Landasan Teori

f. Idiom

Harimurti Kridalaksana (2008:90) menjelaskan idiom adalah (i) konstruksi dari unsur-unsur yang saling memilih, masing-masing anggota mempunyai makna yang ada hanya karena bersama yang lain, (ii) konstruksi yang maknanya tidak sama dengan Harimurti Kridalaksana (2008:90) menjelaskan idiom adalah (i) konstruksi dari unsur-unsur yang saling memilih, masing-masing anggota mempunyai makna yang ada hanya karena bersama yang lain, (ii) konstruksi yang maknanya tidak sama dengan

Kowe kudu sabar ngadhepi pacoban iki. Yakin wae sapa salah bakal seleh lan becik ketitik ala ketara. ‘Kamu harus sabar menghadapi pencobaan ini. Yakin saja siapa yang salah akan sirna dan baik itu nampak buruk itu terlihat.’

Bentuk idiom Jawa pada contoh di atas adalah sapa salah bakal seleh ‘siapa yang salah akan sirna’ dan becik ketitik ala ketara ‘baik itu nampak buruk itu terlihat’.

g. Kosakata Kawi

Kata-kata kawi merupakan salah satu bentuk dari kata arkhais. Penggunaan kata kawi dapat menimbulkan suatu kesan keindahaan dalam karya susastra. Kata-kata dan bahasa Kawi dalam geguritan memiliki peran yang penting karena dengan penggunaan kata-kata tersebut dapat memancarkan kesan tinggi dan indahnya nilai karya susastra. Contoh: sira ‘kamu’ dan ingsun ‘saya’. Meskipun bermakna sama, penggunaan kata sira dan ingsun memiliki bobot dan nilai keindahan yang lebih tinggi daripada kowe ‘kamu’ dan aku ‘saya’.

6. Gaya Bahasa

Gaya bahasa berkaitan dengan aspek keindahan. Nyoman Kutha Rama (2009: 22) berpendapat bahwa gaya bahasa adalah ekspresi linguistis, baik di dalam puisi maupun prosa (cerpen, novel, dan drama). Gaya bahasalah yang menjadi unsur pokok untuk mencapai berbagai bentuk keindahan.

Karena itulah, maka style 'gaya' sesungguhnya ditandai oleh ciri-ciri formal kebahasaan seperti dalam pemilihan diksi, struktur kalimat, bahasa figuratif, penggunaan bahasa figuratif, penggunaan kohesi, perlambangan, metafora dan lain- lain. Bahkan menurut Leech dan Short sebagaimana disinyalir Burhan Nurgiyantoro (1998: 177), makna style berkaitan dengan sesuatu hal yang umumnya tidak lagi mengandung sifat kontroversial, menyaran pada penggunaan bahasa dalan konteks tertentu oleh pengarang tertentu, untuk tujuan tertentu, dan sebagainya

Dapat dikatakan juga bahwa style 'gaya' itu merupakan gaya bahasa termasuk di dalamnya pilihan gaya pengekspresian seorang pengarang untuk menuangkan apa yang dimaksudkan yang bersifat individual dan kolektif. Hal itu berkaitan dengan keunikan pengarang dalam memilih bahasa sebagai sarana estetis penulisan karyanya. Sedangkan stilistika sendiri merupakan ilmu yang mempelajari tentang style.

Style dalam karya sastra, di satu sisi dapat dipahami sebagai bentuk dan formulasi bahasa pengarang yang ekspresif karena itu sifatnya sangat individual dan bagaimana style dipahami sebagai gaya bahasa (Sutejo, 2010:8)

L. Spitzer dalam Sudiro Satoto (1995:38) memandang style sebagai suatu ungkapan yang khas pribadi. Melalui analisis yang rinci terhadap motif dan pilihan kata terhadap sebuah karya sastra, maka dapat dilacak pula visi batin seorang pengarang dalam mengungkapkannya. Pada kaitan antara style dan pengarang inilah yang melahirkan pembedaan style, baik yang bersifat objektif maupun subjektif.

Stilistika adalah ilmu yang meneliti gaya bahasa, akan tetapi pengertian mengenai gaya bahasa sangat beragam definisinya namun menunjukkan adanya persamaan, yakni gaya bahasa merupakan cara penyusunan bahasa guna mendapatkan sisi estetika.

Menurut Gorys Keraf (2000: 113) pengertian gaya atau khususnya gaya bahasa dikenal dalam retorika dengan istilah style. Pengertian gaya bahasa dapat dibatasi, yaitu gaya pengungkapan pikiran melalui bahasa secara khas yang memperlihatkan jiwa kepribadian penulis atau pemakai bahasa.

Harimurti Kridalaksana (2001:63) memberikan pengertian mengenai gaya bahasa atau style adalah (1) pemanfaatan atas kekayaan bahasa oleh seseorang dalam bertutur atau menulis; (2) pemakaian ragam tertentu untuk memperoleh efek-efek tertentu; (3) keseluruhan ciri-ciri bahasa sekelompok penulis sastra. Gaya bahasa dapat ditinjau dari bermacam-macam sudut pandang. Pandangan terhadap gaya bahasa dapat dibedakan dari jenisnya dibagi menjadi dua segi yakni segi non bahasa dan segi bahasa. Guna melihat gaya secara luas, maka pembagian berdasarkan masalah non bahasa tetap diperlukan, namun gaya bahasa dilihat dari aspek kebahasaan lebih diperlukan. Sedangkan dalam geguritan karya Nur Indah ini lebih difokuskan pada aspek kebahasaan.

