Perawatan Secara Pembedahan PENATALAKSANAAN FRAKTUR ARKUS ZIGOMATIKUS

kesadaran dan pernafasan. Resiko terjadinya gangguan pernafasan meningkat bila obat-obatan seperti morfin dan derivat-derivatnya diberikan kepada pasien yang menderita injuri di daerah maksilofasial. Morfin juga menekan refleks batuk dan dengan demikian mendorong masuknya darah kedalam trakhea. Selain itu dapat menyebabkan pengerutan pupil. Meskipun demikian, pada tingkat pertama setelah terjadinya injuri, sangat penting untuk menekan kegelisahan sekecil mungkin. Jika terjadi iritasi serebral obat yang sangat bermanfaat ialah diazepam valium yang diberikan secara intravenus. Biasanya diberikan kira-kira 10 mg dan dapat dikombinasiakan dengan 15-30 mg pentazocine fortral sebagai analgesik pada fraktur yang menimbulkan rasa sakit. 9,10,34,35 Perawatan umum sebelum dilakukannya tindakan bedah antra lain: harus mengetahui kondisi umum pasien seperti penyakit yang dideritanya, untuk mencegah komplikasi-komplikasi yang tidak diinginkan, pemberian makanan dengan komposisi tinggi kalori dan protein yang bertujuan untuk pemulihan kondisi pasien, terapi antibiotik diberikan berdasarkan kondisi individu terutama untuk pasien yang mengalami fraktur terbuka dan kemungkinan besar mengalami kontaminasi, untuk kasus-kasus dimana anastesi umum dilakukan pada suatu pembedahan, maka pengosongan lambung perlu dilakukan dengan cara puasa 6 jam sebelum operasi hal ini dilakukan untuk mencegah terjadinya aspirasi pneumonia. 34,35,36,37,38

5.2 Perawatan Secara Pembedahan

Tujuan dilakukannya perawatan fraktur arkus zigomatikus adalah untuk mengembalikan bentuk anatomis, fungsional, dan estetis. Universitas Sumatera Utara Perawatan fraktur arkus zigomatikus pada prinsipnya sama dengan perawatan fraktur lainya, yaitu dengan melakukan reduksi reposisi, fiksasi dan immobilisasi. Reduksi merupakan cara untuk posisi tulang yang patah ke posisi semula yang normal. Reduk si dapat dilakukan dengan melakukan reduksi terbuka ataupun reduksi tertutup. Reduksi terbuka biasanya dilakukan dengan menggunakan anastesi umum sedangkan untuk reduksi tertutup biasanya menggunakan anastesi lokal. Fiksasi fraktur arkus zigomatikus perlu dilakukan apabila terjadi perpindahan fragmen lebih dari 2 mm, fiksasi biasanya dilakukan dengan menggunakan mini plate. Fraktur arkus zigomatikus yang tidak bergeser atau Bergeser minimal mungkin tidak memerlukan koreksi bedah. Karena cedera-cedera ini biasanya tidak menimbulkan berkurangnya fungsi secara signifikan, dapat terkoreksi dengan hanya melakukan observasi pada pasien. 39,40,41 Gambar 16. Gambar elevator. A. Elevator periosteal, B. Elevator rowe zigomatik. Prakasam M, Dolas RS, Managutti A. A Modified temporal incision: an alternative approach to the zygomatic arch. J Maxillofacial Oral Surg 2010; 9: 429 A B Universitas Sumatera Utara Beberapa teknik reduksi fraktur arkus zigomatikus terdiri dari: A. Pendekatan dengan metode Gillies Metode ini mulai diperkenalkan oleh Gillies pada tahun 1927, untuk mengungkit arkus zigomatikus yang patah, metode ini tidak di indikasikan untuk fraktur zigomatik kompleks. Dasar pemikiranya adalah bahwa tulang fasia temporalis melekat pada bagian superior tulang arkus zigomatikus. Di bawah lapisan ini dan diatas aspek superfisial dari otot temporalis, terdapat potential space untuk menyelipkan instrument di bawah