HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Letak dan Luas Lokasi Penelitian

Pada penelitian ini lahan yang digunakan adalah lahan kering yang terletak di Kecamatan Indralaya Utara , yang secara geografis terletak diantara 2º55’LS- 104°20’LS dan 104°20’BT - 104º48’BT.

Sebelah Utara : Kecamatan Kertapati dan Kec Banyuasin III Kab Banyuasin Sebelah Selatan : Kecamatan Indralaya dan Kecamatan Tanjung Batu Sebelah Barat : Kecamatan Kecamatan Gelumbang Kab Muara Enim Sebelah Timur : Kecamatan Pemulutan dan Kecamatan Pemulutan Barat

Kecamatan Indralaya Utara memiliki luas wilayah administrasi 472,33 km2 atau 47.233 hektar. Jumlah Desa dan kelurahan yang ada di Kecamatan Indralaya Utara adalah 15 Desa dan 1 Kelurahan. Desa terluas adalah: Desa Sungai Rambutan yang luasnya mencapai 10.220 hektar, Desa Parit mencapai 6.515 hektar, dan Desa tersempit adalah Desa Soak Batok dengan luas 225 hektar dan

Purna Jaya dengan luas 575 hektar. Luas wilayah tersebut mewakili lokasi

penelitian yang terletak di Kelurahan Timbangan dengan luas 14,04 km². ( Sumber : oganilir.bps.go.id )

4.2. Jenis Tanah

Jenis tanah di Kelurahan Timbangan terdapat tanah rawa, gambut, mineral dan ultisol podsolik merah kuning. Namun dalam penelitian ini jenis tanah yang diteliti adalah jenis tanah mineral dengan luas 15 hektar.

4.3. Iklim dan Topografi

Iklim merupakan salah satu faktor terpenting yang mempengaruhi seberapa besar kebakaran terjadi, faktor iklim diantaranya adalah suhu, curah hujan dan kelembaban. Untuk menentukan tipe iklim digunakan sistem Schmidt dan Fergusson yaitu dengan didasarkan perbandingan rata-rata jumlah bulan kering dan bulan basah yang dinyatakan dalam persen (%) atau nilai Q.

Kondisi iklim adalah tropis basah (tipe B). Dalam kondisi normal, musim kemarau yang berkisar anatara bulan Mei- Oktober dan musim hujan berkisar antara bulan November- April. Berdasarkan informasi dari Pemkab Ogan Ilir, pada tahun 2015, musim kemarau terjadi sangat kering dan panjang yakni mulai dari bulan Mei – November 2015. Curah hujan rata-rata berkisar antara 2600 mm hingga 3500 mm dan jumlah hari hujan 112 hari per tahun. Suhu udara harian berkisar antara 22°C - 34°C. Rata-rata kelembaban harian berkisar antara 61% sampai 97% serta kemiringan lereng mencapai 1-10º (datar). Dengan melihat kondisi iklim tersebut, kebakaran hutan dan lahan akan sangat rentan terjadi.

4.4. Kronologis Kebakaran Hutan dan Lahan

Kronologis kebakaran juga menjadi salah satu hal yang penting untuk dipertimbangkan sebelum dilakukan analisis dampak-dampak kebakaran hutan dan lahan. Sebagai contoh adalah waktu terbakar, lama terbakar, dan jenis vegetasi yang terbakar. Lokasi penelitian 1 ditunjukkan dalam Gambar 4.1 berikut :

Gambar 4.1. Kondisi Vegetasi Tidak Terbakar dan Terbakar pada Lokasi Penelitian

1 HTB : Hutan Tidak Terbakar, KTB : Karet Tidak Terbakar, STB : Semak Tidak Terbakar. HTb : Hutan Terbakar, KTb : Karet Terbakar, STb : Semak Terbakar

Kebakaran adalah kejadian alam yang bermula dari proses reaksi secara cepat dari oksigen dengan unsur-unsur lain dan ditandai dengan panas, cahaya serta biasanya menyala (Kusuma, 2001). Pada lahan penelitian ini, kebakaran hutan dan lahan merupakan faktor aktivitas manusia yang disengaja guna pembersihan lahan untuk pembukaan lahan baru. Namun, karena kekeringan parah yang terjadi pada bulan Mei – November 2015, aktivitas pembakaran tersebut menjadi tidak terkendali yang kemudian merambat hingga kelahan perkebunan karet yang terletak dekat dengan lahan kosong semak belukar maupun hutan tersebut. Kebakaran yang terjadi pada lokasi penelitian ini tidak berlangsung secara bersamaan. Melalui wawancara kepada Bapak Baskoro (pemilik lahan), menyatakan bahwa kawasan semak belukar dan karet terbakar sekitar bulan juni 2015, dan diperkirakan kawasan semak belukar terbakar terhitung sudah 2-3 kali terbakar setiap tahun. Namun kawasan karet terbakar hanya 1 kali karena unsur yang tidak disengaja. Pada vegetasi hutan dibakar Agustus – Oktober, bermaksud untuk pembukaan lahan baru.