Jenis-jenis gaya bahasa menurut Gorys Keraf (2006: 115-145) adalah (a) gaya bahasa berdasarkan pilihan kata dibedakan menjadi gaya bahasa resmi, gaya bahasa tak resmi, dan gaya bahasa percakapan (b) gaya bahasa berdasarkan nada terdiri dari gaya sederhana, gaya mulia dan bertenaga, dan gaya menengah, (c) gaya bahasa berdasarkan struktur kalimat terdiri dari klimaks, antiklimaks, paralelisme, antitesis, dan repetisi, (d) gaya bahasa berdasarkan langsung tidaknya makna terdiri dari gaya bahasa retoris meliputi aliterasi, asonansi, anastrof, apofasis atau preterisio, apostrof, asidenton, polisidenton, kiasmus, elipsis, eufemismus, litotes, hysteron proteron, pleonasme dan tautologi, perifrasis, prolepsis, erotesis, silepsis dan zeugma, koreksio, hiperbol, paradoks, oksimoron; dan gaya bahasa kiasan meliputi metafora, simile, alegori, Jenis-jenis gaya bahasa menurut Gorys Keraf (2006: 115-145) adalah (a) gaya bahasa berdasarkan pilihan kata dibedakan menjadi gaya bahasa resmi, gaya bahasa tak resmi, dan gaya bahasa percakapan (b) gaya bahasa berdasarkan nada terdiri dari gaya sederhana, gaya mulia dan bertenaga, dan gaya menengah, (c) gaya bahasa berdasarkan struktur kalimat terdiri dari klimaks, antiklimaks, paralelisme, antitesis, dan repetisi, (d) gaya bahasa berdasarkan langsung tidaknya makna terdiri dari gaya bahasa retoris meliputi aliterasi, asonansi, anastrof, apofasis atau preterisio, apostrof, asidenton, polisidenton, kiasmus, elipsis, eufemismus, litotes, hysteron proteron, pleonasme dan tautologi, perifrasis, prolepsis, erotesis, silepsis dan zeugma, koreksio, hiperbol, paradoks, oksimoron; dan gaya bahasa kiasan meliputi metafora, simile, alegori,

Menurut Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia Yang Disempurnakan (2007), gaya bahasa terdiri dari empat macam, yaitu (1) majas perbandingan (alegori, alusio, simile, metafora, antropomorfemis, sinestesia, antonomasia, aptronim, metonemia, hipokorisme, litotes, hiperbola, personifikasi, depersonifikasi, pars prototo, totum proparte, eufimisme, disfemisme, fabel, parable, perifrase, eponym, dan simbolik), (2) majas penegasan (apofasis, pleonasme, repetisi, parairama, aliterasi, paralelisme, tautologi, sigmatisme, antanaklasis, klimaks, antiklimaks, iversi, retoris, ellipsis, koreksio, sindeton, interupsi, eksklamasio, enumorasio, preterito, alonim, kolokasi, silepis, zeugma), (3) majas pertentangan (paradoks, antitesis, oksimoron, kontradiksi interminus, dan anakronisme), dan (4) majas sindiran (ironi, sarkasme, sinisme, satire, dan innuendo).

Berikut ini, dikemukakan beberapa penjelasan tentang gaya bahasa.

a. Antitesis

Antitesis adalah pengungkapan dengan menggunakan kata-kata yang berlawanan arti satu dengan yang lainnya.

b. Anafora

Anaphora termasuk ke dalam gaya bahasa paralelisme. Anaphora merupakan gaya bahasa yang menggunakan kata atau frase yang sama di depan larik-larik atau kalimat-kalimat sebelumnya secara berulang.

c. Hiperbola

Hiperbola adalah cara pengungkapan dengan melebih-lebihkan kenyataan sehingga kenyataan itu menjadi tidak masuk akal

d. Klimaks

Klimaks adalah pemaparan pikiran atau hal berturut-turut dari yang sederhana dan kurang penting meningkat kepada hal atau gagasan yang penting atau kompleks.

e. Metafora

Metafora adalah pengungkapan berupa perbandingan analogis satu hal dengan hal lain, dengan menghilangkan kata-kata seperti, layaknya, bagaikan, dsb.

f. Paradoks

Paradoks adalah cara pengungkapan dengan menyatakan dua hal yang seolah-olah bertentangan, namun sebenarnya keduanya benar.

g. Personifikasi

Personifikasi atau penginsanan adalah cara pengungkapan dengan menjadikan benda-benda mati atau tidak bernyawa sebagai manusia.

h. Repetisi Repetisi adalah pengulangan kata, frase, dan klausa yang sama dalam suatu kalimat atau wacana

i. Retoris

Retoris adalah ungkapan pertanyaan yang jawabannya telah terkandung dalam pernyataan tersebut.

j. Simile

Simile adalah pengungkapan dengan menggunakan perbandingan eksplisit yang dinyatakan dengan kata depan dan penghubung seperti layaknya, bagaikan, seperti, bagai, dsb