Praktisi medis

6. Praktisi medis

  Tenaga kerja di sektor praktisi medis ini diatur dalam MRA on Medical Practitioners yang di sepakati di Cha-am, Thailand, pada tanggal 26 Februari 2009. Kesiapan tiap negara dalam menghadapi MEA berbeda-beda, baik dalam hal arus tenaga kerja maupun arus barang dan jasa. Ada yang sudah mulai menyiapkannya sejak beberapa tahun sebelumnya dan ada juga yang masih mencoba mengadaptasikan dengan kondisi negaranya. Oleh karena itu, selanjutnya akan dijelaskan mengenai kesiapan praktisi medis di negara-negara

  ASEAN dalam menghadapi MEA. Menurut MRA, yang diklasifikasikan sebagai praktisi medis adalah seseorang yang telah menyelesaikan pelatihan medis professional yang diperlukan dan diberikan kualifikasi medis professional; dan telah terdaftar danatau terlisensi oleh Medical Regulatory Authority Professional di negara asal secara teknis, etis, serta berkualitas secara hukum untuk melakukan praktek medis professional. Praktisi medis sendiri terdiri dari dokter, perawat, bidan, dan ahli farmasi. Tentunya terdapat beberapa syarat bagi seorang praktisi medis jika ingin mendapatkan pengakuan untuk melakukan praktik di negara ASEAN lain di luar negara asalnya, dan berikut ini adalah beberapa syaratnya:

  1. Memiliki kualifikasi medis yang diakui oleh PMRA negara asal dan negara tuan rumah (PMRA di Indonesia: Konsil Kedokteran Indonesia dan Kementerian Kesehatan)

  2. Memiliki registrasi professional yang valid dan sertifikat yang dikeluarkan oleh PMRA negara asal

  3. Memiliki pengalaman praktik aktif sebagai dokter umum atau spesialis selama tidak kurang dari lima tahun di negara asal

  4. Sesuai dengan CPD (Continuing Professional Development) pada tingkat yang memuaskan yang mana sejalan dengan kebijakan CPD dari PMRA negara asal

  5. Telah disertifikasi oleh PMRA negara asal atas tidak pernahnya melakukan pelanggaran standar professional dan etis, baik lokal maupun internasional, dalam melaksanakan praktik medis di negara asal dan negara lain yang diketahui oleh PMRA

  6. Tidak ada investigasi atau proses hukum yang masih berjalan terhadap individu tersebut di negara asal atau negara lain

  7. Sesuai dengan penilaian atau persyaratan lain jika dinilai dibutuhkan oleh PMRA atau otoritas yang relevan lainnya di negara asal Agar praktisi medis Indonesia bisa bersaing di kancah ASEAN, standar yang menjadi syarat pada MRA ini tentunya harus bisa dipenuhi. Namun, kondisi praktisi medis di Indonesia sendiri sepertinya masih harus dibenahi lebih lanjut lagi. Sekarang ini, terdapat 69 universitas di Indonesia yang menyelenggarakan program pendidikan dokter umum dan terdapat 72.749 dokter yang dihasilkan dari universitas-universitas tersebut. Namun hanya 17 dari 69 universitas yang memiliki akreditasi A dan sisanya hanya berakreditasi B atau C. Jumlah dokter yang tidak lulus ujian kompetensi dokter Indonesia (UKDI) pun juga memprihatinkan, yaitu sampai sekitar 25. Sama halnya dari segi kuantitas, ternyata rasio dokter per populasi di Indonesia masih sangat rendah, yaitu 0,2 dokter per 1.000 populasi. Padahal batas yang ditetapkan oleh WHO adalah 1 dokter per 1.000 populasi. Kemudian jika dibandingkan dengan kualitas negara ASEAN lainnya, ternyata kualitas praktisi medis di Indonesia berdasarkan pengetahuan dan spesialisasi masih berada di level kedua, bersama dengan Filipina dan Vietnam.

  Jika dibandingkan dengan praktisi medis di negara ASEAN lainnya, Indonesia relatif lebih ketinggalan dalam segi persiapan maupun kenyataan di lapangan. Dimulai dari pendidikannya saja, Singapura, Malaysia dan Filipina sudah menyesuaikan kurikulum pendidikan formal dan lembaga pelatihannya dengan

  mewajibkan pelajarnya untuk belajar Bahasa Indonesia. Padahal kefasihan berbahasa Inggris pun sudah dipegang oleh penduduk Filipina. Dari segi kualitas dalam pengetahuan dan spesialisasi, Thailand, Singapura, dan Malaysia berada pada tingkatan pertama di ASEAN dibandingkan dengan Indonesia yang berada di tingkatan kedua. Kemudian dari segi kuantitasnya, negara seperti Malaysia dan Filipina sudah memiliki jumlah dokter yang sesuai dengan anjuran WHO, dimana Malaysia dan Filipina masing-masing memiliki 1,2 dan 1,1 per 1.000 populasi. Bahkan untuk Filipina sendiri jumlah semua jenis praktisi medisnya adalah satu-satunya yang memiliki surplus di negara ASEAN, mulai dari dokter, perawat, ahli farmasi, dan bidan. Berikut adalah tabel mengenai jumlah praktisi medis per 10.000 populasi di negara-negara ASEAN pada tahun 2010:

  Secara garis besar tentunya dapat ditarik kesimpulan bahwa praktisi medis di Indonesia masih tertinggal dibandingkan dengan praktisi medis di negara ASEAN Secara garis besar tentunya dapat ditarik kesimpulan bahwa praktisi medis di Indonesia masih tertinggal dibandingkan dengan praktisi medis di negara ASEAN

  1. Rendahnya kemampuan berbahasa asing, seperti Bahasa Inggris misalnya

  2. Kurikulum pendidikan formal di Indonesia belum diintegrasikan dengan standar MRA

  3. Hasil akreditasi universitas dengan program dokter umum masih banyak yang belum mumpuni

  4. Kurangnya jumlah praktisi medis di Indonesia Oleh karena itu, masih diperlukan perbaikan-perbaikan yang komprehensif agar praktisi medis di Indonesia meningkat secara kualitas dan kuantitas. Perbaikan ini bisa berupa integrasi kurikulum pendidikan formal maupun informal dengan standar MRA, peningkatan kualitas universitas agar mendapat akreditasi

  A, melakukan kerjasama dengan institusi kedokteran internasional, dan peningkatan kemampuan berbahasa asing setidaknya bahasa Inggris.

  Sama halnya tenaga perawat bahwa praktisi medis juga membutuhkan perlindungan hukum preventif maupun represif, dimana kepastian hukum perlu ditegakkan karena akan berpengaruh terhadap perlindungan hukum tenaga kerja Indonesia itu sendiri.

Dokumen yang terkait

ANALISIS KOMPARATIF PENDAPATAN DAN EFISIENSI ANTARA BERAS POLES MEDIUM DENGAN BERAS POLES SUPER DI UD. PUTRA TEMU REJEKI (Studi Kasus di Desa Belung Kecamatan Poncokusumo Kabupaten Malang)

23 307 16

FREKUENSI KEMUNCULAN TOKOH KARAKTER ANTAGONIS DAN PROTAGONIS PADA SINETRON (Analisis Isi Pada Sinetron Munajah Cinta di RCTI dan Sinetron Cinta Fitri di SCTV)

27 310 2

DEKONSTRUKSI HOST DALAM TALK SHOW DI TELEVISI (Analisis Semiotik Talk Show Empat Mata di Trans 7)

21 290 1

MANAJEMEN PEMROGRAMAN PADA STASIUN RADIO SWASTA (Studi Deskriptif Program Acara Garus di Radio VIS FM Banyuwangi)

29 282 2

MOTIF MAHASISWA BANYUMASAN MENYAKSIKAN TAYANGAN POJOK KAMPUNG DI JAWA POS TELEVISI (JTV)Studi Pada Anggota Paguyuban Mahasiswa Banyumasan di Malang

20 244 2

PERANAN ELIT INFORMAL DALAM PENGEMBANGAN HOME INDUSTRI TAPE (Studi di Desa Sumber Kalong Kecamatan Wonosari Kabupaten Bondowoso)

38 240 2

ANALISIS SISTEM PENGENDALIAN INTERN DALAM PROSES PEMBERIAN KREDIT USAHA RAKYAT (KUR) (StudiKasusPada PT. Bank Rakyat Indonesia Unit Oro-Oro Dowo Malang)

160 705 25

Representasi Nasionalisme Melalui Karya Fotografi (Analisis Semiotik pada Buku "Ketika Indonesia Dipertanyakan")

53 338 50

KONSTRUKSI MEDIA TENTANG KETERLIBATAN POLITISI PARTAI DEMOKRAT ANAS URBANINGRUM PADA KASUS KORUPSI PROYEK PEMBANGUNAN KOMPLEK OLAHRAGA DI BUKIT HAMBALANG (Analisis Wacana Koran Harian Pagi Surya edisi 9-12, 16, 18 dan 23 Februari 2013 )

64 565 20

Analisis Penyerapan Tenaga Kerja Pada Industri Kerajinan Tangan Di Desa Tutul Kecamatan Balung Kabupaten Jember.

7 76 65