yang mudah dipahami mengingat gerak tubuh terlihat jelas pada penutur yang terlibat.

Untuk itu, memahami budaya aizuchi dalam etika komunikasi bahasa Jepang menjadi persyaratan khusus bagi mahasiswa Sastra Jepang, Universitas Udayana. Dengan latar belakang pemahaman bahasa Jepang, maka pemahaman terhadap budaya aizuchi tentunya menjadi pelengkap yang sangat mendukung pada saat melakukan komunikasi. Sehingga penelitian ini akan mendeskripsikan permasalahan pada pengertian dan pemahaman mahasiswa Sastra Jepang, Universitas Udayana terhadap budaya aizuchi dalam komunikasi. Terkait dengan pengertian dan pemahaman itu, penelitian ini juga mendeskripsikan permasalahan berkaitan dengan fungsi - fungsi aizuchi dalam komunikasi berbahasa Jepang.


(8)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Levinson (dalam Nunan, 1993: 85) menegaskan jika bentuk dasar sebuah komunikasi adalah prototype bahasa yang digunakan, bentuk yang pertama kali manusia ketahui tentang bahasa, dan hal itu juga berkaitan dengan pemerolehan bahasa. Pernyataan tersebut mengindikasikan jika komunikasi berkaitan dengan bahasa dan lingkungan sekitarnya. Selain itu, penggunaan bahasa juga memiliki keterkaitan dengan budaya yang melatarbelakangi penutur dan tuturan. Dengan adanya budaya yang melekat pada seorang penutur dan budaya yang menaungi tuturan tertentu, maka dapat dipastikan jika penutur dalam melakukan tuturan mencerminkan suatu kondisi masyarakat dengan budaya tertentu. Nunan (1993: 94) menyimpulkan jika hal yang paling menantang dan sulit dalam suatu komunikasi terletak pada penutur kedua dan/atau penutur asing. Mereka mengalami kesulitan untuk dapat menunjukkan kedinamisan dan penampilan tuturan yang berbeda dari satu bahasa dengan bahasa lainnya serta satu budaya dengan budaya lainnya.

Nunan (1993: 94) menyimpulkan jika hal yang paling menantang dan sulit dalam suatu komunikasi terletak pada penutur kedua dan/atau penutur asing. Mereka mengalami kesulitan untuk dapat menunjukkan kedinamisan dan penampilan tuturan yang berbeda dari satu bahasa dengan bahasa lainnya serta satu budaya dengan budaya lainnya.

Lebih lanjut, Nunan (1993: 96) mengkaitkan budaya dengan manajemen percakapan yang terjadi antar dua penutur. Dalam manajemen percakapan terdapat sejumlah faktor yang patut diperhitungkan mulai dari tingkatan kesopanan, tingkatan formalitas percakapan, dan tingkatan penerimaan penutur terhadap rentang penundaan (pause) dari penutur lain. Faktor-faktor itu bervariasi dari satu budaya ke budaya lainnya. Selain itu, ketiganya memiliki pengaruh yang dapat menyebabkan kelangsungan suatu komunikasi lancar atau tidak. Contohnya, terdapat pandangan budaya berbeda terhadap penundaan (pause) dan kelancaran (smooth) dalam percakapan. Bagi orang Barat, posisi diam saat berbicara hanya dapat ditoleransi jika berbicara dengan teman atau seseorang yang telah dikenal dengan baik. Sehingga apabila mereka berbicara dengan orang asing atau orang yang baru dikenal, mereka akan berusaha menjaga kelancaran komunikasi tanpa melakukan penundaan (pause). Sedangkan dalam budaya Jepang, justru kelancaran (smooth) komunikasi seperti yang terdapat dalam budaya Barat malah membingungkan. Hal itu dikarenakan mereka terbiasa untuk melakukan penundaan singkat (short pause) guna memastikan lawan bicara dapat memahami topik yang sedang diperbincangkan.


(9)

Sebagai suatu proses, tuturan memiliki nilai-nilai yang dipahami dan diterima oleh masyarakat. Nilai-nilai sosial tersebut memungkinkan suatu tuturan dapat dikonstruksi dan dinegosiasikan antar penutur. Dalam hal ini penutur dimungkinkan untuk menerapkan nilai-nilai sosial dalam suatu tuturan saat menerapkan elemen tuturan seperti penundaan (pause), intonasi, penggunaan ekspresi filler, dan membangun formulasi tuturan. Karena berkaitan dengan nilai sosial, percakapan sesungguhnya memiliki kedekatan dalam aturan dan prosedur budaya yang spesifik. Ketidakmampuan dalam menangani suatu proses tuturan akan dianggap sama dengan ketidakmampuan memahami kondisi sosial budaya suatu masyarakat dan bahkan mungkin menimbulkan kesalahpahaman. Karena itulah, terdapat banyak hal penting yang perlu diketahui dalam memahami suatu tuturan, seperti; masuk maupun keluar pada suatu tuturan; berupaya untuk lebih menguasai tuturan (bidding a turn), menolak tanpa menimbulkan kesan kasar atau tidak sopan, atau merubah topik. Hal-hal seperti itu wajib dipahami penutur saat proses tuturan berlangsung.

Yule (2000) mendeskripsikan sejumlah karakteristik tuturan yang penting. Karakteristik tuturan tersebut antara lain adanya pasangan keterkaitan (adjacency pairs), struktur preferen (preference structure), dan penanda lain dalam percakapan. Penanda lain dalam percakapan dapat berupa penundaan sesaat (pauses), perhentian lama (overlaps), dan adanya penanda unsur-unsur seperti senyum, anggukan kepala, atau bentuk ekspresi wajah yang disebut sebagai sinyal backchannel (backchannel signals). Yule (2000: 76) menjelaskan secara detail yang dimaksud dengan pasangan keterkaitan (adjancency pairs) sebagai bentuk keterkaitan tuturan antara penutur pertama dengan penutur kedua. Dalam hal ini, penutur pertama mendapat respon yang sesuai dari penutur kedua. Sederhananya, apabila seorang penutur mengucapkan salam pembuka saat percakapan dimulai, maka menjadi kewajiban penutur kedua untuk membalas dengan ucapan salam. Sedangkan apabila seorang penutur bertanya maka penutur lainnya akan menjawab.

Selain adanya pasangan keterkaitan (adjacency pairs), juga terdapat istilah yang disebut dengan rangkaian selipan (insertion sequence). Bagian rangkaian selipan (insertion sequence) masih merupakan bagian dari pasangan keterkaitan (adjacency pairs). Sesuai dengan pengistilahannya, rangkaian selipan (insertion sequence) menurut Yule (2000: 77) merupakan pasangan keterkaitan yang justru tidak saling terkait. Dalam hal ini tuturan penutur pertama tidak mendapat respon semestinya dari penutur berikutnya. Hal itu sangat mungkin terjadi dalam sebuah tuturan. Tuturan tidak selalu berjalan dengan mulus dan komunikatif. Ada kalanya salah satu penutur justru memberikan respon tuturan yang berbeda. Sehingga jika disimpulkan, rangkaian selipan (insertion sequence) merupakan tuturan berbeda dari yang diharapkan oleh penutur sebelumnya.


(10)

Maynard (1995: 222) membagi karakteristik para respon penutur menjadi lima bagian penting. Bagian penting tersebut berkaitan dengan komponen yang disebut aizuchi atau respon pendengar. Kelima bagian dari aizuchi meliputi mengungkapkan konfirmasi, menunjukkan perhatian seseorang, memperlihatkan keraguan, mengekspresikan keterkejutan, dan mengungkapkan simpati. Masing – masing bagian tentunya mempunyai karakteristik yang berbeda dalam memperlihatkan ekspresi respon pendengar.

