Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri di PT. Mutiara Mukti Farma (MUTIFA) Medan

(1)

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI

di

PT. Mutiara Mukti Farma (MUTIFA) Medan

Disusun Oleh :

Ahmad Riza Utama Nasution, S. Farm 083202101

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

Lembar Pengesahan

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI

di

PT. Mutiara Mukti Farma (MUTIFA) Medan

Laporan ini disusun untuk melengkapi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Apoteker pada Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara Medan

Disusun oleh:

Ahmad Riza Utama, S. Farm 083202101

PT. Mutiara Mukti Farma (MUTIFA) Medan

Pembimbing,

Drs.D.R. Nainggolan, Apt. SIK 370/SU

Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara

Dekan,

Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt. NIP 195311281983031002


(3)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmad-NYA dan hidayah-NYA yang tidak terhingga sehingga penulis dapat menyelesaikan Praktek Kerja Profesi (PKP) di Industri Farmasi PT. Mutiara Mukti Farma (MUTIFA) Medan dan penyusunan laporan ini. PKP ini juga merupakan salah satu syarat yang harus dipenuhi oleh mahasiswa Program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara.

Dalam pelaksanaan dan penyusunan Laporan Praktek Kerja Profesi (PKP) ini penulis banyak mendapatkan bantuan dan dukungan dari berbagai pihak, untuk itu penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar–besarnya kepada : 1. Bapak Jacob Lie selaku Direktur Utama PT. MUTIFA Medan yang telah

berkenan memberikan fasilitas kepada penulis dalam melaksanakan PKP ini. 2. Bapak Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt., selaku Dekan Fak. Farmasi

USU Medan.

3. Bapak Drs. Wiryanto, M.S.,Apt., selaku Koordinator Program Studi Pendidikan Profesi Apoteker Fak. Farmasi USU Medan.

4. Bapak Drs. D.R. Nainggolan, Apt., selaku Manajer Research and Development (R & D) PT. MUTIFA Medan dan Kak Erika, S. Farm, Apt., yang telah memberikan fasilitas, membimbing dan mengarahkan penulis selama melaksanakan PKP ini.

5. Bapak Drs.Budiono, Apt., selaku Manajer Produksi Beta Laktam, Bapak Donald Situmeang, S.Si., Apt., selaku Manajer Produksi Solid Non Beta Laktam (NBL), dan Ibu Dra. Rita Puspita, Apt., selaku Manajer Produksi Cair


(4)

Non Beta Laktam yang telah membimbing dan mengarahkan penulis selama melaksanakan PKP.

6. Ibu Betty, S.Si., Apt., selaku Manajer Quality Assurance (QA), Ibu Dra. Nuranti Sirait selaku Manajer Quality Control (QC), Bapak Arif Nasution, ST., selaku Manajer Teknik dan Kak Melya Utami, S.Farm., Apt., yang telah membimbing dan mengarahkan penulis selama melaksanakan PKP.

7. Kak Hera, Bang Edy Jones, Bang Lian, Kak Maslan, Kak Lince dan Seluruh staf serta karyawan PT. MUTIFA Medan yang tidak dapat kami sebutkan satu per satu yang telah membantu penulis selama melaksanakan PKP.

8. Kedua Orang Tua Penulis yang telah mendidik penulis dengan cinta dan kasih sayang dan telah berkorban baik moril maupun materil serta terus memberi motivasi dalam penyelesaian laporan Ini.

Penulis menyadari sepenuhnya laporan masih jauh dari sempurna dan terdapat kekurangan-kekurangan baik dalam penyampaian, bahasa dan kata maupun dalam hal penyajian. Untuk itu penulis dengan berbesar hati dan dengan tangan terbuka menerima saran-saran maupun kritikan sehat yang bersifat membangun dari pembaca guna perbaikan dan penyempurnaan laporan ini.

Penulis berharap semoga pengetahuan dan pengalaman yang didapat selama PKP Di PT. MUTIFA ini bermanfaat sebagai bekal untuk menjalankan pengabdian profesi Apoteker khususnya di Industri Farmasi dan juga bermanfaat bagi para pembaca.

Medan, Agustus 2009


(5)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

LEMBAR PENGESAHAN... ii

KATA PENGANTAR... iii

DAFTAR ISI... v

DAFTAR GAMBAR... viii

DAFTAR TABEL... ix

DAFTAR LAMPIRAN... x

RINGKASAN... xi

BAB I PENDAHULUAN... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Tujuan ... 3

C. Manfaat ... 3

D. Tempat dan Waktu ... 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 4

A. Industri Farmasi ... 4

1. Pengertian Industri Farmasi ……… 4

2. Persyaratan Industri Farmasi ……….. 4

3. Izin Usaha Industri Farmasi ……… 5

4. Pencabutan Izin Usaha Industri Farmasi ……… 6

B. Cara pembuatan Obat yang Baik (CPOB) ………. 6

1. Manajemen Mutu ……… 8


(6)

3. Bangunan dan Fasilitas ………... 11

4. Peralatan ………... 13

5. Sanitasi dan Higiene ... 15

6. Produksi ... 16

7. Pengawasan Mutu ……… 19

8. Inspeksi Diri dan Audit Mutu …... 21

9. Penanganan Keluhan terhadap Produk Penarikan Kembali Produk dan Produk Kembalian ... 23

10. Dokumentasi ... 24

11. Pembuatan dan Analisa Berdasarkan Kontrak ... 25

12. Kualifikasi dan Validasi ... 25

BAB III TINJAUAN UMUM PT. MUTIFA ... 28

A. Sejarah ... 28

B. Visi dan Misi ... 29

C. Lokasi dan Sarana Produksi ... 30

1. Lokasi ... 30

2. Sarana dan Prasarana Fisik ... 32

D. Produk-Produk PT.MUTIFA ... 34

E. Struktur Organisasi ... 35

1. Departemen Produksi... 35

2. Departemen Pemastian Mutu/Quality Assurance (QA) .. 39

3. Departemen Pengawasan Mutu/Quality Control (QC) ... 40

4. Departemen Research and Development (R&D)………. 41

5. Departemen Personalia ……... 43


(7)

7. Departemen Teknik …... 43

8. Departemen Production Planning and Inventory Control (PPIC)………. 44

F. Limbah………. 44

1. Limbah Non Beta Laktam ... 45

2. Limbah Beta Laktam ... 49

BAB IV TUGAS KHUSUS …... 51

Produksi ……….………. 51

BAB V PEMBAHASAN ………. 56

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN... 70

A. Kesimpulan ... 70

B. Saran ... 70

DAFTAR PUSTAKA ... 71


(8)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Denah Lokasi PT. MUTIFA ……….. 30

Gambar 2. Struktur Organisasi Departemen R & D di PT. MUTIFA... 42

Gambar 3. Diagram Sistem Pengolahan Limbah Cair di PT.MUTIFA... 45


(9)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Ukuran Ruangan Masing-Masing Bagian di PT. MUTIFA…….. 31 Tabel 2. Tolak Ukur Pemantauan Limbah Cair di PT. MUTIFA………… 46 Tabel 3. Sistem Penanggulangan Limbah Udara di PT. MUTIFA………. 48


(10)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman Lampiran 1. Struktur Organisasi PT. MUTIFA ... 72 Lampiran 2. Bagan Proses Pembuatan Tablet/Kaplet... 73 Lampiran 3. Bagan Proses Pembuatan Liquida ... 74


(11)

RINGKASAN

Telah dilakukan Praktek Kerja Profesi (PKP) di Industri Farmasi PT.Mutiara Mukti Farma (MUTIFA) Medan yang merupakan salah satu program dalam pendidikan profesi apoteker, yang bertujuan agar mahasiswa/mahasisiwi mengetahui dan memahami tugas dan fungsi apoteker dalam industri farmasi, yang diharapkan dapat sebagai bekal untuk menghadapi dunia kerja yang sesungguhnya. Mahasiswa juga diharuskan dapat memperoleh wawasan dan pengetahuan yang lebih luas, memahami penerapan CPOB di PT. MUTIFA Medan, serta mengetahui gambaran tentang situasi dan kondisi kerja di PT. MUTIFA Medan.

PKP di Industri Farmasi PT. MUTIFA Medan dilaksanakan pada tanggal 22 Juli 2009 hingga 21 Agustus 2009 dengan jumlah jam efektif 300 jam. Kegiatan yang dilakukan selama PKP di Industri antara lain membuat catatan kegiatan harian yang berisi absensi, dan materi kegiatan yang ditandatangani oleh pembimbing, pengamatan kegiatan produksi di bagian Beta Laktam dan Non Beta laktam (NBL), Laboratorium Quality Control (QC), Gudang Bahan Baku, Gudang Bahan Kemasan, dan Gudang Obat Jadi, sistem pengolahan air untuk produksi, sistem pengaturan udara (AHS), sistem pengolahan limbah, dan Laboratorium Researchand Develepment (R & D).


(12)

RINGKASAN

Telah dilakukan Praktek Kerja Profesi (PKP) di Industri Farmasi PT.Mutiara Mukti Farma (MUTIFA) Medan yang merupakan salah satu program dalam pendidikan profesi apoteker, yang bertujuan agar mahasiswa/mahasisiwi mengetahui dan memahami tugas dan fungsi apoteker dalam industri farmasi, yang diharapkan dapat sebagai bekal untuk menghadapi dunia kerja yang sesungguhnya. Mahasiswa juga diharuskan dapat memperoleh wawasan dan pengetahuan yang lebih luas, memahami penerapan CPOB di PT. MUTIFA Medan, serta mengetahui gambaran tentang situasi dan kondisi kerja di PT. MUTIFA Medan.

PKP di Industri Farmasi PT. MUTIFA Medan dilaksanakan pada tanggal 22 Juli 2009 hingga 21 Agustus 2009 dengan jumlah jam efektif 300 jam. Kegiatan yang dilakukan selama PKP di Industri antara lain membuat catatan kegiatan harian yang berisi absensi, dan materi kegiatan yang ditandatangani oleh pembimbing, pengamatan kegiatan produksi di bagian Beta Laktam dan Non Beta laktam (NBL), Laboratorium Quality Control (QC), Gudang Bahan Baku, Gudang Bahan Kemasan, dan Gudang Obat Jadi, sistem pengolahan air untuk produksi, sistem pengaturan udara (AHS), sistem pengolahan limbah, dan Laboratorium Researchand Develepment (R & D).


(13)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Tingkat kualitas kesehatan masyarakat merupakan salah satu faktor penting dalam usaha peningkatan kualitas hidup masyarakat. Peningkatan kualitas kesehatan masyarakat ini didorong oleh berbagai faktor yang mempengaruhinya diantaranya adalah peningkatan pengetahuan masyarakat tentang pentingnya hidup sehat, peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) yang terkait dengan dunia kesehatan, peningkatan dan perbaikan fasilitas kesehatan dan tentunya tersedianya obat berkualitas yang beredar di pasaran.

Produk obat berkualitas yang dihasilkan industri farmasi harus memperhatikan faktor-faktor yang terlibat dalam proses produksinya. Untuk menghasilkan produk obat yang berkualitas tidak hanya ditentukan dari pemeriksaan bahan awal dan produk akhir namun harus dibangun dari semua aspek produksi. Agar obat yang dihasilkan berkualitas dan konsisten maka dibutuhkan suatu pedoman bagi industri farmasi tentang Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB). Sehingga pada tahun 1998, pemerintah mengeluarkan pedoman tentang Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) yang telah ditetapkan oleh Pemerintah Republik Indonesia melalui Departemen Kesehatan Republik Indonesia dalam Keputusan Menteri Kesehatan Nomor : 43/MENKES/SK/II/1998 tentang pedoman Cara Pembuatan Obat Yang Baik (CPOB). Semua ini dimaksudkan untuk mencegah terjadinya kesalahan selama produksi dan menjamin bahwa produk yang dihasilkan memenuhi standar atau syarat yang telah ditetapkan.


(14)

Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) merupakan suatu pedoman dalam seluruh aspek dan rangkaian kegiatan pembuatan obat di industri farmasi. CPOB menyangkut seluruh aspek produksi mulai dari personalia, bangunan dan fasilitas, peralatan, sanitasi dan hygiene, produksi, pengawasan mutu, inspeksi diri, penanganan keluhan terhadap obat, penarikan kembali obat dan penanganan obat kembalian, serta dokumentasi. Semua industri farmasi harus mengacu pada CPOB dalam pembuatan obat.

