Aspek Pencitraan dalam Geguritan Karya Nur Indah dalam Pagupon 2 tahun 2012
B. Aspek Pencitraan dalam Geguritan Karya Nur Indah dalam Pagupon 2 tahun 2012
Setiap karya sastra memiliki kekhasan yang membedakan antara pengarang satu dengan pengarang lainnya. Salah satu aspek yang dapat membedakan kekhasan pengarang adalah penggunaan pencitraan. Pencitraan adalah penggunaan kata-kata dan ungkapan yang mampu membangkitkan tanggapan indera dalam karya sastra (Burhan Nurgiantoro, 2007:304). Aspek pencitraan dalam geguritan dapat digolongkan dalam lima bentuk pencitraan. Kelima pencitaan itu meliputi (i) citra penglihatan (visual), (ii) citra gerak (kinestetik), (iii) citra pendengaran (auditoris), (iv) citra penciuman (olfaktori), (v) citra rabaan (taktil termal). Dalam mengkaji aspek pencitraan dalam geguritan karya Nur Indah tahun 2012 ini menggunakan metode padan, yakni metode yang dipakai untuk mengkaji atau menentukan identitas satuan lingual tertentu dengan memakai alat penentu yang berada di luar bahasa, terlepas dari bahasa dan tidak menjadi bagian dari bahasa yang bersangkutan (Edi Subroto, 1992: 55). Adapun teknik yang digunakan dalam metode padan ini adalah teknik dasar pilah unsur penentu (PUP). Daya pilah yang digunakan adalah daya pilah referensial. Dengan daya pilah referensial dapat diketahui referen yang tercermin dalam gaya bahasa serta faktor-faktor pencitraan.Aspek pencitraan dalam geguritan karya Nur Indah dalam Pagupon 2 adalah sebagai berikut.
1. Citra Penglihatan ( visual imagery)
(77) Sakala peteng ndhedhet, nyenyet, kadya alas Krendhawahana (P2/RWP/2) ‘Seketika gelap gulita seperti hutan Krendhawahana’
‘Seketika juga muncul merah merona seperti puncaknya merapi’
(79) Kae wayange wis jejer kayon (P2/MWA/1) ‘Itu wayangnya sudah dimulai’
(80) Beda ageman beda rupa (P2/SWS/5) ‘Beda busana beda wujud’
(81) Abyoring manik maninten (P2/SWS/5) ‘Kilaunya intan berlian’
(82) Sawah ijo ngemu kuning pari (P2/APM I/1) ‘Sawah hijau mengandung kuningnya padi’
Gegodhongan wit-witan ngemu tetesing embun sing wengi (P2/APM I/1) ‘Dedaunan pepohonan mengandung tetesan embun tadi malam’
(84) Pedhut putih ngebaki langit suwung (P2/APM I/1) ‘Kabut putih memenuhi langit sepi’
Pada data (80) sampai data (87) merupakan aspek citra penglihatan (visual) dalam geguritan karya Nur Indah dalam Pagupon 2. Adanya citra pengelihatan dapat diidentifikasi karena secara eksplisit kalimat dalam geguritan tersebut menggunakan indera pengelihatan (mata) untuk mendeskripsikan warna, keadaan, dan suasana. Data (80) sakkala peteng ndhedhet, nyenyet, kadya alas Krendhawahana ‘terkadang gelap gulita seperti hutan Krendhawahana’ merupakan citraan penglihatan. Data tersebut menggambarkan sangat gelap dan sangat sepi seperti diibaratkan gelap dan sepinya hutan Krendawahana. Data (81) sakala uga tuwuh mbranang kaya pucuking merapi ‘terkadang juga muncul merah merona seperti puncaknya kawah merapi’ terdapat citraan penglihatan. Citraan penglihatan ini dapat diidentifikasi dengan adanya penggambaran warna merah seperti kawah Merapi. Data (82) kae wayange wis jejer kayon ‘itu wayangnya sudah dimulai’ menggambarkan bahwa panggelaran wayang sudah dimulai dengan adanya pembukaan dengan menampilkan gunungan. Data (83) beda ageman beda rupa ‘beda busana beda wujud’ menggambarkan bahwa generasi dan perwujudan budaya Pada data (80) sampai data (87) merupakan aspek