Mengungkapkan konfirmasi dalam bahasa Jepang menurut Maynard (1995: 222) dapat dilakukan dengan sejumlah ekspresi. Ekspresi – ekspresi itu antara lain soo desu ka (saya paham), soo desu ne (itu benar), yappari (hal itulah yang saya pikirkan), dan naruhodo (begitu ya). Secara umum, ekspresi – ekspresi aizuchi yang mengungkapkan konfirmasi dilakukan saat penutur lain menyampaikan suatu pernyataan. Sehingga untuk memastikan kebenarannya maka pendengar lain akan menyatakan konfirmasi. Sedangkan untuk menunjukkan perhatian seseorang dapat ditunjukkan dengan ekspresi seperti un (uh-huh), huun (saya paham), soo (benar), dan hai/ee (yeah benar). Ekspresi yang tergolong singkat tersebut sesungguhnya lebih mengacu kepada upaya memberikan perhatian terhadap pernyataan atau tuturan sebelumnya. Seperti diketahui, penutur Jepang dikenal tidak pasif. Sehingga memberikan tanggapan atau respon meskipun dengan ekspresi yang singkat dianggap menunjukkan perhatian atas tuturan yang sebelumnya disampaikan. Bahkan pada ekspresi hai atau ee diperlihatkan dalam kondisi – kondisi formal.

Karakteristik respon aizuchi yang ketiga adalah memperlihatkan keraguan. Ekspresi – ekspresi yang munculnya antara lain saa (baiklah …), maa tabun (mungkin…), soo desu ka nee (baiklah, saya tidak begitu yakin …), soo? (betulkah?), dan soo ka naa (saya berharap …). Ungkapan keraguan menunjukkan respon yang masih belum pasti terhadap tuturan penutur sebelumnya. Sehingga dapat dilihat jika ekspresi – ekspresi yang diperlihatkan lebih mengacu pada ekspresi ketidakyakinan. Karakteristik respon selanjutnya adalah mengekspresikan keterkejutan. Keterkejutan dalam respon penutur Jepang biasanya diungkapkan dengan ekspresi seperti ee? (apa?), honto? (betulkah?), uso! (kamu bohong!), dan masaka! (itu tidak mungkin, bohong!). ekspresi keterkejutan dalam aizuchi lebih banyak memperlihatkan respon pendengar yang tidak menduga terhadap tuturan yang disampaikan penutur sebelumnya. Karena memiliki pemahaman yang berbeda, maka respon keterkejutan muncul dalam istilah aizuchi. Selain keterkejutan, karakteristik respon aizuchi yang terakhir adalah mengungkapkan simpati. Pengungkapan simpati oleh pendengar biasanya dikaitkan dengan berita – berita yang tidak menyenangkan pada tuturan sebelumnya. Karena itulah, ekspresi simpati diungkapkan melalui tuturan seperti komarimashita nee (itu masalah, bukan?), yowatta naa (oh tidak, benar – benar masalah), komatta wa nee (oh, tidak, sungguh


(11)

masalah), zannen (desu) nee (prihatin mendengar itu, itu terlalu buruk), dan kinodokuni (saya prihatin mendengar hal itu). Jika diperhatikan secara umum maka dapat diketahui jika ungkapan simpati lebih banyak menunjukkan adanya suatu bentuk keprihatinan pendengar terhadap tuturan penutur lainnya. Sehingga sesuatu tersebut dianggap sebagai suatu hal yang buruk oleh pendengar lainnya.


(12)

BAB III

TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN

Bagian ini membahas mengenai tujuan dan manfaat penelitian yang berkaitan dengan pemahaman budaya Aizuchi dalam etika berkomunikasi orang Jepang. Tentunya tujuan dan manfaat penelitian lebih banyak menekankan pada studi kasus terhadap mahasiswa Sastra Jepang mengenai budaya Aizuchi itu sendiri.

3.1 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pemahaman mahasiswa Sastra Jepang terhadap budaya Aizuchi. Hal tersebut berkaitan dengan bahasa Jepang yang dipelajari oleh mahasiswa, sehingga secara langsung mereka juga seharusnya memahami budaya Aizuchi. Apalagi budaya Aizuchi berkaitan dengan etika berkomunikasi bagi orang Jepang. Secara rinci, tujuan penelitian ini juga mengaitkan pemahaman mahasiswa terhadap ekspresi – ekspresi yang terdapat pada komunikasi orang Jepang yang mana komunikasi itu mencakup budaya Aizuchi.

Selain itu, tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan mengenai fungsi – fungsi pada ekspresi budaya Aizuchi. Fungsi – fungsi ekspresi pada budaya Aizuchi adalah beragam dan masing – masing digunakan saat konteks komunikasi yang berbeda. Pengenalan terhadap fungsi ekspresi komunikasi memungkinkan untuk dapat dipahami oleh mahasiswa sehingga saat berkomunikasi secara langsung dengan orang Jepang, mereka dapat menggunakan ekspresi – ekspresi Aizuchi dengan tepat. Dengan begitu, komunikasi yang berlangsung dapat dengan baik dan lancar.

3.2 Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini dapat dibedakan menjadi dua dengan manfaat umum dan manfaat khusus berkaitan budaya Aizuchi dalam komunikasi orang Jepang. Secara umum, penelitian ini memberikan sumbangan pemikiran terhadap budaya komunikasi orang Jepang yang disebut Aizuchi. Model komunikasi tersebut barangkali terdapat pada bahasa lain, namun pada penggunaan oleh orang Jepang sudah tentu mempunyai latar belakang budaya yang berbeda. Dengan mendeskripsikan budaya Aizuchi maka setiap orang yang berkomunikasi dengan bahasa Jepang juga mempunyai dasar komunikasi yang berhubungan dengan budaya. Sehingga komunikasi dapat berlangsung sesuai dengan tujuan para penuturnya.

Secara khusus penelitian ini memberikan gambaran mengenai pengertian dan pemahaman budaya Aizuchi pada mahasiswa Sastra Jepang. Mahasiswa Sastra Jepang yang


(13)

nantinya akan sering berkomunikasi dengan orang Jepang maka secara langsung wajib mengetahui dan memahami budaya Aizuchi. Selain itu, penelitian ini juga memberikan penjelasan secara deskripsi pemahaman budaya Aizuchi di kalangan mahasiswa Sastra Jepang serta pemahaman mereka terhadap penggunaan ekspresi – ekspresi Aizuchi dalam komunikasi. Tentunya hal tersebut berkaitan dengan beragam ekspresi pada budaya Aizuchi dan bervariasinya konteks komunikasi yang terjadi antar penutur.


(14)

BAB IV

METODE PENELITIAN

Bagian ini membahas mengenai metode penelitian yang berkaitan dengan tahapan - tahapan akademis dalam kegiatan penelitian. Pada metode penelitian dibahas mengenai sumber data, metode dan teknik pengumpulan data, dan metode dan teknik analisa data.

3.1 Sumber Data

Sumber data yang akan digunakan berkaitan dengan pengertian dan pemahaman mengenai istilah aizuchi adalah mahasiswa program studi Sastra Jepang, Universitas Udayana. Adapun mahasiswa yang akan dilibatkan merupakan semester empat atau mahasiswa tahun kedua yang menempuh pendidikan di Sastra Jepang. Penggunaan mahasiswa semester empat mengingat yang bersangkutan telah mendapatkan sejumlah materi – materi yang berhubungan dengan keterampilan komunikasi dalam bahasa Jepang. Dengan pemahaman awal tersebut maka mahasiswa Sastra Jepang nantinya akan diharapkan juga memahami tentang kemampuan respon atau aizuchi. Jumlah keseluruhan mahasiswa semester empat yang ikut serta dalam penelitian ini adalah 47 mahasiswa.

