Aspek Diksi

C. Aspek Diksi

Barfield 1952 dalam Rachmat Djoko Pradopo (1997:54) mengatakan bila kata-kata dipilih dan disusun dengan cara yang sedemikian rupa hingga artinya menimbulkan atau Barfield 1952 dalam Rachmat Djoko Pradopo (1997:54) mengatakan bila kata-kata dipilih dan disusun dengan cara yang sedemikian rupa hingga artinya menimbulkan atau

1. Sinonim

Sinonim adalah bentuk bahasa yang maknanya mirip atau sama dengan bentuk bahasa yang lain (KBBI, 2007:1072). Lebih lanjut dalam (Harimurti Kridalaksana, 2008:222) sinonim adalah bentuk bahasa yang maknanya mirip atau sama dengan bentuk lain; kesamaan itu berlaku bagi kata, kelompok kata, atau kalimat, walaupun umumnya yang dianggap sinonim hanyalah kata-kata saja. Berikut adalah bentuk sinonim yang terdapat dalam geguritan karya Nur Indah tahun 2012.

(101) Akeh pait getir, abang biru, asem manise lelakon (P2/RWP/2) ‘Banyak pahit getir, merah biru, asem manisnya kehidupan’

(102) Angrakit nyanggit angronce nggurit (P2/MWA/2) ‘Merakit mengarang merangkai puisi’

(103) Panggulen sungginen dadekna makutha (P2/MWA/3) ‘Panggulah

diletakkan dikepala jadikanlah mahkota’ (104) Inggiling Budaya ungguling karya adi (P2/SWS/1)

‘Tingginya budaya unggulnya karya adi’ (105) Gumeter dhadha iki

Nratab ati iki (P2/SWS/2) ‘Gemetar dada ini’ ‘Kaget hati ini’

(106) Wus owah busana salin asma (P2/SWS/5) ‘Sudah bergeser busana berganti nama’

(107) Kebak prahara

Angon rubeda. Awit polah pokale manungsa (P2/APM I/1) ‘Banyak prahara’ ‘Menghadapi bahaya, karena tingkah polah manusia’

(108) Banjir getih wutahing ludira (P2/APM II/1) ‘Banjir darah tumpahnya darah’

(109) Sadumuk bathuk sanyari bumi kudu dibela pati (P2/APM I/1)

‘Sekecil apapun perkara wanita dan wilayah diperjuangkan hingga mati’ (110) Kang nglairake rasa srei iri dhengki katuwuhan ing pitenah (P2/APM[i]1)

‘Yang melahirkan rasa iri dengki menumbuhkan perbuatan yang merugikan orang lain’

(111) Geneya isih padha grejegan Dudon padudon (P2/BDI/2) ‘Kenapa masih bersilisih’ ‘Tengkar bertengkaran’

(112) Pasar cilik wus ilang gumrengenge Pasar gedhe wus ilang kumandhange (P2/PIK/4) ‘Pasar kecil sudah hilang gaungnya’ ‘Pasar besar sudah hilang kumandangnya’

(113) Ing wengi kang sepi Mamring (P2/KSL/1) ‘Dimalam yang sepi’ ‘Sepi’

(114) Kasapih kangen bedaya lala Kapegat srimpi ludira madu (P2/SK/1) ‘Dipisah kangen lagu bedaya lala’ ‘Dipisah tari serimpi lagu ludira madu’

(115) Senandyanta kabeh wus endah edi Tumata peni (P2/SK/2) ‘Walaupun semua sudah baik dan indah’ ‘Tertata indah’

Dalam data (104) sampai (118) terdapat diksi yang berupa sinonim dalam bentuk kata Dalam data (104) sampai (118) terdapat diksi yang berupa sinonim dalam bentuk kata

panggulen sungginen ‘panggulah pikulah’ sebagai bawahan unsur langsung satu dan dadekna

makutha ‘jadikanlah mahkota’ sebagai bawhan unsur langsung kedua. Pada bawahan unsur langsung yang pertama terdapat sinonim antara kata dengan kata yaitu pada kata panggulen ‘panggullah’ dengan sungginen ‘diletakkan di kepala’. Data (107) pada bawahan unsur langsung yang pertama inggiling budaya ‘tingginya budaya’ terdapat kata inggiling ‘tingginya’ yang bersinonim dengan ungguling ‘unggulnya’ yang terdapat pada bawahan unsur langsung yang kedua ungguling karya adi ‘unggulnya karya adi’. Data (108) pada larik gumeter dhadha iki ‘gemetar dada ini’ terdapat kata gumeter ‘gemetar’ yang bersinonim dengan nratab ‘berdebar kaget’ pada larik nratab ati iki ‘berdebar hati ini’. Data (109) pada bawahan unsur langsung yang pertama wus owah busana ‘sudah berganti busana’ terdapat kata owah ‘berubah’ yang bersinonim dengan salin ‘berganti’ yang terdapat pada bawahan unsur langsung yang kedua salin asma ‘ganti nama’. Data (110) pada bawahan unsur langsung satu kebak prahara ‘penuh prahara’ terdapat kata prahara ‘halangan’ yang bersinonim dengan rubeda ‘rintangan’ pada bawahan unsur langsung kedua angon rubeda, awit polah pokale manungsa ‘menghadapi

bahaya Karena tingkah polah manusia’. Data (111) pada bawahan unsur langsung yang pertama banjir getih ‘banjir darah’ terdapat kata getih ‘darah’ yang bersinonim dengan ludira ‘darah’ pada bawahan unsur langsung yang kedua wutahing ludira ‘tumpahnya darah’. Data (112) ditemukan adanya dua bawahan unsur langsung yaitu sadumuk bathuk sanyari bumi ‘sekelumit kepala sejengkal tanah’ sebagai bawahan unsur langsung satu dan kudu dibela pati ‘harus diperjuangkan hingga mati’ sebagai bawahan unsur langsung kedua. Pada bawahan unsur langsung yang pertama terdapat sinonom antara kata dengan kata yaitu pada kata sadumuk ‘sekelumit’ dengan sanyari ‘secuil’. Data (113) ditemukan adanya dua bawahan unsur langsung yaitu kang nglairake rasa srei iri dhengki ‘yang melahirkan rasa iri dengki’ sebagai bawahan unsur langsung satu dan ketuwuhan ing pitenah ‘menumbuhkan perbuatan buruk yang merugikan orang lain’. Pada bawahan unsur langsung satu terdapat sinonim antara kata dengan kata yaitu pada kata srei ‘iri’ dengan iri ‘sirik’ dan dhengki ‘dengki’. Data (114) pada bawahan unsur langsung satu yaitu geneya isih padha grejegan ‘kenapa masih berselisih’ terdapat kata grejegan ‘berselisih’ yang bersinonim dengan padudon ‘bertengkar’ pada larik bawahan unsur langsung kedua yaitu, dudon padudon ‘tengkar bertengkaran’. Data (115) pada bawahan unsur langsung satu yaitu, pasar cilik wus ilang gumrengenge ‘pasar kecil hilang gaungnya’ terdapat kata grumengenge ‘gaungnya’ yang bersinonim dengan kumandhange ‘kumandangnya’ pada bawahan unsur langsung kedua yaitu, pasar gedhe wus ilang kumandange. Data (116) pada bawahan unsur langsung satu yaitu ing wengi kang sepi ‘dimalam yang sepi’ terdapat kata sepi ‘sepi’ yang bersinonim dengan mamring ‘sunyi’ yang terdapat pada bawahan unsur langsung kedua yaitu mamring ‘sunyi’. Data (117) pada bawahan unsur langsung satu kasapih kangen bedaya lala ‘terpisah rindu tari yang disayangi’ terdapat kata kasapih ‘dipisah’ yang bersinonim dengan kapegat ‘terpisah’ yang terdapat pada bawahan unsur langsung kedua yaitu kapegat bahaya Karena tingkah polah manusia’. Data (111) pada bawahan unsur langsung yang pertama banjir getih ‘banjir darah’ terdapat kata getih ‘darah’ yang bersinonim dengan ludira ‘darah’ pada bawahan unsur langsung yang kedua wutahing ludira ‘tumpahnya darah’. Data (112) ditemukan adanya dua bawahan unsur langsung yaitu sadumuk bathuk sanyari bumi ‘sekelumit kepala sejengkal tanah’ sebagai bawahan unsur langsung satu dan kudu dibela pati ‘harus diperjuangkan hingga mati’ sebagai bawahan unsur langsung kedua. Pada bawahan unsur langsung yang pertama terdapat sinonom antara kata dengan kata yaitu pada kata sadumuk ‘sekelumit’ dengan sanyari ‘secuil’. Data (113) ditemukan adanya dua bawahan unsur langsung yaitu kang nglairake rasa srei iri dhengki ‘yang melahirkan rasa iri dengki’ sebagai bawahan unsur langsung satu dan ketuwuhan ing pitenah ‘menumbuhkan perbuatan buruk yang merugikan orang lain’. Pada bawahan unsur langsung satu terdapat sinonim antara kata dengan kata yaitu pada kata srei ‘iri’ dengan iri ‘sirik’ dan dhengki ‘dengki’. Data (114) pada bawahan unsur langsung satu yaitu geneya isih padha grejegan ‘kenapa masih berselisih’ terdapat kata grejegan ‘berselisih’ yang bersinonim dengan padudon ‘bertengkar’ pada larik bawahan unsur langsung kedua yaitu, dudon padudon ‘tengkar bertengkaran’. Data (115) pada bawahan unsur langsung satu yaitu, pasar cilik wus ilang gumrengenge ‘pasar kecil hilang gaungnya’ terdapat kata grumengenge ‘gaungnya’ yang bersinonim dengan kumandhange ‘kumandangnya’ pada bawahan unsur langsung kedua yaitu, pasar gedhe wus ilang kumandange. Data (116) pada bawahan unsur langsung satu yaitu ing wengi kang sepi ‘dimalam yang sepi’ terdapat kata sepi ‘sepi’ yang bersinonim dengan mamring ‘sunyi’ yang terdapat pada bawahan unsur langsung kedua yaitu mamring ‘sunyi’. Data (117) pada bawahan unsur langsung satu kasapih kangen bedaya lala ‘terpisah rindu tari yang disayangi’ terdapat kata kasapih ‘dipisah’ yang bersinonim dengan kapegat ‘terpisah’ yang terdapat pada bawahan unsur langsung kedua yaitu kapegat