Personalia, yang salah satunya adalah Apoteker dalam industri farmasi memegang peranan penting dalam industri farmasi untuk menjamin mutu obat yang dihasilkan. Kedudukan Apoteker juga diatur dalam CPOB, yaitu sebagai penanggung jawab produksi, pengawasan mutu, dan pemastian mutu. Sehingga seorang Apoteker dituntut untuk mempunyai wawasan, pengetahuan yang luas dan pengalaman praktis yang memadai serta kemampuan dalam memimpin agar dapat mengatasi permasalahan-permasalahan yang ada di industri farmasi. Dalam rangka mencapai tujuan tersebut, calon Apoteker harus mendapatkan bekal pengetahuan dan pengalaman praktis yang cukup yang salah satunya dapat diperoleh melalui kegiatan praktek kerja profesi di industri farmasi. Oleh karena itu Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara bekerja sama dengan PT. Mutiara Mukti Farma (MUTIFA) Medan-Indonesia dalam mengadakan Praktek Kerja Profesi (PKP).


(15)

B. Tujuan

Adapun tujuan Praktek Kerja Profesi Apoteker Fakultas Farmasi USU di industri PT. Mutiara Mukti Farma (MUTIFA) adalah :

1. Mengetahui peran dan fungsi Apoteker di industri farmasi serta meningkatkan pengetahuan dan keterampilan di bidang industri farmasi.

2. Mempelajari ruang lingkup profesi secara teori dan praktek sehingga memperoleh gambaran yang jelas dan nyata mengenai industri farmasi.

3. Memperoleh wawasan dan pengetahuan yang lebih luas, serta memahami penerapan CPOB di PT. MUTIFA.

C. Manfaat

Praktek Kerja Profesi di industri farmasi ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan praktis kepada mahasiswa calon apoteker tentang pekerjaan kefarmasian di industri melalui penerapan CPOB.

D. Tempat dan Waktu

Praktek Kerja Profesi Industri Farmasi dilaksanakan di PT. Mutiara Mukti Farma (MUTIFA) Jalan Karya Jaya No. 68 Km 8,5 Namorambe Medan, pada tanggal 22 Juli 2009 hingga 21 Agustus 2009.


(16)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Industri Farmasi

1. Pengertian Industri Farmasi

Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan No. 245/MenKes/SK/V/1990 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pelaksanaan Pemberian Izin Usaha Industri Farmasi, Industri Farmasi adalah Industri Obat Jadi dan Industri Bahan Baku Obat. Definisi dari obat jadi yaitu sediaan atau paduan bahan-bahan yang siap digunakan untuk mempengaruhi atau menyelediki sistem fisiologi atau keadaan patologi dalam rangka penetapan diagnosa, pencegahan, penyembuhan, pemulihan, peningkatan kesehatan dan kontrasepsi. Sedangkan yang dimaksud dengan bahan baku obat adalah bahan baik yang berkhasiat maupun yang tidak berkhasiat yang digunakan dalam pengolahan obat dengan standar mutu sebagai bahan farmasi.

2. Persyaratan Industri Farmasi

Perusahaan industri farmasi wajib memperoleh izin usaha industri farmasi, karena itu industri tersebut wajib memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan oleh Menteri Kesehatan. Persyaratan industri farmasi tercantum dalam Surat Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 245//Menkes/SK/V/1990 adalah sebagai berikut :

a. Industri farmasi merupakan suatu perusahaan umum, badan hukum berbentuk Perseroan Terbatas atau Koperasi.


(17)

b. Memiliki rencana investasi.

c. Memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP).

d. Industri farmasi obat jadi dan bahan baku wajib memenuhi persyaratan CPOB sesuai dengan ketentuan SK Menteri Kesehatan No. 43/Menkes/SK/II/1988.

e. Industri farmasi obat jadi dan bahan baku, wajib mempekerjakan secara tetap sekurang-kurangnya dua orang apoteker warga Negara Indonesia, masing-masing sebagai penanggung jawab produksi dan penanggung jawab pengawasan mutu sesuai dengan persyaratan CPOB.

f. Obat jadi yang diproduksi oleh industri farmasi hanya dapat diedarkan setelah memperoleh izin edar sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

3. Izin Usaha Industri Farmasi

Izin usaha industri farmasi diberikan oleh Menteri Kesehatan dan wewenang pemberian izin dilimpahkan kepada Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM). Izin ini berlaku seterusnya selama industri tersebut berproduksi dengan perpanjangan izin setiap 5 tahun, sedangkan untuk industri farmasi Penanaman Modal Asing (PMA) masa berlakunya sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang No. 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing dan pelaksanaannya.


(18)

4. Pencabutan Izin Usaha Industri Farmasi

Pencabutan izin usaha industri farmasi dapat terjadi karena beberapa hal :

1. Melakukan pemindahtanganan hak milik izin usaha industri farmasi dan perluasan tanpa memiliki izin.

2. Tidak menyampaikan informasi mengenai perkembangan industri secara berturut-turut tiga kali atau dengan sengaja menyampaikan informasi yang tidak benar.

3. Melakukan pemindahan lokasi usaha industri tanpa persetujuan tertulis terlebih dahulu.

4. Dengan sengaja memproduksi obat jadi atau bahan baku obat yang tidak memenuhi persyaratan dan ketentuan yang berlaku (obat palsu).

5. Tidak memenuhi ketentuan dalam izin usaha industri farmasi.

B. Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB)

CPOB merupakan suatu konsep dalam industri farmasi mengenai prosedur atau langkah-langkah yang dilakukan dalam suatu industri farmasi untuk menjamin mutu obat jadi, yang diproduksi dengan menerapkan “Good Manufacturing Practices ” dalam seluruh aspek dan rangkaian kegiatan produksi sehingga obat yang dihasilkan senantiasa memenuhi persyaratan mutu yang ditentukan sesuai dengan tujuan penggunaannya.


(19)

CPOB bertujuan untuk menjamin obat dibuat secara konsisten memenuhi persyaratan yang ditetapkan dan sesuai dengan tujuan penggunaannya. CPOB mencakup seluruh aspek produksi dan pengendalian mutu (BPOM, 2006)

Ruang lingkup CPOB edisi 2006 meliputi Manajemen Mutu, Personalia, Bangunan dan Fasilitas, Peralatan, Sanitasi dan Hygiene, Produksi, Pengawasan Mutu, Inspeksi Diri dan Audit Mutu, Penanganan Keluhan terhadap Produk, Penarikan Kembali Produk dan Produk Kembalian, Dokumentasi, Pembuatan dan Analisis Berdasarkan Kontrak, serta Kualifikasi dan Validasi.

Ada 4 landasan umum dalam CPOB 2006 yaitu :

a. Pada pembuatan obat pengawasan secara menyeluruh adalah sangat essensial untuk menjamin bahwa konsumen menerima obat yang bermutu tinggi. Pembuatan obat secara sembarangan tidak dibenarkan bagi obat yang akan digunakan sebagai penyelamat jiwa atau memulihkan atau memelihara kesehatan.

b. Tidaklah cukup apabila obat jadi hanya sekedar lulus dari serangkaian pengujian, tetapi yang menjadi sangat penting adalah mutu harus dibentuk ke dalam produk. Mutu obat tergantung pada bahan awal, proses pembuatan dan pengawasan mutu, bangunan, peralatan yang dipakai, dan personalia yang terlibat dalam pembuatan obat.

c. Untuk menjamin mutu suatu obat jadi tidak boleh hanya mengandalkan hanya pada pengujian tertentu saja. Semua obat hendaklah dibuat dalam kondisi yang dikendalikan dan dipantau dengan cermat.

d. CPOB merupakan pedoman yang bertujuan untuk memastikan agar sifat dan mutu obat yang dihasilkan sesuai dengan yang dikehendaki.


(20)

Aspek dalam CPOB 2006 meliputi : 1. Manajemen Mutu

Industri farmasi harus membuat obat sedemikian rupa agar sesuai dengan tujuan penggunaannya, memenuhi persyaratan yang tercantum dalam izin edar (registrasi) dan tidak menimbulkan resiko yang membahayakan penggunanya karena tidak aman, mutu rendah atau tidak efektif. Manajemen mutu bertanggung jawab untuk pencapaian tujuan ini melalui suatu “Kebijakan Mutu”, yang memerlukan partisipasi dan komitmen dari semua jajaran di semua departemen di dalam perusahaan, para pemasok dan para distributor. Untuk mencapai tujuan mutu secara konsisten dan dapat diandalkan diperlukan manajemen mutu yang didesain secara menyeluruh dan diterapkan secara benar (BPOM, 2006).

Kebijakan mutu hendaklah disosialisasikan kepada semua karyawan dengan cara yang efektif, tidak cukup dengan cara membagikan fotokopinya dan/atau menempelkan pada dinding. Untuk melaksanakan Kebijakan Mutu dibutuhkan 2 unsur dasar yaitu :

1. Sistem mutu yang mengatur struktur organisasi, tanggung jawab dan kewajiban semua sumber daya yang diperlukan, semua prosedur yang mengatur proses yang ada.

2. Tindakan sistematis untuk melaksanakan system mutu, yang disebut dengan pemastian mutu atau Quality Assurance (QA) (BPOM 2009).


(21)

Sistem manajemen mutu di industri farmasi mencakup antara lain :

- Struktur organisasi mutu, termasuk kewenangan pemastian mutu dan pengawasan mutu

- Pengendalian perubahan - Sistem pelulusan bets - Penanganan penyimpangan - Pengolahan ulang

- Inspeksi diri dan audit eksternal

- Pelaksanaan program kualifikasi dan validasi - Personalia

- Sistem dokumentasi (Manajemen Farmasi Industri, 2007).

2. Personalia

Suatu industri farmasi bertanggung jawab menyediakan personil yang sehat, terkualifikasi dan dalam jumlah yang memadai agar proses produksi dapat berjalan dengan baik. Semua personil harus memahami prinsip CPOB agar produk yang dihasilkan bermutu (BPOM 2009).

Kesehatan personil hendaklah dilakukan pada saat perekrutan, sehingga dapat dipastikan bahwa semua calon karyawan (mulai dari petugas kebersihan, pemasangan dan perawatan peralatan, personil produksi dan pengawasan hingga personil tingkat manajerial) memiliki kesehatan fisik dan mental yang baik sehingga tidak akan berdampak pada mutu produk yang dibuat. Disamping itu hendaklah dibuat dan dilaksanakan program pemeriksaan kesehatan berkala yang mencakup pemeriksaan jenis-jenis


(22)

penyakit yang dapat berdampak pada mutu dan kemurnian produk akhir. Untuk masing-masing karyawan hendaklah ada catatan tentang kesehatan mental dan fisiknya (BPOM 2009).

Dalam kualifikasi dan pengalaman personil yang diperlukan untuk tiap posisi hendaklah ditetapkan secara tertulis yang disimpan oleh bagian SDM, tapi juga dapat ditampilkan pada Uraian Tugas masing-masing (BPOM 2009).

Jumlah personil yang memadai sangat mempengaruhi proses produksi. Kekurangan jumlah personil cenderung mempengaruhi kualitas obat, karena tugas akan dilakukan secara tergesa-gesa dengan segala akibatnya. Disamping itu, kekurangan jumlah karyawan biasanya mengakibatkan kerja lembur sering dilakukan yang dapat menimbulkan kelelahan fisik dan mental baik bagi operator ataupun supervisor atau malahan bagi personil pada tingkat lebih atas yang melakukan evaluasi dan/atau mengambil keputusan (BPOM 2009).

Kategori personil kunci bergantung pada kebijakan perusahaan/industri apakah terbatas hanya pada Kepala Bagian Produksi, Kepala Bagian Pengawasan Mutu dan Kepala Bagian Manajemen Mutu (Pemastian Mutu). Industri dapat menentukan posisi lain yang lebih tinggi, sama atau lebih rendah dicakup dalam kategori personil kunci. Yang harus dipertahankan adalah semua Kepala Bagian Produksi dan Kepala Bagian Manajemen Mutu (Pemastian Mutu)/Kepala Bagian pengawasan Mutu harus independen satu terhadap yang lain(BPOM 2009).