3.2 Metode dan Teknik Pengumpulan Data

Metode yang akan digunakan pada penelitian ini adalah metode simak. Metode simak akan digunakan untuk dapat mengumpulkan data mengenai istilah aizuchi pada mahasiswa Sastra Jepang, Universitas Udayana. Secara teknis, pengumpulan data yang dilakukan akan mengaplikasikan model kuesioner. Kuesioner nantinya akan disusun berkaitan dengan pengertian dan pemahaman tentang aizuchi. Terdapat sejumlah pertanyaan yang berkaitan dengan budaya Aizuchi yang bertujuan untuk mengetahui pengertian serta pemahaman mahasiswa. Selanjutnya setelah kuesioner diisi, maka dilakukan teknik membaca rinci untuk dapat mengetahui hasil dari kuesioner yang diisikan mahasiswa. Hasil kuesioner mahasiswa nantinya akan dihitung berkaitan dengan pertanyaan yang muncul. Sedangkan teknik selanjutnya yang akan diterapkan adalah teknik klasifikasi. Teknik klasifikasi akan dikaitkan dengan hasil – hasil pengisian kuesioner mengenai aizuchi.

3.3 Metode dan Teknik Analisa Data

Metode yang akan diterapkan pada proses analisa data adalah metode deskriptif kuantitatif. Nantinya, metode deskriptif kuantitatif akan mendeskripsikan pengertian dan pemahaman mahasiswa Sastra Jepang, Universitas Udayana terkait dengan istilah aizuchi.


(15)

Untuk itu teknik analisa data yang akan digunakan adalah teknik deskripsi berdasarkan aplikasi teori analisa percakapan dan penggunaan aizuchi dalam komunikasi orang Jepang. Secara rinci, teori mengenai aizuchi dari Maynard (1995) dan teori mengenai analisa percakapan dari Yule (2000) akan menjadi acuan dalam proses analisa secara deskriptif kuantitatif.


(16)

BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

Berikut adalah hasil dan pembahasan yang diambil dari angket yang disebarkan kepada sebanyak empat puluh tujuh (47) orang mahasiswa semester empat (IV). Masing-masing angket terdiri dari empat (4) model percakapan. Mahasiswa diminta mengisi bagian yang kosong dalam setiap percakapan dengan memilih salah satu aizuchi yang disediakan. Percakapan 1

Situasi percakapan ini terjadi antara dosen (Sato sensei) dengan mahasiswa (Hayashi) di ruang kelas. Sato sensei menyampaikan kepada Hayashi bahwa sudah berdiskusi dengan Kimura sensei tentang acara besok yang melibatkan mahasiswa. Mahasiswa diberikan ijin untuk tidak mengikuti perkuliahan dengan memindahkan jadwal kuliah ke hari lain. Pada percakapan 1 terdapat 3 isian yang dikosongkan. Adapun pilihan aizuchi yang diisi oleh mahasiswa dapat dilihat dari masing-masing tabel. Berikut ditampilkan bagian utuh percakapan 1.

佐藤先生 :林君、明日のこと…

Sato sensei Hayashi kun, ashita no koto… Hayashi, mengenai acara besok..

はやし :___

Hayashi ……….. (1.1)

佐藤先生 :木村先生にもう相談したよ。

Sato sensei Kimura sensei ni mou soudan shita yo. Saya sudah diskusi dengan Kimura sensei

はやし :___

Hayashi ………... (1. 2)

佐藤先生 :大丈夫だと言ったのよ

Sato sensei Daijobu da to itta no yo Katanya tidak masalah

はやし :ああ、___。それはよかったですね。どうもありがとうございました。

Hayashi Aa,________(1. 3). Sore wa yokatta desu ne. doumo arigatou gozaimashita. Oh,……… Syukurlah. Sensei, terima kasih banyak.

はい、うん、ええ、そう?、ぼんとう?、ほんとうですか、そうですね

Berikut ada 3 buah tabel yang menggambarkan pilihan jawaban dari mahasiswa untuk mengisi bagian yang kosong pada percakapan 1. Tabel 1.1 merupakan tabel yang menggambarkan jawaban pada bagian percakapan (1.1), tabel 1.2 menggambarkan jawaban pada bagian percakapan (1.2), tabel 1.3 menggambarkan jawaban pada percakapan bagian (1.3).


(17)

Tabel 1.1

Aizuchi Jumlah Mahasiswa

はい ‘Hai’ 42

うん‘Un’

-ええ ‘Ee’

-そう?’sou?’

-ほんとう? ‘hontou?’

-ほんとうですか ‘hontou desu ka’

-そうですね ‘sou desu ne’

-Percakapan 1.1

佐藤先生 :林君、明日のこと…

Sato sensei Hayashi kun, ashita no koto… Hayashi, mengenai acara besok..

はやし :___

Hayashi ……….. (1.1)

Seperti yang ditunjukkan tabel 1.1, sebanyak 42 orang (89%) mengisi dengan ungkapan hai ‘ya’ dan 5 orang (11%) tidak mengisi jawaban pada bagian tersebut. Pemilihan hai pada ujaran tersebut merupakan pilihan yang tepat. Hal tersebut mengindikasikan bahwa Hayashi menyimak dengan baik apa yang dikatakan oleh dosennya. Maynard (1995: 222) menyatakan bahwa hai merupakan aizuchi yang menunjukkan perhatian seseoarng terhadap ujaran yang disampaikan orang lain. Terhadap pilihan aizuchi yang disediakan untuk melengkapi kalimat pada bagian 1.1, ada 3 buah aizuchi yang menunjukkan perhatian/attention yaitu hai, un, dan ee.

Walaupun ketiganya berarti ‘ya’, namun tidak ada seorangpun dari mahasiswa yang memilih un dan ee. Hal ini menunjukkan bahwa mahasiswa telah memahami dengan baik penggunaan ketiga ujaran tersebut. Di antara ketiga ujaran tersebut, hai merupakan ujaran yang tingkat formalitasnya paling tinggi. Selain itu juga merupakan ungkapan yang bersifat paling netral di antara 2 lainnya. Sedangkan ee dan un merupakan ungkapan yang bersifat informal. Dilihat dari konteks pembicaraan, pemilihan hai oleh mahasiswa karena yang menjadi lawan bicara dari Hayashi adalah dosennya. Hal ini mengharuskan Hayashi bersikap dan bertutur kata dengan sopan. Hubungan antara pembicara dengan lawan bicara merupakan hal yang sangat penting dan harus diperhatikan dalam budaya percakapan orang Jepang.


(18)

Selain umur, pekerjaan orang yang terlibat dalam percakapan merupakan hal yang menentukan posisi atau kedudukan orang tersebut.

Pada penggalan percakapan 1.1, sebanyak 5 orang (11%) yang tidak mengisi bagian kosong dengan pilihan aizuchi yang tersedia. Dalam budaya Jepang, aizuchi merupakan hal yang sangat penting dalam percakapan. Aizuchi merupakan indikasi bahwa lawan bicara atau pendengar menaruh perhatian terhadap lawan bicara. Sehingga apabila dalam suatu percakapan lawan bicara tidak memberikan respon bisa menimbulkan anggapan bahwa lawan bicara tidak menaruh perhatian. Hal ini tentunya harus dihindari, apalagi pembicara sampai menghentikan sejenak ujarannya (yang ditandai dengan tanda …pada akhir percakapan). Hal ini dimaksudkan bahwa lawan bicara diberikan kesempatan untuk menanggapi lawan bicara. Tabel 1.2

Aizuchi Jumlah Mahasiswa

はい ‘Hai’ 30

うん‘Un’ 8

ええ ‘Ee’ 9

そう?’sou?’

-ほんとう? ‘hontou?’

-ほんとうですか ‘hontou desu ka’

-そうですね ‘sou desu ne’

-Percakapan 1.2

佐藤先生 :木村先生にもう相談したよ。

Sato sensei Kimura sensei ni mou soudan shita yo. Saya sudah diskusi dengan Kimura sensei

はやし :___

Hayashi ………...