2. Antonim

Antonim adalah kata yang berlawanan. Antonim sering disebut dengan lawan kata. Dalam (KBBI:2007:58) antonim adalah kata yang berlawanan makna dengan kata lain. Aminuddin (1995:122) berpendapat bahwa antonim adalah kata-kata yang maknanya bertentangan. Antonim dapat diartikan sebagai nama lain untuk benda atau hal yang lain satuan lingual yang maknanya berlawanan atau beroposisi dengan satuan lingual yang lain. Berikut ini merupakan penggunaan antonim dalam geguritan karya Nur Indah tahun 2012.

(116) Akeh pait getir, abang biru, asem manise lelakon (P2/RWP/2) ‘Banyak pahit getir, merah biru, asam manisnya kehidupan’

(117) Wong srakah ngaku loma (P2/BDI/6) ‘Orang tamak mengaku dermawan’

(118) Pasar gedhe, cilik bakule (P2/PIK/1) ‘Pasar besar, kecil penjualnya’

(119) Pasar gedhe, cilik pandengan sumelange (P2/PIK/1) ‘Pasar besar, kecil pandangan kekhawatirannya’

Dalam data (119) ditemukan adanya dua bawahan unsur langsung yaitu akeh pait getir

abang biru ‘banyak pahit getir merah biru’ sebagai bawahan unsur langsung satu dan asem

manise lelakon ‘asam manisnya kehidupan’. Pada bawahan unsur langsung yang kedua terdapat perlawanan kata (antonim) antara kata asem ‘asam’ dengan manis ‘manis’. Antonim asem ‘asam’ >< manis ‘legi’ merupakan oposisi mutlak. Data (120) pada bawahan unsur langsung manise lelakon ‘asam manisnya kehidupan’. Pada bawahan unsur langsung yang kedua terdapat perlawanan kata (antonim) antara kata asem ‘asam’ dengan manis ‘manis’. Antonim asem ‘asam’ >< manis ‘legi’ merupakan oposisi mutlak. Data (120) pada bawahan unsur langsung

pandengan sumelange ‘kecil padangan kekhawatirannya’. Antonim gedhe ‘besar’ >< cilik

‘kecil’ pada data (121) dan (122) merupakan oposisi kutub

3. Tembung Saroja

Padmosoekotjo dalam Sutarjo mengatakan bahwa tembung saroja tegese tembung rangkep, maksude tembung loro kang padha utawa meh padha tegese, dienggo bebarengan. ‘tembung saroja merupakan kata rangkap, maksudnya dua kata yang sama atau hampir sama artinya, digunakan bersamaan’ (2003:62). Di bawah ini merupakan tembung saroja dalam geguritan karya Nur Indah tahun 2012.

(120) Sakkala peteng ndhedhet, nyenyet, kadya alas krendhawahana (P2/RWP/2)

‘Terkadang gelap gulita, sepi, seperti hutan Krendhawahana’ (121) Direwangi tombok bandha donya (P2/RWP/5)

‘Direlakan berkorban harta benda’ (122) Aja was sumelang (P2/RWP/8)

‘Jangan khawatir’

Sayuk rukun gumregah akarya (P2/MWA/2) ‘Saudara-saudara generasi penerus bangsa’ ‘Sayuk rukun bangkit berkarya’

(124) Amung gela kuciwa Wus owah busana salin asma (P2/SWS/5) ‘Hanya kecewa’ ‘Sudah bergeser busana berganti nama’

(125) Abyoring manik maninten Lampus pepes tanpa bayu (P2/SWS/5) ‘Kemilau intan berlian’ ‘Mati patah tanpa hembusan angin’

(126) Ing wayah esuk kang sepi mamring (P2/APM I/1) ‘Diwaktu pagi yang sunyi sepi’

(127) Nggendhong rubeda awit polah pokale manungsa (P2/APM I/1) ‘Menggendong bahaya karena tingkah polah manusia

(128) Ing papan sumare Kang nuwuhake rasa ayem tentrem (P2/KSL/1) ‘Di tempat tidur’ ‘Yang menimbulkan rasa tenteram’

Pada data (123) sampai data (131) terdapat tembung saroja. Data (123) ditemukan adanya dua bawahan unsur langsung yaitu sakkala peteng ndhedhet ‘sesaat gelap gulita’ sebagai bawahan unsur langsung satu dan nyenyet kadya alas Krendhawahana ‘sepi seperti hutan Krendhawahana’. Pada bawahan unsur langsung yang pertama terdapat tembung saroja yaitu peteng ndhedhet ‘gelap gulita’. Data (124) ditemukan adanya dua bawahan unsur langsung yaitu

direwangi tombok ‘direlakan berkorban’ sebagai bawahan unsur langsung satu dan bandha

donya ‘harta benda’ sebagai bawahan unsur langsung kedua. Pada bawahan unsur langsung yang kedua terdapat tembung saroja yaitu bandha donya ‘harta benda’. Data (125) terdapat tembung saroja yaitu was sumelang ‘was-was khawatir’. Data (126) ditemukan adanya dua bawahan unsur langsung yaitu sedulur kadang generasi penerusing bangsa ‘saudara-saudara

akarya ‘guyup rukun bangkit berkarya’ sebagai bawahan unsur langsung kedua. Pada bawahan unsur langsung yang pertama terdapat tembung saroja yaitu sedulur kadang ‘saudara’, pada bawahan unsur langsung kedua terdapat tembung saroja yaitu sayuk rukun ‘rukun’. Data (127) ditemukan adanya dua bawahan unsur langsung yaitu amung gela kuciwa ‘hanya kecewa’ sebagai bawahan unsur langsung satu dan wus owah busana salin asma ‘sudah berubah busana berganti nama’ sebagai bawahan unsur langsung dua. Pada bawahan unsur langsung satu terdapat tembung saroja yaitu gela kuciwa ‘kecewa’. Data (128) ditemukan adanya dua bawahan unsur langsung yaitu abyoring manik maninten ‘kemilau intan berlian’ sebagai bawahan unsur langsung satu dan lampus pepes tanpa bayu ‘mati patah tanpa terhembus angin’ sebagai bawahan unsur langsung kedua. Pada bawahan unsur langsung satu terdapat tembung saroja yaitu manik maninten ‘intan berlian’. Data (129) ditemukan adanya dua bawahan unsur langsung yaitu ing wayah esuk ‘diwaktu pagi’ sebagai bawahan unsur langsung satu dan kang sepi mamring ‘yang sunyi sepi’ sebagai bawahan unsur langsung kedua. Pada bawahan unsur langsung yang kedua terdapat tembung saroja yaitu sepi mamring ‘sepi sunyi’. Data (130) ditemukan adanya dua bawahan unsur langsung yaitu nggendhong rubeda ‘mengendong bahaya’ sebagai bawahan unsur langsung satu dan awit polah pokale manungsa ‘karena tingkah polah manusia’ sebagai bawahan unsur langsung kedua. Pada bawahan unsur langsung yang kedua terdapat tembung saroja yaitu polah pokale ‘tingkah polah’. Data (131) ditemukan adanya dua bawahan unsur langsung yaitu ing papan sumare ‘di tempat penguburan’ sebagai bawahan unsur langsung satu dan kang nuwuhake rasa ayem tentrem ‘yang menumbuhkan rasa tenteram’ sebagai bawahan unsur langsung kedua. Pada bawahan unsur langsung yang kedua terdapat tembung saroja yaitu ayem tentrem ‘tenteram’. Tembung saroja dapat menimbulkan kesan estetis karena kepaduan bunyi yang ritmis atau selaras yaitu pada peteng ndhedhet ‘gelap akarya ‘guyup rukun bangkit berkarya’ sebagai bawahan unsur langsung kedua. Pada bawahan unsur langsung yang pertama terdapat tembung saroja yaitu sedulur kadang ‘saudara’, pada bawahan unsur langsung kedua terdapat tembung saroja yaitu sayuk rukun ‘rukun’. Data (127) ditemukan adanya dua bawahan unsur langsung yaitu amung gela kuciwa ‘hanya kecewa’ sebagai bawahan unsur langsung satu dan wus owah busana salin asma ‘sudah berubah busana berganti nama’ sebagai bawahan unsur langsung dua. Pada bawahan unsur langsung satu terdapat tembung saroja yaitu gela kuciwa ‘kecewa’. Data (128) ditemukan adanya dua bawahan unsur langsung yaitu abyoring manik maninten ‘kemilau intan berlian’ sebagai bawahan unsur langsung satu dan lampus pepes tanpa bayu ‘mati patah tanpa terhembus angin’ sebagai bawahan unsur langsung kedua. Pada bawahan unsur langsung satu terdapat tembung saroja yaitu manik maninten ‘intan berlian’. Data (129) ditemukan adanya dua bawahan unsur langsung yaitu ing wayah esuk ‘diwaktu pagi’ sebagai bawahan unsur langsung satu dan kang sepi mamring ‘yang sunyi sepi’ sebagai bawahan unsur langsung kedua. Pada bawahan unsur langsung yang kedua terdapat tembung saroja yaitu sepi mamring ‘sepi sunyi’. Data (130) ditemukan adanya dua bawahan unsur langsung yaitu nggendhong rubeda ‘mengendong bahaya’ sebagai bawahan unsur langsung satu dan awit polah pokale manungsa ‘karena tingkah polah manusia’ sebagai bawahan unsur langsung kedua. Pada bawahan unsur langsung yang kedua terdapat tembung saroja yaitu polah pokale ‘tingkah polah’. Data (131) ditemukan adanya dua bawahan unsur langsung yaitu ing papan sumare ‘di tempat penguburan’ sebagai bawahan unsur langsung satu dan kang nuwuhake rasa ayem tentrem ‘yang menumbuhkan rasa tenteram’ sebagai bawahan unsur langsung kedua. Pada bawahan unsur langsung yang kedua terdapat tembung saroja yaitu ayem tentrem ‘tenteram’. Tembung saroja dapat menimbulkan kesan estetis karena kepaduan bunyi yang ritmis atau selaras yaitu pada peteng ndhedhet ‘gelap