(23)

3. Bangunan dan Fasilitas

Bangunan dan fasilitas untuk pembuatan obat hendaklah memiliki desain, konstruksi, letak yang memadai dan kondisi yang sesuai serta perawatan yang dilakukan dengan baik untuk memudahkan pelaksanaan operasi yang benar. Tata letak dan desain ruangan harus dibuat sedemikian rupa untuk memperkecil terjadinya resiko kekeliruan, pencemaran silang dan kesalahan lain serta memudahkan pembersihan, sanitasi dan perawatan yang efektif untuk menghindari pencemaran silang, penumpukan debu atau kotoran dan dampak lain yang dapat menurunkan mutu obat.

Untuk mencegah terjadinya pencemaran yang berasal dari lingkungan dan sarana maka perlu:

1. Disiapkan ruang terpisah yang dirancang khusus untuk menghindari kontaminasi.

2. Kelas I (putih) atau kelas 100 yang memiliki laminar Air Flow.

3. Kelas II (putih) atau kelas 10.000, memiliki efisiensi saringan udara sebesar 99,997 %.

4. Kelas III (abu-abu) atau kelas 100.000, memiliki efisiensi saringan udara sebesar 95 %, dan

5. Kelas IV (hitam) atau kelas tak terhingga, ruangan produksi hendaklah dilengkapi dengan sistem ventilasi dengan pengontrol udara yang sesuai bagi produk dan aktivitas yang dilakukan, baik terhadap ruangan lain maupun terhadap udara luar.


(24)

Rancang bangunan hendaklah dibuat sehingga untuk kegiatan yang berhubungan langsung dengan daerah luar sarananya dikelompokkan. Kegiatan yang berhubungan langsung dengan daerah luar antara lain:

• Penerimaan bahan awal • Keluar-masuk karyawan • Pemakaian seragam kerja

• Mandi, cuci tangan dan buang air kecil • Penyerahan produk jadi untuk distribusi

Rancangan diatas perlu ditekankan agar tidak berdampak negatif terhadap kegiatan produksi yang dilakukan di area dengan kelas kebersihan lebih tinggi (BPOM 2009).

Tata letak ruang hendaklah dikaji sejak tahap perencanaan konstruksi bangunan demi keefektifan semua kegiatan, kelancaran arus kerja, komunikasi, dan pengawasan serta untuk menghindari ketidakteraturan.

Tata letak ruang dalam area produksi yang harus dipenuhi antara lain : 1. Untuk pengolahan produk yang mengandung bahan yang menimbulkan

sensitisasi tinggi, disediakan fasilitas tersendiri untuk masing-masing produk. Udara yang dikeluarkan dari fasilitas itu dilewatkan atau melalui suatu sistem yang sesuai sebelum dilepaskan ke atmosfer.

2. Luas area kerja produksi minimal 2 kali luas yang diperlukan untuk penempatan peralatan (termasuk wadah yang diperlukan untuk suatu kegiatan) ditambah luas area untuk keperluan pembersihan dan perawatan mesin oleh operator produksi dan/atau teknisi.


(25)

3. Permukaan lantai, dinding, langit-langit dan pintu hendaklah : - Kedap air

- Tidak terdapat sambungan untuk mengurangi pelepasan atau pengumpulan partikel.

- Tidak merupakan media pertumbuhan mikroba.

- Mudah dibersihkan, serta tahan terhadap proses pembersihan, bahan pembersih dan disinfektan yang digunakan berulangkali dengan memperhatikan faktor kepadatan, porositas, tekstur, dan sifat elektrostatis (BPOM 2009).

4. Peralatan

Peralatan untuk pembuatan obat hendaklah memiliki desain dan konstruksi yang tepat, ukuran yang memadai serta ditempatkan dan dikualifikasi dengan tepat agar mutu obat terjamin sesuai desain serta seragam dari bets ke bets dan untuk memudahkan pembersihan serta perawatan (BPOM, 2006).

Desain dan konstruksi peralatan hendaklah memenuhi persyaratan sebagai berikut :

- Peralatan hendaklah didesain dan dikonstruksikan sesuai dengan tujuannya.

- Permukaan peralatan yang bersentuhan dengan bahan awal, produk antara ataupun produk jadi tidak boleh menimbulkan reaksi, adisi atau absorpsi yang dapat mempengaruhi identitas, mutu atau kemurnian di luar batas yang ditentukan.


(26)

- Bahan yang diperlukan untuk pengoperasian alat khusus, misalnya pelumas atau pendingin tidak boleh bersentuhan dengan bahan yang sedang diolah sehingga tidak mempengaruhi identitas, mutu atau kemurnian bahan awal, produk antara ataupun produk jadi.

- Peralatan tidak boleh merusak produk akibat katup bocor, tetesan pelumas dan hal sejenis atau karena perbaikan, perawatan, modifikasi, dan adaptasi yang tidak tepat.

- Peralatan hendaklah didesain sedemikian rupa agar mudah dibersihkan. Peralatan tersebut hendaklah dibersihkan sesuai prosedur tertulis yang rinci serta disimpan dalam keadaan bersih dan kering.

- Peralatan pencucian dan pembersihan hendaklah dipilih dan digunakan agar tidak menjadi sumber pencemaran.

- Peralatan yang digunakan henedaklah tidak berakibat buruk pada produk. Bagian alat yang bersentuhan dengan produk tidak boleh bersifat reaktif, aditif, atau absorptif, yang dapat mempengaruhi mutu dan berakibat buruk pada produk.

- Semua peralatan khusus untuk pengolahan bahan mudah terbakar atau bahan kimia atau yang ditempatkan di area dimana digunakan bahan mudah terbakar, hendaklah dilengkapi dengan perlengkapan elektris yang kedap eksplosi serta dibumikan dengan benar.

- Hendaklah tersedia alat timbang dan alat ukur dengan rentang dan ketelitian yang tepat untuk proses produksi dan pengawasan. Peralatan yang digunakan untuk menimbang, mengukur, memeriksa, dan mencatat hendaklah diperiksa ketepatannya dan dikalibrasi sesuai program dan


(27)

prosedur yang ditetapkan. Hasil pemeriksaan dan kalibrasi hendaklah dicatat dan disimpan dengan baik.

- Filter cairan yang digunakan untuk proses produksi hendaklah tidak melepaskan serat kedalam produk. Filter yang mengandung asbes tidak boleh digunakan walaupun sesudahnya disaring kembali menggunakan filter khusus yang tidak melepaskan serat, dan

- Pipa air suling, air de-ionisasi dan bila perlu pipa air lain untuk produksi hendaklah di sanitasi sesuai prosedur tertulis. Prosedur tersebut henedaklah berisi rincian batas cemaran mikroba dan tindakan yang harus dilakukan (BPOM, 2006).

5. Sanitasi dan Hygiene

Tingkat sanitasi dan hygiene yang tinggi hendaklah diterapkan pada setiap aspek pembuatan obat. Ruang lingkup meliputi personalia, bangunan, peralatan, dan perlengkapan, bahan produksi serta wadahnya, dan setiap hal yang dapat merupakan sumber pencemaran produk. Sumber pencemaran hendaklah dihilangkan melalui suatu program sanitasi dan hygiene yang menyeluruh serta terpadu.

Sanitasi dan hygiene yang diatur dalam pedoman CPOB 2006 adalah terhadap personalia, bangunan, dan peralatan. Prosedur sanitasi dan hygiene hendaklah divalidasi serta dievaluasi secara berkala untuk memastikan efektivitas prosedur dan selalu memenuhi persyaratan.


(28)

6. Produksi

Produksi hendaklah dilaksanakan dengan mengikuti prosedur yang telah ditetapkan dan memenuhi ketentuan CPOB yang senantiasa dapat menjamin produk obat jadi dan memenuhi ketentuan izin pembuatan serta izin edar (registrasi) sesuai dengan spesifikasinya (BPOM, 2006).

Selain itu, produksi baiknya dilakukan dan diawasi oleh personil yang kompeten. Mutu suatu obat tidak hanya ditentukan oleh hasil analisa terhadap produk akhir, melainkan juga oleh mutu yang dibangun selama tahapan proses produksi sejak pemilihan bahan awal, penimbangan, proses produksi, personalia, bangunan, peralatan, kebersihan dan hygiene sampai dengan pengemasan.

Prinsip utama produksi adalah :

a. Adanya keseragaman atau homogenitas dari bets ke bets.

b. Proses produksi dan pengemasan senantiasa menghasilkan produk yang seidentik mungkin (dalam batas syarat mutu) baik bagi bets yang sudah diproduksi maupun yang akan diproduksi.

Sedangkan hakikat produksi adalah :

a. Mutu produk obat tidak ditentukan oleh hasil akhir analisa saja, tetapi ditentukan oleh keseluruhan proses produksi (built in process).

b. Adanya prosedur baku (standar) untuk setiap langkah (tahapan) proses produksi dengan persyaratan yang harus diikuti dengan konsisten.


(29)

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam produksi antara lain: a. Pengadaan Bahan Awal

Pengadaan bahan awal hendaklah hanya dari pemasok yang telah disetujui dan memenuhi spesifikasi yang relevan. Semua penerimaan, pengeluaran dan jumlah bahan tersisa hendaklah dicatat. Catatan hendaklah berisi keterangan mengenai pasokan, nomor bets/lot, tanggal penerimaan, tanggal pelulusan, dan tanggal daluarsa (BPOM, 2006).

b. Pencegahan Pencemaran Silang

Tiap tahap proses, produk dan bahan hendaklah dilindungi terhadap pencemaran mikroba dan pencemaran lain. Resiko pencemaran silang ini dapat timbul akibat tidak terkendalinya debu, uap, percikan atau organisme dari bahan atau produk yang sedang diproses, dari sisa yang tertinggal pada alat dan pakaian kerja operator. Tingkat resiko pencemaran ini tergantung dari jenis pencemar dan produk yang tercemar.

Pencemaran silang hendaklah dihindari dengan tindakan teknis atau pengaturan yang tepat, antara lain:

- Produksi di dalam gedung yang terpisah (diperlukan untuk produk seperti penisilin, hormon seks, sitostatik, dan produk biologi).

- Tersedia ruang penyangga udara dan penghisap udara.

- Memakai pakaian pelindung yang sesuai di area dimana produk yang beresiko tinggi terhadap pencemaran silang diproses.

- Melaksanakan prosedur pembersihan dan dekontaminasi yang terbukti efektif (BPOM, 2006).


(30)

c. Penimbangan dan Penyerahan

Penimbangan dan penyerahan bahan awal, bahan pengemas, produk antara dan produk ruahan dianggap sebagai bagian dari siklus produksi dan memerlukan dokumentasi yang lengkap. Hanya bahan awal, bahan pengemas, produk antara dan produk ruahan yang telah diluluskan oleh pengawasan mutu dan masih belum daluarsa yang boleh diserahkan (BPOM, 2006).

d. Pengembalian

Semua bahan awal dan bahan pengemas yang dikembalikan ke gudang penyimpanan hendaklah didokumentasikan dengan benar (BPOM, 2006). e. Pengolahan

Semua bahan yang dipakai di dalam pengolahan hendaklah diperiksa sebelum dipakai. Semua peralatan yang dipakai dalam pengolahan hendaklah diperiksa sebelum digunakan. Peralatan hendaklah dinyatakan bersih secara tertulis sebelum digunakan. Semua kegiatan pengolahan hendaklah dilaksanakan mengikusi prosedur yang tertulis. Tiap penyimpangan hendaklah dilaporkan. Semua produk antara hendaklah diberi label yang benar dan dikarantina sampai diluluskan oleh bagian pengawasan mutu (BPOM, 2006).

f. Kegiatan Pengemasan

Kegiatan pengemasan berfungsi mengemas produk ruahan menjadi produk jadi. Pengemasan hendaklah dilaksanakan di bawah pengendalian yang ketat untuk menjaga identitas, keutuhan dan mutu produk akhir yang dikemas. Semua kegiatan pengemasan hendaklah dilaksanakan sesuai dengan instruksi yang diberikan dan menggunakan bahan pengemas yang tercantum


(31)

dalam prosedur pengemasan induk. Rincian pelaksanaan pengemasan hendaklah dicatat dalam catatan pengemasan bets.

g. Pengawasan Selama Proses

Pengawasan selama proses hendaklah mencakup :

- Semua parameter produk, volume atau jumlah isi produk diperiksa pada saat awal dan selama proses pengolahan atau pengemasan.

