Penampakan Sifat Fisik Tanah Terbakar da

SKRIPSI PENAMPAKAN SIFAT FISIK TANAH TERBAKAR DAN TIDAK TERBAKAR PADA BERBAGAI VEGETASI DI LAHAN KERING THE APPEARANCE OF SOIL PHYSICAL PROPERTIES ON BURNED AND NON BURNED ON VARIOUS VEGETATION IN DRY LAND

Dorpaima Lumbangaol 05121007028 PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA INDRALAYA 2016

SUMMARY

DORPAIMA LUMBANGAOL. The Apperance Soil Physical Properties on Burned and Non Burned on Various Vegetation in Dry Land (Suprevised by M. EDI ARMANTO and DWI SETYAWAN).

Forest and land are a natural resource that have an important role in maintaining the balance of the ecosystem. However, forest and land fires occur almost every year in South Sumatra in particular in the area of Ogan Ilir. The fires have dire consequences for the balance of the ecosystem and the quality of the soil that can be utilized for agricultural land and plantations. This study aims to determine the changes and comparison of some physical properties of soil on fire and non burned on various of vegetation in dry land. The physical properties of the soil include: water content, bulk density, total pore space, permeability, texture, structure and color of the soil. This study was conducted in North Indralaya Ogan Ilir. The method used was a case study in 3 vegetation, namely: forests, rubber and scrub with the conditions of each vegetation was burned and unburned. This research was conducted in October-December 2015 and the data obtained is a secondary data (interviews) and primary data (observation and analysis). Soil sampling to a depth of 0-25 cm using plot system. The main plot size is 2 m x 2 m in the main plot, there are 3 sub plot with a size of 20 cm x 20 cm. This study suggests that, fires a very significant influence on vegetation rubber. This is indicated by the changes of the condition of water content of 32.37% to 19.23%, the value of soil bulk density of 0.6 g/cm³ to 0.9 g/cm³, the value of total pore space from 77.23% to 65, 92% and permeability of 23.94 cm/hour to 19.84 cm/hour. Soil texture on all the vegetation changes from sandy loam to loamy sand, structural changes occur on the granular into sub angluar blocky. And then, the soil color changed from dark brown to black and dark.

Significant changes in the physical properties of rubber vegetation due to morphological rubber containing latex is high, so the intensity of fires is higher. Increased soil temperatures caused by fire, damage the soil pore spaces and burning ashes resulting dark black soil.

Key Word : Land and Forest, Fires, Soil Physical Properties

RINGKASAN

DORPAIMA LUMBANGAOL. Penampakan Sifat Fisik Tanah Terbakar dan Tidak Terbakar pada Berbagai Vegetasi Di Lahan Kering (Dibimbing Oleh M. EDI ARMANTO dan DWI SETYAWAN).

Hutan dan lahan merupakan sumber daya alam yang memiliki peranan penting dalam menjaga keseimbangan ekosistem. Namun, kebakaran hutan dan lahan terjadi hampir setiap tahun di Sumatera Selatan secara khusus di wilayah Kabupaten Ogan Ilir. Kebakaran tersebut berdampak sangat buruk bagi keseimbangan ekosistem dan kualitas tanah yang dapat dimanfaatkan untuk lahan pertanian dan perkebunan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perubahan dan perbandingan dari beberapa sifat fisik tanah terbakar dan tidak terbakar pada berbagai vegetasi di lahan kering. Sifat fisik tanah tersebut meliputi : kadar air, bobot isi, ruang pori total, permeabilitas, tekstur, struktur dan warna tanah. Penelitian ini dilakukan di Indralaya Utara Kabupaten Ogan Ilir. Metode penelitian yang digunakan adalah studi kasus pada 3 vegetasi yaitu : hutan, karet dan semak belukar dengan kondisi masing-masing vegetasi adalah terbakar dan tidak terbakar. Penelitian ini dilakukan pada Oktober – Desember 2015 dan data yang diperoleh merupakan data sekunder (hasil wawancara) dan data primer (hasil pengamatan dan analisis). Pengambilan contoh tanah dengan kedalaman 0-25 cm menggunakan sistem plot. Ukuran plot utama adalah 2 m x 2 m dan didalam plot utama terdapat 3 sub plot dengan ukuran 20 cm x 20 cm. Penelitian ini menyatakan bahwa, kebakaran berpengaruh sangat signifikan pada vegetasi karet. Hal tersebut ditunjukkan dengan perubahan kondisi kadar air darii 32,37% menjadi 19,23%, nilai bobot isi tanah dari 0,6 g/cm³ menjadi 0,9 g/cm³, nilai ruang pori total dari 77,23% menjadi 65,92% dan nilai permeabilitas dari 23,94 cm/jam menjadi 19,84 cm/jam. Tekstur tanah pada semua vegetasi berubah dari lempung berpasir menjadi pasir berlempung, perubahan struktur terjadi dari butir menjadi kubus agak bersudut. Dan kemudian warna tanah berubah dari coklat gelap menjadi hitam gelap. Perubahan sifat fisik yang signifikan pada vegetasi karet dikarenakan morfologi tanaman karet yang mengandung lateks yang tinggi, sehingga intensitas kebakaran menjadi lebih tinggi. Peningkatan suhu tanah yang disebabkan oleh api, merusak kondisi ruang pori tanah dan abu bekas pembakaran mengakibatkan tanah berwarna hitam gelap.