4.5. Dampak Kebakaran Terhadap Sifat Fisik Tanah

4.5.1. Kadar Air Tanah

Kondisi kadar air tanah menjadi suatu hal yang sangat penting diperhatikan dalam tanah. Berdasarkan uji BNJ juga menunjukkan bahwa proses pembakaran dalam penelitian ini tidak memberikan perubahan yang nyata sifat fisik tanah. Tidak adanya perbedaan yang nyata pada kadar air tersebut diduga karena nilai kadar air pada tanah pada vegetasi tidak terbakar tidak berbeda secara signifikan dengan kadar air pada vegetasi yang terbakar. Hal tersebut dapat dijelaskan lebih lanjut melalui hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai pada hutan tidak terbakar kondisi kadar air tanah tinggi. Kadar air pada hutan pada saat tidak terbakar adalah sebesar 31,23%. Namun, setelah terjadi kebakaran pada hutan, kondisi kadar air tanah relatif menjadi berubah. Kondisi kadar air pada hutan setelah terjadi kebakaran menjadi menurun menjadi 18,66%. Kadar air pada karet tidak terbakar menurun dari 32,37% menjadi 19,23%. Kemudian pada tanaman semak belukar, kondisi kadar air pada semak tidak terbakar adalah sebesar 37,17%, namun pada saat terjadi pembakaran kadar air menurun mejadi

23,20%. Gambar 4.2. akan menunjukkan kadar air pada masing-masing vegetasi tidak terbakar dan terbakar.

Semak Tidak Terbakar

Gambar 4.2. Perubahan Nilai Kadar Air Tanah Pada Vegetasi Terbakar dan Tidak

Terbakar

Secara keseluruhan, berdasarkan hasil diatas menunjukkan penurunan kadar air atau air tersedia pada setiap vegetasi terbakar. Penurunan ini terjadi akibat terbakarnya serasah dan tumbuhan bawah yang berfungsi untuk menahan laju penguapan air melalui evavorasi sekaligus menjaga kelembaban tanah dan hilangnya tajuk pohon karena terbakar yang berfungsi menaungi lapisan tanah yang akhirnya menyebabkan suhu tanah meningkat, laju evavorasi meningkat sehingga kadar airpun menjadi berkurang. Peningkatan temperatur tanah yang cukup tinggi akibat panas yang ditimbulkan oleh kebakaran menyebabkan tanah mengembang sehingga daya ikat tanah terhadap air menurun dan hal tersebut menyebabkan kadar air tanah menjadi menurun. Mengembangnya tanah, keutuhan pori-pori tanah akan terganggu, jumlah pori-pori mikro menjadi menurun dan kada air yang diikat oleh pori-pori mikro juga menurun (Kusuma, 2001).

Menurut Widya (2008) dalam penelitiannya menunjukkan bahwa kadar air tanah pada vegetasi karet tidak dapat lagi tumbuh pada kondisi kadar air tanah < 30%. Hal tersebut mengartikan bahwa pada penelitian ini, pada vegetasi karet yang kadar air tanah setelah terbakar adalah 19,23% sudah memasuki kriteria titik layu permanen (permanent wilting point) , yang artinya kadar air yang tidak dapat lagi diambil oleh tanaman. Kondisi kadar air tanah pada semak belukar juga dianggap sama karna kondisi tanah yang sama dan vegetasi juga yang tidak jauh Menurut Widya (2008) dalam penelitiannya menunjukkan bahwa kadar air tanah pada vegetasi karet tidak dapat lagi tumbuh pada kondisi kadar air tanah < 30%. Hal tersebut mengartikan bahwa pada penelitian ini, pada vegetasi karet yang kadar air tanah setelah terbakar adalah 19,23% sudah memasuki kriteria titik layu permanen (permanent wilting point) , yang artinya kadar air yang tidak dapat lagi diambil oleh tanaman. Kondisi kadar air tanah pada semak belukar juga dianggap sama karna kondisi tanah yang sama dan vegetasi juga yang tidak jauh