- Kemasan akhir diperiksa selama proses pengemasan dengan selang waktu yang teratur untuk memastikan kesesuaiannya dengan spesifikasi dan memastikan semua komponen sesuai dengan yang ditetapkan dalam prosedur pengemasan induk.

h. Karantina Produk Jadi

Karantina produk jadi merupakan tahap akhir pengendalian sebelum penyerahan ke gudang dan siap untuk didistribusikan. Sebelum diluluskan untuk diserahkan ke gudang, pengawasan yang ketat hendaklah dilaksanakan untuk memastikan produk dan catatan pengolahan bets memenuhi semua spesifikasi yang ditentukan.

7. Pengawasan Mutu

Pengawasan mutu merupakan bagian yang essensial dari CPOB untuk memberikan kepastian bahwa produk secara konsisten mempunyai mutu yang sesuai dengan tujuan pemakaiannya. Keterlibatan dan komitmen semua pihak yang berkepentingan pada semua tahap merupakan keharusan untuk mencapai sasaran mutu mulai dari awal pembuatan sampai kepada distribusi obat jadi. Pengawasan mutu tidak terbatas pada kegiatan laboratorium, tapi


(32)

juga harus terlibat dalam semua keputusan yang terkait dengan mutu produk. Ketidaktergantungan pengawasan mutu dari produksi dianggap hal yang fundamental agar pengawasan mutu dapat melakukan kegiatan dengan memuaskan (BPOM, 2006).

Pengawasan mutu hendaklah mencakup semua kegiatan analitik yang dilakukan di laboratorium termasuk pengambilan sampel, pemeriksaan pengujian bahan awal, produk antara, produk ruahan dan produk jadi. Kegiatan ini mencakup juga uji stabilitas, program pemantauan lingkungan, pengujian yang dilakukan dalam rangka validasi, penanganan sampel pertinggal, menyusun dan memperbaharui spesifikasi bahan, produk serta metode pengujiannya (BPOM, 2006).

Bagian pengawasan mutu dalam suatu pabrik obat bertanggung jawab untuk memastikan bahwa:

a. Bahan awal untuk produksi obat memenuhi spesifikasi yang ditetapkan untuk identitas, kekuatan, kemurnian, kualitas, dan keamanannya.

b. Tahapan produksi obat telah dilaksanakan sesuai prosedur yang ditetapkan dan telah divalidasi sebelumnya.

c. Semua pengawasan selama proses dan pemeriksaan laboratorium terhadap suatu bets obat telah dilaksanakan dan bets tersebut memenuhi spesifikasi yang ditetapkan sebelum didistribusikan.

d. Suatu bets obat memenuhi persyaratan mutu selama waktu peredaran yang ditetapkan.


(33)

Area laboratorium pengawasan mutu hendaklah terpisah dari area produksi. Selain itu bagi suatu laboratorium untuk pengawasan selama proses mungkin lebih memudahkan apabila letaknya di daerah tempat pembuatan atau pengemasan dimana dilakukan pengujian fisik seperti penimbangan dan uji monitoring lainnya secara periodik.

Dokumentasi dan prosedur pelulusan yang diterapkan bagian pengawasan mutu hendaklah menjamin bahwa pengujian yang diperlukan telah dilakukan sebelum bahan digunakan dalam produksi dan produk disetujui sebelum didistribusikan. Personil pengawasan mutu hendaklah memiliki akses ke area produksi untuk pengambilan sampel dan penyelidikan yang diperlukan.

8. Inspeksi diri dan Audit Mutu

Tujuan inspeksi diri adalah untuk mengevaluasi apakah semua aspek produksi dan pengawasan mutu industri farmasi memenuhi ketentuan CPOB (BPOM, 2006).

Aspek-aspek dalam inspeksi diri antara lain : - Personalia

- Bangunan termasuk fasilitas untuk personil - Perawatan bangunan dan peralatan

- Penyimpanan bahan awal, bahan pengemas dan obat jadi - Peralatan

- Pengolahan dan pengawasan selama proses - Pengawasan mutu


(34)

- Dokumentasi

- Sanitasi dan hygiene

- Program validasi dan re-validasi - Kalibrasi alat dan sistem pengukuran - Prosedur penarikan kembali obat jadi - Penanganan keluhan

- Pengawasan label

- Hasil inspeksi sebelumnya dan tindakan perbaikan

Inspeksi diri hendaklah dilakukan secara independen oleh orang yang kompeten yaitu terkualifikasi dan mempunyai pengalaman yang memadai dalam melakukan inspeksi diri. Inspeksi diri dapat dilakukan sendiri oleh pihak perusahaan dengan membentuk suatu tim atau oleh konsultan yang independen dari luar perusahaan. Inspeksi diri hendaklah mencakup semua bagian yaitu pemastian mutu, produksi, pengaweasan mutu, teknik dan gudang (termasuk gudang obat jadi, Bahan baku, dan bahan pengemas) (BPOM, 2009).

Inspeksi diri dapat dilakukan oleh tiap bagian sesuai dengan kebutuhan pabrik namun inspeksi diri yang dilakukan secara menyeluruh hendaklah dilaksanakan minimal satu kali dalam setahun. Frekuensi inspeksi diri hendaklah tertulis dalam prosedur tetap inspeksi diri (BPOM, 2009).


(35)

9. Penanganan Keluhan terhadap Produk, Penarikan Produk dan Produk Kembalian

Semua keluhan dan informasi lain yang berkaitan dengan kemungkinan terjadinya kerusakan obat dapat bersumber dari dalam maupun dari luar industri, dan memerlukan penanganan dan pengkajian secara teliti (BPOM, 2009).

Keluhan/informasi yang bersumber dari dalam industri antara lain dapat dari bagian produksi, bagian pengawasan mutu, bagian gudang dan bagian pemasaran, sementara dari luar industri antara lain dapat berasal dari pasien, dokter, paramedis, klinik, rumah sakit, apotek, distributor, dll (BPOM, 2009).

Penarikan kembali obat jadi dapat berupa penarikan kembali satu atau beberapa bets atau seluruh obat jadi tertentu dari semua mata rantai distribusi. Penarikan kembali dilakukan apabila ditemukan produk yang tidak memenuhi persyaratan mutu atau atas dasar pertimbangan adanya efek samping yang tidak diperhitungkan yang merugikan kesehatan (BPOM, 2009).

Produk kembalian adalah obat jadi yang telah keluar dari industri dan beredar yang kemudian dikembalikan ke industri karena adanya keluhan, mengenai kerusakan, kadaluarsa, atau alasan lain misalnya mengenai kondisi obat, wadah atau kemasan sehingga menimbulkan keraguan akan keamanan, identitas, mutu serta kesalahan administratif yang menyangkut jumlah dan jenis (BPOM, 2009).


(36)

10. Dokumentasi

Dokumentasi pembuatan obat merupakan bagian dari sistem informasi manajemen dan dokumentasi yang baik merupakan bagian yang sangat penting dari pemastian mutu (BPOM, 2006). Sistem dokumentasi yang dirancang/digunakan hendaklah mengutamakan tujuannya, yaitu menentukan, memantau dan mencatat seluruh aspek produksi serta pengendalian dan pengawasan mutu (BPOM, 2009). Dokumentasi sangat penting untuk memastikan bahwa tiap personil menerima uraian tugas secara jelas dan rinci sehingga memperkecil resiko terjadinya kekeliruan yang biasanya timbul karena hanya mengandalkan komunikasi lisan (BPOM, 2006).

Dokumentasi meliputi : a. Spesifikasi

Spesifikasi menguraikan secara rinci persyaratan yang harus dipenuhi produk atau bahan yang digunakan atau diperoleh selama pembuatan. Dokumen ini merupakan dasar untuk mengevaluasi mutu. Spesifikasi meliputi spesifikasi bahan awal, spesifikasi bahan pengemas, spesifikasi produk antara dan produk ruahan, dan spesifikasi produk jadi (BPOM, 2006).

b. Dokumen produksi

Dokumen produksi meliputi: dokumen produksi induk, prosedur pengolahan induk, dan prosedur pengemasan induk (formula pembuatan, instruksi pengolahan, dan instruksi pengemasan) yang menyatakan seluruh bahan awal dan bahan pengemas yang digunakan serta menguraikan semua operasi pengolahan dan pengemasan.


(37)

c. Prosedur

Prosedur berisi cara untuk melaksanakan operasi tertentu, misalnya pembersihan, berpakaian, pengendalian lingkungan, pengambilan sampel, pengujian dan pengoperasian peralatan.

d. Laporan dan Catatan

Catatan menyajikan riwayat tiap bets produk, termasuk distribusi dan semua catatan yang berpengaruh pada mutu produk akhir (BPOM, 2006).

11. Pembuatan dan Analisis Berdasarkan Kontrak

Pembuatan dan analisis berdasarkan kontrak harus dibuat secara benar, disetujui dan dikendalikan untuk menghindari kesalahpahaman yang dapat menyebabkan produk atau pekerjaan dengan mutu yang tidak memuaskan. Kontrak tertulis antara pemberi kontrak dengan penerima kontrak harus dibuat secara jelas untuk menentukan tanggung jawab dan kewajiban masing-masing pihak. Kontrak harus menyatakan secara jelas prosedur pelulusan tiap bets produk untuk diedarkan yang menjadi tanggung jawab penuh kepala bagian manajemen mutu (pemastian mutu).

12. Kualifikasi dan Validasi

Validasi adalah tindakan pembuktian dengan cara yang sesuai bahwa tiap bahan, proses, prosedur, kegiatan, sistem, perlengkapan atau mekanisme yang digunakan dalam produksi maupun pengawasan mutu akan senantiasa mencapai hasil yang diinginkan (CPOB, 2006).


(38)

CPOB mengisyaratkan industri farmasi untuk mengidentifikasi validasi yang diperlukan sebagai bukti pengendalian terhadap aspek kritis dari kegiatan yang dilakukan. Perubahan signifikan terhadap fasilitas, peralatan dan proses yang dapat mempengaruhi mutu produk hendaklah divalidasi. Pendekatan dengan kajian resiko hendaklah digunakan untuk menentukan ruang lingkup dan cakupan validasi.

Seluruh kegiatan validasi hendaklah direncanakan. Unsur utama program validasi hendaklah dirinci dengan jelas dan didokumentasikan di dalam Rencana Induk Validasi (RIV) atau dokumen setara. RIV hendaklah merupakan dokumen yang singkat, tepat dan jelas. RIV hendaklah mencakup sekurang-kurangnya adalah kebijakan validasi, struktur organisasi kegiatan validasi, ringkasan fasilitas, sistem, peralatan, proses yang akan divalidasi, format dokumen, format protokol, laporan validasi, perencanaan dan jadwal pelaksanaan, pengendalian perubahan, serta acuan dokumen yang digunakan. Langkah-langkah pelaksanaan validasi adalah sebagai berikut:

- Membentuk komite validasi yang bertanggung jawab terhadap pelaksanaan validasi di industri farmasi yang bersangkutan.

- Menyusun Rencana Induk Validasi (RIV), yaitu dokumen yang menguraikan secara garis besar pedoman pelaksanaan validasi.

- Membuat dokumen validasi, yaitu prosedur tetap (protap), protokol serta laporan validasi

- Pelaksanaan validasi

- Melaksanakan peninjauan periodik, change control dan revalidasi (Manajemen Industri Farmasi, 2007).


(39)

Validasi untuk mesin, peralatan produksi dan sarana penunjang disebut kualifikasi. Kualifikasi tersebut adalah langkah pertama dalam melaksanakan validasi di industri farmasi (Manajemen Industri Farmasi, 2007).


