Tenaga pariwisata

5. Tenaga pariwisata

  Tenga kerja pada sektor pariwisata sangat menguntungkan, selain pengalaman berkeliling dunia yang menakjubkan, tenaga kerja profesional di bidang pariwisata juga dapat memiliki pengalaman yang luar biasa. MRA on Tourism Professional yang disepakati di Hanoi, Vietnam, pada 9 Januari 2009 bertujuan untuk memfasilitasi mobilitas kerja bagi tenaga kerja terampil dalam setiap negara anggota ASEAN. Hal yang penting dalam pengaturan ini adalah pengakuan keterampilan dan kualifikasi profesional dari tenaga kerja pariwisata dari negara-negara ASEAN yang berbeda. MRA pada tenaga profesional pariwisata memberikan bimbingan dan mengacu pada pengalaman dan keahlian yang tersedia melalui pengembangan MRA (Mutual Recognition Arrangement) lainnya secara internasional. Di bawah MRA ini, negara-negara di kawasan ini akan dapat saling mengenali kualifikasi masing-masing yang akan mendorong pasar bebas dan terbuka untuk tenaga kerja pariwisata di seluruh wilayah dan meningkatkan daya saing sektor pariwisata, sementara pada saat yang sama menarik bakat yang diperlukan untuk memenuhi keterampilan lokal kekurangan. Dalam menjaga jaminan kualitas dari tenaga kerja profesional di bidang pariwisata, dalam ASEAN Tourism Professional Registration System (ATPRS) sedang dikembangkan sebuah cara untuk memudahkan proses pendaftaran para pekerja yang memiliki sertifikat tenaga kerja terampil dan profesional oleh ASEAN sehingga semua dokumen dan informasi yang diperlukan akan tertata.

  Pelaksanaan MRA pada tenaga kerja profesional di bidang pariwisata secara Pelaksanaan MRA pada tenaga kerja profesional di bidang pariwisata secara

a. Pariwisata sebagai Sektor Unggulan

  Berangkat dari ide tersebut, pariwisata merupakan salah satu aspek penting dalam diplomasi ekonomi. Selama ini, paradigma masyarakat terhadap pariwisata Indonesia adalah sebagai sektor unggulan nasional karena memberikan kontribusi yang cukup besar bagi devisa negara. Sektor pariwisata menyumbang 9,5 dari total Produk Domestik Bruto (PDB) nasional pada tahun 2014. Selain itu, jumlah wisatawan asing yang masuk ke Indonesia terus meningkat dari 8,8 juta wisatawan pada tahun 2013 menjadi 9,4 juta pada tahun 2014, sehingga tidak mengherankan jika pariwisata menjadi sektor yang diunggulkan. Walaupun pariwisata menjadi sektor unggulan nasional, bukan berarti pariwisata Indonesia dengan sendirinya akan unggul di mancanegara. Jika dibandingkan dengan negara-negara di ASEAN, pariwisata Indonesia belum sepenuhnya unggul.

  Menurut data Forum Ekonomi Dunia tahun 2014, Indonesia berada di peringkat 4 di antara negara-negara ASEAN lainnya dengan total kunjungan sebesar 9,4 juta wisatawan, sedangkan Malaysia di peringkat pertama (24 juta wisatawan) disusul Thailand (22 juta wisatawan) dan Singapura (13 juta wisatawan). Jika dibandingkan dengan indeks daya saing pariwisata secara keseluruhan pada tahun 2013, Indonesia berada di peringkat 70, sedangkan

  43. Terlebih lagi, pemanfaatan sektor unggulan yang berdaya saing menjadi kata kunci dalam menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) akhir tahun 2015. Dengan demikian, Indonesia memiliki permasalahan yang harus dibenahi untuk mewujudkan pariwisata Indonesia yang unggul dan berdaya saing.