4.5.2. Bobot Isi Tanah

Bobot isi (Bulk Density) menunjukkan Bobot suatu massa tanah kering per satuan volume yang dinyatakan dalam g/cm³. Bobot isi tanah bervariasi bergantung pada kerekatan partikel-partikel tanah itu. Bobot isi tanah dapat digunakan untuk menunjukkan nilai batas tanah dalam membatasi kemampuan akar untuk menembus (penetrasi) tanah, dan untuk pertumbuhan akar tersebut. Berdasarkan uji lanjutan BNJ juga menunjukkan bahwa proses pembakaran tidak memberikan perubahan yang nyata bobot isi tanah. Hal tersebut terjadi dikarenakan hubungan kadar air tanah yang tidak berbeda nyata, sehingga kondisi bobot isi juga tidak berbeda nyata. Kondisi bobot isi dipengaruhi oleh kondisi kadar air tanah. Nilai perubahan bobot isi pada penelitian tanah terbakar dan tidak terbakaran ini, ditunjukkan pada Gambar 4.3.

obot 0.3 B 0.2

Semak Tidak Terbakar

Gambar 4.3. Perubahan Nilai Bobot Isi Tanah Pada Vegetasi Terbakar dan Tidak

Terbakar

Dari Gambar 4.3, hasil penelitian menunjukkan bahwa pada vegetasi hutan tidak terbakar, kondisi bobot isinya adalah sebesar 0,58 g/cm³. Namun setelah terjadi kebakaran bobot isi terjadi peningkatan menjadi 0,80 g/cm³. Pada vegetasi Dari Gambar 4.3, hasil penelitian menunjukkan bahwa pada vegetasi hutan tidak terbakar, kondisi bobot isinya adalah sebesar 0,58 g/cm³. Namun setelah terjadi kebakaran bobot isi terjadi peningkatan menjadi 0,80 g/cm³. Pada vegetasi

Dengan demikian, bobot isi pada pada tanah terbakar mengalami peningkatan nilai kerapatan isi. Peningkatan bobot isi ini disebabkan oleh pemanasan yang ditimbulkan dari pembakaran. Adanya pemanasan ini menyebabkan tanah akan mengembang dan merusak ruang pori tanah, serta merusak struktur tanah pada lapisan permukaan tanah, yang mengakibatkan tanah menjadi lebih padat. Dengan semakin padatnya tanah maka bobot isi akan semakin meningkat. Menurut Vembrianto (2015) dalam penelitiannya, meningkatnya bulk density dapat juga disebabkan oleh perubahan fisik yang mempengaruhi tanah yaitu dehidrasi akibat pemanasan, penyusutan dan perubahan bahan organik menjadi abu. Kebakaran menyebabkan penyusutan volume tanah.

Penyusutan volume tanah terkait dengan panas, yang dihasilkan dari proses kebakaran. Menurut Hardjowigeno (1997), bahwa bila terjadi dehidrasi pada tanah maka volume tanah jadi menyusut, tanah menjadi lebih padat dan terjadi pengerutan, dan berkurangnya rongga udara disekitar bahan penyusun tanah, sehingga bobot isi menjadi meningkat. Donahue et al ., (1977) menyatakan bahwa tanah yang bulk densitynya meningkat berarti ruang porinya semakin rendah dan tanah semakin padat, tanah yang memiliki bulk densitynya besar, maka semakin padat tanah tersebut yang semakin sulit untuk meneruskan air atau ditembus akar tanaman.

4.5.3. Ruang Pori Total Tanah

Hasil analisis menunjukkan bahwa nilai Ruang Pori Total pada masing- masing vegetasi adalah berbeda-beda.Hal tersebut dapat ditunjukkan pada hasil uji lanjutan BNJ, yang menyatakan bahwa proses pembakaran memberikan pengaruh yang nyata terhadap ruang pori total tanah. Hal tersebut disebabkan karena kebakaran pada umumnya merusak sisstem ruang pori. Sehingga terjadinya suatu kebakaran pada hutan dan lahan berdampak langsung dengan sitem ruang pori tanahnya. Pada Gambar 4.4. menunjukkan perubahan nilai ruang pori total.

uang 30 R 20

Semak Tidak Terbakar

Gambar 4.4. Perubahan Nilai Ruang Pori Total Tanah Pada Vegetasi Terbakar dan

Tidak Terbakar

Pada Gambar 4.4, kondisi ruang total pori pada hutan tidak terbakar sangat tinggi yaitu 69,96%. Namun pada hutan terbakar, nilai ruang total pori menurun menjadi 77,90%. Sementara pada vegetasi karet tidak terbakar, kondisi ruang total pori adalah sebesar 65,92%. Kemudian setelah terjadi pembakaran ruang pori total menurun menjadi 77,23%. Selanjutnya pada vegetasi semak tidak terbakar nilai ruang pori total adalah sebesar 71,46%, kemudian setelah terjadi pembakaran ruang pori total sedikit menurun menjadi 72,20%.