(40)

BAB III

TINJAUAN UMUM PT. MUTIFA A. Sejarah

Pada tahun 1975 didirikan Industri Farmasi di kota Medan dengan nama “Sejati Pharmaceutical Industries”, yang memproduksi obar merek “SIAGOGO”. Setelah beberapa tahun berproduksi, perusahaan ini kemudian dialihkan pemiliknya kepada Bapak Drs. W. H. Siahaan dan memindahnamakan perusahaan tersebut dalam suatu akte notaris tertanggal 31 Januari 1980 dengan nama PT. Mutiara Mukti Farma (MUTIFA) yang berlokasi di Jl. Brigjen Katamso No. 220 Medan.

Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan RI tahun 1981 No. 0098/SK/PAB/81 memutuskan memberikan izin untuk mendirikan pabrik farmasi kepada PT. Mutiara Mukti Farma (MUTIFA) dengan nama “MUTIFA INDUSTRI FARMASI” untuk memproduksi obat-obatan. Dengan dikeluarkannya surat izin produksi oleh Departemen Kesehatan RI c/q Badan Pengawasan Obat dan Makanan No. 213/AA/III/81, mulailah PT Mutiara Mukti Farma memproduksi obat-obatan.

Pada tahun 1983, perusahaan ini menjalankan dan melaksanakan operasinya dalam menghasilkan berbagai jenis maupun bentuk sediaan obat untuk memenuhi kebutuhan masyarakat Indonesia wilayah barat umumnya dan daerah Sumatera Utara pada khususnya.

Pada tanggal 29 November 1988, dengan akte notaris No. 35, perubahan akte atas pemegang saham serta manajemen perusahaan, yang ditetapkan melalui keputusan Menteri Kehakiman RI No. C2-1134.HT.01.04 th 89 tanggal 31 Januari


(41)

1989. Dalam akte tersebut, berdasarkan keputusan rapat Dewan Komisaris serta pemegang saham, ditetapkan bahwa yang menjadi penanggung jawab dengan jabatan Direktur Utama adalah Bapak Jacob Lie.

Sesuai dengan Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 43/Menkes/SK/II/1988 tentang Pedoman Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB), bahwa setiap industri farmasi harus mengacu pada pedoman tersebut, maka untuk memenuhi ketentuan tersebut PT. MUTIFA telah membangun pabrik yang baru di Jl. Karya Jaya No. 68 Km 8,5 Namorambe. Pada bulan Mei 1994 produksi telah dilaksanakan di pabrik yang baru dan pada saat ini kegiatan administrasi juga telah dilakukan di lokasi tersebut. Pada tanggal 27 Juli 1994 PT. MUTIFA diberikan sertifikat sebagai industri farmasi yang telah memenuhi CPOB.

Bentuk sediaan yang telah diproduksi sampai saat ini adalah tablet, sirup, salep, bedak dan kapsul sebanyak 114 item. Pendistribusian sediaan yang diproduksi PT. MUTIFA Medan meliputi wilayah : Provinsi Sumatera Utara, Riau, Sumatera Selatan, Daerah Khusus Ibukota (DKI) Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sulawesi Utara, dan Sulawesi Selatan. Untuk wilayah Sumatera, obat didistribusikan melalui Pedagang Besar Farmasi (PBF) Mekada Abadi. Obat-obatan diproduksi berdasarkan sistem skala prioritas yang mengutamakan obat yang lebih cepat laku di pasaran.

B. Visi dan Misi


(42)

C. Lokasi dan Sarana Produksi 1. Lokasi

PT. MUTIFA Medan berada di Jl. Karya Jaya No. 68 Km 8,5 Namorambe Medan. Denah lokasi PT. MUTIFA ditunjukkan pada Gambar 2 berikut ini :

Jl. Letjen Jamin Ginting

Lokasi PT. MUTIFA

Titi Kuning

Jl

. M

. Ba

syi

r

Jl

. K

arya

Y

as

a

Ke Bandara Polonia Jl. Karya Jaya

Ke Deli Tua Jl. Brigjen Katamso

Gambar 1. Denah Lokasi PT. MUTIFA

Luas areal PT. MUTIFA Medan mempunyai luas areal 9600 m2 dan luas bangunan 6259 m2. Luas masing-masing ruangan adalah sebagai berikut :


(43)

Tabel 1. Ukuran Ruangan Masing-Masing Bagian di PT. MUTIFA

No. Ruang/Gudang Ukuran (m2)

1. Ruang Perkantoran 192

2. Ruang Produksi β laktam 84 3. Ruang Laboratorium dan Pengawasan Mutu 40

4. Ruang Teknik dan Bengkel 16

5. Ruang Produksi Tablet 88

6. Ruang Produksi Sirup 100

7. Ruang Produksi Bedak 20

8. Ruang Produksi Kapsul 12

9. Ruang Produksi Salep 25

10. Ruang Produksi Produk Kecil Rumah Tangga 28

11. Gudang Bahan Baku 64

12. Gudang Bahan Kemasan 64

13. Gudang Obat Jadi 48

14. Janitor 9

15. Kantin 90

16. Ruang Pengemasan 24

17. Gudang Alat 25

Sumber arus listrik berasal dari Perusahaan Listrik Negara (PLN), dan apabila arus listrik dari PLN terputus digunakan generator. Sumber air berasal dari sumur pompa dan air PAM. Untuk keperluan produksi digunakan air sumur yang telah mengalami proses pengolahan. Air PAM digunakan untuk pencucian alat, mandi, dan bila aliran PAM mengalami masalah, untuk menggantikan air PAM digunakan air sumur yang telah mengalami tiga kali penyaringan. Bangunan penunjang lainnya terdiri dari Musholla, kamar mandi, dan pos jaga.


(44)

2. Sarana dan Prasarana Fisik Sarana dan prasarana fisik PT. Mutifa : a. Bangunan Utama

Bangunan utama terdiri dari : 1. Kantor, terdiri dari :

- Ruang keuangan, ruang administrasi, ruang tamu - Ruang Direktur utama

- Ruang pertemuan - Ruang bagian personalia

- Ruang Manajer, yaitu Ruang Manajer Produksi, Manajer QC, dan Manajer QA.

- Ruang Administrasi produksi - Ruang QA, QC, locker 2. Gudang, yang terdiri atas:

- Gudang Bahan Baku. Didalam gudang ini terdiri dari ruangan seperti ruang kepala gudang bahan baku, ruang karantina, ruang dingin, dan ruang sampling.

- Gudang Bahan Kemasan. Didalam gudang ini terdiri dari ruangan seperti ruang kepala gudang bahan kemasan, ruang etiket dan brosur, serta ruang dingin.

- Gudang Obat Jadi. Didalam gudang ini terdiri dari ruangan seperti ruang kepala gudang obat jadi, ruang karantina, ruang tempat obat jadi yang diluluskan, dan ruang obat kembalian.


(45)

3. Ruang produksi, terdiri atas: - Ruang kelas III

- Ruang kelas IV 4. Laboratorium QC b. Bangunan β-Lactam

Produk beta laktam diproduksi dalam bangunan tersendiri dan terpisah dengan produk non beta laktam. Bangunan ini juga mempunyai sistem tata udara yang berbeda dan terpisah dengan produk non beta laktam. Ruang produksi dirancang sedemikian rupa sehingga diharapkan dapat mencegah terjadinya kontaminasi silang terhadap proses produksi obat serta terlewatnya salah satu langkah dalam proses produksi.

c. Bangunan Tekhnik d. Kantin

e. Bangunan R & D f. Sarana penunjang lain

Sarana penunjang lain seperti Air Handling Unit (AHU), Generator Diesel, Listrik, dan Kompresor. AHU digunakan dalam ruangan produksi beta laktam dan non beta laktam. Supply udara yang disalurkan ke dalam ruang produksi ini berasal dari 2 sumber, yaitu berasal dari udara yang disirkulasi kembali (sebanyak 80%) dan berasal dari udara bebas (sebanyak 20%). Supply udara tersebut kemudian melewati filter yang terdapat di dalam filter house yang terdiri dari prefilter yang memiliki efisiensi penyaringan sebesar 35% dan medium filter yang memiliki efisiensi penyaringan sebesar 95%. Selanjutnya, supply udara ini melewati cooling coil (evaporator) yang akan menurunkan


(46)

suhu (T) dan kelembaban relatif (RH) udara. Kemudian udara dipompa dengan menggunakan static pressure fan (blower) ke dalam ruang produksi melalui ducting (saluran udara). Jumlah udara yang masuk ke dalam ruang produksi diatur dengan menggunakan volume dumper. Selanjutnya udara disirkulasi kembali ke AHS. Kecepatan pertukaran udara dalam ruangan produksi beta laktam maupun non beta laktam 20 kali per jam dan untuk koridor 25 kali per jam.

D. Produk-Produk PT. MUTIFA

Produk obat yang diproduksi oleh PT. MUTIFA dapat digolongkan berdasarkan efek farmakologinya yaitu sebagai berikut:

- Multivitamin dan Mineral, 38 produk. - NSAID, 13 produk.

- Hipoglikemik, 1 produk.

- Antibiotik Beta Laktam, 1 produk. - Antibiotik Kuinolon, 1 produk. - Antifungi, 3 produk.

- Antibiotik Sulfonamida, 2 produk. - Antiemetik, 4 produk.

- Obat Lambung, 4 produk. - Obat Diare, 3 produk. - Antelmentik, 2 produk. - Antihistamin, 5 produk. - Antipiretik, 8 produk. - Ekspektoran, 7 produk.


(47)

- Antitusif, 2 produk.

E. Struktur Organisasi

Struktur organisasi PT. MUTIFA merupakan struktur organisasi vertikal. Kekuasaan tertinggi dipegang oleh direktur utama. Direktur utama membawahi delapan departemen. Masing-masing departemen dipimpin oleh seorang manajer yang langsung bertanggung jawab penuh kepada direktur utama. Struktur organisasi PT. MUTIFA dapat dilihat pada lampiran 1.

1. Departemen Produksi

Departemen produksi di PT. MUTIFA terdiri atas tiga bagian, yaitu: a. Bagian produksi beta laktam.

Bagian produksi beta laktam dipimpin oleh seorang Apoteker. Bagian ini memproduksi obat berupa sirup kering dan tablet.

b. Bagian produksi solid non beta laktam.

Bagian produksi solid non beta laktam dipimpin oleh seorang Apoteker yang bertanggungjaawab pada produksi sediaan solid (tablet, kaplet, atau kapsul).

c. Bagian produksi cair non beta laktam.

Bagian produksi cair non beta laktam ini juga dipimpin oleh seorang Apoteker. Bagian ini memproduksi obat berupa sirup baik dalam bentuk emulsi ataupun suspensi.


(48)

Ada pun tugas dan tanggung jawab departemen produksi , yaitu :

- Melaksanakan pengolahan mulai dari penimbangan bahan baku hingga menjadi obat jadi, sesuai dengan jadwal yang ditetapkan.

- Melakukan upaya peningkatan efisiensi proses produksi.

- Melaksanakan secara teknis dan administrasi semua tugas selama pengelolahan dan pengemasan dengan berpedoman pada prosedur tetap (protap) yang ditetapkan.

- Jika ada kegagalan dalam produksi, mendiskusikannya dengan manajer QC dan Departemen terkait untuk mencari penyebab serta jalan keluar. - Bertanggung jawab agar alat atau mesin untuk keperluan produksi

dikualifikasi atau divalidasi serta dipakai dengan benar.

- Turut membantu pelaksanaan inspeksi CPOB dan menjaga pelaksanaan serta pematuhan terhadap peraturan CPOB.

- Memelihara kebersihan daerah produksi.

- Membina hubungan yang baik antar departemen.

Pelaksanaan proses produksi terdiri dari beberapa tahap sebagai berikut : a. Penimbangan

Pelaksanaan proses penimbangan dilakukan oleh kepala ruang penimbangan sesuai dengan jadwal produksi yang ditetapkan. Penimbangan untuk bahan sirup dan solid dilakukan dalam ruangan yang terpisah. Penimbangan bahan berkhasiat dilakukan setelah semua bahan tambahan yang digunakan telah ditimbang dan ruang penimbangan telah dibersihkan, hal ini dilakukan untuk mencegah terjadinya kontaminasi silang.