Kata Kunci :Hutan dan Lahan, Kebakaran, Sifat Fisik Tanah

SKRIPSI PENAMPAKAN SIFAT FISIK TANAH TERBAKAR DAN TIDAK TERBAKAR PADA BERBAGAI VEGETASI DI LAHAN KERING THE APPEARANCE OF SOIL PHYSICAL PROPERTIES ON BURNED AND NON BURNED ON VARIOUS VEGETATION IN DRY LAND

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian

Dorpaima Lumbangaol 05121007028 PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA INDRALAYA 2016

RIWAYAT HIDUP

DORPAIMA LUMBANGAOL dilahirkan di Sidikalang pada tanggal 23 November 1993, merupakan merupakan anak dari Maringan Lumbangaol dan Delima Siregar.

Pendidikan TK diselesaikan di St.Yoseph Sumbul Pegagan Kabupaten Dairi pada tahun 2000, kemudian Sekolah Dasar diselesaikan pada tahun 2006 di SD Negeri 3 Sumbul Kabupaten Dairi. Sekolah Menengah Pertama pada tahun 2009 di SMP Negeri 10 Medan, dan Sekolah Menengah Atas pada tahun 2012 di YPK SMA GKPI Medan. Sejak Juli 2012 penulis tercatat sebagai mahasiswa di Program Studi Agroekoteknologi, Fakultas Pertanian Universitas Sriwijaya melalui Jalur tertulis Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN).

Tahun 2013/2014 penulis terdaftar sebagai anggota kepengurusan himpunan mahasiswa angroekoteknologi (HIMAGROTEK) dibidang divisi Humas. Penulis Tahun 2014 penulis terdaftar sebagai mahasiwa peminatan Ilmu Tanah dan tercatat sebagai Koordinator divisi Seni dalam kepengurusan Himpunan Mahasiswa Ilmu Tanah (HIMILTA) Universitas Sriwijaya dan terdaftar sebagai anggota di Forum Komunikasi Himpunan Ilmu Tanah Indonesia (FOKUSHIMITI). Pada tahun ajaran 2014-2015 penulis pernah menjadi asisten pada mata kuliah agrohidrologi peminatan ilmu tanah.

Universitas Sriwijaya

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa yang senantiasa melimpahkan rahmatNya pada kita semua serta memberikan nikmat kesehatan dan kesempatan, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang berjudul “Penampakan Sifat Fisik Tanah Terbakar dan Tidak Terbakar pada Berbagai Vegetasi di Lahan Kering”. Skripsi ini disusun sebagai pedoman dalam mengaplikasikan ilmu yang telah didapat pada saat kuliah, selain itu sebagai salah satu syarat untuk melakukan kegiatan penelitian di Universitas Sriwijaya.

Ucapan terimakasih penulis sampaikan kepada :

1. Tuhan Yesus yang selalu menyertai dan memberkati setiap proses yang penulis jalani selama menulis skripsi, yang tak pernah membiarkan penulis berjalan sendiri dan tak pernah membiarkan jatuh tergeletak.

2. Orang tua tercinta, bapak M. Lumbangaol, mamaku D. Siregar. Yang selalu memberikan doa dan dukungan baik moril atau materil hingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik.

3. Bapak Prof. Dr. Ir. M. Edi Armanto dan Bapak Dr. Ir. Dwi Setyawan, M.Sc., atas arahan dan masukan yang senantiasa membimbing penulis dari awal hingga akhir penyusunan skripsi ini.

4. Seluruh dosen jurusan tanah dan staff jurusan maupun staff akademik, analis, terimakasih telah membantu melancarkan penyelesaikan skripsi ini.

5. Kakak dan adikku, bang Sasbio, bang Edu, bang Jeriko, piri Vivi, teman- teman Asrama Putri, sahabatku AET 2012, ilmu tanah 2012, dan HIMILTA. Terimakasih sudah memberi semangat dan menjadi rumah, selama penulis menjalani hidup sebagai mahasiswa.

Semoga skripsi ini dapat memberikan sumbangan pemikiran yang bermanfaat bagi kita semua.

Indralaya, Juni 2016

Penulis

Universitas Sriwijaya

Halaman

4.5.5. Tekstur ... ........…………………………………………………. 38

4.5.6. Struktur Tanah…………………………………………………. 39

4.5 .7. Warna Tanah…………………………………………………… 40 BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN……………………………….... 42

5.1. Kesimpulan……………………………………………………….... 42

5.2. Saran………………………………………………………………... 42

DAFTAR PUSTAKA.............................................................................

43 LAMPIRAN

Universitas Sriwijaya

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 2.1. Segitiga Api Awal dari Proses Kebakaran………………..