Penurunan nilai ruang pori total diatas berlawanan dengan kondisi kerapatan isi yang meningkat yang disebabkan oleh pembakaran. Apabila nilai kerapatan isi meningkat sesaat setelah terbakar maka nilai ruang pori total akan mengalami penurunan. Penurunan nilai ruang pori total sesaat setelah terbakar disebabkan oleh mengembangnya tanah akibat pemanasan yang ditimbulkan dari proses kebakaran sehingga tanah akan semakin padat dan daya ikat terhadap air menjadi rendah serta berkurangnya volume pori tanah. Ruang pori total tanah dipengaruhi oleh bahan organik tanah. Khoiri (2013) menyatakan bahwa bahan organik dapat memperbaiki sifat fisik tanah berupa peningkatan Ruang pori total, pori air tersedia, permeabilitas tanah dan menurunnya ketahanan penetrasi. Saribun (2007) juga menyatakan bahwa bahan organik dapat meningkatkan porositas tanah dan menurunkan tingkat kepadatan tanah.

4.5.4. Permeabilitas Tanah

Berdasarkan Uji lanjutan BNJ juga menunjukkan bahwa proses pembakaran memberikan perubahan yang nyata terhadap permeabilitas tanah. Hal tersebut terjadi dikarenakan permeabilitas dipengaruhi oleh sistem ruang pori tanah. Sehingga dikala kebakaran berdampak nyata pada ruang pori, maka kebakaran juga berdampak nyata pada permeabilitas tanah. Hal tersebut dapat ditunjukkan pada perubahan nilai ruang total pori berdasarkan hasil analisis. Hasil analisis permeabilitas tanah, pada Gambar 4.5 menunjukkan bahwa permeabilitas pada vegetasi terbakar lebih rendah daripada vegetasi yang tidak terbakar. Permeabilitas paling tinggi terjadi pada hutan tidak terbakar yaitu sebesar 28,87 cm/jam dan digolongkan dengan kriteria sangat cepat, sesuai dengan klasifikasi permeabi litas menurut Uhland dan O’neal (1951). Pada kasus vegetasi tidak terbakar, permeabilitas paling besar terjadi pada hutan sebesar 28,87 cm/jam, karet 23,94 cm/jam dan semak belukar adalah sebesar 25,56 cm/jam. Sedangkan pada vegetasi terbakar, permeabilitas tanah pada tiap vegetasi menjadi berubah yaitu pada vegetasi hutan permebilitas menjadi 24,50 cm/jam, kemudian pada karet permeabilitas tanah menjadi 19,84 cm/jam, kemudian pada vegetasi semak, permeabilitas tanah menjadi 19,64 cm/jam. Untuk melihat grafik penurunan permeabilitas dapat dilihat pada Gambar 4.5.

Semak Tidak Terbakar

Gambar 4.5. Perubahan Nilai Permeabilitas Tanah Pada Vegetasi Terbakar dan Tidak Terbakar

Menurut Hakim et al., (1986), permeabilitas merupakan kemampuan tanah untuk mentransfer air dan udara, permeabilitas biasanya diukur dengan istilahnya jumlah air yang mengalir melalui tanah dalam waktu yang ditetapkan. Berdasarkan nilai permeabilitas diatas, menunjukkan bahwa penurunan nilai permeabilitas tanah pada vegetasi terbakar disebabkan oleh semakin padatnya tanah dan berkurangnya ruang pori serta pengerutan ruang pori akibat pemanasan yang ditimbulkan dari proses kebakaran yang akan mengahmbat laju air dan udara untuk menembus tanah. Menurut Buckman dan Brady (1982), kecepatan gerakan air dipengaruhi oleh gaya yang menggerakkan air dan gaya hantar hidrolik. Gaya hantar hidraulik ditentukan oleh sejumlah faktor, termasuk ukuran pori.

