STUDI BANDING TERAPI TAMAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS .1 Rusk Play Garden, New York

54 2.7 STUDI BANDING TERAPI TAMAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS 2.7.1 Rusk Play Garden, New York Salah satu contoh taman terapi bagi anak-anak berkebutuhan khusus yang terkenal adalah The Rusk Institute of Rehabilitation Medicine yang bertempat di New York University Medical Center. Tim terapis dari Rusk bekerjasama dengan firma Johansson Walcavage yang sekarang disebut Johansson Design Collaborative untuk mendesain ruang luar bagi anak-anak yang dapat memperkaya kemampuan mereka untuk belajar, tumbuh, dan berkembang, serta memiliki kesenangan seperti anak-anak lainnya. Taman ini menyediakan perawatan komprehensif bagi orang dewasa atau anak-anak dengan berbagai keterbatasan fisik. Tujuan dari perawatan yang dilakukan di taman ini adalah membantu pasien untuk mandiri secara fisik, sosial, emosional, dan vokasional. Gambar 2.24 Taman Rusk Play Sumber: www.johanssondesign.com Anak-anak yang melakukan terapi di tempat ini terdiri dari berbagai macam keterbatasan meliputi cerebral palsy, limb deficience, amputasi, spinal cord injury, spina bifida, muscular dystrophy, tumor otak, dan trauma. Desain yang ada pada taman terapi tersebut akan memotivasi anak-anak dan menyediakan peluang bagi mereka untuk mengeksplor dan melakukan aktifitas yang akan menstimulasi rasa ingin tahu, membangkitkan kemandirian, spontanitas dan kreatifitas secara fisik, kognitif, sosial, dan sensori. Desain Rusk Play Gardenmengintegrasikan elemen sensori alami seperti daun, rumput, bunga, air, batuan, pohon, matahari, bayangan, Universitas Sumatera Utara 55 pasir, dengan elemen yang dapat merangsang pergerakan seperti berlari, memanjat, berguling, berputar, dan lain-lain. Gambar 2.25 Aktivitas taman Rusk Play Sumber: www.johanssondesign.com Terapi yang dilakukan pada taman tersebut meliputi integrasi sensori tactile, auditory, dan visual, integrasi sistem vestibular, integrasi kognitif, pendidikan lingkungan dan sains, serta pengembangan sosial. Terapi integrasi sensori yang berupa tactile atau perabaan dapat diperoleh dari pengalaman anak merasakan variasi tekstur permukaan rumput, pasir, kayu, air, batu, daun, dan bunga serta merasakan panas sinar matahari. Sensor auditory dapat distimulasi melalui suara kicauan burung, lebah, gesekan daun, air dan lain-lain. Gambar 2.26 Denah Taman Rusk Play Sumber: www.johanssondesign.com Universitas Sumatera Utara 56 Kemampuan visual anak dapat distimulasi dengan melihat ikan berenang, kupu-kupu terbang, perubahan cahaya dan bayangan. Terapi integrasi sistem vestibular menstimulasi keseimbangan, koordinasi, kemampuan motorik, pergerakan, dan gravitasi. Bukit berumput, jembatan, terowongan, ramp, slide, dan tangga akan menstimulasi pergerakan anak dan merasakan pengalaman yang berbeda. Objek yang interaktif serta pengalaman-pengalaman yang didapat oleh anak-anak di taman tersebut dapat membantu mensintesiskan kemampuan kognitif anak dengan fungsi fisiknya. Melalui hal tersebut anak-anak akan belajar mengenai kemampuan merencana, hubungan sebab akibat, dan inisiasi. Universitas Sumatera Utara 57

BAB III ELABORASI TEMA 3.1 Pengertian Tema

Arsitektur perilaku adalah sebuah hasil desain yang di adaptasi dari perilaku- perilaku pengguna desain itu sendiri. Di dalam menganalisa perilaku yang perlu diperhatikan adalah bagaimana orang menggunakan elemen arsitektur secara pribadi, berpasangan, kelompok kecil, dan kelompok besar. Apa saja yang mereka lakukan, bagaimana aktifitas saling berkait, apa pengaruhnya terhadap si pengguna, dan bagaimana elemen fisik itu berpengaruh terhadap kegiatan. Manusia sebagai makhluk sosial tidak pernah terlepas dari lingkungan yang membentuk diri mereka. Di antara sosial dan arsitektur dimana bangunan yang didesain oleh manusia, secara sadar atau tidak sadar, mempengaruhi pola perilaku manusia yang hidup di dalam arsitektur dan lingkungannya tersebut. Sebuah arsitektur dibangun untuk memenuhi kebutuhan manusia. Dan sebaliknya, dari arsitektur itu lah muncul kebutuhan manusia yang baru kembali. Hal ini pernah dikemukakan oleh Winston Churchill: “We shape our buildings; then they shape us” – Winston Churchill 1943 Manusia membangun bangunan demi pemenuhan kebutuhan kita, yang kemudian bangunan itu membentuk perilaku kita yang hidup dalam bangunan tersebut. Bangunan yang didesain oleh manusia yang pada awalnya dibangun untuk pemenuhan kebutuh manusia tersebut mempengaruhi cara kita dalam menjalani kehidupan sosial dan nilai-nilai yang ada dalam hidup. Hal ini menyangkut kestabilan antara arsitektur dan sosial dimana keduanya hidup berdampingan dalam keselarasan lingkungan. Seperti pada contoh selasar Departemen Arsitektur Universitas Indonesia yang dulunya diletakkan kursi panjang untuk duduk. Orang-orang dapat duduk santai di kursi tersebut. Namun dengan diletakkannya kursi tersebut, membuat orang banyak berkumpul di sekitar kursi dan menghalangi sirkulasi orang pada koridor itu. Hal ini yang dikatakan sebuah arsitektur membentuk perilaku kita. Kutipan Churchill begitu dirasa ketika kursi panjang tersebut dipindahkan ke samping koridor dimana tidak ada sirkulasi orang disana. Terlihat di selasar tidak Universitas Sumatera Utara