5 Gambar 2.2. Diagram segitiga tekstur tanah dan sebaran besaran butiran. 16 Gambar 3.1. Desain Penelitian di Lapangan………………….……........ 23 Gambar 3.2 . Analisis Kadar Air Tanah di Laboratorium…………….… 25 Gambar 3.3. Pengukuran Permeabilitas di Laboratorium………….….... 26 Gambar 3.4. Analisis Tekstur Tanah di Laboratorium ………………….. 28 Gambar 3.5. Kondisi Warna Tanah pada Pengamatan di Lapangan……. 29 Gambar 4.1. Kondisi Vegetasi Tidak Terbakar dan Terbakar pada Lokasi

Penelitian ……………………………..……………………. 31 Gambar 4.2. Perubahan Nilai Kadar Air Tanah Pada Vegetasi Terbakar dan Tidak Terbakar…………………..……………………. 33 Gambar 4.3. Perubahan Nilai Bobot Isi Tanah Pada Vegetasi Terbakar dan Tidak Terbakar……………………..……….…………. 34 Gambar 4.4. Perubahan Nilai Ruang Pori Total Tanah Pada Vegetasi Terbakar dan TidakTerbakar……………………….……… 36 Gambar 4.5. Perubahan Nilai Permeabilitas Tanah Pada Vegetasi

Terbakar dan Tidak Terbakar……………………..……………… 37

Universitas Sriwijaya

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 2.1. Kelas Permeabilitas Tanah……………………………………

15 Tabel 2.2. Klasifikasi Tekstur Tanah Menurut Beberapa Sistem………..

16 Tabel 4.1. Tekstur Tanah pada Vegetasi Tidak Terbakar dan Terbakar …

38 Tabel 4.2. Kondisi Struktur Tanah pada Vegetasi Tidak Terbakar dan Terbakar…………………………………………………………. 39 Tabel 4.3. Kondisi Perubahan Warna Tanah pada Vegetasi Tidak Terbakar dan Terbakar …………………….…………………….. 40

Universitas Sriwijaya

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman Lampiran 1. Data Hasil Analisis Vegetasi Tidak Terbakar ……….........

47 Lampiran 2. Data Hasil Analisis Vegetasi Terbakar …………………...

48 Lampiran 3. Data Sidik Ragam Kadar Air dan Uji Lanjut BNJ (5%) …

49 Lampiran 4. Data Sidik Ragam Bobot Isi dan Uji Lanjut BNJ (5%)....

50 Lampiran 5. Data Sidik Ruang Pori Total dan Uji Lanjut BNJ (5%)....

51 Lampiran 6. Data Sidik Ragam Permeabilitas dan Uji Lanjut

52 Lampiran 7. Data Sidik Ragam Fraksi Pasir dan Uji Lanjut BNJ (5%)..

BNJ (5%) …………………………………………………

53 Lampiran 8. Data Sidik Ragam Fraksi Liat dan Uji Lanjut BNJ (5%) … 54 Lampiran 9. Data Sidik Ragam Fraksi Debu dan Uji Lanjut BNJ (5%).. 55 Lampiran 10. Data Struktur dan Warna Tanah dilapangan pada

56 Lampiran 11. Data Struktur dan Warna Tanah pada Vegetasi Tidak

Vegetasi Terbakar ………………………………………..

55 Lampiran 9. Foto Pengambilan titik kordinat dan pengambilan

Terbakar ………………………………………………….

56 Lampiran 10. Foto Analisis Contoh Tanah di Laboratorium………….

contoh tanah ………………………………………...…..

57 Lampiran 11. Peta Lokasi Penelitian…………………………………..

Universitas Sriwijaya

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Lahan kering merupakan salah satu agroekosistem yang mempunyai potensi besar untuk usaha pertanian, baik tanaman pangan, hortikultura maupun tanaman tahunan dan peternakan. Berdasarkan Atlas Arahan Tata Ruang Pertanian Indonesia skala 1:1.000.000, Indonesia memiliki daratan sekitar 188,20 juta ha, terdiri atas 148 juta ha lahan kering (78%) dan 40,20 juta ha lahan basah (22%) (Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat, 2001). Berdasarkan luasan lahan kering tersebut, menjadikan kondisi pemanfaatan lahan kering perlu diperhatikan. Pemanfaatan lahan kering untuk pertanian ternyata banyak menghadapi maasalah seperti rentannya terjadi kebakaran lahan pada musim kemarau, kemudian mengakibatkan kerusakan lahan secara ekologis.

Kebakaran hutan dan lahan terjadi disebabkan oleh 2 faktor utama, yaitu faktor alam dan faktor kegiatan manusia yang tidak terkontrol (Zubaidah, 2004). Faktor alami antara lain oleh pengaruh el-nino yang menyebabkan kemarau berkepanjangan sehingga tanaman menjadi kering. Tanaman kering merupakan bahan bakar potensial jika terkena percikan api yang muncul dipermukaan ataupun pembakaran lainnya baik disengaja maupun tidak disengaja. Hal tersebut menyebabkan terjadinya kebakaran bawah ( ground fire ) dan kebakaran permukaan/ surface fire (Rasyid, 2014).

Kebakaran bersifat global dan berpengaruh pada kondisi sosial ekonomi budaya, politik, lingkungan biologis, kimia, dan fisik tanah (Armanto dan Wildayana, 1998) dan mengakibatkan kerugian yang sangat besar dalam waktu yang singkat. Hal tersebut terjadi karena sifat kebakaran yang sangat cepat daya rusaknya dan sukar dipadamkan sehingga dalam waktu yang relatif singkat dapat mencakup areal yang luas seperti kebakaran hutan dan lahan yang terjadi di Riau pada tahun 2013, seluas 20.000 ha dengan kerugian secara ekonomi sebesar Rp10 triliun lebih sedangkan dari kerugian ekologi tidak terhitung (Jazuli, 2014).