4. Tembung Plutan

Dalam geguritan karya Nur Indah terdapat banyak ditemukan tembung plutan. Tembung plutan adalah perubahan kata yang ditemukan dalam bentuk pengurangan jumlah suku kata tanpa mengubah arti kata tersebut.

(129) Kembang madu kang rinonce sakdawaning uripmu (P2/RWP/1) ‘Bunga madu yang terangkai disepanjang hidupmu’

(130) Wus kasuntak sat saksuwening wektu (P2/RWP/1) ‘Sudah tertuang habis selamanya waktu’

(131) Ing kala sanes kaya pethit bang wetan ing pucuking lawu (P2/RWP/2) ‘Diwaktu lain seperti ujung merah dari timur di puncaknya lawu’

(132) Ati kang ringkih iki kagubel katresnan langgeng (P2/RWP/6) ‘Hati yang lemah ini terbelit cinta abadi’

(133) Dina-dina endah kang wis rinonce sesarengan (P2/RWP/7) ‘hari-hari indah yang sudah dirangkai bersama’

(134) Dudu pisahing ati kang suci (P2/RWP/7) ‘Bukan berpisahnya hati yang suci’

(135) Kang nate kokgarisake (P2/RWP/8) ‘Yang pernah kamu gariskan’

(136) Ati kang kagubel eluh iki takgawa salawase (P2/RWP/9) ‘Hati yang terbelenggu air mata ini kubawa selamanya’

(137) Kang kayungyun tandha katresnanku marang panjenengan (P2/RWP/9)

‘Yang kepincut tandha cintaku kepada dirimu’ (138) Mugi Gusti kang maha suci (P2/RWP/9)

‘Semoga Tuhan yang maha suci’

(139) Kae wayange wis jejer kayon (P2/MWA/1) ‘Itu wayangnya sudah akan dimulai’

(140) Bonange wis buka (P2/MWA/2) ‘Bonangnya sudah ditabuh’

(141) Aja mung padha mlongo (P2/MWA/2) ‘Jangan hanya melongo’

(142) Sala pancen kutha raras rum (P2/SWS/1) ‘Solo memang kota yang indah dan harum’

(143) Nanging ati iki tan nate lerem (P2/SWS/2) ‘Tapi hati ini tidak pernah istirahat’

(144) Kang kebak pangimpen (P2/SWS/3) ‘Yang penuh impian’

(145) Dhodhot ageng kang cumondhok ing ungguling SBCmu (P2/SWS/4) ‘Pakaian agung yang dikenakan di unggulnya SBCmu’

(146) Eh, wong rondha (P2/SWS/4) ‘Eh, orang meronda’

(147) Tan rineksa budaya luhur (P2/SWS/5) ‘Tidak dijaga kebudayaan luhur’

(148) Dhokar kang oglak-aglik lakune (P2/APM I/1) ‘Delman yang ulak-alik jalannya’

(149) Ing wayah esuk kang sepi mamring (P2/APM I/1) ‘Di waktu pagi yang sepi’

(150) Tan nyapa saksapaa wae kang nyawang kanthi kirim esem (P2/APMI/1) ‘Tidak menyapa siapa punya yang melihat dengan senyuman’

(151) Kadya priya agung kang angemban dhawuh mukti (P2/APM I/1) ‘Seperti pria agung yang mengemban amanah luhur’

(152) Kadya ratu sinatriya kang sugih gegaman praja (P2/APM /1) ‘Seperti satriya raja yang kaya senjata negara’

(153) Wis tekan aku ing latar pucuk menoreh Kang nggegirisi (P2/APM I/1) ‘Sudah sampai aku di jalan pucuk menoreh’ ‘Yang menyeramkan

(154) Kasuntak umuking ati Kang rupek (P2/APM I/1) ‘Tertuang kegalauan hati’ ‘Yang gelisah’

(155) Anggendhong rubeda, awit polah pokale manungsa. Kang padha rebut kuwasa (P2/APM I/1) ‘Menggendong mara bahaya, karena tingkah polahnya manusia’ ‘Yang berebut kekuasaan’

(156) Bela pati, tekan pungkesing nyawa Kang wus tanpa rega (P2/APM I/1) ‘Membela hingga lepasnya nyawa’ ‘Yang sudah tak berharga’

(157) Kamanungsaning nepsu angkara kang ngalasake negara (P2/APMII/1) ‘Keserakahan napsu angkara manusia yang menjadikan negara hutan’

(158) Anglawan kawicaksanan kang adoh ing bebener (P2/APM II/1) ‘Melawan kebijaksanaan yang jauh dari kebenaran’

(159) Tebih marang adiling kawula alit Kang nglairake rasa srei iri dhengki ketuwuhan ing pitenah (P2/APM II/1) ‘Jauh dari keadilan rakyat kecil’ ‘Yang melahirkan rasa iri dengki’

(160) Ing wengi kang nyeyet (P2/APM II/1) ‘Di malam yang sepi’

(161) Ndonyane wis kalungan wesi (P2/BDI/1) ‘Dunianya sudah berkalung besi’

(162) Seket taun meneh wis ora weruh apa –apa (P2/BDI/4) ‘Lima puluh tahun lagi tidak tahu apa-apa’

(163) Yen wis ana iwak mabur ing awang-awang Yen wis ana ula kebat playune Yen iku wis titi wancine (P2/BDI/5) ‘Kalau sudah ada ikan terbang di angkasa’ ‘Kalau sudah ada ular berlari cepat’ ‘Ya itulah sudah tiba pada waktunya’

(164) Wong srakah wong ngaku loma Wong uthil methakil polahe ambuta cakil (P2/BDI/6)

‘Orang tamak mengaku dermawan’ ‘Orang kikir tingkahnya seperti buta cakil’

(165) Tan lingsem tumindak culika (P2/BDI/6) ‘Tidak malu berbuat dosa’

(166) Mandheka … mandhek … mandhek, aja mbokbacutne lakumu wis kliru (P2/BDI/7) ‘Berhentilah, berhenti, berhenti, jangan kaulanjutkan jalanmu sudah keliru’

(167) Dhodhot kang kebak pinggire wus ora patut kanggo seba (P2/BDI/7) ‘Pakaian yang penuh pinggirnya sudah tidak pantas untuk menghadap priyayi’

(168) Ananging pasuryanmu wis kagubel rereged (P2/BDI/7) ‘Tetapi wajahmu sudah terbelenggu kotoran’

(169) Pasar menthe bakule mung thoklak-thaklik (P2/PIK/1) ‘Pasar menthe penjualnya hanya mogat-magut’ (170) Pasare wis ilang gumrengenge (P2/PIK/2)