Pada penggalan percakapan 1.2, aizuchi yang dipilih oleh mahasiswa cukup beragam. Adapapun pilihan tersebut masih digolongkan kedalam aizuchi yang menunjukkan atensi seseorang yaitu hai, ee, dan un (Maynard, 1995: 222). 30 orang (63%) memilih hai, 9 orang (19%) memilih ee, dan 8 orang (17%) memilih un.

Seperti yang dikemukakan sebelumnya, bahwa ketiga aizuchi ini berarti ‘ya’ dalam bahasa Indonesia. Tetapi memiliki situasi pemakaian yang berbeda. Di antara ketiga ujaran tersebut, hai memiliki tingkat formalitas yang paling tinggi. Sedangkan ee dan un cenderung dipakai dalam situasi informal serta di antara pelibat pembicaraan yang akrab. Dilihat dari hubungan pembicara dan lawan bicara, maka penggunaan hai dirasa paling tepat untuk


(19)

menimpali ujaran yang sebelumnya disampaikan. Karena lawan bicara dari Hayashi tergolong kedalam kelompok me ue no hito. Sehingga pemakaian ee dan un kurang tepat.

Tabel 1.3

Aizuchi Jumlah Mahasiswa

はい ‘Hai’ 42

うん‘Un’

-ええ ‘Ee’

-そう?’sou?’

-ほんとう? ‘hontou?’

-ほんとうですか ‘hontou desu ka’

-そうですね ‘sou desu ne’

-Percakapan 1.3

佐藤先生 :大丈夫だと言ったのよ

Sato sensei Daijobu da to itta no yo Katanya tidak masalah

はやし :ああ、___。それはよかったですね。どうもありがとうございました。

Hayashi Aa,________(1. 3). Sore wa yokatta desu ne. doumo arigatou gozaimashita. Oh,……… Syukurlah. Sensei, terima kasih banyak.

Untuk mengisi bagian 1.3, empat puluh lima (96%) orang memilih hontou desu ka?, dua orang (4%) memilih sou? Seperti yang terlihat pada tabel 1.3. Kedua jenis aizuchi ini dikelompokkan secara berbeda oleh Maynard (1995: 222). Hontou desu ka ‘benarkah’ digolongkan sebagai aizuchi yang menunjukkan keterkejutan (showing surprise). Sedangkan sou? ‘benarkah?’ digolongkan sebagai aizuchi yang menunjukkan ekspresi ketidakyakinan (expressing reservation or doubt).

Apabila dilihat dari konteks kalimat secara keseluruhan, maka penggunaan hontou desu ka dirasa paling tepat. Hal ini dikarenakan Hayashi merasa terkejut karean kimura sensei tidak merasa keberatan untuk memindahkan jam kuliah. Sehingga dia merasa lega. Keterkejutannya tersebut didasari oleh Kimura sensei yang terkenal sangat disiplin tentang masalah jadwal kuliah pada akhirnya mau berubah setelah berunding dengan Yamanaka sensei. Sementara penggunaan sou? Yang menyatakan ekspresi ketidakyakinan pada bagian percakapan ini kurang tepat karena tidak sesuai denga konteks percakapan.

Percakapan (2) merupakan percakapan yang bertemakan tentang pelajaran bahasa Jepang. Pelaku percakapan adalah Morita (orang Jepang) dengan Rao (orang India).


(20)

Keduanya merupakan karyawan perusahaan Jepang. Berikut ada 2 buah tabel yang menggambarkan pilihan jawaban dari mahasiswa untuk mengisi bagian yang kosong pada percakapan 2. Tabel 2.1 merupakan tabel yang menggambarkan jawaban pada bagian percakapan (2.1), sedangkan tabel 2.2 menggambarkan jawaban pada bagian percakapan (2.2),

(Percakapan 2)

森田 :今までどのくらい日本語を勉強しましたか。

Morita Ima made dono kurai nihongo o benkyo shimashita ka.

Sampai sekarang kira-kira berapa lama sudah belajar bahasa Jepang?

ラオ :インドで2週間ぐらい会社の人に教えてもらいました。

  それからセンターで5週間習いました。

Rao Indo de ni shuukan gurai kaisha no hito ni oshiete moraimashita. Sorekara senta de go shuukan naraimashita.

Di India saya diajarkan oleh orang perusahaan kira-kira selama dua minggu. Kemudian belajar di center selama 5 minggu.

森田 :___。上手ですね。(2.1)

ひらがなやかたかなも習いましたか。 Morita _______. Jouzu desu ne.

Hiragana ya katakana mo naraimashita ka. ______. Hebat ya.

Apakah belajar hiragana dan katakana juga?

ラオ :いいえ。これから自分で勉強したいと思います。

Rao Iie. Kore kara jibun de benkyo shitai to omoimasu.

Tidak. Saya bermaksud untuk belajar sendiri mulai sekarang.

森田 :___。じゃ、いい本があリますから、貸してあげますよ。頑張ってく ださい。(2.2)

Morita _______. Ja, ii hon ga arimasu kara, kashite agemasu yo. Ganbatte kudasai. _______. Kalau begitu, akan saya pinjamkan buku yang bagus. Semangat ya!

ほんとうですか そうですか

Tabel 2.1

Aizuchi Jumlah Mahasiswa

ほんとうですか ‘Hontou desu ka’

30

そうですか ‘Sou desu ka’ 17

Percakapan 2.1

森田 :今までどのくらい日本語を勉強しましたか。

Morita Ima made dono kurai nihongo o benkyo shimashita ka.


(21)

ラオ :インドで2週間ぐらい会社の人に教えてもらいました。   それからセンターで5週間習いました。

Rao Indo de ni shuukan gurai kaisha no hito ni oshiete moraimashita. Sorekara senta de go shuukan naraimashita.

Di India saya diajarkan oleh orang perusahaan kira-kira selama dua minggu. Kemudian belajar di center selama 5 minggu.

森田 :___。上手ですね。

ひらがなやかたかなも習いましたか。

Morita _______. Jouzu desu ne.

Hiragana ya katakana mo naraimashita ka. ______. Hebat ya.

Apakah belajar hiragana dan katakana juga?

Seperti yang dapat dilihat pada tabel 2.1, terdapat 30 mahasiswa (64%) memilih ‘Honto desu ka’ dan 17 (36%) mahasiswa memilih ‘Sou desu ka’. Kedua pilihan memperlihatkan adanya variasi atau keberagaman dalam pemahaman mahasiswa yang berhubungan dengan ekspresi aizuchi.

Berdasarkan konteks tersebut, penggunaan hontou desu ka ‘benarkah?’ yang paling sesuai. hontou desu ka merupakan ungkapan yang menunjukkan ekspresi keterkejutan (Maynard, 1995: 222). Penggunaan hontou desu ka dalam hal ini merupakan ekspresi keterkejutan dari Hayashi terhadap Rao. Morita menilai bahwa kemampuan bahasa Jepang yang dimiliki oleh Rao sudah baik walaupun hanya baru belajar 5 minggu. Hal ini juga sekligus sebagai bentuk pujian terhadap kemampuann bahasa Jepang Rao. Sou desu ka ‘oh ya?’ kurang tepat dipakai karena menyatakan suatu bentuk konfirmasi terhadap pernyataan lawan bicara.

Sedangkan tabel 2.2 menunjukkan pilihan mahasiswa terhadap isian kosong yang terdapat dalam penggalan percakapan 2. Secara rinci tabel 2.2 dipaparkan di bawah ini.

Tabel 2.2

Aizuchi Jumlah Mahasiswa

ほんとうですか ‘Hontou desu ka’ 17

そうですか ‘Sou desu ka’ 30

Percakapan 2.2

ラオ :いいえ。これから自分で勉強したいと思います。

Rao Iie. Kore kara jibun de benkyo shitai to omoimasu.

Tidak. Saya bermaksud untuk belajar sendiri mulai sekarang.