tulang arkus zigomatikus yang patah. Tehknik metode Gillies, dengan mencukur sedikit rambut di daerah temporal, lubang telinga di tutup dengan kapas untuk mencegah masuknya darah ke lubang telinga. Insisi sepanjang 2 cm di sebelah atas dan paralel dengan cabang arteri temporalis, di seksi pada kutis, subkutis, sampai fasia temporalis. Jika letak insisi terlalu rendah, akan membingungkan karena lapisan temporalis superfisial disangka sebagai fasia temporalis yang letaknya lebih dalam. Jika fasia temporalis yang paling dalam ditemukan, elevator dapat dimasukkan ke arah bawah dan depan, sejauh aspek temporal dari tulang zigomatik. Setelah yakin letak elevator diantara fasia temporal dan otot temporalis, arkus zigomatikus di ungkit, di kembalikan ke posisi semula. Arkus zigomatikus harus di palpasi selama bekerja sebagai panduan reduksi yang baik. Setelah reposisi selesai, lakukan penjahitan. 2,43,44 Universitas Sumatera Utara Gambar17. Pendekatan secara Gilles. A.Fasia temporalis superficial, B. fasia temporalis paling dalam, C. Foramen infra orbitalis D. Elevator, E. Arah reduksi, F. potensial space. Jonatan S, Michael S. Management of zygomatyc complex fractures. In : Ggali GE, Larsen, eds. Peterson’s principles of 0ral and maxillofacial surgery. London : BC Decker, 2004 :451 B. Dengan pendekatan intra oral Metode ini diperkenalkan oleh Ken pada tahun 1909. Yaitu melalui insisi sepanjang 1 cm di sulkus bukal maksila bertentangan dengan gigi molar ke dua, di bawah tulang zigoma. Lalu di masukkan elevator pada regio yang diinsisi tersebut untuk mengungkit tulang yang fraktur kearah atas, depan dan kearah luar yang bertujuan untuk mereposisi fragmen fraktur. Luka operasi pada sulkus maksila di jahit. 44,46,47 A B C D E F Universitas Sumatera Utara Gambar 18. Pendekatan secara intra 0ral. A. Insisi 1 cm di sulkus bukal maksila bertentangan dengan gigi molar ke dua , B. Masukkan elevator. C dan D. palpasi arkus selama bekerja. Dudley HAF. Halmiton Balley ilmu bedah gawat darurat. Alih bahasa. Wahab samsik, Aswin S. Yogyakarta: Gajah Mada University Press, 1992: 223 Universitas Sumatera Utara Gambar 19. Fiksasi arkus zigomatikus. A. insisi dilakukan kira-kira 1cm diatas arkus zigomatikus. B. pembukaan flep sampai terlihat tulang yang fraktur. C. lakukan fiksasi di daerah yang mengalami fraktur. E. jahit kulit Prakasam M, Dolas RS, Managutti A. A Modified temporal incision: an alternative approach to the zygomatic arch. J Maxillofacial Oral Surg 2010; 9: 428 Fraktur tulang terjadi setelah kekuatan trauma yang ditimbulkan melebihi ketahanan jaringan tulang. Jaringan lain apabila terjadi trauma akan membentuk jaringan parut. Tetapi tulang mempunyai kemampuan penyembuhan sendiri dengan cara regenerasi. Tahap-tahap penyembuhan fraktur secara umum: 1. Fase hematom dalam waktu 24 jam timbul perdarahan Apabila terjadi fraktur maka pembuluh darah kecil yang melewati kanakuli dalam sisitem harvesian mengalami robekan pada daerah fraktur dan akan membentuk hematom di antara ke dua sisi fraktur. Hematom yang besar diliputi oleh periosteum. Periosteum akan terdorong dan dapat mengalami robekan akibat tekanan Universitas Sumatera Utara hematom yang terjadi sehingga dapat terjadi ekstravasi darah ke dalam jaringan lunak. Osteosit dengan lakuna yang terletak beberapa milimeter dari daerah fraktur akan kehilangan darah dan mati, yang akan menimbulkan suatu daerah cincin avaskuler tulang yang mati pada sisi-sisi fraktur segera setelah trauma. 