‘Pasarnya sudah hilang gaungnya’ (171) Sing tuku wis ora gawa dhuwit dluwang (P2/PIK/2)

‘Yang membeli sudah tidak membawa uang kertas’ (172) Kekancan lintang sewu maruta

Ing wengi kang sepi (P2/KSL/1) ‘Berteman bintang seribu angin’ ‘Dimalam yang sepi’

(173) Rembulan rina kirim esem sendhu Marang godhong pang garing Kang nyegat jangkaning wektu (P2/KSL/1) ‘Bulan siang mengirim senyum sendhu’ ‘Kepada daun dan cabang yang kering’ ‘Yang menghadang jalannya waktu’

(174) Rerajutan reroncening jarak Tan kacandhak (P2/KSL/1) ‘Berajutkan rangkaian jarak’ ‘Tidak tercapai’

(175) Amuking driya Kang tansah anggubel pangareb (P2/KSL/1) ‘Amarah di hati’ ‘Yang selalu membelenggu harapan’

(176) Gelung pandhan wus kinore-ore Tan anyandhing nyampinge wiron (P2/SK/1) ‘Rambut terikat pandan sudah terobat-abit’ ‘Tidak bersanding balut lipatan’

(177) Percayaa cundhuk gelung kang angembang menur (P2/KL/1)

‘Percayalah rangkaian bunga diikatan rambut yang berbunga menur’

(178) Lungaku iki mung sakdremi Ngetutake lampahing suku kedheping netra (P2/KL/1) ‘Pergiku ini hanya sekadar’ ‘Mengikuti jalannya kaki dan berkedipnya mata’

(179) Yen tekaku tinitihan re mbulan wangi kang anyep Kairing riwising grimis wangi kang nyenyet (P2/KL/1) ‘Kalau kedatanganku ini berkendarakan rembulan wangi yang dingin’ ‘Beriring gerimis wangi yang dingin’

Pada data (132) sampai (182) merupakan tembung plutan dengan pengurangan suku kata pertama. Terdapat tembung plutan berupa kata kata kang ‘yang’ dalam data (132) ditemukan adanya dua bawahan unsur langsung yaitu kembang madu kang rinonce ‘bunga madu yang terangkai’ sebagai bawahan unsur langsung satu dan sakdwaning uripmu ‘sepanjang hidupmu’ sebagai bawahan unsur langsung kedua. Pada bawahan unsur langsung yang pertama terdapat

tembung plutan yaitu kang ‘yang’ yang berasal dari bentuk dasar ingkang ‘yang’. Kata kang

‘yang’ dalam data (135) terdapat pada bawahan unsur langsung yang pertama yaitu ati kang ringkih iki ‘hati yang lemah ini’, kata kang ‘yang’ pada data (136) terdapat pada pada bawahan unsur langsung yang kedua yaitu kang wis rinonce sesarengan ‘yang sudah dirangkai bersama- sama’. Data (137) kata kang ‘yang’ terdapat pada bawahan unsur langsung yang kedua yaitu kang suci ‘yang suci’. Data (138) kata kang ‘yang’ terdapat pada bawahan unsur langsung yang pertama yaitu kang nate kokgarisake ‘yang pernah kamu gariskan’. Data (139) kata kang ‘yang’ terdapat pada bawahan unsur langsung yang pertama yaitu ati kang kagubel eluh iki ‘hati

langsung yang pertama yaitu kang kayungyun tandha katresnanku ‘yang kepincut sebagai tanda cintaku’. Data (141) kata kang ‘yang’ terdapat pada bawahan unsur langsung yang kedua yaitu kang maha suci ‘yang maha suci’. Data (147) kata kang ‘yang’ terdapat pada bawahan unsur langsung yang pertama yaitu kang kebak ‘yang penuh’. Data (148) kata kang ‘yang’ terdapat pada bawahan unsur langsung yang pertama yaitu dhodhot ageng kang cumondhok ‘pakaian besar yang dipakai’. Data (151) kata kang ‘yang’ terdapat pada bawahan unsur langsung yang pertama yaitu dhokar kang oglak-aglik ‘dokar yang ulak-ulik’. Data (152) kata kang ‘yang’ terdapat pada bawahan unsur langsung yang kedua yaitu kang sepi maring ‘yang sunyi sepi’. Data (153) kata kang ‘yang’ terdapat pada bawahan unsur langsung yang kedua yaitu kang nyawang kanthi kirim esem ‘yang melihat dengan mengirim senyum’. Data (154) kata kang ‘yang’ terdapat pada bawahan unsur langsung yang kedua yaitu kang angemban dhawuh mukti ‘yang mengembah amanah luhur’. Data (155) kata kang ‘yang’ terdapat pada bawahan unsur langsung yang kedua yaitu kang sugih gegaman praja ‘yang kata persenjataan negara’. Data (156) kata kang ‘yang’ terdapat pada bawahan unsur langsung yang kedua yaitu kang nggegirisi ‘yang menyeramkan’. Data (157) kata kang ‘yang’ terdapat pada bawahan unsur langsung yang kedua yaitu kang rupek ‘yang gelisah’. Data (158) kata kang ‘yang’ terdapat pada bawahan unsur langsung yang kedua yaitu kang padha rebut kuwasa ‘yang saling berebut kekuasaan’. Data (159) kata kang ‘yang’ terdapat pada bawahan unsur langsung yang kedua yaitu kang wus tanpa rega ‘yang sudah tanpa harga’. Data (160) kata kang ‘yang’ terdapat pada bawahan unsur langsung yang kedua yaitu kang ngalasake negara ‘yang menjadikan negara menjadi rimba’. Data (161) kata kang ‘yang’ terdapat pada bawahan unsur langsung yang kedua yaitu kang adoh ing bebener ‘yang jauh dari kebenaran’. Data (162) kata kang ‘yang’ terdapat pada bawahan unsur langsung yang kedua yaitu berupa larik kang nglairake rasa srei iri

dhengki ketuwuhan ing pitenah ‘yang melahirkan rasa iri dhengki menumbukan perbuatan buruk yang merugikan orang lain’. Dalam data (163) kata kang ‘yang’ terdapat pada bawahan unsur langsung yang kedua yaitu kang nyenyet ‘yang sepi’. Pada data (170) kata kang ‘yang’ terdapat pada bawahan unsur langsung yang pertama yaitu dhodhot ageng kang kebak pinggire ‘pakaian besar yang penuh tepinya’. Pada data (176) kata kang ‘yang’ terdapat pada larik ketiga bawahan unsur langsung yang pertama yaitu kang nyegat jangkaning wektu ‘yang menghadang waktu yang akan datang’. Dalam data (178) kata kang ‘yang’ terdapat pada larik kedua bawahan unsur langsung yang pertama yaitu kang tansah anggubel pangarep ‘yang selalu tebelenggu harapan’. Pada data (180) kata kang ‘yang’ terdapat pada bawahan unsur langsung yang kedua yaitu kang angembang menur ‘yang berbunga menur’. Dalam data (182) kata kang ‘yang’ terdapat pada larik pertama bawahan unsur langsung yang kedua yaitu tinitihan grimis wangi kang anyep ‘ternaiki gerimis malam yang dingin’ dan larik kedua bawahan unsur langsung yang kedua kang nyenyet ‘yang sepi’. Tembung plutan kang ‘yang’ berasal dari kata ingkang yang berarti ‘yang’. Terdapat tembung plutan berupa kata sat yang berarti ‘habis airnya’ pada data (133) bawahan unsur langsung yang pertama yaitu wus kasuntak sat ‘sudah tertuang habis airnya’. Tembung plutan sat yang artinya ‘habis airnya’ pada data (133) berasal dari kata asat yang berarti ‘habis airnya’. Terdapat tembung plutan berupa kata bang ‘merah’ pada data (134). Tembung plutan berupa kata bang yang berarti ‘merah’ yang terdapat pada data (134) berasal dari kata abang yang berarti ‘merah’. Terdapat tembung plutan berupa kata wis ‘sudah’ dalam data (136) pada bawahan unsur langsung kedua yaitu kang wis rinonce ‘yang sudah terangkai’. Data (142) kata wis ‘sudah’ terdapat pada bawahan unsur langsung yang kedua yaitu wis jejer kayon ‘sudah akan berakhir’. Data (143) kata wis ‘sudah’ terdapat pada bawahan unsur langsung yang kedua yaitu wis buka ‘sudah mulai’. Data (156) kata wis ‘sudah’ terdapat pada