citra penglihatan (visual) dalam geguritan karya Nur Indah dalam Pagupon 2. Adanya citra pengelihatan dapat diidentifikasi karena secara eksplisit kalimat dalam geguritan tersebut menggunakan indera pengelihatan (mata) untuk mendeskripsikan warna, keadaan, dan suasana. Data (80) sakkala peteng ndhedhet, nyenyet, kadya alas Krendhawahana ‘terkadang gelap gulita seperti hutan Krendhawahana’ merupakan citraan penglihatan. Data tersebut menggambarkan sangat gelap dan sangat sepi seperti diibaratkan gelap dan sepinya hutan Krendawahana. Data (81) sakala uga tuwuh mbranang kaya pucuking merapi ‘terkadang juga muncul merah merona seperti puncaknya kawah merapi’ terdapat citraan penglihatan. Citraan penglihatan ini dapat diidentifikasi dengan adanya penggambaran warna merah seperti kawah Merapi. Data (82) kae wayange wis jejer kayon ‘itu wayangnya sudah dimulai’ menggambarkan bahwa panggelaran wayang sudah dimulai dengan adanya pembukaan dengan menampilkan gunungan. Data (83) beda ageman beda rupa ‘beda busana beda wujud’ menggambarkan bahwa generasi dan perwujudan budaya
2. Citra Gerak ( movement imagery)
(85) Jumangkah gagah (P2/RWP/4) ‘Melangkah gagah’
(86) Nrabas jurang (P2/RWP/4) ‘Menerabas jurang’
(87) Andum gawe sinambi gegojegan (RWP/6) ‘Berbagi pekerjaan sambil bergurau’
(88) Gamelan wis ditabuh (P2/MWA/2) ‘Gamelan sudah ditabuh’
(89) Ngetutake lakune jaran lanang (P2/AMP I/1) ‘Mengikuti berjalannya kuda jantan’
(90) Jaran terus lumayu nyeret dhokar warna biru (P2/AMP I/1) ‘Kuda terus berlari menarik delman warna biru’
Pada data (88) sampai data (93) merupakan aspek citra gerak (kinestesik) dalam geguritan karya Nur Indah dalam Pagupon 2. Citraan ini memantik nalar imajinatif pembaca dan atau pendengar membayangkan adanya suatu gerakan dalam karya susastra. Adanya citra gerak
dapat diidentifikasi karena dalam teks tersebut menyuratkan aspek gerak yang dilakukan oleh alat gerak serta penggambaran perpindahan sesuatu. Pada data (88) jumangkah gagah ‘melangkah gagah’ menggambarkan adanya tokoh yang melangkah secara gagah. Melangkah adalah gerak perpindahan yang dilakukan oleh alat gerak tubuh manusia berupa kaki. Data (89) nrabas jurang ‘menerobos juang’ menggambarkan suatu gerak seorang tokoh yang diibaratkan seperti menyeberang jurang, gerak ini menggambarkan seorang tokoh yang semangat dan kuat menghadapi rintangan.Data (90) andum gawe sinambi gegojegan ‘berbagi pekerjaan sambil bergurau’ merupakan citraan gerak. Data ini menggambarkan suatu suasana sekelompok orang yang bekerja sambil bergurau. Dapat diimajinasikan bahwa sekelompok orang yang bekerja secara bersamaan akan bergerak secara dinamis bersamaan dengan gurauan mereka. Data (91) gamelan wis ditabuh ‘gamelan sudah ditabuh’ menggambarkan gerakan tangan membunyikan gamelan (seperangkat alat musik tradisional jawa) dengan cara memukul disesuaikan dengan instrumen gamelan. Cara menggunakan tangan untuk membunyikan gamelan adalah citraan gerak. Data (92) ngetutake lakune jaran lanang ‘mengikuti berjalannya kuda jantan’ adalah citraan gerak. Data ini menggambarkan sebuah tindakan seseorang mengikuti kuda jantan yang sedang berjalan. Data (93) jaran terus lumayu nyeret dhokar warna biru ‘kuda terus berlari menarik delman warna biru’ mengimajinasikan adanya gerak yang dilakukan oleh kuda. Kuda dalam baris ini digambarkan terus berlari dengan menarik delman berwarna biru.