Kerugian tersebut tidak saja tidak terbatas pada nilai rupiah karena hilang vegetasi yang merupakan komoditi yang sangat berharga, akan tetapi yang juga Kerugian tersebut tidak saja tidak terbatas pada nilai rupiah karena hilang vegetasi yang merupakan komoditi yang sangat berharga, akan tetapi yang juga

Pertumbuhan tanaman dipengaruhi oleh sifat-sifat kesuburan tanahnya, yakni kesuburan fisik, kesuburan kimia dan kesuburan biologis. Kesuburan fisik lebih mengutamakan tentang keadaan fisik tanah yang banyak kaitannya dengan penyediaan air dan udara tanah bagi pertumbuhan tanaman (Fauzi, 2008). Oleh karena itu, dilakukan penelitian dampak kebakaran hutan dan lahan terhadap sifat fisik agar nantinya dalam pemulihan hutan dan lahan dapat diketahu sifat fisik apa yang rusak akibat kebakaran, sehingga ketika dilakukan penanaman kembali akan lebih mempermudah dalam pengelolaannya.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian diatas maka dapat dirumuskan permasalahan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Bagaimana perbandingan penampakan sifat fisik tanah terbakar dan tidak terbakar pada berbagai vegetasi dilahan kering?

2. Bagaimana perubahan sifat fisik tanah pada vegetasi terbakar dan tidak terbakar dilahan kering dan faktor apa saja yang mempengaruhi?

1.3. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk sebagai berikut :

1. Membandingkan penampakan sifat fisik tanah terbakar dan tidak terbakar pada berbagai vegetasi dilahan kering.

2. Mengetahui perubahan sifat fisik tanah pada vergetasi terbakar dan tidak terbakar dilahan kering dan faktor yang mempengaruhinya.

1.4. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memperluas pandangan ilmiah serta memberikan sumbangan bagi perkembangan ilmu tanah, penggunaan lahan untuk pertanian, khususnya dalam mengatasi persoalan kebakaran yang sangat rawan terjadi di lahan pertanian, perkebunan, maupun di ekosistem hutan di Sumatera Selatan.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Kebakaran Hutan dan Lahan

Kebakaran hutan dan lahan merupakan peristiwa yang terjadi di Indonesia. Kebakaran hutan dibedakan pengertiannya dengan kebakaran lahan, dimana perbedaannya terletak pada lokasi kejadiannya. Kebakaran hutan yaitu kebakaran yang terjadi di dalam kawasan hutan, sedangkan kebakaran lahan adalah kebakaran yang terjadi diluar kawasan hutan (Pubowaseso, 2000). Kebakaran hutan dan lahan di alam terbuka sehingga dengan leluasa menjalar dan menghabiskan bahan bakar (vegetasi terbakar) seperti semak belukar, tumbuhan bawah, pepohonan, serasah, dan lain-lain. Namun, pada vegetasi hutan ciri penting dari kebakaran hutan adalah sifatnya yang tidak tertekan dan bebas menyebar (Trollope, 2002).

Proses pembakaran merupakan kebalikan dari proses fotosintesis (Yudasworo, 2001). Proses tersebut dapat dijelaskan dengan rumus kimia sebagai berikut :

Proses Fotosintesis :

CO + H O + Energi Matahari → C₆H O₆ + O

Proses Pembakaran :

(C ₆H O₆) + O + Proses Penyalaan → CO +H O + Energi Panas

Pada proses fotosintesis energi terpusat secara perlahan-lahan, sedangkan dalam proses pembakaran energi dilepaskan dengan cepat. Panas penyalaan dalam proses pembakaran dapat dipandang sebagai katalisator untuk memulai dan memelihara proses. Proses kebakaran pada dasarnya sama dengan formasi atau terjadinya kebakaran yaitu bahan bakar, oksigen, dan sumber panas dimana kombinasi tiga elemen tersebut sebelum pembakaran terjadi sering disebut dengan segitiga api atau fire triangle yang dapat digambarkan sebagai berikut :

Gambar 2.1. Segitiga Api (Clar and Chatten, 1954)

Di daerah tropika basah yang selalu hijau secara normal tidak mungkin terbakar. Namun, dalam memasuki musim kering yang luar biasa, serasah, semak belukar, sisa-sisa tanaman, tanaman budidaya, dan pepohonan yang sudah mengering dapat mudah terbakar karena tersulut api dari aktifitas pembukaan lahan dengan api. Api biasanya bermula dari tepi hutan di dekat aktivitas manusia. Dari bahan bakar yang sudah kering ini, bahan bakar mudah tersulut api dan terbakar. Akhirnya api merambat ke seluruh permukaan lahan dan hutan (Hamilton dan King, 1983).

2.2. Sumber Api Penyebab Terjadinya Kebakaran Hutan dan Lahan

Kebakaran hutan dapat terjadi karena dua faktor yaitu secara alam maupun disebabkan oleh kelalaian manusia (Departemen Kehutanan, 1992). Kebakaran hutan yang terjadi selama ini sangat kecil kemungkinannya disebabkan faktor alam, akan tetapi faktor manusialah yang sangat berperan. Manusia dapat menyebabkan terjadinya kebakaran melalui dua cara yaitu langsung dan tidak langsung (Nicolas et al. , 2002). Menurut Suratmo (1978), sebab-sebab timbulnya kebakaran hutan sangat penting untuk diketahui dan menetukan cara pencegahan dan pemadaman kebakaran hutan. Pada umumnya sebab-sebab timbulnya kebakaran hutan dapat dibagi sebagai berikut :

1. Bekas suatu pembakaran Api berasal dari suatu pembakaran yang bisa dilakukan petani pada ladangnya yang berdekatan dengan hutan.