bawahan unsur langsung yang kedua yaitu wis tekan aku ‘sudah sampai aku’. Data (164) kata wis ‘sudah’ terdapat pada bawahan unsur langsung yang kedua yaitu wis kalungan wesi ‘sudah berkalung besi’. Data (165) kata wis ‘sudah’ terdapat pada bawahan unsur langsung yang kedua yaitu wis ora weruh apa-apa ‘sudah tidak tahu apa-apa’. Data (166) kata wis ‘sudah’ terdapat pada bawahan unsur langsung yang pertama larik pertama yaitu yen wis ana ‘kalau sudah ada’, bawahan unsur langsung satu larik kedua yaitu yen wis ana ‘kalau sudah ada’, dan bawahan unsur langsung dua pada larik tiga yaitu wis titi wancine ‘sudah tiba waktunya’. Data (169) kata wis ‘sudah’ terdapat pada bawahan unsur langsung yang kedua yaitu lakumu wis kliru ‘jalanmu sudah keliru’. Data (171) kata wis ‘sudah’ terdapat pada bawahan unsur langsung yang kedua kedua yaitu wis kagubel rereged ‘sudah terbelenggu kotor-kotoran’. Data (173) kata wis ‘sudah’ terdapat pada bawahan unsur langsung yang kedua yaitu wis ilang gumrengenge ‘sudah hilang gaungnya’. Data (174) kata wis ‘sudah’ terdapat pada bawahan unsur langsung yang kedua yaitu wis ora gawa dhuwit dluwang ‘sudah tidak pakai uang kertas’. Tembung plutan wis ‘sudah’ berasal dari kata uwis yang berarti ‘sudah’. Terdapat tembung plutan mung ‘hanya’ dalam data (144) pada bawahan unsur langsung yang pertama yaitu aja mung ‘jangan hanya’. Data (172) kata mung ‘hanya’ terdapat pada bawahan unsur langsung yang kedua yaitu bakule mung thoklak-thaklik ‘penjualnya hanya mogat-magut’. Data (181) kata mung ‘hanya’ terdapat bawahan unsur langsung yang pertama yaitu mung sadermi ‘hanya sekadar’. Tembung plutan

mung ‘hanya’ berasal dari kata amung/namung yang berarti ‘hanya’. Terdapat tembung plutan

tan ‘tidak’ dalam data (150) pada bawahan unsur langsung yang pertama yaitu tan rineksa ‘tidak dijaga’. Data (153) kata tan ‘tidak’ terdapat pada bawahan unsur langsung yang pertama yaitu tan nyapa saksapaa wae ‘tidak menyapa siapapun juga’. Data (168) kata tan ‘tidak’ terdapat pada bawahan unsur langsung yang pertama yaitu tan lingsem ‘tidak malu’. Data (177) kata tan

‘tidak’ terdapat pada bawahan unsur langsung yang kedua yaitu tan kacandhak ‘tidak tercapai’. Tembung plutan tan berasal dari kata datan yang berarti ‘tidak’.

5. Idiom

Idiom adalah konstruksi yang maksudnya tidak sama dengan gabungan makna unsurnya (KBBI, 2007:417). Harimurti Kridalaksana (2008:90) menjelaskan idiom adalah (i) konstruksi dari unsur-unsur yang saling memilih, masing-masing anggota mempunyai makna yang ada hanya karena bersama yang lain, (ii) konstruksi yang maknanya tidak sama dengan gabungan makna anggota-anggotanya.

(180) Aja ngenteni panangis lan keroting untu ‘Jangan menunggu tangisan dan tanggalnya gigi’

(181) Sadumuk bathuk sanyari bumi kudu dibela pati (P2/APM/1)

‘Sekecil apa pun perkara wanita dan wilayah diperjuangkan sampai mati’

(182) Sing pinter keblinger Sing bener ora pener (P2/TS/2) ‘Yang pandai tersesat’ ‘Yang benar tidak tepat’

(183) Wong jawa kelangan jawane (P2/SK/2) ‘Orang Jawa kehilangan jawanya’

Pada data (183) ditemukan adanya dua bawahan unsur langsung yaitu aja ngenteni ‘jangan menunggu’ sebagai bawahan unsur langsung satu dan panangis lan keroting untu ‘penangis dan tanggalnya gigi’ sebagai bawahan unsur langsung kedua. Dalam bawahan unsur langsung yang kedua terdapat ungkapan Jawa yaitu keroting untu ‘tanggalnya gigi’. Ungkapan tersebut menjelaskan bersegeralah dalam melakukan perbuatan baik jangan sampai kecewa dan

menimbulkan tangis ketika sudah mengalami masa keroting untu atau masa tua. Data (184) ditemukan adanya dua bawahan unsur langsung yaitu sadumuk bathuk sanyari bumi ‘sekelumit kepala sejengkal tanah’ sebagai bawahan unsur langsung satu dan kudu dibela pati ‘harus dibela pati’ sebagai bawahan unsur langsung kedua. pada bawahan unsur langsung yang pertama terdapat idiom jawa sadumuk bathuk sanyari bumi ‘sekelumit kepala sejengkal tanah’. Ungkapan tersebut bermakna berjuanglah untuk mempertahankan harkat dan martabat seorang wanita (istri) dan juga kemerdekaan bangsamu meskipun perjuangan itu harus dengan bertaruh nyawa. Pada data (185) ditemukan adanya dua bawahan unsur langsung yaitu sing pinter keblinger ‘yang pandai tersesat’ sebagai bawahan unsur satu dan sing bener ora pener ‘yang benar tidak tepat’ sebagai bawahan unsur langsung kedua. Terdapat ungkapan Jawa sing pinter

keblinger ‘yang pandai tersesat’ pada bawahan unsur langsung satu dan sing bener orang pener

‘yang benar tidak tepat pada bawahan unsur langsung dua. Kedua idiom ini bermakna bahwa suatu perbuatan orang pandai bisa tersesat dan orang benar pun juga bisa tidak tepat. Hal ini dikarenakan kurangnya moral seseorang. Pada data (186) ditemukan adanya dua bawahan unsur langsung yaitu wong Jawa wus pungkes basane ‘orang jawa sudah hilang bahasanya’ sebagai bawahan unsur langsung satu dan wong Jawa kelangan jawane ‘orang Jawa kehilangan jawanya’ sebagai bawahan unsur langsung dua. Terdapat idiom wong jawa kelangan jawane ‘orang Jawa kehilangan jawanya’ pada bawahan unsur langsung kedua. Ungkapan ini yang memiliki maksud orang yang lahir dan hidup di jawa sudah kehilangan nilai, budaya, dan ajaran- ajaran luhur Jawa.

6. Kata dari Bahasa Kawi

Penggunaan kata bahasa Kawi yang digunakan oleh Nur Indah dalam geguritan karyanya memberikan wujud karya yang literer.

(184) Kanthi ati kang suci Hambirat sukertaning jagad seni (P2/RWP/4) ‘Berkiprah di medan peperangan’ ‘Dengan hati yang suci’ ‘Membasmi penggangu dunia seni’

(185) Wutahing ludira Tumekeng pecating nyawa (P2/RWP/5) ‘Tumpahnya darah’ ‘Sampai pisahnya nyawa’

(186) Pinangka raseng tyas (P2/RWP/8) ‘Sebagai rasa di hati’

(187) Ya gene eluh iki Terus tumetes Tumetes Nelesi tepining Jalanidhi Ing laladan sepi (P2/RWP/9) ‘Mengapa air mata ini’ ‘Terus menetes’ ‘Menetes’ ‘Membasahi tepinya’ ‘Samudra’

(188) Gandane kongas (P2/SWS/1) ‘Baunya semerbak’

(189) Budaya iku pikir Watak lakuning jalma (P2/SWS/1) ‘Budaya iku fikir’ ‘Pemikiran dan jalan manusia’

(190) Pinangka jejering jurit pinunjul (P2/RWP/3) ‘Sebagai tokoh peperangan terunggul’

(191) Pindha inten abyor ngilut ing pandulu (P2/SWS/1) ‘Seperti berlian bersinar menyilaukan penglihatan’

(192) Kekancan lintang sewu maruta Ing wengi kang sepi (P2/KSL/1) ‘Berteman bintang seribu angin’ ‘Dimalam yang sepi’

(193) Katampiya duking manah Bilih ati kang suci iki datan nate owah (P2/KL/1) ‘Terimalah dalam hati’ ‘Bahwa hati yang suci ini tidak pernah berubah’

Pada data (187) ditemukan adanya dua bawahan unsur langsung yaitu kanthi ati kang

suci ‘dengan hati yang suci’ sebagai bawahan unsur langsung satu dan hambirat sukertaning

jagad seni ‘membasmi penggagu dunia seni’ sebagai bawahan unsur langsung kedua. Pada bawahan unsur langsung yang kedua terdapat penggunaan kosakata bahasa Kawi hambirat ‘membersihkan’ yang berasal. Dalam bawahan unsur langsung satu ditemukan kata bahasa Kawi yaitu sukerta ‘indahnya’. Hal ini sesuai dengan informasi dalam kamus (Poerwodarminta, 1937: 130) terdapat penanda kw maksudnya sebagai kata bahasa Kawi. Data (188) ditemukan adanya dua bawahan unsur langsung yaitu wutahing ludira ‘tertumpahnya darah’ sebagai bawahan unsur langsung satu dan tumekeng pecating pati ‘sumpai pisahnya nyawa’ sebagai bawahan unsur langsung kedua. Dalam bawahan unsur langsung satu ditemukan kata bahasa Kawi yaitu ludira ‘darah’. Hal ini sesuai dengan informasi dalam kamus (Poerwodarminta, 1937: 855) terdapat penanda kw maksudnya sebagai kata bahasa Kawi. Data (189) terdapat penggunaan kosakata bahasa Kawi tyas ‘hati’. Hal ini sesuai dengan informasi dalam kamus (Poerwodarminta, 1937: 1839) terdapat penanda kw maksudnya sebagai kata bahasa Kawi. Dalam (Zoetmulder, 1995:1312) kata bahasa Kawi tyas adalah varian dari twas yang maknanya adalah ‘hati’ Dalam data (190) ditemukan adanya bawahan unsur langsung yaitu nelesi tepining

jalanidhi ‘membasahi tepi samudra’ sebagai bawahan unsur langsung satu dan ing laladan sepi