b. Pariwisata berdaya saing

  Sesuai dengan Undang- Undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan, tujuan pokok kepariwisataan adalah meningkatkan pertumbuhan ekonomi, meningkatkan kesejahteraan, menghapus kemiskinan, melestarikan alam, lingkungan, dan sumber daya, serta memajukan kebudayaan. Untuk mencapai tujuan tersebut, perlu adanya pembangunan kepariwisataan yang diarahkan pada industri pariwisata, destinasi pariwisata, pemasaran, dan kelembagaan pariwisata. Meskipun demikian, peningkatan daya saing menjadi tantangan baru bagi pembangunan kepariwisataan. Selama ini peningkatan daya saing pariwisata berfokus pada pemasaran pariwisata untuk membangun citra Indonesia sebagai destinasi pariwisata yang berdaya saing, salah satunya dengan branding Wonderful Indonesia yang mengedepankan wisata alam, sejarah, dan kebudayaan dalam memasarkan wisata Indonesia. Jika dibandingkan dengan promosi wisata negara-negara ASEAN lainnya, Thailand, Malaysia, dan Singapura juga memiliki wisata yang serupa dengan Indonesia, sehingga upaya branding wisata antara Indonesia dan negara-negara tersebut relatif sama dan kurang berdaya saing Singapura misalnya, mengedepankan wisata belanja sebagai prioritas sektor pariwisata.

  dunia, sedangkan Indonesia berada di peringkat 19. Artinya, Indonesia perlu menentukan prioritas sektor pariwisata untuk meningkatkan branding kepariwisataan yang memiliki kekhasan. Selain itu, menurut data dari Forum Ekonomi Dunia tahun 2013, tiga aspek pariwisata Indonesia yang memiliki nilai terendah, yakni infrastruktur dengan indeks 2,1 dari skala 6, ICT (Information and Communication Technology) dengan indeks 2,7 dari skala 6, serta kesehatan dan kebersihan dengan indeks 2,9 dari skala 6.

c. Marine Tourism

  Sebagai negara maritim terbesar di Asia Tenggara, wisata bahari (marine tourism) mampu menjadi prioritas sektor wisata Indonesia yang berdaya saing. Hal ini sejalan dengan visi poros maritim yakni menjadikan laut Indonesia sebagai pusat dinamika dan kegiatan ekonomi regional dan global melalui kerjasama di bidang infrastruktur laut, perkapalan, pelayaran, perikanan,dan pariwisata. Wisata bahari merupakan salah satu program unggulan dan prioritas dalam pembangunan kepariwisataan nasional, dengan arah pengembangan yang terdiri dari pengenalan destinasi selam dan selancar (surfing),cruise, serta mendukung kampanye pelestarian lingkungan bahari, dan peningkatan wisata budaya bahari, menurut Menteri Pariwisata, Arief Yahya, pada pembukaan seminar nasional pariwisata bahari, di bulan Desember 2014.

  Di dalam mencapai visi wisata bahari tersebut, pemerintah memiliki dua pendekatan. Pertama, Kementerian Pariwisata telah menetapkan Kawasan Strategis Pariwisata Nasional (KSPN) yang berbasis bahari. KSPN ini mengintegrasikan dimensi infrastruktur, aksesibilitas, konektivitas, aktivitas, Di dalam mencapai visi wisata bahari tersebut, pemerintah memiliki dua pendekatan. Pertama, Kementerian Pariwisata telah menetapkan Kawasan Strategis Pariwisata Nasional (KSPN) yang berbasis bahari. KSPN ini mengintegrasikan dimensi infrastruktur, aksesibilitas, konektivitas, aktivitas,

  mencapai 80.000 km, luas laut mencapai sekitar 3,1 juta km 2 , serta memiliki

  51 dari terumbu karang di kawasan Asia Tenggara. Dengan besarnya potensi laut tersebut dan upaya untuk meningkatkan aspek-aspek di bidang kepariwisataan, maka target Indonesia untuk mencapai 20 juta kunjungan wisatawan mancanegara dapat direalisasikan. Singkatnya, pariwisata Indonesia merupakan sektor unggulan nasional, namun belum berdaya saing di tingkat ASEAN. Penentuan wisata bahari sebagai sektor prioritas pariwisata merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan daya saing tersebut. Tidak diragukan lagi bahwa Indonesia perlu meningkatkan sektor pariwisata agar menjadi sektor yang tidak hanya unggul namun berdaya saing sehingga diplomasi ekonomi Indonesia dalam implementasi MEA 2015 dapat berlangsung efektif. Inilah paradigma baru pariwisata Indonesia.