森田 :___。じゃ、いい本があリますから、貸してあげますよ。頑張ってく ださい。


(22)

Morita _______. Ja, ii hon ga arimasu kara, kashite agemasu yo. Ganbatte kudasai. _______. Kalau begitu, akan saya pinjamkan buku yang bagus. Semangat ya!

Pada penggalan percakapan di atas, mahasiswa diminta untuk mengisi bagian kosong. Bagian kosong berisikan ekspresi aizuchi dalam bahasa Jepang. Dari pengisian bagian kosong pada penggalan percakapan dapat diketahui bahwa mahasiswa hanya memilih dua ekspresi untuk melengkapi percakapan di atas. Tercatat 17 mahasiswa (36%) memilih menggunakan ‘Hontou desu ka’ dan 30 mahasiswa (64%) memilih ekspresi ‘Sou desu ka’.

Penggunaan hontou desu ka ‘benarkah?’ jika dikaitkan dengan konteks tersebut kurang tepat karena pembicara tidak lagi mengungkapkan rasa keterkejutannya terhadap apa yang disampaikan oleh lawan bicara. Sudah ada informasi awal yang disampaikan oleh lawan bicara tentang bagaimana ia belajar bahasa Jepang. Sou desu ka ‘oh ya?’ merupakan penggunaan yang tepat dalamm konteks tersebut karena pembicara menunjukkan ketertarikan terhadap apa yang disampaikan lawan bicara sehingga ia ingin membantu Rao untuk belajar bahasa Jepang lebih lanjut dengan meminjamkan buku bahasa Jepang yang bagus agar Rao bisa lebih mudah memahami bahasa Jepang.

(Percakapan 3)

Situasi percakapan berikut terjadi di kantin sekolah antara Tanaka dan Taro. Mereka berbicara mengenai undangan pesta ulang tahun dari Yamada sensei. Berikut ada 2 buah tabel yang menggambarkan pilihan jawaban dari mahasiswa untuk mengisi bagian yang kosong pada percakapan 3. Tabel 3.1 merupakan tabel yang menggambarkan jawaban pada bagian percakapan (3.1), tabel 3.2 menggambarkan jawaban pada bagian percakapan 3.2 (2). 3.2 (3) dan 3.2 (4).

田中 :あした山田先生の誕生パーテイーですね

Tanaka Ashita yamada sensei no tanjou patii desu ne. Besok pesta ulang tahun Yamada sensei ya.

たろ :うん、そうですね。

Taro un, sou desu ne. Ya, betul.

田中 :きみ、行くの?

Tanaka kimi, iku no?

kamu pergi ke sana?

たろ :もちろん行くよ。きみは?

Taro mochiron iku yo. Kimi wa? Tentu saja ke sana. Kalau kamu?

田中 :____。明日は8時まで仕事なんですが

Tanaka ………… Ashita wa hacji ji made shigoto nan desu ga ………… Besok aku kerja sampai jam 8… (1)

たろ :____。それは_____

Taro ………… (2) Sore wa……… (3) ……… Itu…………


(23)

田中 :_____ (4)

Tanaka ……….

Tabel 3.1

Aizuchi Jumlah Mahasiswa

はい ‘Hai’

-そう? ‘Sou?’

-うん ‘Un’

-そう ‘Sou’

-ええ ‘Ee’

-こまりましたね ‘Komarimashita ne’

-こまったわねえ ‘Komatta wa nee’

-そうですか ‘Sou desu ka’ 10

そうかなあ ‘Sou ka naa’ 35

そうですね ‘Sou desu ne’ 2

ざんねんですね ‘Zannen desu ne’

-かわいそうに ‘Kawaisou ni’

-Percakapan 3.1

田中 :あした山田先生の誕生パーテイーですね

Tanaka Ashita yamada sensei no tanjou patii desu ne. Besok pesta ulang tahun Yamada sensei ya.

たろ :うん、そうですね。

Taro un, sou desu ne. Ya, betul.

田中 :きみ、行くの?

Tanaka kimi, iku no?

kamu pergi ke sana?

たろ :もちろん行くよ。きみは?

Taro mochiron iku yo. Kimi wa? Tentu saja ke sana. Kalau kamu?

田中 :____。明日は8時まで仕事なんですが

Tanaka ………… Ashita wa hacji ji made shigoto nan desu ga ………… Besok aku kerja sampai jam 8… (1)

はい、そう?、運、ええ、こまりましたね、こまったわねえ そうですか、そうかなあ、そうですね、ざんねんですね


(24)

Pada tabel 3.1 dapat dilihat aizuchi yang dipilih oleh mahasiswa untuk mengisi percakapan bagian 3.1. Sepuluh (10) orang (21%) memilih sou desu ka , tiga puluh lima orang (74%) memilih sou ka naa dan dua orang (4%) memilih sou desu ne. Dilihat dari konteks pembicaraannya, aizuchi sou desu ka dan sou desu ne kurang tepat dipakai untuk melengkapi percakapan bagian 3.1 di atas. Karena sou desu ka dan sou desu ne termasuk dalam aizuchi yang menyatakan konfirmasi, yaitu berupa respon terhadap apa yang dituturkan sebelumnya. Apakah pembicara merasa setuju atau agak kurang setuju terhadap lawan bicara.

Ungkapan sou ka naa ‘saya ragu’ merupakan tipe aizuchi yang termasuk ke dalam kelompok yang menyatakan bentuk keraguan pembicara. (Maynard, 1995:222). Pembicara merasa ragu apakah dia bisa datang ke pesta tersebut karena ia harus bekerja sampai jam delapan. Penggunaan sou ka naa dalam konteks ini juga mengandung makna implisit bahwa pembicara tidak bisa datang ke pesta ulang tahun gurunya. Hal ini diperkuat dengan ujaran selanjutnya dari pembicara yang menyatakan bahwa ia harus bekerja sampai jam 8 malam. Setelah itu pembicara tidak menyelesaikan ujarannya.

Tabel 3.2

Aizuchi Jumlah Mahasiswa

はい ‘Hai’ -

-そう? ‘Sou?’ 10 (2)

-うん ‘Un’ -

-そう ‘Sou’ 8 (2)

-ええ ‘Ee’ 3 (2) - -

こまりましたね ‘Komarimashita ne’

3(2) 15 (3) 10 (4)

こまったわねえ ‘Komatta wa nee’ - 15 (3) 17 (4)

そうですか ‘Sou desu ka’ 17 (2)

-そうかなあ ‘Sou ka naa’ 3 (2)

-そうですね ‘Sou desu ne’ - - 20 (4)

ざんねんですね ‘Zannen desu ne’ 2 (2) 17 (3)


(25)

-Percakapan 3.2

たろ :____。それは_____

Taro ………… (2) Sore wa……… (3) ……… Itu…………

田中 :_____ (4)

Tanaka ……….

Pada bagian 3.2 (2), terdapat bermacam-macam jawaban yang diisi oleh mahasiswa. Seperti yang terlihat dalam tabel di atas 10 orang (21%) memilih sou?, 8 orang (17%) memilih sou, 3 orang (6%) memilih ee, 3 orang (6%) memilih komarimashita ne, 17 orang (36%) memilih sou desu ka, 3 orang (6%) memilih sou ka naa, dan 2 orang (4%) memilih zannen desu ne. aizuchi yang dipilih oleh mahasiswa untuk mengisi bagian 3.2 (2) di atas, dapat dikelompokkan menjadi beberapa tipe. Tipe-tipe tersebut adalah menunjukkan perhatian seseorang (showing one’s attention) yaitu ee ‘ya’ dan sou ‘betul’, mengekspresikan konfirmasi (expressing confirmation) yaitu sou desu ka ‘saya paham’, mengekspresikan ketidakyakinan atau keragu-raguan (expressing reservation or doubt) yaitu sou? ‘benarkah?’ dan sou ka naa ‘saya ragu’, serta yang menunjukkan rasa simpati (offering sympathy) yaitu zannen desu ne ‘sayang sekali’ (Maynard, 1995:222).