(49)

Bahan-bahan yang telah ditimbang diberi label yang menunjukkan identitas, didalamnya tercantum nama bahan, jumlah atau berat, nama penimbang yaitu penimbang I dan penimbang II (Checker), tanggal penimbangan dan nomor bets. Setelah ditimbang dan diberi label, semua bahan tambahan dan bahan berkhasiat untuk satu jenis obat dibuat dalam satu wadah dan diletakkan dalam ruang staging.

b. Pencampuran Sediaan Solid

Ruang pencampuran terletak berdekatan dengan ruang penimbangan untuk memudahkan dalam pencampuran bahan obat tersebut. Ruang pencampuran terdiri dari ruang pencampuran kering/lubrik, ruang pencampuran basah, ruang pengeringan, ruang antara dan ruang ayak. Pelaksanaan proses pencampuran ini dilakukan sesuai dengan yang tertulis dalam protap. Alat-alat yang digunakan yaitu: timbangan, drum mixer, granulator, oven, lubricator, FBD (Fluid Bed Dryer).

Proses produksi dimulai dari pencampuran basah kemudian diayak sehingga menghasilkan granul basah. Granul ini kemudian dikeringkan di dalam oven atau FBD. Pengeringan granul kering perlu dilakukan pengecekan berupa LOD (Loss on Drying). Pada saat proses pencetakan akan dilakukan, granul kering tersebut diambil dari ruang antara kemudian dilubrik.

c. Pencampuran Sediaan Cair Non Beta Laktam

Alat-alat yang digunakan pada bagian ini adalah drum mixer, mesh, mesin pengisi obat ke dalam wadah, mesin etiket dan labeling.


(50)

Pemeriksaan yang dilakukan adalah pH larutan, Berat jenis (bj) larutan, keseragaman volume, viskositas, kadar zat berkhasiat, dan kebocoran wadah serta volume terpindahkan. Proses pencampuran dilaksanakan sesuai dengan kelarutan dan spesifikasi bahan berkhasiat dari obat. d. Proses Pencetakan

Proses pencetakan dilakukan setelah granulasi kering. Proses ini dilakukan dengan tetap melakukan IPC (In Process Control) pada awal proses pencetakan, saat proses pencetakan berlangsung dan pada akhir proses pencetakan. Pengujian yang dilakukan pada awal proses pencetakan meliputi uji keseragaman bobot, waktu hancur, ketebalan, kekerasan, kadar zat berkhasiat, friability, LOD, dan disolusi. Sedangkan pengujian yang dilakukan saat proses pencetakan dan pada akhir proses pencetakan meliputi uji keseragaman bobot, waktu hancur, ketebalan, kekerasan, dan friability.

e. Proses Coating

Proses coating dilakukan setelah pencetakan. Terlebih dahulu dibuat larutan penyalut. Kemudian dilakukan coating menggunakan mesin coating pan. Setelah penyalutan dilakukan pengeringan dengan mengalirkan udara kedalam panci penyalut, kemudian dilakukan proses pengemasan primer.

f. Pengemasan Primer

Pengemasan primer dilakukan diruang produksi. Mesin pengemasan primer terdiri dari mesin strip dan mesin blister dan proses pengemasannya dilakukan diruangan yang terpisah.


(51)

g. Pengemasan Sekunder

Pengemasan sekunder dilakukan diruang kelas IV yang terpisah dari proses produksi. Ruang ini memiliki kepala unit yang mengatus semua proses pengemasan sekunder. Proses ini dilakukan setelah proses pengemasan primer selesai dilakukan. Pengemasan sekunder meliputi pemasukan kedalam kotak dan dus. Jumlah dalam kotak dan dus tergantung pada spesifikasi obat tersebut.

2. Departemen Pemastian Mutu/Quality Assurance (QA)

Departemen QA bertanggung jawab dalam menjamin mutu suatu produk mulai dari pemesanan bahan baku dan kemasan obat sampai obat siap dikonsumsi konsumen, termasuk di dalamnya pemilihan pemasok. Sistem mutu ditetapkan berdasarkan CPOB.

Tugas-tugas bagian pemastian mutu mencakup:

a. Desain dan pengembangan obat dilakukan dengan cara memperhatikan persyaratan CPOB dan cara berlaboratorium yang baik.

b. Semua langkah produksi dan pengendalian diuraikan secara jelas dan CPOB diterapkan.

c. Tanggung jawab manajerial diuraikan dengan jelas dalam uraian jabatan. d. Pengaturan disiapkan untuk pembuatan, pasokan dan penggunaan bahan

awal dan pengemas yang benar.

e. Pengkajian terhadap semua dokumen yang terkait dengan proses pengemasan dan pengujian bets, dilakukan sebelum memberikan pengesahan pelulusan untuk distribusi. Penilaian hendaklah meliputi semua faktor yang relevan termasuk kondisi pembuatan, hasil pengujian


(52)

atau pengawasan selama proses, pengkajian dokumen produksi termasuk pengemasan, pengkajian penyimpangan dari prosedur yang telah ditetapkan, pemenuhan persyaratan dari spesifikasi produk jadi dan pemeriksaan produk dalam kemasan akhir.

f. Obat tidak dijual atau dipasok sebelum Kepala Bagian Manajemen Mutu (Pemastian Mutu) menyatakan bahwa tiap bets produksi dibuat dan dikendalikan sesuai dengan persyaratan yang tercantum dalam izin edar serta peraturan lain yang berkaitan dengan aspek produksi, pengawasan mutu dan pelulusan produk.

g. Tersedia pengaturan yang memadai untuk memastikan bahwa sedapat mungkin produk disimpan, didistribusikan dan selanjutnya ditangani sedemikian rupa agar mutu tetap dijaga selama masa edar /simpan obat. h. Tersedia prosedur inspeksi diri atau audit mutu yang secara berkala

mengevaluasi efektivitas dan penerapan sistem pemastian mutu. i. Penyimpangan dilaporkan, diselidiki dan didokumentasi.

j. Tersedia sistem persetujuan terhadap perubahan yang berdampak pada mutu produk.

k. Prosedur pengolahan ulang dievaluasi dan disetujui.

l. Evaluasi mutu produk berkala dilakukan untuk verifikasi konsistensi proses dan memastikan perbaikan proses yang berkesinambungan.

3. Departemen Pengawasan Mutu/Quality Control (QC)

Departemen QC di PT. MUTIFA terdiri dari tiga bagian, yaitu: a. Unit QC


(53)

b. Bagian registrasi c. Bagian standarisasi

Departemen QC di PT. MUTIFA bertanggung jawab untuk memastikan bahwa:

• Bahan awal untuk produksi obat memenuhi spesifikasi identitas, kemurnian, kualitas dan keamanan yang telah ditetapkan.

• Semua pengawasan selama proses (In Process Control) dan pemeriksaan laboratorium terhadap suatu bets obat telah dilaksanakan dan bets tersebut memenuhi spesifikasi.

• Suatu bets obat memenuhi persyaratan mutunya selama waktu peredaran yang telah ditetapkan.

Bagian standarisasi bekerja sama dengan departemen R&D dalam melakukan analisis dan evaluasi terhadap produk. Tujuannnya adalah untuk menentukan kualitas produk yang dihasilkan.

Bagian registrasi juga bekerja sama dengan departemen R&D dalam melakukan pendaftaran terhadap obat baru. Dalam waktu bersamaan dengan trial formulasi skala produksi yang dilakukan oleh departemen R&D, bagian registrasi ini melakukan pendaftaran produk ke Balai POM. Bagian registrasi ini dibantu oleh seorang administrasi desain yang bertugas membuat desain kemasan suatu produk.

4. Departemen Research and Development (R&D)

Adapun tugas dan kegiatan departemen R&D adalah : • Mengembangkan dan merencanakan formula baru.


(54)

• Mengevaluasi dan memperbaiki formula yang sudah beredar kemudian diinformasikan ke departemen QC dan produksi.

• Bekerja sama dengan unit QC dalam menentukan standarisasi bahan baku, kemasan dan obat jadi.

Departemen R&D melakukan penelitian untuk mendapatkan formula baru berdasarkan permintaan dari bagian pemasaran. Bagian pemasaran juga memberikan ide-ide atau usulan kepada bagian formulasi untuk membuat suatu produk baru yang dapat memenuhi permintaan pasar. Kegiatan R&D PT. MUTIFA difokuskan pada bidang formulasi.

Struktur organisasi departemen R&D dapat dilihat pada gambar 2 berikut:

Manajer R&D

Supervisor R&D

Formulator Administrasi


(55)

5. Departemen Personalia

Departemen personalia di PT. MUTIFA menangani keperluan yang berkaitan dengan ketenagakerjaan dan karyawan, mulai dari perekrutan karyawan, pelatihan sampai pada pelayanan kesejahteraan karyawan.

6. Departemen Keuangan (Finance)

Departemen keuangan di PT. MUTIFA merencanakan anggaran dan kontrol biaya setelah ramalan penjualan (forecasting) dibuat oleh bagian pemasaran, membayar biaya operasional industri dan mengurus penggajian karyawan.

7. Departemen Teknik

Departemen teknik dipimpin oleh seorang manajer teknik. Adapun tanggung jawab departemen teknik di PT. MUTIFA, yaitu:

- Pemeliharaan alat-alat dan mesin produksi.

- Pemeliharaan fasilitas penunjang di pabrik farmasi, yaitu listrik. - Pemeliharaan instrumen PT. MUTIFA

- Pemeliharaan instalasi pengelolahan limbah.

Untuk menunjang jalannya proses produksi, departemen teknik dituntut untuk dapat melaksanakan tugasnya dengan baik dalam hal pemeliharaan mesin-mesin produksi, alat-alat laboratorium dan alat-alat lainnya agar berada dalam kondisi baik sehingga selalu siap digunakan. Departemen teknik bertugas untuk memantau sistem AHU dan Water Treatment. AHU didesain untuk mencegah kontaminasi silang dari udara antara ruang produksi dengan koridor di mana tekanan koridor lebih positif dibandingkan ruang produksi untuk semua wilayah. Dalam Water Treatment,


(56)

sumber air yang digunakan adalah air tanah yang kemudian diolah sehingga dapat digunakan untuk proses produksi.

8. Departemen Production Planning and Inventory Control (PPIC)

Departemen PPIC merupakan jembatan komunikasi yang menghubungkan semua departemen yang ada, yaitu jembatan komunikasi antara pemasaran, produksi, pengadaan, penyimpanan dan pengembangan produk. PPIC juga membawahi unit Gudang Obat Jadi, Gudang Bahan Baku, Gudang Bahan kemasan. Perencanaan produksi harus dilakukan sebaik mungkin dengan mempertimbangkan variabel-variabel yang mempengaruhi sehingga tidak terjadi penimbunan (Over Stock) dan kekurangan stok barang. PPIC menyusun rencana dengan menyesuaikan permintaan marketing dengan mempertimbangkan anggaran, persediaan bahan baku, jadwal, kapasitas produksi dan peralatan yang tersedia. Departemen PPIC di PT. MUTIFA dipimpin oleh manajer PPIC.

F. Limbah

Departemen teknik dan QC bekerja sama menangani limbah di PT. MUTIFA. Departemen teknik memusatkan perhatian pada pemeliharaan instalasi pengelolahan limbah sedangkan departemen QC memantau proses pengolahan limbah dan tolak ukurnya agar memenuhi persyaratan baku mutu lingkungan. Limbah di PT. MUTIFA dibagi dua yaitu limbah non beta laktam dan limbah beta laktam.


(57)

1. Limbah Non Beta Laktam

Jenis limbah non beta laktam di PT. MUTIFA ada 3 jenis yaitu: a. Limbah Cair

Limbah cair ini berasal dari limbah produksi, limbah laboratorium, limbah domestik, dan limbah bengkel. Diagram sistem pengolahan limbah cair dapat dilihat pada gambar 3 berikut ini:

Oli bekas dari bengkel Limbah domestik

Limbah cair produksi termasuk pembersihan

daerah produksi Limbah cair laboratorium

Badan Air buangan Bak

Aerasi

Bak Biokontrol

Limbah bengkel cair kecuali oli

Bak Sedimentasi Bak

Penampungan

Gambar 3. Diagram Sistem Pengolahan Limbah Cair di PT. MUTIFA

Tolak ukur yang dipakai untuk pemantauan limbah cair adalah berdasarkan baku mutu air limbah yang diisyaratkan dalam Surat Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No.51/MENLH/10/1995 tentang Baku Mutu Limbah Cair Industri seperti yang terdapat dalam tabel 2 di bawah ini.