  Kepala Pusat Komunikasi Publik Kemenparekraf Noviendi Makalam mengungkapkan pembangunan infrastruktur berupa pembangunan bandara baru di berbagai daerah telah dilakukan sehingga meningkatkan konektivitas antarwilayah. Selain itu, kesiapan Indonesia juga bisa dilihat dari pembangunan sumber daya manusia di bidang pariwisata. Dalam hal kesiapan

  Menurut Noviendi, Indonesia punya keunggulan yang dinilai spesial dalam hubungan bermasyarakat terkait keramahan kepada pendatang atau tamu. Ia menyebut keunggulan ini sebagai Indonesian Hospitality dan sangat terkenal di seluruh dunia. Meskipun demikian baik dari sisi infrastruktur maupun sumber daya manusia masih ada hal-hal yang harus ditingkatkan apabila Indonesia ingin memastikan kesuksesan sektor pariwisata yang berkesinambungan pada MEA mulai tahun 2015 mendatang.

  Ketua Umum Asosiasi Biro Perjalanan Wisata Indonesia (Asita) Asnawi Bahar mengatakan infrastruktur ke berbagai wilayah tujuan wisata di Tanah Air masih perlu dibenahi menyongsong Masyarakat Ekonomi ASEAN pada 2015. Menurut Asnawi infrastruktur di Indonesia saat ini masih banyak yang belum memadai, bahkan di Pulau Jawa yang kondisi ekonomi paling mantap pun masih banyak ditemui kekurangan di sektor infrastruktur. Asnawi mencontohkan jalan darat menuju lokasi destinasi di Pantai Anyer, Provinsi Banten, masih rusak dan kondisi tersebut mempengaruhi tingkat kunjungan ke obyek wisata itu. Sementara itu untuk di luar Pulau Jawa, selain jalan, infrastruktur yang layak dikembangkan adalah pembangunan dermaga sehingga memungkinkan persinggahan kapal-kapal pesiar. Asnawi berpendapat bahwa masih banyak tujuan wisata baru yang potensial dikembangkan di luar Pulau Jawa.

  Dari sisi sumber daya manusia, usaha untuk melakukan sertifikasi terhadap SDM di sektor pariwisata terus digenjot. Noviendi mengklaim bahwa sertifikasi kompetensi tenaga kerja bidang pariwisata di Asean, hampir 80 di antaranya berasal dari Indonesia dan telah siap bekerja di negara-negara di Asia Dari sisi sumber daya manusia, usaha untuk melakukan sertifikasi terhadap SDM di sektor pariwisata terus digenjot. Noviendi mengklaim bahwa sertifikasi kompetensi tenaga kerja bidang pariwisata di Asean, hampir 80 di antaranya berasal dari Indonesia dan telah siap bekerja di negara-negara di Asia

  Menurut Rosmiati, Kepala Bidang Pengembangan Sumber Daya Manusia Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Jatim pelaku industri pariwisata bersertifikasi yang difasilitasi oleh Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Jatim memang masih minim. Dalam kurun waktu lima tahun baru 305 tenaga kerja saja yang difasilitasi. Oleh karenanya ia mendorong sertifikasi mandiri dilakukan oleh para pelaku indsutri pariwisata. Pasalnya jika mengantongi sertifikat, manfaat akan dirasakan oleh pekerja sendiri, terutama untuk meningkatkan level gaji.