‘di tempat sepi’ sebagai bawahan unsur langsung kedua. Pada bawahan unsur langsung satu ditemukan kata bahasa Kawi yaitu jalanidi ‘samudera’. Hal ini sesuai informasi dalam kamus (Poerwodarminta, 1937:502) kata jalanidhi ‘samudera’ terdapat penanda kw maksudnya

termasuk dalam kata bahasa Kawi. Data (191) ditemukan adanya dua bawahan unsur langsung yaitu gandane ‘baunya’ sebagai bawahan unsur langsung satu sebagai unsur yang diterangkan dan kongas ‘semerbak harum’ sebagai bawahan unsur langsung dua sebagai unsur langsung yang menerangkan. Dalam bawahan unsur langsung dua terdapat kata bahasa Kawi yakni berupa penggunaan kata kongas ‘semerbak harum’. Hal ini sesuai informasi dalam kamus (Poerwodarminta, 1937:768) kata kongas ‘semerbak harum’ terdapat penanda kw maksudnya termasuk dalam kata bahasa Kawi. Data (192) pada bawahan unsur langsung dua yaitu watak lakuning jalma ‘pikiran dan perbuatan manusia’ terdapat penggunaan kosakata bahasa Kawi yaitu jalma ‘manusia’. Hal ini sesuai informasi dalam kamus (Poerwodarminta, 1937:503) kata jalma ‘manusia’ terdapat penanda kw maksudnya termasuk dalam kata bahasa Kawi. Dalam data (193) pinangka jejering jurit pinunjul ‘sebagai tokoh peperangan terunggul’ terdapat penggunaan kosakata bahasa Kawi jurit ‘peperangan’ hal ini sesuai informasi dalam kamus (Poerwodarminta, 1937:554) kata jurit ‘peperangan’ terdapat penanda kw maksudnya termasuk dalam kata bahasa Kawi . Kata dari bahasa Kawi dalam data (194) terdapat pada bawahan unsur langsung satu yaitu pindha inten abyor ngilut ing pandulu ‘seperti berlian bersinar menyilaukan penglihatan’ yakni berupa penggunaan kata pandulu yang berarti ‘penglihatan’. Hal ini sesuai informasi dalam kamus (Poerwadarminta, 1937:1381) kata pandulu termasuk dalam kosakata bahasa Kawi. Data (195) pada bawahan unsur langsung satu yaitu kekancan lintang sewu

maruta ‘berteman bintang seribu angin’ terdapat penggunaan kata bahasa Kawi yaitu maruta

yang berarti ‘angin’. Hal ini sesuai informasi dalam kamus (Poerwodarminta, 1937:913) kata maruta terdapat penanda kw maksudnya sebagai kata bahasa Kawi. Dalam data (196) pada bawahan unsur langsung satu yaitu katampiya duking manah ‘terimalah tepat dalam hati’ terdapat penggunaan kata dari bahasa Kawi yaitu duking yang berarti ‘tepat ketika’ (Zoetmulder,

1995:233). Penggunaaan kosa kata bahasa Kawi dalam geguritan mampu memberikan kesan indah dalam karya susastra.

7. Bentuk-bentuk Literer yang Berafiks

Bentuk-bentuk penggunaan ragam literer dapat ditemukan dalam geguritan karya Nur Indah tahun 2012. Bentuk-bentuk ragam literer yang berafiks dan reduplikasi.

a. Proses afiksasi

1. Infiks {-in-} (194) Kembang madu kang rinonce sakdawaning uripmu (P2/RWP/I)

‘Bunga madu yang terangkai disepanjang hidupmu’ (195) Kakangmasku satriya linuwih (P2/RWP/4)

‘Kakaku satriya unggul’ (196) Bebasan ngunus trisula binungkus wandira gula klapa (P2/RWP/4)

‘Ibarat menarik trisula berbungkus gula kelapa’ (197) Dina-dina endah kang wis rinonce sesarengan (P2/RWP/7)

‘Hari-hari indah yang sudah terangkai bersama’ (198) Gage jinangkah rikat (P2/MWA/2)

‘Segeralah melangkah cepat’ (199) Ringin tinegor tanpa guna (P2/MWA/4)

‘Beringin tertebang tanpa guna’ (200) Kinemulan tetesing embun wengi(P2/SWS/3)

‘Berselimutkan tetesan embun malam’ (201) Kongsi sinarengan SBCmu

Pinundhi-pundhi (P2/SWS/4) ‘Hingga bersamaan dengan SBCmu’ ‘Dipuja-puja’

(202) Tan rineksa budaya luhur (P2/SWS/4) ‘Tidak dijaga kebudayaan luhur’

(203) Kadya ratu sinatriya kang sugih gegaman praja (P2/APM/1) ‘Seperti satri raja yang kaya senjata negara’

(204) Pinangka jejering jurit pinunjul (P2/RWP/3) ‘Sebagai tokoh perang terunggul’

Data (197) sampai (207) tedapat kata berinfiks {-in-}. Pada data (197) ditemukan adanya bawahan unsur langsung yaitu kembang madu kang rinonce ‘bunga madu yang dirangkai’ sebagai bawahan unsur langsung satu dan sakdwaning uripmu ‘sepanjang hidupmu’ sebagai bawahan unsur langsung kedua. Pada bawahan unsur langsung satu terdapat kata rinonce ‘dirangkai’. Kata rinonce ‘dirangkai’ berasal dari kata ronce ‘rangkai’ yang mendapat infiks {- in-}. Pada data (198) ditemukan adanya bawahan unsur langsung yaitu kakangmasku ‘kakakku laki-lai’ sebagai bawahan unsur langsung satu sebagai unsur yang diterangkan dan satriya linuwih ‘satriya unggul’ sebagai bawahan unsur langsung kedua. pada bawahan unsur langsung yang kedua terdapat kata linuwih ‘unggul’ yang berasal dari kata luwih ‘lebih’ yang mendapat infiks {-in-}. Pada data (199) ditemukan adanya bawahan unsur langsung yaitu bebasan ngunus

trisula ‘ibarat menghunus trisula’ sebagai bawahan unsur langsung satu dan binungkus wandira

gula klapa ‘terbungkus kayu beringin gula kelapada’ sebagai bawahan unsur langsung kedua. Pada bawahan unsur langsung yang kedua terdapat kata binungkus ‘dibungkus’ yang berasal dari kata bungkus ‘bungkus’ mendapat infiks {-in-}. Data (200) ditemukan adanya bawahan unsur langsung yaitu dina-dina endah ‘hari-hari indah’ sebagai bawahan unsur langsung satu dan kang wis rinonce sesarengan ‘yang sudah terangkai bersama-sama’. Terdapat kata rinonce ‘dirangkai’ pada bawahan unsur langsung yang kedua. Kata rinonce ‘dirangkai’ pada data (200) berasal dari kata ronce ‘rangkai’ yang mendapat infiks {-in-}. Pada data (201) ) ditemukan adanya bawahan unsur langsung yaitu aja mung padha mlongo ‘jangan hanya melongo’ sebagai bawahan unsur langsung satu dan gage jinangkah rikat ‘segeralah melangkah cepat’ sebagai bawahan unsur langsung kedua. Pada bawahan unsur langsung yang pertama terdapat kata

jinangkah ‘melangkah’ yang berasal dari bentuk dasar jangkah ‘langkah’ mendapat infiks {-in- }. Pada data (202) pada bawahan unsur langsung yang pertama ringin tinegor ‘beringin ditebang’ terdapat kata tinegor ‘ditebang’ yang berasal dari bentuk dasar tegor ‘tebang’ yang mendapat infiks {-in-}. Data (203) pada bawahan unsur langsung yang pertama yaitu kinemulan tetesing embun wengi ‘diselimuti embun malam’ terdapat kata kinemulan ‘diselumuti’ yang berasal dari bentuk dasar kemul ‘selimut’ mendapat sufiks {-an} kemudian mendapat infiks {-in- }. Data (204) pada bawahan unsur langsung yang pertama yaitu kongsi sinarengan SBCmu ‘sampai bersamaan SBCmu’ terdapat kata sinarengan ‘bersamaan’ yang berasal dari bentuk dasar sareng ‘bersama’ yang mendapat sufiks {-an} dan mendapat mendapat infiks {-in-}. Pada data (205) pada bawahan unsur langsung yang pertama yaitu tan rineksa ‘tidak dijaga’ terdapat kata rineksa ‘dijaga’ yang berasal dari bentuk dasar reksa ‘jaga’ yang mendapat infiks {-in-}. Data (206) pada bawahan unsur langsung yang pertama yaitu kadya ratu sinatriya ‘seperti raja satriya’ terdapat kata sinatriya ‘satriya’ yang berasal dari bentuk dasar satriya ‘satriya’ yang mendapat infiks {-in-}. Pada data (207) pada bawahan unsur langsung yang kedua yaitu jurit pinunjul ‘perang terunggul’ terdapat kata pinunjul ‘unggul’ yang berasal dari bentuk dasar punjul ‘lebih’ yang mendapat infiks {-in-}. Pembubuhan infiks {-in-} dalam sebuah kata dalam larik geguritan mampu memberikan efek keindahan.