2. Api dari pekerjaan hutan dan penebangan hutan Pekerjaan hutan, baik yang bekerja sebagai penebang, pemotong, pengangkut kayu atau pemeliharaan hutan, sering menyalakan api di hutan 2. Api dari pekerjaan hutan dan penebangan hutan Pekerjaan hutan, baik yang bekerja sebagai penebang, pemotong, pengangkut kayu atau pemeliharaan hutan, sering menyalakan api di hutan

3. Api diperkemahan Sering terjadi pada hutan-hutan wisata atau hutan didekat tempat dimana banyak wisatawan berkemah.

4. Rokok dan Korek Api Api dari puting rokok dan korek api orang-orang yang lewat didekat hutan, biasanya terjadi sepanjang jalan kaki atau jalan mobil.

2.3. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kebakaran Hutan dan Lahan

Menurut Simatupang (1991) dalam Mayangsari (2003) mengemukakan bahwa kecepatan menjalarnya api dan besarnya api yang berbeda-beda pada setiap kebakaran hutan disebabkan oleh faktor-faktor yang mempengaruhinya. Guna usaha pencegahan dan penanggulangan kebakaran hutan faktor-faktor tersebut harus diperhatikan dan diketahui, faktor-faktor tersebut antara lain :

2.3.1. Bahan Bakar

Sifat-sifat dari bahan bakar yang dpat mempengaruhi terjadinya kebakaran hutan dapat dibagi menjadi lima yaitu :

1. Ukuran Bahan Bakar Ukuran bahan bakar ada kaitannya dengan kelakuan sifat kebakaran yang terjadi. Bahan bakar yang halus akan mudah dipengaruhi oleh lingkungan sekitarnya, mudah mengering, namun mudah pula menyerap air. Api akan semakin cepat menjalar bila luas permukaan bahan bakar semakin besar. Bahan bakar kasar, kadar air yang bila luas permukaan bahan bakar semakin besar. Bahan bakar kasar, kadar air yang dikandung lebih stabil, tidak cepat mengering, sehingga sulit terbakar. Namun apabila terbakar akan memberikan penyalaan api lebih lama (Purbowaseso, 2000).

2. Susunan bahan bakar Susunan bahan bakar dibedakan atas susunan secara vertikal dan horisontal. Bahan bakar dengan susunan vertikal atau ke arah atas tajuk akan memungkinkan api mencapai tajuk dalam waktu singkat. Susunan 2. Susunan bahan bakar Susunan bahan bakar dibedakan atas susunan secara vertikal dan horisontal. Bahan bakar dengan susunan vertikal atau ke arah atas tajuk akan memungkinkan api mencapai tajuk dalam waktu singkat. Susunan

3. Volume Bahan Bakar Volume bahan bakar dalam jumlah besar akan menyebabkan api lebih besar, temperatur disekitar lebih tinggi, sehingga terjadi kebakaran yang sulit dipadamkan. Sedangkan volume bahan bahan bakar yang sedikit akan terjadi sebaliknya. Wibowo (1997) dalam Purbowoseso (2000), mengistilahkan volume bahan bakar dengan kuantitas bahan bakar. Selanjutnya dibagi menjadi dua bagian yaitu : bahan bakar potensial (total) dan bahan bakar tersedia. Bahan bakar potensial adalah jumlah bahan bakar yang terbakar pada kondisi cuaca ekstrim (kering dan panas) serta intensitas kebakaran yang tinggi, sedangkan bahan bakar tersedia adalah bahan bakar yang tersedia pada setiap kebakaran hutan. Jumlah dari bahan bakar tersedia akan bervariasi dan tergantung dari ukuran, susunan dan kadar air bahan bakar.

4. Jenis bahan bakar Bahan bakar berasal dari berbagai macam komponen vegetasi, baik yang masih hidup maupun yang sudah mati (Purbowaseso, 2000). Sagala (1994), membedakan jenis bahan bakar ini lebih terperinci lagi, yaitu serasah lantai hutan, serasah tebangan, tumbuhan bawah (epatorium, alang-alang dan resam), kanopi, tumbuhan bawah bertaut dengan kanopi, rerumputan, semak, gambut, batang melapuk tergeletak dan batang melapuk berdiri.

5. Kandungan kadar air dan kimiawi bahan bakar Kadar air bahan bakar sangat berpengaruh dalam menentukan perilaku kebakaran, kemudahan bahan bakar untuk menyala, kecepatan proses pembakaran, kecepatan menjalarnya api dan kemudahan usaha pemadaman dalam kebakaran. Kelembaban bahan bakar yang rendah akan mendirikan dampak penting pada penyalaan, penyebaran dan intensitas api. Bahan bakar yang banyak mengandung air akan sulit, demikian sebaliknya. Beberapa jenis vegetasi mengandung bahan-bahan kimiawi, 5. Kandungan kadar air dan kimiawi bahan bakar Kadar air bahan bakar sangat berpengaruh dalam menentukan perilaku kebakaran, kemudahan bahan bakar untuk menyala, kecepatan proses pembakaran, kecepatan menjalarnya api dan kemudahan usaha pemadaman dalam kebakaran. Kelembaban bahan bakar yang rendah akan mendirikan dampak penting pada penyalaan, penyebaran dan intensitas api. Bahan bakar yang banyak mengandung air akan sulit, demikian sebaliknya. Beberapa jenis vegetasi mengandung bahan-bahan kimiawi,