2. Fase proliferasi inflamasi terjadi 1-5 hari setelah trauma. Terjadi reaksi jaringan lunak sekitar fraktur sebagai suatu reaksi penyembuhan. Penyembuhan terjadi karena ada sel-sel osteogenik yang berploliferasi dari periosteum untuk membentuk kalus interna sebagai aktivitas seluler dalam kanalis medularis. Apabila terjadi robekan hebat pada periosteum maka penyembuhan sel berasal dari sel-sel mesenkimal yang tidak berdiferensiasi ke dalam jaringan lunak. Pada tahap awal penyembuhan fraktur terjadi penambahan jumlah sel-sel osteogenik yang memberikan pertumbuhan yang cepat melebihi sifat tumor ganas. Jaringan seluler tidak terbentuk dari organisasi pembekuan hematom suatu daerah fraktur. Setelah beberapa minggu kalus dari fraktur akan membentuk satu massa yang meliputi jaringan osteogenik. Pada pemeriksaan radiologis kalus belum mengandung tulang sehingga masih merupakan suatu daerah radiolusen. 3. Fase pembentukan kalus terjadi 6-10 hari setelah trauma. Setelah pembentukan jaringan seluler yang bertumbuh dari setiap fragmen yang berasal dari osteoblas dan kemudian pada kondroblas membentuk tulang rawan. Tempat osteobalas di isi oleh matriks interseluler kolagen dan perlekatan polisakarida oleh garam-garam kalsium membentuk tulang yang imatur. bentuk tulang ini disebut woven bone Universitas Sumatera Utara 4. Fase konsolidasi 2-3 minggu setelah fraktur sampai dengan sembuh Woven bone akan membentuk kalus primer dan secara berlahan-lahan diubah menjadi tulang yang lebih matang oleh aktivitas osteoblas yang menjadi struktur lamelar dan kelebihan kalus dapat diresorpsi secara bertahap. 5. Fase remodeling waktu lebih 10 minggu. Perlahan-lahan terjadi resorbsi secara osteoklastik dan tetap terjadi proses osteoblastik pada kalus eksterna secara berlahan-lahan menghilang. Kalus intermediet berubah menjadi tulang yang kompak dan berisi sistem haversian dan kalus bagian dalam akan mengalami peronggaan untuk membentuk ruang sum-sum. Tulang dapat sembuh secara primer dan sekunder. Penyembuhan tulang secara primer tidak di ikuti pembentukan kalus sedangkan penyembuhan sekunder di ikuti oleh pembentukan kalus. Pembentukan kalus terjadi apabila dilakukan stabilisasi yang rigid dan kontak antara ujung-ujung fragmen fraktur. Bila jaringan tulang tidak terbentuk pada garis fraktur atau terbentuk tidak sesuai dengan waktu yang diharapkan maka dapat terjadi non union atau delayed union. Fraktur mengalami non union bila belum terjadi jaringan tulang sampai dengan 6-8 bulan setelah trauma. Sedangkan delayed union bila jaringan tulang belum terbentuk setelah 3-9 bulan. Ketidak stabilan fraktur ini bisa karena penanganan yang terlambat dari fraktur sehingga ujung dari fraktur menjadi tumpul akibat pembentukan osteoklas. Perawatan arkus zigomatikus sebaiknya dilakukan 1 minggu setelah terjadinya trauma, karena proses pembentukan osteoklas terjadi setelah minggu kedua terjadinya fraktur. Setelah kurang lebih satu bulan hampir tidak mungkin untuk mengangkat suatu tulang Universitas Sumatera Utara arkus zigomatik yang terkena fraktur secara konvensional. Bila arkus zigomatikus mengakibatkan diplopia maka perlu dilakukan re-fraktur. Apabila terjadi trismus lebih baik dilakukan koronoideotomi. 40,48,49

5.1 Perawatan Pasca Bedah