2. Infiks {-um-}

(205) Yekti bekti ngabdi tumekeng purna pati (P2/RWP/3) ‘Sungguh-sungguh berbakti mengabdi sampai mati’

(206) Jumangkah gagah (P2/RWP/4) ‘Melangkah gagah’

(207) Madhep mantep tumuju marang jantraning budaya (P2/RWP/5) ‘Menghadap teguh menuju pada lingkaran kebudayaan’

(208) Gumregah akarya (P2/MWA/2 ‘Menggali peninggalan kepandaian’

(209) Tumengane kori Kinemulan tetesing embun wengi(P2/SWS/3) ‘Terbukanya pintu’ ‘Berselimutkan tetesan embun malam’

(210) Srengenge wiwit jumedhul nyebar rasa anget (P2/APM I/1) ‘Matahari sudah muncul menyebar rasa hangat’

(211) Kapan bakaling sumusul Ing papan sumare (P2/KSL/1) ‘Kapan bisa menyusul’ ‘Di tempat tidur’ ‘Yang jauh dari bencana alam’

(212) Senadyanta kabeh wus endah edi Tumata peni (P2/SK/2) ‘Walaupun semua sudah indah baik’ ‘Tertata rapi’

Data (208) ditemukan adanya bawahan unsur langsung yaitu yekti bekti ngabdi ‘sungguh-sungguh berbakti mengabdi’ sebagai bawahan unsur langsung satu dan tumekeng purna pati ‘sampai akhirnya mati’ sebagai bawahan unsur langsung kedua. Pada bawahan unsur langsung yang kedua terdapat kata teka ‘sampai’ menjadi tumekeng ‘sampai di’ karena mendapat infiks {-um-} dan sufiks {-ing}. Pada data (209) ditemukan adanya bawahan unsur langsung yaitu sliramu tetep panggah ‘dirimu tetap teguh’ sebagai bawahan unsur langsung satu dan jumangkah gagah ‘melangkah gagah’ sebagaI bawahan unsur langsung dua. Pada bawahan unsur langsung yang pertama terdapat kata jangkah ‘langkah’ yang menjadi jumangkah ‘melangkah’ karena adanya penambahan infiks {-um-}. Pada data (210) pada bawahan unsur langsung yang kedua yaitu tumuju marang jatraning budaya ‘menuju pada lingkaran kebudayaan’ terdapat kata tumuju ‘menuju’ yang berasal dari bentuk dasar tuju ‘arah’ yang mendapat infiks {-um-}. Pada data (211) pada bawahan unsur langsung yang pertama yaitu Data (208) ditemukan adanya bawahan unsur langsung yaitu yekti bekti ngabdi ‘sungguh-sungguh berbakti mengabdi’ sebagai bawahan unsur langsung satu dan tumekeng purna pati ‘sampai akhirnya mati’ sebagai bawahan unsur langsung kedua. Pada bawahan unsur langsung yang kedua terdapat kata teka ‘sampai’ menjadi tumekeng ‘sampai di’ karena mendapat infiks {-um-} dan sufiks {-ing}. Pada data (209) ditemukan adanya bawahan unsur langsung yaitu sliramu tetep panggah ‘dirimu tetap teguh’ sebagai bawahan unsur langsung satu dan jumangkah gagah ‘melangkah gagah’ sebagaI bawahan unsur langsung dua. Pada bawahan unsur langsung yang pertama terdapat kata jangkah ‘langkah’ yang menjadi jumangkah ‘melangkah’ karena adanya penambahan infiks {-um-}. Pada data (210) pada bawahan unsur langsung yang kedua yaitu tumuju marang jatraning budaya ‘menuju pada lingkaran kebudayaan’ terdapat kata tumuju ‘menuju’ yang berasal dari bentuk dasar tuju ‘arah’ yang mendapat infiks {-um-}. Pada data (211) pada bawahan unsur langsung yang pertama yaitu

‘bangkit’ karena mendapat infiks {-um-}. Terdapat kata tumengane pada data (212) pada bawahan unsur langsung yang pertama yaitu tumengane kori ‘terbukanya pintu’. Kata tumengane ‘terbukanya’ berasal dari kata wenga ‘terbuka’ yang mendapat infiks {-um-} dan sufiks {-ne}. Pada data (213) pada bawahan unsur langsung yang pertama yaitu srengenge wiwit jumedhul ‘matahari mulai muncul’ terdapat kata jumedhul ‘muncul’ yang berasal dari bentuk dasar jedhul ‘muncul’ yang mendapat infiks {um}. Data (214) pada bawahan unsur langsung satu yaitu kapan bakaling sumusul ‘kapan bakal tersusul’ terdapat kata sumusul ‘tersusul’ dan pada bawahan unsur langsung kedua yaitu ing papan sumare ‘di tempat penguburan’ terdapat kata sumare ‘penguburan’. Kata sumusul ‘tersusul’ dan sumare ‘penguburan’ berasal dari kata susul ‘susul’ dan sare ‘tidur’ yang mendapat infiks {-um-}. Pada data (215) pada bawahan unsur langsung dua yaitu tumata peni ‘tertata rapi’ terdapat kata tata ‘tata’ yang menjadi tumata ‘tertata’ karena mendapat infiks {-um-}. Dalam karya susastra penggunaan infiks {-um-} memberikan kesan bunyi yang lebih indah bila didengarkan.

7. Konfiks {ka-an} (213) Ati kang ringkih iki kagubel katresnan langgeng

‘Hati yang lemah terbelengku cinta abadi’ (214) Ing sakambaning jagad kabudayan (P2/RWP/VIII)

‘di seluasnya jagad kebudayaan’ (215) Anglawan kawicaksanan kang adoh ing bebener (P2/APM/1)

‘Melawan kebijaksanaan yang jauh dari kebenaran’ (216) Kang nglairake rasa srei iri dhengki ketuwuhan ing pitenah (P2/APM/1)

‘Yang melahirkan rasa iri dengki menimbulkan perbuatan buruk bagi orang lain’ (217) Jumledher swara gaman adu kasekten (P2/APM/1)

‘Gelegar suara senjata beradu kesaktian'

‘Berteman bintang seribu angin’ Data (216) sampai data (221) terdapat penggunaan konfiks {ka-an}. Konfiks {ka-an}

adalah bentuk dari penggabungan dua afiks yang digunakan secara bersamaan bergabung pada bentuk dasar. Konfiks {ka-an} memiliki fungsi membentuk kata benda. Pada data (216) ditemukan adanya bawahan unsur langsung yaitu ati kang ringkih iki ‘hati yang lemah ini’ sebagai bawahan unsur langsung satu kagubel katresnan langgeng ‘terbelenggu cinta abadi’ sebagai bawahan unsur langsung dua. Pada bawahan unsur langsung yang kedua terdapat kata katresnan ‘cinta’ yang berasal dari kata tresna ‘cinta’ yang mendapat konfiks {ka-an}. Pada data (217) pada bawahan unsur langsung yang kedua yaitu jagad kabudayan ‘jagad kebudayaan’, terdapat kata kabudayan ‘kebudayaan’ berasal dari kata budaya ‘budaya’ yang mendapat konfiks {ka-an}. Terdapat kata bahasa kawicaksanan dalam data (218) pada bawahan unsur langsung yang pertama yaitu anglawan kawicaksanan ‘melawan kebijaksanaan’. Kata bahasa kawicaksanan ‘kebijaksanaan’ berasal dari bentuk dasar wicaksana ‘bijaksana’ yang mendapat penambahan konfiks {ka-an}. Dalam data (219) pada bawahan unsur langsung yang kedua yaitu ketuwuhan ing pitenah ‘tertumbuhi oleh perbuatan buruk’ terdapat kata ketuwuhan ‘tertumbuhi’ yang berasal dari bentuk dasar tuwuh ‘tumbuh’ mendapat konfiks {ka-an}. Pada data (220) pada bawahan unsur langsung yang kedua yaitu adu kasekten ‘beradu kesaktian’ terdapat kata sekti ‘sakti’ menjadi kasekten ‘kesaktian’ setelah mendapat penambahan konfiks {ka-an}. Terdapat kata kekancan ‘pertemanan’ dalam data (221) pada bawahan unsur langsung yang pertama yaitu kekancan lintang ‘berteman bintang’. Kata kekancan ‘berteman’ berasal dari kata kanca ‘teman’ yang mendapat konfiks {ka-an}.