(58)

Tabel 2. Tolak Ukur Pemantauan Limbah Cair di PT. MUTIFA Parameter Formulasi (Pencampuran)

(mg/L) BOD (Biological Oxygen Demand) 75

COD (Chemical Oxygen Demand) 150

TSS (Total Suspended Solid) 75

Total-N 0 Fenol 0 pH 6,0-9,0

b. Limbah Padat

Limbah padat ini berasal dari:

- Bekas kemasan bahan awal (bahan baku/bahan kemasan) seperti kertas, kotak karton, wadah kayu/plastik/kaca, drum, kaleng.

- Buangan proses produksi seperti tepung sisa proses, produk antara/ruahan yang rusak atau kotor, kemasan (aluminium foil, botol, dus).

- Buangan bahan hasil pengujian laboratorium seperti tablet bekas pengujian kekerasan, waktu hancur, dan lain-lain.

- Bahan awal dan produk jadi yang rusak.

- Wadah bekas bahan produksi (plastik dan tong rusak). - Limbah padat domestik.


(59)

Diagram sistem pengolahan limbah padat di PT. MUTIFA dapat dilihat pada Gambar 4 di bawah ini.

Gambar 4. Diagram Sistem Pengolahan Limbah Padat di PT. MUTIFA

Tolak ukur yang dipakai untuk pemantauan limbah padat adalah kualitas lingkungan atau kebersihan di dalam area industri, dimana tidak terdapat lagi limbah padat yang berserakan di pabrik.

Kemasan bahan awal yang rusak

Dust Collector

Debu Produksi

Vacum Cleaner

Debu Lantai

Limbah Domestik

Incenerator Bahan baku, produk antara,

produk ruahan, dan produk jadi Tong/Karton

yang rusak

Aluminum foil, botol, pot plastik yang rusak atau sisa cetakan lama

Pembuangan terakhir milik

PEMDA Kertas karton, plastik tanpa label

pabrik, botol rusak


(60)

c. Limbah udara

Limbah udara ini berasal dari: 1. Gas, uap dan asap

- Bahan kimia / reagensia.

- Bahan baku seperti ammonia liquid, alkohol, dan lain-lain. - Proses produksi seperti metilen klorida dari proses coating. - Pembakaran zat padat.

- Asap pembakaran sampah 2. Debu produksi.

Tolak ukur yang dipakai untuk pamantauan limbah udara adalah kualitas udara di dalam dan di luar lingkungan pabrik, meliputi kadar H2S, NH2, SO2, CO, NO2. Sistem penanggulangan limbah udara antara lain tertera pada Tabel 3.

Tabel 3. Sistem Penanggulangan Limbah Udara di PT. MUTIFA

Jenis Cara Pengendalian

1. Bahan kimia/reagensia laboratorium 2. Asap pembakaran sampah

3. Uap solven 4. Debu Produksi

1. Lemari asam

2. Incenerator cerobong tinggi 3. Exhaust fan

4. Pemasangan dust collector

d. Limbah Suara

Limbah suara ini berasal dari mesin produksi, genset, mesin sistem penunjang (AHU, mesin boiler). Cara pengendalian limbah suara ini dapat diatasi dengan menggunakan ear insert oleh pekerja.

Tolak ukur yang digunakan untuk pemantauan limbah suara adalah angka kebisingan dan getaran di dalam dan di luar area pabrik yang


(61)

diukur sesuai dengan angka kebisingan maksimum 65 dB dan getaran maksimum 7,5 Hz.

2. Limbah Beta Laktam

Jenis limbah beta laktam dapat berupa limbah cair, padat, udara, dan suara. Limbah cair berasal dari gedung produksi beta laktam berupa pencucian alat/mesin. Limbah padat berupa wadah bekas bahan baku antibiotik beta laktam, bahan baku beta laktam yang rusak, tong plastik, buangan proses produksi, dan produk jadi antibiotik beta laktam yang rusak. Limbah udara berupa debu produksi antibiotik beta laktam. Limbah suara berasal dari mesin produksi, genset, mesin sistem penunjang (AHU).

Pengelolaan Limbah Beta Laktam adalah sebagai berikut: a. Limbah Cair

Limbah cair yang berasal dari gedung beta laktam dialirkan ke bak/kolam perusakan cincin beta laktam dengan menggunakan larutan NaOH, setelah itu dialirkan/digabung dengan limbah cair non beta laktam di bak penampungan, dan seterusnya diolah bersama.

b. Limbah Padat

Limbah padat yang berupa wadah yang mengandung bahan antibiotik beta laktam dicuci dan dibilas bersih dengan air bersih di ruang pencucian di dalam gedung beta laktam. Air pencucian tersebut merupakan limbah cair dari gedung beta laktam yang dialirkan ke bak perusak cincin beta laktam, sedangkan wadah yang telah dicuci dan dibilas bersih tersebut dikeluarkan dari gedung beta laktam dan ditangani limbahnya seperti pada pengelolaan limbah padat non beta laktam.


(62)

c. Limbah Udara

Limbah udara berupa debu produksi disedot dan dikumpulkan oleh dust collector.

d. Limbah Suara

Limbah suara sistem penanganannya sama dengan penanganan limbah suara di non beta laktam.


(63)

BAB IV TUGAS KHUSUS

PRODUKSI

Produksi adalah semua kegiatan pembuatan mulai dari penerimaan bahan awal, pengolahan sampai dengan menghasilkan obat jadi. Kegiatan produksi ini dilakukan diarea tertutup dan tidak berhubungan langsung dengan bagian gudang ataupun perkantoran.

Tugas dari bagian produksi:

1. Melaksanakan pembuatan obat sesuai dengan perencanaan yang telah disusun, mulai dari permintaan bahan baku ke gudang, penimbangan, pengolahan, pengemasan, sampai pengiriman obat jadi ke gudang obat jadi sesuai dengan prosedur tertulis yang telah ditetapkan (Protap).

2. Melaksanakan dokumentasi atas semua tindakan yang dilakukan selama proses pengolahan dan pengemasan dengan berpedoman pada protap.

Sebelum dimulainya kegiatan produksi, petugas yang terlibat dalam kegiatan produksi ataupun yang memasuki area produksi harus memakai pakaian bersih, masker, penutup kepala, dan mendesinfeksi tangan dengan desinfektan yang tersedia sebelum memakai sarung tangan.

Hal-hal yang harus diperhatikan sebelum memulai kegiatan produksi: 1. Ruang produksi harus tetap terjaga kebersihan, dimana kegitan

pembersihan dilakukan tiap pagi sebelum dimulai kegiatan produksi dan sore hari sesudah selesai kegiatan produksi.


(64)

2. Temperatur dan kelembaban tiap ruangan produksi diatur sedemikan rupa menggunakan Air Handling Unit (AHU) yaitu AC sentral.

3. Peralatan yang digunakan harus dipastikan selalu dalam keadaan bersih sebelum dan sesudah dilakukan kegiatan produksi.

4. Ruangan Produksi harus mendapat penerangan dan pertukaran udara yang cukup agar kegiatan produksi berjalan lancar.

Jalur Produksi

Setelah adanya perintah produksi, bagian produksi meminta bahan baku ke bagian gudang dengan surat perintah pengeluaran bahan baku dan bahan pengemas, petugas gudang melakukan penimbangan atau penyerahan bahan sesuai dengan yang ditulis pada permintaan tersebut. Selama produksi berlangsung, dibuat laporan proses produksi mulai dari penimbangan bahan sampai pengemasan yang bertujuan untuk dokumentasi. Sehingga bila terjadi kekeliruan ataupun kesalahan pada proses produksi, dapat segera diketahui pada proses dimana kesalahan tersebut terjadi dan diambil tindakan untuk mengatasi permasalahan tersebut.

Laporan proses produksi membuat sediaan, Nomor bets, besar bets, tahapan proses, operator, tanggal, jam, hasil, pengawasan yang berguna untuk mengetahui berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk menghasilkan suatu bets sediaan. Laporan proses produksi ini diisi oleh petugas yang melakukan suatu tahapan proses produksi dan diketahui oleh supervisor produksi.

Selama proses produksi berlangsung dilakukan pengawasan dalam proses (In Process Control/IPC). IPC yang dilakukan ada 2 macam , yaitu:


(65)

- Dilakukan oleh pihak produksi, yaitu setiap 15 menit sekali dilakukan pemeriksaan keseragaman bobot.

- Dilakukan oleh pihak pengawasan mutu, antara lain: uji kekerasan, waktu hancur, disolusi, friabilitas, keseragaman bobot dan kadar zat berkhasiat.

Obat yang telah selesai di produksi akan dilakukan pengemasan primer dibagian produksi yang selanjutnya diserahkan ke bagian pengemasan melalui pass through untuk dilakukan pengemasan sekunder sampai dihasilkan obat jadi. Obat jadi yang telah selesai dikemas, ditimbang dan dicatat selanjutnya dibuat permohonan periksa kebagian pengawasan mutu untuk dilakukan finished pack analysis. Obat jadi yang lulus pemeriksaan selanjutnya diserahkan ke gudang penyimpanan obat jadi.

Produksi dilaksanakan dengan mengikuti prosedur yang telah ditetapkan untuk menjamin obat jadi yang dihasilkan senantiasa memenuhi spesifikasi yang ditentukan.

Bahan awal

Semua pemasukan, pengeluaran dan sisa bahan dicatat, yang meliputi keterangan mengenai persediaan, nomor bets, tanggal penerimaan atau pengeluaran, tanggal diluluskan dan tanggal kadaluarsa. Setiap bahan awal sebelum dinyatakan lulus untuk digunakan harus memenuhi spesifikasi bahan awal yang sudah ditetapkan dan diberi label dengan nama yang dinyatakan dalam spesifikasi.

Untuk setiap kiriman bahan awal diberikan rujukan yang menunjukkan identitas kiriman bahan tersebut. Pada saat penerimaan bahan awal dilakukan pemeriksaan secara visual tentang kondisi umum, keutuhan


(66)

kemasan, kebocoran dan kerusakan. Pengambilan sampel untuk pengujian dilakukan dengan menggunakan alat thief sampler.

Penimbangan dan Penyerahan

Penimbangan dan penyerahan bahan baku, bahan pengemas, produk antara dan produk ruahan sebagai suatu bagian siklus produksi dan memerlukan dokumentasi yang lengkap. Semua pengeluaran bahan baku, bahan pengemas, produk antara dan produk ruahan harus didokumentasikan. Bahan baku, bahan pengemas, produk antara dan produk ruahan yang boleh diserahkan hanya yang telah diluluskan oleh bagian pengawasan mutu. Sebelum dilakukan penimbangan terlebih dahulu dilakukan pemeriksaan terhadap kebenaran penandaan bahan baku termasuk label pelulusan dari bagian pengawasan mutu.

Pengolahan

Semua bahan dan peralatan yang digunakan dalam pengolahan diperiksa terlebih dahulu sebelum digunakan. Semua kegiatan pengolahan dilaksanakan mengikuti prosedur tertulis. Tiap penyimpangan dilaporkan dengan menyatakan alasan dan penjelasan.

Semua wadah dan peralatan yang berisi produk antara diberi label yang tepat untuk menyatakan tahap pengolahannya. Semua produk antara dan ruahan harus diberi label yang tepat dan dikarantina sampai diluluskan oleh bagian pengawasan mutu.


(67)

Pengemasan

Kegiatan pengemasan berfungsi untuk mengemas produk ruahan menjadi produk jadi. Proses pengemasan dilaksanakan dibawah pengawasan ketat untuk menjaga identitas, keutuhan dan kualitas barang yang sudah dikemas. Untuk kegiatan pengemasan ada prosedur tertulis yang menguraikan penerimaan serta identifikasi produk ruahan dan bahan pengemas. Setiap penyerahan produk ruahan dan bahan pengemas diperiksa dan diteliti kesesuaiannya dengan prosedur pengemasan induk atau perintah pengemasan.