Berdasarkan konteks tuturan diatas, tentunya sou desu ka merupakan aizuchi yang tepat dipakai. sou desu ka menunjukkan bahwa pembicara (Taro) telah memahami dengan baik penyebab dari lawan bicara (Tanaka) tidak yakin apakah bisa datang ke pesta ulang tahun gurunya atau tidak. Dengan kata lain sou desu ka merupakan respons atas kegelisahan yang dialami oleh Tanaka. Hal ini juga mengindikasikan adanya sedikit ketidaksepakatan dari Taro karena sepertinya Tanaka lebih mementingkan pekerjaan daripada menghadiri pesta ulang tahun dosennya. Sehingga bentuk aizuchi yang lain yaitu ee, sou, sou? Dan sou ka naa kurang tepat dipakai karena tidak sesuai dengan konteks ujaran yang disampaikan sebelumnya.

Bagian 3.2 (3) merupakan kelanjutan ujaran dari 3.2 (2) yang disampaikan oleh Taro. Untuk mengisi bagian 3.2 (3), 15 orang (32%) memilih komarimashita ne, 15 orang (32%) memilih komatta wa nee, 17 orang (36%) memilih zannen desu ne. Ketiga aizuchi ini merupakan respon yang menunjukkan rasa simpati. Dalam hal ini menunjukkan simpati yang diberikan oleh Taro kepada Tanaka. Rasa simpati Taro ini didasari oleh kesuliatan yang dialami Tanaka. Tanaka merasa bingung karena harus bekerja sampai jam 8 malam. Sementara undangan pesta ulang tahun dosennya jam 7 malam. Apabila tidak menghadiri


(26)

pesta ulang tahun dosennya dia khawatir dianggap tidak menghormati dosennya. Undangan menghadiri pesta ulang tahun dari orang yang kedudukan sosialnya lebih tinggi merupakan suatu bentuk anggapan bahwa yang mengundang menghargai orang yang diundang sebagai bagian dari komunitas mereka. Dan yang diundang semestinya datang menghadiri undangan tersebut sebagai bentuk penghormatannya terhadap tuan rumah (Byram & Feng, 2006). Namun apabila dia tidak bekerja sesuai dengan jam kantor, maka itu menunjukkan bahwa dia bukanlah seorang pekerja yang baik. Meskipun tidak atasan yang mengawasi secara langsung, namun kesadaran kelompok dalam perusahaan Jepang sangat tinggi. Sehingga kinerja seorang pegawai kantor diawasi dan dikontrol oleh teman kantor satu ruangannya. Karena dalam satu ruangan pada biasanya terdiri dari sekitar 50 orang pegawai (Cavusgil & Czinkota, 2010). Walaupun ketiga buah aizuchi ini menunjukkan rasa simpati, namun yang tepat dipakai dalam konteks ini adalah komarimashita ne dan komatta wa nee yang dapat diterjemahkan ‘susah juga ya’. Perbedaan yang terdapat pada keduanya adalah pemakainya. Komarimashita nee bisa dipakai baik oleh laki-laki maupun perempuan. Sedangkan komatta wa nee merupakan ungkapan yang lazim digunakan oleh perempuan saja (Maynard, 1995: 223). Partikel nee yang terdapat di belakang masing-masing ujaran tersebut merupakan partikel akhir yang menunjukkan bahwa pembicara meminta persetujuan dari lawan bicara terhadap apa yang disampaikannya. Zannen desu ne ‘sayang sekali ya’ kurang tepat dipakai dalam hal ini karena lawan bicara belum memutuskan apakah dia datang atau tidak ke pesta tersebut.

Sementara pada bagian 3.2 (4), 10 orang (21%) memilih komarimashita ne, 17 orang (36%) memilih komatta wa nee, dan 20 orang (42%) memilih sou desu ne. Bagian ini berisi tanggapan yang disampaikan oleh Tanaka. Seperti yang telah disampaikan pada paragraph di atas, Taro menunjukkan rasa simpati terhadap keadaan Tanaka. Rasa simpati tersebut ditunjukkan dengan penggunaan komarimashita nee dan komatta wa nee. Penggunaan komarimashita nee dan komatta wa nee untuk menjawab respon dari Taro pada bagian 3.2 (3) tentu saja kurang tepat. Agak aneh jadinya apabila Tanaka juga mengucapkan aizuchi yang sama. Aizuchi yang disampaikan oleh Taro sebelumnya mengandung unsure permintaan agar Tanaka mempunyai pandangan yang sama terhadap pemahaman Taro yang diwakili dengan partikel ne. Sehingga respon yang tepat digunakan adalah sou desu ne ‘betul itu’. Sou desu ne tidak hanya terkesan “sekedar” menyetujui atau sependapat dengan lawan bicara, tetapi memang Tanaka benar-benar berada dalam kondisi yang sulit untuk memilih apakah dia menghadiri pesta atau memilih untuk tetap bekerja.


(27)

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa pada umumnya mahasiswa semester IV (empat) program studi sastra Jepang universitas Udayana cukup beragam berdasarkan kompleksitas suatu percakapan. Pada percakapan yang terdiri dari 2 sampai 3 tipe aizuchi, kemapuan mereka untuk memahaminya berada pada rentang baik yaitu antara 64%-93%. Sementara pada percakapan yang terdiri lebih dari 3 aizuchi yang berbeda, kemampuan pemahaman mereka masih kurang, yaitu berkisar antara 20%- 36%. Hal ini dapat dilihat dari hasil angket yang telah disebarkan, yang bisa dirangkum sebagai berikut:

A. Pemahaman mahasiswa tentang tipe aizuchi yang terkandung pada percakapan 1 sangat baik. Pada bagian 1.1, tipe aizuchi yang harus diisi adalah showing one’s attention (hai). 89% dari mereka sudah mengisi dengan benar. Pada bagian 1.2 tipe aizuchi yang harus diisi adalah showing one’s attention (hai), dan hanya 63% dari mereka sudah mengisi dengan benar. Pada bagian 1.3, tipe aizuchi yang harus diisi adalah showing surprise (hontou desu ka). 96% dari mereka sudah mengisi dengan benar.

B. Percakapan 2 terdiri dari 2 bagian dengan tipe aizuchi yang berbeda yaitu tipe expressing confirmation dan showing surprise. Pada bagian 2.1 tipe aizuchi yang harus diisi adalah showing surprise (hontou desu ka). Hanya 64% mampu mengisi dengan benar. Sementara tipe aizuchi yang harus diisi pada bagian 2.2 adalah expressing confirmation (sou desu ka) dan hanya 64% yang mampu mengisi dengan benar.

C. Pada percakapan 3 terdiri dari lima bagian yang harus diisi oleh mahasiswa. Bagian 3.1 harus diisi dengan aizuchi tipe expressing reservation or doubt ( sou ka naa). 74% mahasiswa mengisi dengan benar. Pada bagian 3.2 (2) tipe aizuchi yang harus diisi adalah expressing confirmation (sou desu ka)dan hanya 36% mampu mengisi dengan benar. Pada bagian 3.2 (3) tipe aizuchi yang harus diisi adalah offering sympathy (komarimashita ne). Hanya 32% mampu mengisi dengan tepat. Sementara pada bagian 3.2 (4) tipe aizuchi yang harus diisi adalah expressing confirmation (sou desu ne) dan hanya 20% yang mampu mengisi dengan benar.


(28)

5.2 SARAN

Penelitian tentang aizuchi ini masih bisa dikembangkan lagi. Aizuchi tidak hanya bisa dilihat dari verbalnya saja, melainkan juga bisa diteliti dari perilaku non verbal seperti mimic wajah, sikap tubuh, dan yang lainnya. Hal lain yang bisa melengkapi penelitian aizuchi antara lain umur pembicara, gender, dan juga tingkat kemampuan bahasa Jepang (Japanese proficiency) yang dimiliki.