Menurut Vemberianto et al ., (2015), berdasarkan dengan vegetasi yang terbakar, kelas-kelas intensitas kebakaran akan dikemukaan sebagai berikut :

1. Area berumput mudah sekali terbakar walaupun area tersebut masih hijau, karena ternyata terdapat campuran material mati dalam jumlah cukup dalam vegetasi hidup. Ketinggian apinya dapat mencapai 3 m, namun dalam sekali pembakaran smouldering yang terjadi hanya kecil dikarenakan tidak terdapat bahan bakar pada lapisan bawah permukaan.

2. Hutan sekunder adalah hutan alam yang sebelumnya telah mengalami kebakaran atau penebangan dan telah kembali lagi membentuk penutupan tajuk mencapai 100 persen. Keseluruhan jenisnya adalah berdaun lebar dengan tinggi 6 – 10 meter, terdapat tanaman bawah yang cukup padat, dominasi lapisan serasahnya dalam keadaan kering, lapisan organiknya sangat tipis (< 2 cm). Api yang terbentuk berintensitas sedang pada seluruh permukaan. Penutupan tajuk yang rapat diduga menjadi faktor penghambat pengaruh angin terhadap penyebaran api di area tersebut.

3. Perkebunan karet mempunyai bahan bakar di permukaan yang sangat sedikit dan biasanya tidak punya masalah kebakaran. Namun demikian bila ditemukan banyak rumput maupun seresah diantara tanaman tersebut, sangat mendorong terjadinya kebakaran.

2.3.2. Cuaca

Purbowaseso (2000), membagi faktor-faktor penting penyebab kebakaran hutan dalam lima bagian, yaitu :

1. Angin Angin merupakan faktor pemicu dalam tingkah laku api. Adanya angin akan menurunkan kelembaban udara, sehingga mempercepat pengeringan bahan bakar, memperbesar kesediaan oksigen, sehingga api dapat berkobar dan merambat cepat, serta dengan adanya angin akan mengarahkan lidah api ke bahan bakar yang belum terbakar. Angin juga dapat menerbangkan bara api sehingga menimbulkan api loncat, yang bisa menyebabkan lokasi kebakaran baru.

2. Suhu udara Suhu udara tergantung dari intensitas panas/penyinaran matahari. Areal dengan intensitas penyinaran matahari yang tinggi akan menyebabkan bahan bakar cepat mengering, sehingga memudahkan terjadinya kebakaran. Suhu yang tinggi akan mengindikasikan bahwa daerah tersebut cuacanya kering sehingga rawan kebakaran.

3. Curah hujan Bahan bakar yang mengandung kadar air tinggi dan kelembaban udara tinggi akan sulit terjadi kebakaran. Faktor curah hujan diduga merupakan faktor pemicu utama terjadinya kebakaran hutan dan lahan.

4. Keadaan air tanah Keadaan air tanah ini sangat penting terutama di aerah gambut. Pada musim penghujan, daerah gambut hampir seluruh tanahnya terendam air. Hal ini karena keadaan air tanahnya yang melimpah. Pada musim kemarau, kondisi air tanah akan menurun menyebabkan lapisan permukaan gambut menjadi kering. Penurunan air tanah pada daerah gambut bisa mencapai tiga meter, dan pada batas kedalaman ini pulalah merupakan gambut yang rawan kebakaran.

5. Kelembaban nisbi Kelembaban nisbi adalah perbandingan antara jumlah uap air yang ada dengan jumlah uap air yang dapat ditampung oleh suatu volume udara pada suhu dan tekanan atmosfer tertentu.

2.3.3. Waktu

Perbandingan waktu secara alamiah dibedakan atas waktu siang dan malam. Pada waktu siang, umumnya kondisi cuaca yang terjadi adalah kelembaban udara rendah, suhu udara tinggi dan angin bertiup kencang. Sedangkan pada waktu malam hari cuaca umumnya justru sebaliknya. Oleh karena itu adanya kondisi cuaca yang menyertai waktu terjadinya, menyebabkan adanya hubungan antara waktu dengan keadaan kebakaran.

2.3.4. Topografi

Topografi adalah gambaran permukaan bumi yang meliputi relief dan posisi alamnya serta ciri-ciri merupakan hasil dari bentukan manusia.

1. Kemiringan Kemiringan merupakan faktor utama yang mempengaruhi tingkah laku api. Lahan dengan kemiringan sangat curam memungkinkan terjadinya lidah api yang besar, sehingga hal ini mempercepat pengeringan bahan bakar.