8. Sufiks {-ira} (219) Bedhahing dhodhotira

Geneya ora gawe lingseme manahira (P2/BDI/VIII)

‘Bedahnya pakaianmu’ ‘Kenapa tidak membuat malu hatimu’

Adanya sufiks {-ira} yang semakna dengan sufiks {-mu} membentuk kata menjadi lebih arkhais/indah dibandingkan dengan sufiks {-mu}. Data (222) ditemukan adanya bawahan unsur langsung yaitu bedhahing dhodhotira ‘bedahnya pakaianmu’ sebagai bawahan unsur langsung satu dan geneya ora gawe lingseme manahira ‘kenapa tidak membuat malu hatimu’ sebagai bawahan unsur langsung kedua’. Pada bawahan unsur langsung satu terdapat sufiks {-ira} pada kata dhodhotira ‘pakaianmu’. Pada bawahan unsur langsung dua terdapat sufiks {-ira} pada kata manahira ‘hatimu’.

1. Bentuk Literer yang reduplikasi

Dalam penelitian ini ditemukan bentuk literer yang reduplikasi yang dikategorikan menjadi dwilingga dan dwipurwa.

1. Dwilingga adalah kata dasar yang diulang secara utuh. Kata dasar yang diulang dan mengalamai perubahan disebut dwilingga salin swara.

(220) Dina-dina endah kang wis rinonce sesarengan (P2/RWP/7) ‘Hari-hari indah yang terangkai bersama-sama’

(221) Generasi penerusing bangsa Aja klewa-klewa (P2/MWA/1) ‘Generasi penerus bangsa’ ‘Jangan bertingkah tak suka’

(222) Rewo-rewo pating srembyong pating krembyah (P2/SWS/5) Yen wis ana iwak mabur ing awang-awang (P2/BDI//5) ‘Berantakan sobek-sobek terurai-urai’ ‘Kalau sudah ada ikan terbang di angkasa’

(223) Godhong-godhong garing sutik anyapa (P2/BDI/7)

‘Daun-daun kering sungkan menyapa

Data (223) sampai data (226) merupakan data dwilingga. Data (223) ditemukan adanya bawahan unsur langsung yaitu dina-dina endah ‘hari-hari indah’ sebagai bawahan unsur langsung satu dan kang wis rinonce sesarengan ‘yang sudah terangkai bersama-sama’ sebagai bawahan unsur langsung dua. Pada bawahan unsur langsung yang pertama terdapat dwilingga yaitu dina-dina ‘hari-hari’. Data (224) ditemukan adanya bawahan unsur langsung yaitu generasi penerusing bangsa ‘generasi penerusnya bangsa’ sebagai bawahan unsur langsung satu dan aja klewa-klewa ‘jangan bertingkah tak suka’ sebagai bawahan unsur langsung kedua. Pada bawahan unsur langsung dua terdapat dwilingga berupa kata klewa-klewa ‘bertindak tidak suka’. Data (225) pada bawahan unsur langsung yang pertama yaitu rewo-rewo pating srembyong pating krembyah ‘berantakan sobek-sobek terurai-urai’ terdapat penggunaan dwilingga pada kata rewo-rewo ‘berantakan’, kemudian pada bawahan unsur langsung yang kedua yaitu yen wis ana manuk mabur ing awang-awang ‘kalau sudah ada burung terbang diangkasa’ terdapat penggunaan dwilingga berupa kata ulang awang-awang ‘angkasa’. Data (226) pada bawahan unsur langsung yang pertama yaitu godhong-godhong garing ‘daun-daun kering’ terdapat penggunaan dwilingga berupa kata ulang godhong-godhong ‘daun-daun’. Penggunaan dwilingga ini berfungsi sebagai ragam penghias bunyi karya susastra dan mempertegas pengucapan.

2. Dwipurwa adalah perulangan sebagian suku kata pertama. Bentuk dwipurwa

terdapat pada data di bawah ini (224) Akeh pait getir, abang biru, asem manise lelakon(P2/RWP/2)

‘Banyak pahit getir, merah biru, asam manisnya jalan kehidupan (225) Dina-dina endah kang wis rinonce sesarengan (P2/RWP/7)

‘Hari-hari indah yang sudah terangkai bersama-sama’

(226) Mugi pepisahan iki namung tebihing raga (P2/RWP/7) ‘Semoga perpisahan ini hanya jauhnya raga’

(227) Kadya ratu sinatriya kang sugih gegaman praja (P2/APM I/1) ‘Seperti satriya raja yang kaya senjata negara’

(228) Rerajutan reroncening jarak (P2/KSL/1 ‘Berajutkan rangkaian jarak’

(229) Duhh…. Satriya lelananging jagad gegandhulaning manah (P2/KL/1)

‘Duhh… satriya lelaki tangguh di jagad kemantapannya hati’ Data (227) sampai data (232) merupakan data dwipurwa. Dwipurwa merupakan bentuk

perulangan suku kata pertama. Pada data (227) ditemukan adanya bawahan unsur langsung yaitu akeh pait getir abang biru ‘banyak pahit getir merah biru’ sebagai bawahan usnur langsung satu dan asem manise lelakon ‘asam manisnya kehidupan’. Pada bawahan unsur langsung yang kedua penggunaan kata dwipurwa berupa kata lelakon ‘jalan kehidupan’ yang berasal dari kata laku ‘jalan’ yang mendapat sufiks {-an}. Data (228) ditemukan adanya bawahan unsur langsung yaitu dina-dina endah ‘hari-hari indah’ sebagai bawahan unsur langsung satu dan kang wis rinonce sesarengan ‘yang sudah terangkai bersama-sama’ sebagai bawahan unsur langsung dua. pada bawahan unsur langsung yang kedua terdapat penggunaan kosakata dwipurwa berupa penggunaan kata sesarengan ‘bersamaan’ yang berasal dari bentuk dasar sareng ‘bersama’. Data (229) pada bawahan unsur langsung yang kedua yaitu mugi pepisahan iki ‘semoga perpisahan ini’ terdapat penggunan tembung dwipurwa pada kata pepisahan ‘perpisahan’ yang berasal dari bentuk dasar pisah ‘pisah’ dan mendapat afiks {-an}. Data (230) pada bawahan unsur langsung yang kedua yaitu kang sugih gegaman praja ‘yang kaya persenjataan negara’ terdapat kata dwipurwa yaitu gegaman ‘persenjataan’ yang berasal dari bentuk dasar gaman ‘senjata’. Data (231) pada bawahan unsur langsung yang pertama yaitu rerajutan ‘berajutkan’ sebagai unsur yang diterangkan dan reroncening jarak ‘rangkaian daun jarak’ sebagai unsur langsung dua perulangan suku kata pertama. Pada data (227) ditemukan adanya bawahan unsur langsung yaitu akeh pait getir abang biru ‘banyak pahit getir merah biru’ sebagai bawahan usnur langsung satu dan asem manise lelakon ‘asam manisnya kehidupan’. Pada bawahan unsur langsung yang kedua penggunaan kata dwipurwa berupa kata lelakon ‘jalan kehidupan’ yang berasal dari kata laku ‘jalan’ yang mendapat sufiks {-an}. Data (228) ditemukan adanya bawahan unsur langsung yaitu dina-dina endah ‘hari-hari indah’ sebagai bawahan unsur langsung satu dan kang wis rinonce sesarengan ‘yang sudah terangkai bersama-sama’ sebagai bawahan unsur langsung dua. pada bawahan unsur langsung yang kedua terdapat penggunaan kosakata dwipurwa berupa penggunaan kata sesarengan ‘bersamaan’ yang berasal dari bentuk dasar sareng ‘bersama’. Data (229) pada bawahan unsur langsung yang kedua yaitu mugi pepisahan iki ‘semoga perpisahan ini’ terdapat penggunan tembung dwipurwa pada kata pepisahan ‘perpisahan’ yang berasal dari bentuk dasar pisah ‘pisah’ dan mendapat afiks {-an}. Data (230) pada bawahan unsur langsung yang kedua yaitu kang sugih gegaman praja ‘yang kaya persenjataan negara’ terdapat kata dwipurwa yaitu gegaman ‘persenjataan’ yang berasal dari bentuk dasar gaman ‘senjata’. Data (231) pada bawahan unsur langsung yang pertama yaitu rerajutan ‘berajutkan’ sebagai unsur yang diterangkan dan reroncening jarak ‘rangkaian daun jarak’ sebagai unsur langsung dua

gegandulaning ‘gantungannya’. Kata lelananging ‘tertampannya’ dan gegandhulaning

‘gantungannya’ berasal dari bentuk dasar lanang ‘laki-laki’ dan gandhul ‘gantung’.