Teknik Pencahayaan Buatan pada Museum

26 tersebut dapat memberikan suasana yang sesuai dengan lingkup dari museum itu sendiri. Gambar 2.7 Ilustrasi beam play Sumber: Egan Winaya, 2010 d. Back Lighting Back lighting merupakan teknik pencahayaan buatan dengan memposisikan objek diantara bidang tangkpa cahaya dengan mata sehingga objek terlihat sebagai bentuk bayangan. Dalam penggunaan teknik ini, perlu diperhatikan derajat intensitas cahaya yang digunakan agar tidak menimbulkan kesilauan bagi pengamatnya. Hal-hal yang ditonjolkan dengan teknik ini adalah objek itu sendiri. Namun, warna, finishing, detail, dan karakteristik dari objek akan tersamarkan oleh kegelapan. Back lighting juga dapat digunakan sebagai pencahayaan dari dalam, sehingga benda pamer terlihat bersinar dan terlihat terang dari belakang. Gambar 2.8 Ilustrasi back lighting Sumber: Egan Winaya, 2010 27 e. Down Lighting Teknik ini merupakan teknik pencahayaan dengan cahaya lampu yang mengarah langsung ke bawah vertikal. Down lighting sangat baik diterapkan pada ruangan yang tinggi dan dapat menggunakan lampu yang sorotan cahayanya kuat. Biasanya teknik ini digunakan sebagai pencahayaan merata pada penataan pencahayaan suatu museum. Seringkali di dalam museum, langit-langit ruangan sangat tinggi sehingga penggunaan jenis lampu dengan teknik down lighting cukup sering digunakan. Gambar 2.9 Ilustrasi down lighting Sumber: Egan Winaya, 2010

G. Jenis Lampu yang Dipakai pada Museum

Beberapa jenis lampu yang dipakai dalam ruang pamer museum antara lain Egan dalam Winaya, 2010: a. Fluorescent Fluorescent merupakan lampu yang paling sering digunakan di dalam kehidupan sehari-hari. Kebanyakan lampu ini dipakai untuk pencahayaan merata di dalam ruangan. Tampilan warna yang dihasilkan pun ada bermacam-macam antara lain warm white, cool white, dan daylight. 28 Keunggulan: Color rendering 85 khusus lampu TL dengan color temperature warm white; Cahayanya difus sehingga tidak menimbulkan pembayangan dan dapat mereduksi efek silau; Umur lampu cukup lama hampir 20.000 jam; Biayanya relatif murah; Tidak sensitif terhadap naik turunnya voltase. Lampu ini sering dipakai untuk pencahayaan merata dalam penataan pencahayaan dalam museum. Namun beberapa efek pun dapat dihasilkan dari pemakaian lampu ini. Lampu ini memiliki sedikit pancaran ultraviolet dan tidak menimbulkan panas yang tinggi sehingga lampu ini baik pula digunakan dalam pencahayaan ruang pamer museum terutama yang sangat memperhatikan aspek konservasi. b. Halogen Halogen merupakan lampu yang sangat baik digunakan untuk memberikan fokus pada suatu objek. Pancaran ultraviolet yang dihasilkan pun sangat sedikit. Akan tetapi, penggunaan lampu dalam jangka waktu yang cukup lama menyebabkan lampu menjadi panas melebihi lampu-lampu pada umumnya. Radiasi panas yang dihasilkan oleh lampu ini juga dapat merusak objek pamer yang ada di dalam museum sehingga penempatan lampu jenis ini perlu diperhatikan. Selain itu, umur lampu sendiri lebih rendah dari lampu fluorescent. 29

H. Standar Pencahayaan Buatan pada Museum

Penerangan di dalam museum tentunya harus sesuai dengan fungsinya. Menurut persyaratan fungsi museum, warna cahaya lampu yang dapat digunakan adalah ‘sejuk’, ‘sedang’, atau ‘hangat’. Penerangan di dalam sebuah museum juga harus dapat menerangi permukaan tempat pemasangan objek pamer tanpa meimbulkan efek silau yang menyebabkan ketidaknyamanan atau mengurangi kemampuan pengamatan. Iluminasi yang diterapkan pada pencahayaan di museum harus dapat menunjang pengunjung agar dapat membaca keterangan yang ada, namun tetap memperhatikan objek pamer yang sensitif terhadap cahaya. Iluminasi atau kuat pencahayaan sendiri yaitu cahaya yang datang pada suatu permukaan dan dinyatakan dalam lux. Untuk pencahayaan secara umum, standar iluminasinya adalah 200 lux. Sedangkan untuk benda-benda yang dipamerkan dapat diklasifikasikan berdasarkan tingkat kepekaan terhadap cahaya. Tabel 2.1 Standar iluminasi cahaya pada museum Objek yang tidak sensitif terhadap cahaya, seperti: metal, batu-batuan, kaca patri stained glass, akrilik, dll tidak terbatas, tapi 300 lux sudah mencukupi Lukisan cat minyak tempera, kayu sculpture, miniatur lilin 150 lux Lukisan cat air, barang cetakan, anyaman permadani tenunan tapestries 50 lux Sumber: Sutanto Winaya, 2010 30

I. Aspek Konservasi dan Pencahayaan Buatan pada Museum

Cuttle Winaya, 2010 mengatakan bahwa objek yang ditampilkan dalam sebuah museum, bisa jadi merupakan benda-benda bersejarah yang sudah cukup tua usianya. Pencahayaan baik alami maupun buatan memiliki pengaruh yang cukup besar dalam aspek konservasi benda-benda yang dipamerkan. Kerusakan material dapat disebabkan oleh: Radiasi ultraviolet; Komposisi spektrum lampu; Kuat pencahayaan lampu pada benda pamer; Durasi penyinaran lampu pada benda pajang; Radiasi sinar infra merah yang menimbulkan panas. Kerusakan tersebut dapat dihindarkan dengan cara: Menghindari paparan cahaya alami yang damage factor-nya besar 0.60; Membatasi iluminasi cahaya dengan memberikan iluminasi sebesar kebutuhan minimum; Sedapat mungkin mereduksi komponen cahaya terutama ultraviolet; Membatasi durasi penyinaran lampu terhadap objek pamer. Pembatasan iluminasi cahaya yang digunakan dalam ruang pamer museum dapat dilakukan dengan mengklasifikasikan benda-benda yang dipamerkan dalam museum.