2. Arah Lereng Wilayah dengan arah lereng menghadap matahari menyebabkan kondisi yang rentan terhadap kebakaran karena bahan bakar cepat kering dan mudah tersulut, apabila sudah tersulut maka api akan lebih cepat menjalar karena angin bertiup lebih kencang. Pada arah lereng yang langsung menghadap matahari akan terjadi hal-hal sebagai berikut :

a. Kondisi suhu lebih tinggi

b. Angin bertiup lebih kencang

c. Kelembaban udara rendah

d. Kandungan air bahan lebih rendah

3. Medan Kondisi medan berperan sebagai penghalang yang mampu mengendalikan aliran angin seperti bukit, mengakibatkan aliran angin bisa berubah menyebabkan turbulensi atau pusaran angin. Di wilayah belakang penghalang tersebut dan apabila di wilayah tersebut terdapat lembah terjal, maka angin akan bertiup lebih kencang lagi dan kemungkinan besar akan terjadi api loncat yang cukup jauh sehingga bisa menyebabkan areal kebakaran baru pada wilayah lain.

2.4. Dampak Kebakaran Hutan dan Lahan

Dampak kebakaran hutan dan lahan dapat segera terlihat dan ada yang tidak dapat segera terlihat. Besarnya derajat kerusakan terutama dipengaruhi oleh tipe- tipe kebakaran, lamanya kebakaran dan keadaan hutan/lahan dan keadaan cuaca atau iklim (Yudasworo, 2001). Dampak kebakaran hutan dan lahan memiliki dampak positif dan dampak negatif.

2.4.1. Dampak Positif Kebakaran Hutan dan Lahan

Kebakaran hutan dan lahan dianggap memiliki dampak yang positif bagi kalangan tertentu. Menurut Sabarjo (1998) keuntungan yang didapatkan dari adanya kebakaran hutan dan lahan antara lain sebagai berikut :

1. Abu hasil pembakaran sangat kaya akan mineral sehingga menjadi salah satu sasaran pokok dalam penyiapan lahan menggunakan api.

2. Penyiapan lahan menggunakan api sangat menghemat waktu.

3. Biaya yang dibutuhkan dalam penyiapan lahan menggunakan api jauh lebih murah sehingga perusahaan dapat diuntungkan.

4. Rumput muda yang dihasilkan dari kebakaran merupakan makanan bagi satwa liar.

5. Dengan adanya api maka diversivikasi jenis vegetasi lebih beragam dan mencegah monokultur, panas yang cukup mampu beberapa jenis tertentu berkecambah.

Namun, dampak-dampak positif yang diuraikan tersebut hanya bersifat sementara dan tidak seimbang dengan kerusakan yang diakibatkan oleh adanya kebakaran hutan dan lahan.

2.4.2. Dampak Negatif Kebakaran Hutan dan Lahan

Menurut Adinungroho (2005), Secara umum, dampak kebakaran hutan dan lahan adalah sebagai berikut :

1. Kesehatan manusia Ribuan penduduk dilaporkan menderita penyakit infeksi saluran pernapasan, sakit mata dan batuk sebagai akibat dari asap kebakaran. Kebakaran hutan dan lahan juga menyebabkan rusaknya kualitas air, sehingga air menjadi kurang layak untuk diminum.

2. Aspek sosial ekonomi

Hilangnya sumber mata pencaharian masyarakat yang masih menggantungkan hidupnya pada hutan (berladang, beternak, berburu/menangkap ikan), penurunan produksi kayu dan terganggunya kegiatan transportasi, terjadinya protes dan tuntutan dari negara tetangga akibat dampak asap kebakaran, meningkatnya pengeluaran akibat biaya untuk pemadaman.

3. Terdegradasinya Kondisi Lingkungan - Perubahan kualitas fisik tanah (penurunan ruang total, penurunan kadar air

tersedia, penurunan permeabilitas dan meningkatnya bobot isi). - Perubahan kualitas kimia tanah (peningkatan pH, kandungan N-total, kandungan fosfor dan kandungan basa total yaitu Kalsium, Magnesium, Kalium, dan Natrium, tetapi terjadi penurunan kandungan C-organik).

- Terganggunya proses dekomposisi tanah karena mikroorganisme yang mati akibat kebakaran. - Suksesi atau perkembangan populasi dan komposisi vegetasi hutan juga akan terganggu (benih-benih vegetasi di dalam tanah rusak/terbakar) sehingga akan menurunkan keanekaragaman hayati.

- Rusaknya siklus hidrologi (menurunkan kemampuan intersepsi air hujan ke dalam tanah, mengurangi transpirasi vegetasi, menurunkan kelembaban tanah, dan meningkatkan jumlah air yang mengalir di permukaan (surface run off) . Kondisi demikian menyebabkan tanah menjadi kering dan mudah terbakar, terjadinya sedimentasi dan perubahan kualitas air serta turunnya populasi dan keanekaragaman ikan di perairan. Selain itu kerusakan hidrologi di lahan akan menyebabkan jangkauan intrusi air laut semakin jauh ke darat.

Pengaruh kebakaran hutan dan lahan terhadap tanah pada khususnya ditentukan oleh frekuensi kebakaran, intensitas kebakaran, lama kebakaran dan vegetasi yang tumbuh dan jenis tanah (Davis dalam Yudasworo, 2001). Kebakaran hutan dan lahan menurut Chander et al ., (2003) menyatakan bahwa kebakaran dapat merusak sifat fisik dan kimia tanah, menaikkan pH tanah serta menurunkan produktifitas tanah. Dampak kebakaran terhadap sifat fisik tanah terutaman disebabkan oleh terbukanya tajuk, humus dan serasah ikut terbakar, struktur tanah memburuk dan pada akhirnya rentan terhadap erosi (Hamzah dan Wibowo dalam Yudasworo, 2001).