(29)

DAFTAR PUSTAKA

Byram, Michael & Anwei Feng. 2006. Living and Studying Abroad: Research and Practice. London: Multilingual Matters Ltd

Cavusgil, Tamer S & Michael Czinkota. 2010. Understanding Japanese Management Practices. New York: Business Expert Press, LLC.

Maynard, Senko K. 1995. An Introduction to Japanese Grammar and Communication Strategies. Tokyo: The Japan Times.

Nunan, David. 1993. Discourse Analysis. London: Penguin English.

Tanaka, Lidia. 2004. Gender, language and culture: A Study of Japanese Television Interview Discourse. Amsterdam: John Benjamins Publishing Company.


(1)

Pada tabel 3.1 dapat dilihat aizuchi yang dipilih oleh mahasiswa untuk mengisi percakapan bagian 3.1. Sepuluh (10) orang (21%) memilih sou desu ka , tiga puluh lima orang (74%) memilih sou ka naa dan dua orang (4%) memilih sou desu ne. Dilihat dari konteks pembicaraannya, aizuchi sou desu ka dan sou desu ne kurang tepat dipakai untuk melengkapi percakapan bagian 3.1 di atas. Karena sou desu ka dan sou desu ne termasuk dalam aizuchi yang menyatakan konfirmasi, yaitu berupa respon terhadap apa yang dituturkan sebelumnya. Apakah pembicara merasa setuju atau agak kurang setuju terhadap lawan bicara.

Ungkapan sou ka naa ‘saya ragu’ merupakan tipe aizuchi yang termasuk ke dalam kelompok yang menyatakan bentuk keraguan pembicara. (Maynard, 1995:222). Pembicara merasa ragu apakah dia bisa datang ke pesta tersebut karena ia harus bekerja sampai jam delapan. Penggunaan sou ka naa dalam konteks ini juga mengandung makna implisit bahwa pembicara tidak bisa datang ke pesta ulang tahun gurunya. Hal ini diperkuat dengan ujaran selanjutnya dari pembicara yang menyatakan bahwa ia harus bekerja sampai jam 8 malam. Setelah itu pembicara tidak menyelesaikan ujarannya.

Tabel 3.2

Aizuchi Jumlah Mahasiswa はい ‘Hai’ - -そう? ‘Sou?’ 10 (2) -うん ‘Un’ - -そう ‘Sou’ 8 (2) -ええ ‘Ee’ 3 (2) - - こまりましたね ‘Komarimashita

ne’

3(2) 15 (3) 10 (4)

こまったわねえ ‘Komatta wa nee’ - 15 (3) 17 (4) そうですか ‘Sou desu ka’ 17 (2) -そうかなあ ‘Sou ka naa’ 3 (2) -そうですね ‘Sou desu ne’ - - 20 (4) ざんねんですね ‘Zannen desu ne’ 2 (2) 17 (3) -かわいそうに ‘Kawaisou ni’


(2)

-Percakapan 3.2

たろ :____。それは_____

Taro ………… (2) Sore wa……… (3)

……… Itu…………

田中 :_____ (4)

Tanaka ……….

Pada bagian 3.2 (2), terdapat bermacam-macam jawaban yang diisi oleh mahasiswa. Seperti yang terlihat dalam tabel di atas 10 orang (21%) memilih sou?, 8 orang (17%) memilih sou, 3 orang (6%) memilih ee, 3 orang (6%) memilih komarimashita ne, 17 orang (36%) memilih sou desu ka, 3 orang (6%) memilih sou ka naa, dan 2 orang (4%) memilih zannen desu ne. aizuchi yang dipilih oleh mahasiswa untuk mengisi bagian 3.2 (2) di atas, dapat dikelompokkan menjadi beberapa tipe. Tipe-tipe tersebut adalah menunjukkan perhatian seseorang (showing one’s attention) yaitu ee ‘ya’ dan sou ‘betul’, mengekspresikan konfirmasi (expressing confirmation) yaitu sou desu ka ‘saya paham’, mengekspresikan ketidakyakinan atau keragu-raguan (expressing reservation or doubt) yaitu sou? ‘benarkah?’ dan sou ka naa ‘saya ragu’, serta yang menunjukkan rasa simpati (offering sympathy) yaitu zannen desu ne ‘sayang sekali’ (Maynard, 1995:222).

Berdasarkan konteks tuturan diatas, tentunya sou desu ka merupakan aizuchi yang tepat dipakai. sou desu ka menunjukkan bahwa pembicara (Taro) telah memahami dengan baik penyebab dari lawan bicara (Tanaka) tidak yakin apakah bisa datang ke pesta ulang tahun gurunya atau tidak. Dengan kata lain sou desu ka merupakan respons atas kegelisahan yang dialami oleh Tanaka. Hal ini juga mengindikasikan adanya sedikit ketidaksepakatan dari Taro karena sepertinya Tanaka lebih mementingkan pekerjaan daripada menghadiri pesta ulang tahun dosennya. Sehingga bentuk aizuchi yang lain yaitu ee, sou, sou? Dan sou ka naa kurang tepat dipakai karena tidak sesuai dengan konteks ujaran yang disampaikan sebelumnya.

Bagian 3.2 (3) merupakan kelanjutan ujaran dari 3.2 (2) yang disampaikan oleh Taro. Untuk mengisi bagian 3.2 (3), 15 orang (32%) memilih komarimashita ne, 15 orang (32%) memilih komatta wa nee, 17 orang (36%) memilih zannen desu ne. Ketiga aizuchi ini merupakan respon yang menunjukkan rasa simpati. Dalam hal ini menunjukkan simpati yang diberikan oleh Taro kepada Tanaka. Rasa simpati Taro ini didasari oleh kesuliatan yang


(3)

pesta ulang tahun dosennya dia khawatir dianggap tidak menghormati dosennya. Undangan menghadiri pesta ulang tahun dari orang yang kedudukan sosialnya lebih tinggi merupakan suatu bentuk anggapan bahwa yang mengundang menghargai orang yang diundang sebagai bagian dari komunitas mereka. Dan yang diundang semestinya datang menghadiri undangan tersebut sebagai bentuk penghormatannya terhadap tuan rumah (Byram & Feng, 2006). Namun apabila dia tidak bekerja sesuai dengan jam kantor, maka itu menunjukkan bahwa dia bukanlah seorang pekerja yang baik. Meskipun tidak atasan yang mengawasi secara langsung, namun kesadaran kelompok dalam perusahaan Jepang sangat tinggi. Sehingga kinerja seorang pegawai kantor diawasi dan dikontrol oleh teman kantor satu ruangannya. Karena dalam satu ruangan pada biasanya terdiri dari sekitar 50 orang pegawai (Cavusgil & Czinkota, 2010). Walaupun ketiga buah aizuchi ini menunjukkan rasa simpati, namun yang tepat dipakai dalam konteks ini adalah komarimashita ne dan komatta wa nee yang dapat diterjemahkan ‘susah juga ya’. Perbedaan yang terdapat pada keduanya adalah pemakainya. Komarimashita nee bisa dipakai baik oleh laki-laki maupun perempuan. Sedangkan komatta wa nee merupakan ungkapan yang lazim digunakan oleh perempuan saja (Maynard, 1995: 223). Partikel nee yang terdapat di belakang masing-masing ujaran tersebut merupakan partikel akhir yang menunjukkan bahwa pembicara meminta persetujuan dari lawan bicara terhadap apa yang disampaikannya. Zannen desu ne ‘sayang sekali ya’ kurang tepat dipakai dalam hal ini karena lawan bicara belum memutuskan apakah dia datang atau tidak ke pesta tersebut.

