Umar Bin Khattab

b. Umar Bin Khattab

  Suatu hari Amiril Mukminin Umar bin Khaththab r.a. dikirimi harta yang ban- yak. Beliau memanggil salah seorang pembatu yang berada di dekatnya. “Ambillah harta ini dan pergilah ke rumah Abu Ubaidah bin Jarrah, lalu berikan uang tersebut. Setelah itu berhentilah sesaat di rumahnya untuk melihat apa yang ia lakukan den- gan harta tersebut,” begitu perintah Umar kepadanya.

  Rupanya Umar ingin melihat bagaimana Abu Ubaidah menggunakan hartanya. Ke- tika pembantu Umar sampai di rumah Abu Ubadah, ia berkata, “Amirul Mukminin men- girimkan harta ini untuk Anda, dan beliau juga berpesan kepada Anda, ‘Silakan pergu- nakan harta ini untuk memenuhi kebutuhan hidup apa saja yang Anda kehendaki’.”

  Abu Ubaidah berkata, “Semoga Allah mengaruniainya keselamatan dan kasih say- ang. Semoga Allah membalasnya dengan pahala yang berlipat.” Kemudian ia berdiri dan memanggil hamba sahaya wanitanya. “Kemarilah. Bantu aku membagi-bagikan harta ini!.” Lalu mereka mulai membagi-bagikan harta pemberian Umar itu kepada para fakir miskin dan orang-orang yang membutuhkan dari kaum muslimin, sampai seluruh harta ini habis diinfakkan.

  Pembantu Umar pun kembali pulang. Umar pun memberinya uang sebesar em- pat ratus dirham seraya berkata, “Berikan harta ini kepada Muadz bin Jabal!” Umar ingin melihat apa yang dilakukan Muadz dengan harta itu. Maka, berangkatlah si pembantu menuju rumah Muadz bin Jabal dan berhenti sesaat di rumahnya untuk melihat apa yang dilakukan Muadz terhadap harta tersebut.

  Muadz memanggil hamba sahayanya. “Kemarilah, bantu aku membagi-bagikan harta ini!” Lalu Muadz pun membagi-bagikan hartanya kepada fakir miskin dan mereka yang membutuhkan dari kalangan kaum muslimin hingga harta itu habis sama sekali di bagi-bagikan. Ketika itu istri Muadz melihat dari dalam rumah, lalu berkata, “Demi Allah, aku juga miskin.” Muadz berkata, “Ambillah dua dirham saja.”

  Pembantu Umar pun pulang. Untuk ketiga kalinya Umar memberi empat ribu dirham, lalu berkata, “Pergilah ke tempat Saad bin Abi Waqqash!” Ternyata Saad pun melakukan apa yang dilakukan oleh dua sahabat sebelumnya. Pulanglah sang pem- bantu kepada Umar. Kemudian Umar menangis dan berkata, “Alhamdulillah, segala puji syukur bagi Allah.”

  A Ak k i id d a h Ah A h k l la a akk k Ku K r ri ii k k u llu l um u m 20 2 0 13 1 3 1 15 5 55 5 55 5 5 55 55 5 55 5 A Ak k i id d a h Ah A h k l la a akk k Ku K r ri ii k k u llu l um u m 20 2 0 13 1 3 1 15 5 55 5 55 5 5 55 55 5 55 5

  Dalam kitab Al Thabaqat, Taj-ul Subki menceritakan bahwa ada seorang laki- laki bertamu kepada Utsman. Laki-laki tersebut baru saja bertemu dengan seorang perempuan di tengah jalan, lalu ia menghayalkannya. Utsman berkata kepada laki-laki itu, “Aku melihat ada bekas zina di matamu.” Laki-laki itu bertanya, “Apakah wahyu masih diturunkan setelah Rasulullah saw wafat?” Utsman menjawab, “Tidak, ini adalah irasat seorang mukmin.” Utsman r.a. mengatakan hal tersebut untuk men- didik dan menegur laki-laki itu agar tidak mengulangi apa yang telah dilakukannya.

  Selanjutnya Taj-ul Subki menjelaskan bahwa bila seseorang hatinya jernih, maka ia akan melihat dengan nur Allah, sehingga ia bisa mengetahui apakah yang dilihat- nya itu kotor atau bersih. Maqam orang-orang seperti itu berbeda-beda. Ada yang mengetahui bahwa yang dilihatnya itu kotor tetapi ia tidak mengetahui sebabnya. Ada yang maqamnya lebih tinggi karena mengetahui sebab kotornya, seperti Ut- sman r.a. Ketika ada seorang laki-laki datang kepadanya, Utsman dapat melihat bahwa hati orang itu kotor dan mengetahui sebabnya yakni karena menghayalkan seorang perempuan.

  Sekecil apa pun kemaksiatan akan membuat hati kotor sesuai kadar kemaksi- atan itu. Kotoran itu bisa dibersihkan dengan memohon ampun (istighfar) atau per- buatan-perbuatan lain yang dapat menghilangkannya. Hal tersebut hanya diketahui oleh orang yang memiliki mata batin yang tajam seperti Utsman bin Affan, sehing-

  ga ia bisa mengetahui kotoran hati meskipun kecil, karena menghayalkan seorang perempuan merupakan dosa yang paling ringan, Utsman dapat melihat kotoran hati itu dan mengetahui sebabnya. Ini adalah maqam paling tinggi di antara maqam- maqam lainnya.