4.5.5. Tekstur Tanah

Hasil analisis tekstur tanah terhadap tanah terbakar dan tidak terbakar pada vegetasi hutan, karet dan semak dapat dilihat pada Tabel 4.1. Tabel 4.1. Tekstur Tanah pada Vegetasi Tidak Terbakar dan Terbakar

Hutan Tidak Terbakar

Lempung Berpasir Terbakar

Pasir Berlempung Karet

73,73 18,67

7,60

Lempung Berpasir Terbakar

Tidak Terbakar

Pasir Berlempung Semak

80,07 12,33

7,60

Lempung Berpasir Terbakar

Tidak Terbakar

Pasir Berlempung

Tabel 4.1. menunjukkan bahwa pada vegetasi hutan tidak terbakar persentase fraksinya adalah 89,07% pasir, 3,33% debu dan 7,60% liat. Sedangkan

pada vegetasi hutan terbakar persentase fraksi menjadi berubah yaitu 73,73% pasir, 18,67% debu dan 7,60% liat. Perubahan fraksi tersebut menunjukkan bahwa pada hutan tidak terbakar tanah digolongankan pada kelas lempung berpasir, namun pada hutan terbakar fraksi berubah menjadi pasir berlempung.

Pada vegetasi karet tidak terbakar, tekstur digolongkan pada kelas lempung berpasir dengan nilai fraksi adalah 83,73% pasir, 8,67% debu dan 7,60% liat. Namun pada vegetasi karet terbakar kelas tekstur berubah menjadi pasir berlempung degan nilai fraksi 80,07% pasir, 12,33% debu dan 7,60% liat. Kemudian pada vegetasi semak belukar tidak terbakar nilai fraksinya adalah 85,10% pasir, 7,30% debu dan 7.60% liat dengan kelas lempung berpasir.

Sedangkan pada semak terbakar nilai fraksinya adalah 82,4% pasir, 10% debu dan 7,60% liat masuk kedalam kelas pasir berlempung. Berdasarkan nilai fraksi diatas, setelah diuji dengan uji lanjutan BNJ menyatakan bahwa nilai fraksi pasir, debu dan liat tidak memiliki perbedaan yang nyata pada tanah yang mendapat perlakukan terbakar. Hal tersebut diduga karena sifat tekstur yang tidak dapat dispesifikkan atau dapat berubah pada suatu wilayah. Kelas tekstur pada vegetasi hutan,karet dan semak diduga karena pemanasan yang tinggi sehingga memecah fraksi-fraksi tanah menjadi lebih halus. Dan tidak berubahnya tekstur pada vegetasi semak mungkin disebabkan oleh jenis bahan bakar yang berbeda pada setiap vegetasi. Menurut Hatta (2009), perubahan tekstur tanah yang terjadi dalam kurun waktu yang panjang. Berbeda halnya pada struktur tanah, sehingga perbedaan tekstur tanah bukan karena adanya kebakaran tetapi karena komposisi fraksi-fraksi debu, liat, dan pasir.

4.5.6. Struktur tanah

Struktur tanah merupakan suatu sifat fisik yang penting karena dapat mempengaruhi pertumbuhan tanaman secara tidak langsung berupa perbaikan peredaran air, udara, dan mudah tidaknya akar tanaman menembus tanah lebih dalam. Berdasarkan penelitian ini, struktur tanah yang ada dilapangan bermacam- macam. Tabel 4.2 berikut akan menunjukkan kondisi struktur tanah pada vegetasi tidak terbakar dan terbakar, disesuaikan dengan klasifikasi struktur tanah menurut Weischmeir. Tabel 4.2. Kondisi Struktur Tanah pada Vegetasi Tidak Terbakar dan Terbakar

Kelas Hutan Tidak Terbakar

4 Karet Tidak Terbakar

Kubus Agak Bersudut

2 Terbakar

Butiran

4 Semak Tidak Terbakar

Kubus Agak Bersudut

2 Terbakar

Butiran

Kubus Agak Bersudut

Berdasarkan tabel diatas kondisi struktur tanah pada vegetasi hutan tidak terbakar adalah butiran. Dan pada vegetasi hutan terbakar vegetasi struktur tanah berubah menjadi kubus agak bersudut masuk kedalam kelas 4. Kemudian pada vegetasi karet tidak terbakar tergolong dalam struktur butiran, Namun pada