3. Citra Pendengaran ( audio imagery)
(91) Keprungu swara kidung (P2/SWS/2) ‘Terdengar suara kidung’
(92) Ririh sumambung (P2/SWS/2) ‘Lirih bersahut’
(93) Jumledher swara gaman adu kasekten (P2/APM II/2) ‘Gelegar suara senjata beradu kesaktian’
Pada data (94) sampai dengan data (96) merupakan bentuk baris geguritan karya Nur Indah dalam Pagupon 2 beraspek citra pendengaran (auditoris). Citra pendengaran ini dapat diidentifikasi dari teks yang menyuratkan adanya suatu bunyi. Bunyi adalah gejala atau peristiwa yang kejadiannya dapat diterima oleh indera penedengaran (telinga). Data (94) keprungu swara kidung ‘terdengar suara kidung’ Merupakan pencitraan pendengaran. Data ini menggambarkan terdengarnya suara kidung. Data (95) ririh sumambung ‘lirih bersahut’ menggambarkan adanya suara yang terdengar lirih tapi bersambungan atau bersautan. Data (96) jumledher swara gaman adu kasekten ‘gelegar suara senjata beradu kesaktian’ mengimajinasikan pembaca untuk membayangkan bunyi senjata yang beradu kesaktian, kata jumledher ‘gemlegar’ ini turut menguatkan adanya suatu bunyi yang sangat keras yang dihasilkan dari senjata yang beradu.
4. Citra Penciuman
(94) Ganda kusuma sangu pati (P2/SWS/1) ‘Lagu Ganda kusuma bekal mati’
(95) Gandane kongas (P2/SWS/1) ‘Baunya semerbak harum’
(96) Den angumbar gandaning anggi (P2/SWS/2) ‘Mengumbar baunya tubuh’
(97) Sekar melathi wangi (P2/APM/1) ‘Bunga melati wangi’
(98) Kethuk angganda arenging layon (P2/APM/1) ‘Ketuk berbau arangnya kematian’
(99) Amung laler, lemah becek, ganda nyengit nggubel rasa (P2/PIK/3) ‘Hanya lalat, tanah becek, bau anyir membelenggu rasa’
Pada data (97) sampai data (102) merupakan aspek citra penciuman dalam geguritan karya Nur Indah dalam Pagupon 2. Pada data (97) ganda kusuma sangu pati ‘lagu ganda kusuma bekal mati’ paticitraan penciuman dapat diidentifikasi pada penggambaran pengarang tentang bau bunga seakan-akan itu adalah bau bunga pertanda kematian seorang tokoh. Data (98) gandane kongas ‘baunya semerbak harum’ adalah penggambaran sebuah bau yang kongas ‘semerbak’. Pada data (99) den angumbar gandaning anggi ‘mengumbar baunya tubuh’ adalah citraan penciuman yang digambarkan dengan bau tubuh yang ditebarkan. Pada data (100) sekar melathi wangi ‘bunga melati wangi’ merupakan penggambaran bau bunga melati yang harum baunya. Pada data (101) kethuk angganda arenging layon ‘kethuk berbau arangnya kematian’ adalah penggambaran bau kethuk ‘ketuk’ yang diiterpretasikan oleh pengarang seperti bau kematian. Pada data (102) amung laler, lemah becek, ganda nyengit nggubel rasa ‘hanya lalat, tanah becek, bau anyir membelenggu rasa’ adalah penggambaran bau yang busuk karena hanya ada laler ‘lalat’, dan lemah becek ‘tanah becek.
5. Citra Perabaan ( tactil imagery)
(100) Tumuruna … lunyuning blimbing wus pencit (P2/BDI/7) ‘Turunlah… licinnya pohon belimbing sudah puncak’
Data (103) Tumuruna … lunyuning blimbing wus pencit ‘turunlah licinnya pohon belimbing sudah puncak’ adalah data citra perabaan yang digunakan oleh Nur Indah dalam geguritan karyanya. Dalam data (103) ini tergambarkan licinnya ujung pohon belimbing.