Karantina Obat Jadi dan Penyerahan ke Gudang Obat Jadi

Prosedur tertulis mencantumkan cara penyerahan obat jadi ke daerah karantina dan cara penyimpanan sambil menunggu pelulusan. Tidak boleh ada obat yang diambil dari suatu bets, selama obat jadi itu masih di daerah karantina. Setiap obat yang membutuhkan syarat penyimpanan khusus diberi label yang jelas yang menyatakan syarat penyimpanan yang diharuskan.

Setelah bagian pengawasan mutu meluluskan suatu bets, obat jadi tersebut dipindahkan dari daerah karantina ke gudang obat jadi. Sewaktu menerima obat jadi tersebut petugas gudang mencatat pemasukan bets yang bersangkutan ke dalam kartu persediaan obat.


(68)

BAB V PEMBAHASAN

Pembangunan kesehatan merupakan bagian dari pembangunan nasional yang bertujuan untuk mencapai derajat kesehatan masyarakat yang optimal. Oleh karena itu pemerintah melakukan upaya untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat dengan meningkatkan sarana dan prasarana di bidang kesehatan. Selain itu pemerintah juga mengeluarkan peraturan-peraturan yang bertujuan untuk menjamin masyarakat mendapatkan pelayanan kesehatan yang baik di bidang kesehatan. Obat merupakan salah satu unsur yang penting demi terselenggaranya pembangunan kesehatan, oleh karena itu obat yang dikonsumsi oleh masyarakat harus benar-benar terjamin mutunya.

Industri farmasi berfungsi dalam penyediaan berbagai obat yang bermutu dan mempunyai keamanan yang tinggi dan sekaligus dapat diterima oleh masyarakat. Obat yang aman, manjur, dan dapat dicapai apabila industri obat menerapkan suatu standar mutu dalam seluruh rangkaian proses produksi. Oleh karena itu, setiap industri farmasi wajib mengikuti Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) sebagai standar mutu dalam produksi obat.

PT. MUTIFA Medan sebagai salah satu PMDN yang memproduksi obat telah menerapkan CPOB sejak bulan April tahun 1994. Penerapan CPOB dan seluruh aspek rangkaian produksi merupakan suatu langkah untuk menjamin mutu obat jadi, sehingga memenuhi persyaratan yang ditentukan sesuai dengan tujuan penggunaannya. Dalam prosesnya, mutu dalam produk harus dibentuk di dalam produk tersebut, tidak cukup hanya lulus dari pemeriksaan mutu. Aspek-aspek yang mempengaruhi proses pembentukan mutu terhadap produk tertuang dalam


(69)

aspek-aspek yang harus diperhatikan dalam CPOB. Selama Praktek Kerja Profesi (PKP), penulis melakukan pengamatan terhadap proses pembentukan mutu yang ada dengan penerapan CPOB.

1. Managemen Mutu

Manajemen mutu adalah semua aktifitas dari keseluruhan fungsi manajemen yang menetapkan kebijakan, tujuan dan tanggungjawab mutu serta penerapannya, antara lain melalui perencanaan mutu, pengawasan mutu, pemastian mutu, peningkatan mutu di dalam system mutu.

Tanggung jawab manajemen mutu adalah milik personil di seluruh tingkat manajemen tetapi harus didorong oleh manajer tingkat tertinggi, penerapannya dilakukan oleh semua organisasi.

2. Personalia

Aspek personalia dalam CPOB memuat ketentuan mengenai kualitas dan kuantitas karyawan. Personel yang berkualitas harus memiliki cukup pengetahuan, ketrampilan dan kemampuan sesuai dengan kapasitas pekerjaannya, serta memiliki kesehatan mental dan fisik yang baik. Sedangkan dari segi kuantitas, jumlah karyawan harus memadai untuk melaksanakan semua tugas yang ada dan penempatan karyawan harus disesuaikan dengan pengetahuan dan ketrampilan yang dimiliki.

PT. MUTIFA memiliki struktur organisasi di mana departemen produksi, QA, QC, serta R & D dipimpin oleh manajer yang berbeda serta tidak saling bertanggung jawab satu dengan yang lain. Manajer pada bagian Produksi, QA, dan R & D merupakan seorang apoteker yang terdaftar dan memiliki pengalaman praktis yang memadai pada bidang masing-masing sehingga memiliki


(70)

keterampilan manajerial untuk melaksanakan tugas secara profesional. Departemen produksi dipegang oleh 3 orang apoteker yang masing-masing merupakan seorang Apoteker pada bagian produksi β-Lactam, non β-Lactam, dan sirup. Pemisahan pada tiap bagian produksi ini dimaksudkan agar produksi dapat berjalan dengan lancar dan agar setiap pimpinan dibagian tersebut lebih fokus pada bagiannya saja. Sedangkan pada manajer QC merupakan seorang sarjana kimia.

Untuk meningkatkan kualitas personilnya, PT. MUTIFA mengirim pimpinan atau staf untuk mengikuti pelatihan mengenai CPOB. Kemudian pimpinan atau staf tersebut memberikan bimbingan dan pelatihan tentang CPOB kepada karyawan sehingga kegiatan perusahaan akan memenuhi ketentuan CPOB. 3. Bangunan dan Fasilitas

Lokasi PT. MUTIFA Medan dibangun di kawasan yang jauh dari pusat perkotaan dan keramaian. Pemilihan lokasi yang jauh dari pemukiman penduduk ditujukan agar resiko pencemaran baik dari pabrik ke lingkungan, maupun dari lingkungan ke pabrik dapat dihindari.

Desain, konstruksi, dan tata letak ruangan PT. MUTIFA Medan disesuaikan dengan persyaratan CPOB, sehingga memudahkan pelaksanaan produksi dan perawatan. Bangunan produksi beta laktam terpisah dengan bangunan produksi non beta laktam. Ruang produksi dirancang mengikuti alur proses produksi sehingga memperkecil resiko terjadinya kekeliruan antara produk obat atau komponen obat yang berbeda, mencegah pencemaran silang dan memperkecil resiko terlewatnya atau salah melaksanakan tahapan proses


(1)

- Memberikan dokumentasi secara tertulis bahwa prosedur pengemasan yang berlaku dan digunakan dalam proses pengemasan rutin, senantiasa mencapai persyaratan yang ditentukan.

- Agar tidak terjadi peristiwa campur baur antar produk satu dengan produk yang lainnya maupun antar bets dalam proses pengemasan. c. Validasi pembersihan

Ruangan dan peralatan setelah selesai digunakan untuk membuat atau mengemas akan segera dibersihkan untuk mendapatkan ruangan dan peralatan yang bersih dan memenuhi syarat yang sudah ditetapkan maka cara pembersihan, detergen, dan desinfektan yang digunakan serta frekuensi desinfeksi harus sesuai dengan protap pembersihan dan sanitasi yang sudah ditetapkan.

Untuk itu prosedur pembersihan dan sanitasi yang digunakan tersebut harus divalidasi untuk memastikan bahwa prosedur tersebut tepat dan efektif untuk menghilangkan sisa produk sebelumnya dan mengurangi jumlah cemaran mikrobanya.

Validasi pembersihan ruangan dan peralatan bertujuan untuk memastikan dan membuktikan bahwa prodesur yang dilakukan untuk pembersihan sesuai dengan protap yang telah ditetapkan dapat menghilangkan residu bahan aktif dan detergen serta mengurangi jumlah cemaran mikroba sesuai dengan persyaratan yang telah ditetapkan.

Kualifikasi adalah pembuktian secara tertulis berdasarkan data yang menunjukkan bahwa suatu peralatan, fasilitas, system penunjang, komputer dan proses pengemasan secara otomatis bekerja sesuai dengan spesifikasi yang telah


(2)

ditetapkan sehingga secara konsisten dapat menghasilkan produk dengan standar mutu yang telah ditetapkan.

Kualifikasi terdiri dari empat tingkatan, yaitu: a. Kualifikasi Desain/ Design Qualification (DQ)

Kualifikasi desain adalah unsur pertama dalam melakukan validasi terhadap fasilitas, sistem atau peralatan baru.

b. Kualifikasi Instalasi/ Instalation Qualification (IQ)

Kualifikasi Instalasi adalah pembuktian secara tertulis bahwa peralatan dan utility terpasang dengan benar dan memenuhi desain yang telah ditentukan. Dokumen IQ juga meliputi protap dasar untuk pembersihan,

preventive maintanance dan kalibrasi.

c. Kualifikasi Operasional/ Operational Qualification (OQ)

Kualifikasi operasional adalah pembuktian secara tertulis bahwa peralatan dan utility terpasang dengan benar dan memenuhi desain yang telah ditentukan dan memenuhi acceptance criterianya. Pengerjaan OQ berkaitan dengan karakterisitik dinamik suatu equipment/system. Protap pengoperasian alat atau utility harus segera setelah melakukan OQ.

d. Kualifikasi Kinerja/ Performance Qualification (PQ)

Kualifikasi kinerja adalah pembuktian secara tertulis bahwa peralatan dan secara konsisten member kinerja yang baik atau berfungsi sehingga dapat menghasilkan produk sesuai dengan standar mutu yang telah ditetapkan.


(3)

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan

Setelah melaksanakan Praktek Kerja Profesi (PKP) Apoteker di PT. Mutiara Mukti Farma (MUTIFA) dapat diambil kesimpulan sebagai berikut : 1. Praktek kerja profesi yang dilakukan pada tanggal 21 Juli – 21 Agustus

2009 telah memberikan manfaat dan pengalaman serta menambah wawasan mengenai pelaksanaan kegiatan yang ada di industri farmasi. 2. PT. MUTIFA Medan telah menerapkan ketentuan Cara Pembuatan Obat

yang Baik (CPOB) sesuai dengan Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 43/Menkes/SK/II/1988 tentang CPOB.

3. Dalam suatu perusahaan, untuk mencapai hasil yang optimal sangat diperlukan kerjasama antara seluruh karyawan baik dari atasan maupun bawahan dan tanggung jawab dari tiap-tiap personil yang terlibat di dalamnya.

B. Saran

1. Perlu dilakukan pembenahan kembali di bagian gudang, seperti penggunaan palet yang terbuat dari kayu yang dapat melepaskan serbuk-serbuk dari kayu tersebut sehingga dapat mengkontaminasi bahan.

2. Mengembangkan pendidikan dan keterampilan bagi seluruh karyawan melalui pelatihan-pelatihan.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Badan POM. (2006). Pedoman Cara Pembuatan Obat yang Baik. Jakarta. Hal. 1-122.

Badan POM, (2009). Petunjuk Operasional Pelaksanaan Cara Pembuatan Obat yang Baik. Jakarta. Hal. 1- 200.

Depkes RI (1979). Farmakope Indonesia. Edisi III. Jakarta. Depkes RI (1995). Farmakope Indonesia. Edisi IV. Jakarta.

Depkes RI. (1988). Surat Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 43/Menkes/SK/II/1988 tentang Pedoman Cara Pembuatan Obat yang Baik. Jakarta.

___________. (1990). Surat Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 245/Menkes/ SK/V/1990 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pelaksanaan Pemberian Izin Usaha Industri Farmasi. Jakarta

Departemen Lingkungan Hidup. (1995). Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 51/MENLH/10/1995 tentang Baku Mutu Limbah Cair Industri. Jakarta

Priyambodo, B. (2007). Manajemen Farmasi Industri. Edisi I. Yogyakarta: Global Pustaka Utama. Hal. 3, 26, 29, 75, 94-95, 99, 103, 219


(5)

Lampiran 2. Bagan Pembuatan Tablet/Kaplet

Penimbangan

Pencampuran awal Pencampuran awal

Pengayakan

Granulasi basah

Pengayakan basah

Pengeringan granul di oven Slugging

Pencampuran akhir

Pengayakan kering

Pencampuran akhir Pengayakan kering

Pencampuran akhir

Pencetakan tablet

IPC: LOD

IPC : Homogenitas

IPC: -Pemerian -Diameter -Friabilitas

-Keseragaman bobot

Karantina

Pengemasan

W k h

Karantina

Finished Pack Analysis


(6)

Lampiran 3. Bagan Proses Pembuatan Liquida

Penimbangan

Pengemasan

Gudang Obat Jadi IPC :

-Keseragaman volume

-Kadar zat berkhasiat

Karantina

Karantina IPC :

-pH larutan -BJ

-Kadar zat berkhasiat

Finished Pack Analysis Karantina

Pelarutan

Pencampuran

Penyaringan