vegetasi karet terbakar kondisi struktur berubah menjadi kubus agak bersudut. Sama halnya pada vegetasi semak tidak terbakar, struktur digolongkan pada kelas struktur 2 yaitu butiran, Kemudian pada vegetasi semak terbakar struktur berubah menjadi kubus agak bersudut (sub angular blocky). Dalam hal ini, pada tanah yang tidak terjadi kebakaran struktur tanah secara keseluruhan adalah butiran (granular). Namun pada tanah-tanah pada vegetasi terbakar struktur tanah berubah menjasi kubus agak bersudut. Kebakaran menyebabkan kerusakan struktur tanah, mengubah struktur tanah menjadi lebih padat karena terganggunya sistem ruang pori tanah yang disebabkan oleh kebakaran. Tanah yang berstruktur baik akan membantu berfungsinya faktor-fak tor pertumbuhan tanaman secara optimal, sedangkan tanah yang berstruktur jelek akan menyebabkan terhambatnya pertumbuhan tanaman. Struktur tanah dapat dikatakan baik apabila di dalamnya terdapat penyebaran ruang pori-pori yang baik, yaitu terdapat ruang pori di dalam dan di antara agregat yang dapat diisi air dan udara dan sekaligus mantap keadaannya (Sarief, 1986).

4.5.7. Warna Tanah

Berdasarkan pengamatan secara visual warna tanah bekas kebakaran lebih gelap. Pada vegetasi hutan, karet dan semak belukar warna tanahnya yaitu hitam. Sedangkan warna tanah pada hutan tidak terbakar adalah berwarna sangat gelap hitam kecoklatan. Kemudian, pada semak belukar dan karet yang warna tanahnya adalah cokelat gelap berubah menjadi hitam. Berdasarkan hasil penelitian warna tanah pada vegetasi terbakar dan tidak terbakar dapat ditunjukkan pada tabel 4.3. Tabel 4.3. Kondisi Perubahan Warna Tanah pada Vegetasi Tidak Terbakar dan

Terbakar Vegetasi

Keterangan Hutan Tidak Terbakar

Warna

Coklat sangat gelap Terbakar

10 YR 2/2

Hitam Karet Tidak Terbakar

7,5 YR 2/0

Coklat sangat gelap Terbakar

10 YR 2/2

Hitam Semak Tidak Terbakar

10 YR 2/1

Coklat sangat gelap Terbakar

Perubahan warna tanah tersebut diakibatkan karena adanya sisa-sisa pembakaran berupa arang yang terurai pada proses pembakaran, hal ini yang menyebabkan warna tanah hutan bekas kebakaran lebih gelap bila dibandingkan Perubahan warna tanah tersebut diakibatkan karena adanya sisa-sisa pembakaran berupa arang yang terurai pada proses pembakaran, hal ini yang menyebabkan warna tanah hutan bekas kebakaran lebih gelap bila dibandingkan

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Berdasarkan penelitian ini, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :

1. Sifat fisik tanah mengalami penurunan kualitas pada saat terbakar yang ditandai dengan meningkatnya kepadatan tanah, menurunnya kadar air, kerapatan isi meningkat, serta menurunnya permeabilitas.

2. Dampak kebakaran secara fisik, yang tampak pada tanah dapat diketahui dari perubahan warna tanah dari cokelat gelap, menjadi hitam serta struktur yang didominasi oleh butiran menjadi kubus agak membulat.

3. Perubahan sifat fisik tanah sebagai dampak dari kebakaran dipengaruhi oleh distribusi pori tanah, ruang pori tanah, penutupan tanah oleh vegetasi, perbedaan iklim mikro, aktivitas organisme, curah hujan, dan kandungan bahan organik.

4. Kepadatan tanah erat hubungannya dengan penetrasi akar dan produksi tanaman. Penurunan kadar air, ruang pori total dan permeabilitas tanah serta meningkatnya bobot isi tanah mengakibatkan aktivitas akar/respirasi semakin rendah mengakibatkan translokasi dalam tubuh tanaman jadi lambat sehingga proses distribusi unsur hara jadi lambat dan akhirnya pertumbuhan tanaman jadi lambat.

5.2. Saran

1. Perlu dilakukan penelitian lanjutan tentang dampak kebakaran hutan dan lahan dengan kondisi kebakaran hutan dan lahan yang terjadi pada beberapa waktu yang berbeda, agar dapat dilihat perbandingannya sesuai dengan masing-masing vegetasi yang terbakar.

2. Pembukaan lahan dengan cara membakar tidak dianjurkan untuk menjaga kualitas tanah dan mencegah pencemaran lingkungan.