  Pembangunan SDM pariwisata yang unggul juga membuat pemerintah berencana meninjau kembali dan merombak kurikulum sekolah pariwisata tingkat pendidikan tinggi, menjelang permberlakukan Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) 2015. Kepala Badan Pengembangan Sumberdaya Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, I Gede Pitana menginformasikan bahwa pihaknya telah mengumpulkan 24 lembaga pendidikan yang mempunyai program studi pariwisata di seluruh Indonesia di Bali belum lama ini untuk me-review kurikulum pendidikan pariwisata kita menjelang MEA. Tujuan dari perombakan tersebut agar lulusan sekolah tinggi pariwisata

  Indonesia sudah memiliki standar yang setara dengan lulusan dari negara lain, sehingga bisa segera terjun ke pasar kerja. 34

  Merujuk pada sumber daya alam yang memadahi di Indonesia, dan sektor- sektor pariwisata di Indonesia telah mampu untuk menembus kancah Internasional, oleh karena itu maka tenaga pariwisata di Indonesia perlu untuk mendapatkan dukungan berupa perlindungan ekonomis dengan gajiupah yang dapat dikatakan cukup atau memenuhu kualitas hidup layak, tenaga kerja Indonesia khususnya di bidang pariwisata akan merasa terlindungi, dan aman.

  Tidak hanya itu, perlindungan sosial dalam bentuk jaminan sosial seperti jamsostek, maupun bpjs ketenagakerjaan akan berarti bagi tenaga pariwisata ini, dan juga tenaga kerja yang lain. Tenaga pariwisata cenderung lebih serius mendapatkan bentuk jaminan-jaminan sosial, karena pekerjaan ini sangatlah erat dengan tempat-tempat atau perjalanan yang mungkin cukup berbahaya, jika tenaga kerja merasa terlindungi dengan aman dan kualitas kerja yang baik.

Dokumen yang terkait

ANALISIS KOMPARATIF PENDAPATAN DAN EFISIENSI ANTARA BERAS POLES MEDIUM DENGAN BERAS POLES SUPER DI UD. PUTRA TEMU REJEKI (Studi Kasus di Desa Belung Kecamatan Poncokusumo Kabupaten Malang)

23 307 16

FREKUENSI KEMUNCULAN TOKOH KARAKTER ANTAGONIS DAN PROTAGONIS PADA SINETRON (Analisis Isi Pada Sinetron Munajah Cinta di RCTI dan Sinetron Cinta Fitri di SCTV)

27 310 2

DEKONSTRUKSI HOST DALAM TALK SHOW DI TELEVISI (Analisis Semiotik Talk Show Empat Mata di Trans 7)

21 290 1

MANAJEMEN PEMROGRAMAN PADA STASIUN RADIO SWASTA (Studi Deskriptif Program Acara Garus di Radio VIS FM Banyuwangi)

29 282 2

MOTIF MAHASISWA BANYUMASAN MENYAKSIKAN TAYANGAN POJOK KAMPUNG DI JAWA POS TELEVISI (JTV)Studi Pada Anggota Paguyuban Mahasiswa Banyumasan di Malang

20 244 2

PERANAN ELIT INFORMAL DALAM PENGEMBANGAN HOME INDUSTRI TAPE (Studi di Desa Sumber Kalong Kecamatan Wonosari Kabupaten Bondowoso)

38 240 2

ANALISIS SISTEM PENGENDALIAN INTERN DALAM PROSES PEMBERIAN KREDIT USAHA RAKYAT (KUR) (StudiKasusPada PT. Bank Rakyat Indonesia Unit Oro-Oro Dowo Malang)

160 705 25

Representasi Nasionalisme Melalui Karya Fotografi (Analisis Semiotik pada Buku "Ketika Indonesia Dipertanyakan")

53 338 50

KONSTRUKSI MEDIA TENTANG KETERLIBATAN POLITISI PARTAI DEMOKRAT ANAS URBANINGRUM PADA KASUS KORUPSI PROYEK PEMBANGUNAN KOMPLEK OLAHRAGA DI BUKIT HAMBALANG (Analisis Wacana Koran Harian Pagi Surya edisi 9-12, 16, 18 dan 23 Februari 2013 )

64 565 20

Analisis Penyerapan Tenaga Kerja Pada Industri Kerajinan Tangan Di Desa Tutul Kecamatan Balung Kabupaten Jember.

7 76 65