Sementara pada bagian 3.2 (4), 10 orang (21%) memilih komarimashita ne, 17 orang (36%) memilih komatta wa nee, dan 20 orang (42%) memilih sou desu ne. Bagian ini berisi tanggapan yang disampaikan oleh Tanaka. Seperti yang telah disampaikan pada paragraph di atas, Taro menunjukkan rasa simpati terhadap keadaan Tanaka. Rasa simpati tersebut ditunjukkan dengan penggunaan komarimashita nee dan komatta wa nee. Penggunaan komarimashita nee dan komatta wa nee untuk menjawab respon dari Taro pada bagian 3.2 (3) tentu saja kurang tepat. Agak aneh jadinya apabila Tanaka juga mengucapkan aizuchi yang sama. Aizuchi yang disampaikan oleh Taro sebelumnya mengandung unsure permintaan agar Tanaka mempunyai pandangan yang sama terhadap pemahaman Taro yang diwakili dengan partikel ne. Sehingga respon yang tepat digunakan adalah sou desu ne ‘betul itu’. Sou desu ne tidak hanya terkesan “sekedar” menyetujui atau sependapat dengan lawan bicara, tetapi memang Tanaka benar-benar berada dalam kondisi yang sulit untuk memilih apakah dia menghadiri pesta atau memilih untuk tetap bekerja.


(4)

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa pada umumnya mahasiswa semester IV (empat) program studi sastra Jepang universitas Udayana cukup beragam berdasarkan kompleksitas suatu percakapan. Pada percakapan yang terdiri dari 2 sampai 3 tipe aizuchi, kemapuan mereka untuk memahaminya berada pada rentang baik yaitu antara 64%-93%. Sementara pada percakapan yang terdiri lebih dari 3 aizuchi yang berbeda, kemampuan pemahaman mereka masih kurang, yaitu berkisar antara 20%- 36%. Hal ini dapat dilihat dari hasil angket yang telah disebarkan, yang bisa dirangkum sebagai berikut:

A. Pemahaman mahasiswa tentang tipe aizuchi yang terkandung pada percakapan 1 sangat baik. Pada bagian 1.1, tipe aizuchi yang harus diisi adalah showing one’s attention (hai). 89% dari mereka sudah mengisi dengan benar. Pada bagian 1.2 tipe aizuchi yang harus diisi adalah showing one’s attention (hai), dan hanya 63% dari mereka sudah mengisi dengan benar. Pada bagian 1.3, tipe aizuchi yang harus diisi adalah showing surprise (hontou desu ka). 96% dari mereka sudah mengisi dengan benar.

B. Percakapan 2 terdiri dari 2 bagian dengan tipe aizuchi yang berbeda yaitu tipe expressing confirmation dan showing surprise. Pada bagian 2.1 tipe aizuchi yang harus diisi adalah showing surprise (hontou desu ka). Hanya 64% mampu mengisi dengan benar. Sementara tipe aizuchi yang harus diisi pada bagian 2.2 adalah expressing confirmation (sou desu ka) dan hanya 64% yang mampu mengisi dengan benar.

C. Pada percakapan 3 terdiri dari lima bagian yang harus diisi oleh mahasiswa. Bagian 3.1 harus diisi dengan aizuchi tipe expressing reservation or doubt ( sou ka naa). 74% mahasiswa mengisi dengan benar. Pada bagian 3.2 (2) tipe aizuchi yang harus diisi adalah expressing confirmation (sou desu ka)dan hanya 36% mampu mengisi dengan benar. Pada bagian 3.2 (3) tipe aizuchi yang harus diisi adalah offering sympathy (komarimashita ne). Hanya 32% mampu mengisi dengan tepat. Sementara pada bagian 3.2 (4) tipe aizuchi yang harus diisi adalah expressing confirmation (sou desu ne) dan hanya 20% yang


(5)

5.2 SARAN

Penelitian tentang aizuchi ini masih bisa dikembangkan lagi. Aizuchi tidak hanya bisa dilihat dari verbalnya saja, melainkan juga bisa diteliti dari perilaku non verbal seperti mimic wajah, sikap tubuh, dan yang lainnya. Hal lain yang bisa melengkapi penelitian aizuchi antara lain umur pembicara, gender, dan juga tingkat kemampuan bahasa Jepang (Japanese proficiency) yang dimiliki.


(6)

DAFTAR PUSTAKA

Byram, Michael & Anwei Feng. 2006. Living and Studying Abroad: Research and Practice. London: Multilingual Matters Ltd

Cavusgil, Tamer S & Michael Czinkota. 2010. Understanding Japanese Management Practices. New York: Business Expert Press, LLC.

Maynard, Senko K. 1995. An Introduction to Japanese Grammar and Communication Strategies. Tokyo: The Japan Times.

Nunan, David. 1993. Discourse Analysis. London: Penguin English.

Tanaka, Lidia. 2004. Gender, language and culture: A Study of Japanese Television Interview Discourse. Amsterdam: John Benjamins Publishing Company.


Dokumen yang terkait

FREKUENSI KEMUNCULAN TOKOH KARAKTER ANTAGONIS DAN PROTAGONIS PADA SINETRON (Analisis Isi Pada Sinetron Munajah Cinta di RCTI dan Sinetron Cinta Fitri di SCTV)

27 310 2

APRESIASI IBU RUMAH TANGGA TERHADAP TAYANGAN CERIWIS DI TRANS TV (Studi Pada Ibu Rumah Tangga RW 6 Kelurahan Lemah Putro Sidoarjo)

8 209 2

MOTIF MAHASISWA BANYUMASAN MENYAKSIKAN TAYANGAN POJOK KAMPUNG DI JAWA POS TELEVISI (JTV)Studi Pada Anggota Paguyuban Mahasiswa Banyumasan di Malang

20 244 2

ANALISIS PROSPEKTIF SEBAGAI ALAT PERENCANAAN LABA PADA PT MUSTIKA RATU Tbk

273 1263 22

PENERIMAAN ATLET SILAT TENTANG ADEGAN PENCAK SILAT INDONESIA PADA FILM THE RAID REDEMPTION (STUDI RESEPSI PADA IKATAN PENCAK SILAT INDONESIA MALANG)

43 322 21

PROSES KOMUNIKASI INTERPERSONAL DALAM SITUASI PERTEMUAN ANTAR BUDAYA STUDI DI RUANG TUNGGU TERMINAL PENUMPANG KAPAL LAUT PELABUHAN TANJUNG PERAK SURABAYA

97 602 2

PEMAKNAAN MAHASISWA TENTANG DAKWAH USTADZ FELIX SIAUW MELALUI TWITTER ( Studi Resepsi Pada Mahasiswa Jurusan Tarbiyah Universitas Muhammadiyah Malang Angkatan 2011)

59 326 21

KONSTRUKSI MEDIA TENTANG KETERLIBATAN POLITISI PARTAI DEMOKRAT ANAS URBANINGRUM PADA KASUS KORUPSI PROYEK PEMBANGUNAN KOMPLEK OLAHRAGA DI BUKIT HAMBALANG (Analisis Wacana Koran Harian Pagi Surya edisi 9-12, 16, 18 dan 23 Februari 2013 )

64 565 20

PENGARUH PENGGUNAAN BLACKBERRY MESSENGER TERHADAP PERUBAHAN PERILAKU MAHASISWA DALAM INTERAKSI SOSIAL (Studi Pada Mahasiswa Jurusan Ilmu Komunikasi Angkatan 2008 Universitas Muhammadiyah Malang)

127 505 26

STRATEGI KOMUNIKASI POLITIK PARTAI POLITIK PADA PEMILIHAN KEPALA DAERAH TAHUN 2012 DI KOTA BATU (Studi Kasus Tim Pemenangan Pemilu Eddy Rumpoko-Punjul Santoso)

119 459 25