2.5. Sifat Fisik Tanah

2.5.1. Kadar Air

Tanah dengan kadar air lebih tinggi dari batas cair maka akan dapat melekat pada alat pengolah tanah dan apabila kadar airnya bertambah lagi maka tanah Tanah dengan kadar air lebih tinggi dari batas cair maka akan dapat melekat pada alat pengolah tanah dan apabila kadar airnya bertambah lagi maka tanah

Pada penentuan kadar air ini, sejumlah tanah basah dikeringkan dalam oven pada suhu antara 100ºC sampai 110ºC untuk waktu tertentu. Air yang hilang karena pengeringan merupakan sejumlah air yang terkandung dalam tanah basah (Hakim, et al ., 1986). Banyaknya kandungan air dalam tanah berhubungan erat dengan besarnya tegangan air dalam tanah. Besarnya tegangan air menunjukkan besarnya tenaga yang diperlukan untuk menahan air tersebut dalam tanah. Air dapat menyerap atau ditahan oleh tanah karena adanya gaya-gaya adhesi, kohesi dan gravitasi, karena air higroskopik dan air kapiler.

Tanah tanah bertekstur liat, karena lebih halus maka setiap satuan berat (gram) mempunyai luas pemukaan yang lebih besar sehingga kemampuan menahan air dan menyediakan unsur hara lebih tinggi (Hardjowigeno, 2003). Faktor-faktor kadar dan ketersedian air tanah sebenarnya pada setiap koefisien umumnya bervariasi terutama pada tekstur tanah. Kadar air tanah bertekstur liat > lempung > pasir misalnya pada tegangan 1/3 atm (kapasitas lapang) kadar air tanah pada masing-masing adalah sekitar 55 %. Hal ini terkait dengan pengaruh tekstur terhadap koloid tanah, ruang pori dan luas permukaan adsorbsi, yang makin halus teksturnya dan makin banyak, sehingga makin besar kapasitas simpan airnya. Hasilnya berupa peningkatan kadar dan ketersediaan air tanah (Hanafiah, 2005).

2.5.2. Bobot Isi

Bobot isi (bulk density) menunjukkan bobot tanah kering persatuan volume tanah (termasuk pori-pori tanah). Bobot isi berguna untuk evaluasi terhadap kemungkinan akar menembus tanah. Pada tanah-tanah dengan Bobot isi yang tinggi, akar tanaman tidak dapat menembus lapisan tanah tersebut. Nilai bobot isi 1,46 sampai 1,60 g/cm³ akan menghambat pertumbuhan akar karena tanahnya memadat dan oksigen kurang tersedia sebagai akibat berkurangnya ruang pori tanah (Tolaka, et al., 2013).

Kerapatan lindak (bulk density) adalah bobot isi tanah kondisi lapangan yang dikeringovenkan per satuan volume tanah. Tanah lapisan permukaan yang kaya bahan organik dan gembur mempunyai kerapatan lindak lebih rendah dari lapisan bawah yang pejal dengan kandungan humus rendah (Tambunan, 2008).

Metode analisis bulk density di laboratorium adalah sampel tanah (ring) dimasukkan ke oven selama 24 jam dengan suhu 105º C, kemudian timbang berat

volume tanah mineral berkisar antara 0,6 – 1,4 g/cm³. Tanah Andisol mempunyai berat volume yang rendah (0,6-0,9 g/cm³), sedangkan tanah mineral lainnya mempunyai berat volume antara 0,8 – 1,4 g/cm³. Tanah gambut mempunyai berat volume yang rendah (0,4-0,6 g/cm³) (Kurnia, et al., 2006).

2.5.3. Ruang Pori Total

Ruang pori total adalah volume dari tanah yang ditempati oleh udara dan air. Persentase volume ruang pori total disebut porositas. Untuk menentukan porositas, contoh tanah ditempatkan pada tempat yang berisi air sehingga jenuh dan kemudian cores ini ditimbang. Perbedaan berat antara keadaan jenuh air dan core yang kering oven merupakan volume ruang pori (Syamsuddin, 2012).

Porositas adalah proporsi ruang pori total yang terdapat dalam satuan volume tanah yang dapat ditempati oleh air dan udara, sehingga merupakan indicator drainase dan aerase tanah. Tanah yang poreus berarti tanah yang cukup mempunyai ruang pori untuk pergerakan air dan udara masuk keluar tanah secara leluasa (Tambunan, 2008). Semakin besar nilai porositas total tanah menunjukkan pula daya simpan air secara maksimum oleh tanah tersebut semakin besar pula.

Kemampuan tanah dalam melewatkan air dan udara tidak selalu berkolerasi erat dengan nilai pori totalnya, tetapi lebih dipengaruhi oleh persentase sebaran ukuran pori. Jika sebaran ukuran pori suatu tanah didominasi oleh pori berukuran besar (pori makro) maka pada umumnya tanah tersebut mempunyai kemampuan menyimpan lengas yang rendah, tetapi tanah ini memiliki

kemampuan melewatkan air dan udara yang besar (Arifin, 2011).

2.5.4. Permeabilitas Tanah

Permeabilitas tanah adalah kemampuan tanah untuk meneruskan air atau udara. Permeabilitas umumnya diukur sehubungan dengan laju aliran air melalui Permeabilitas tanah adalah kemampuan tanah untuk meneruskan air atau udara. Permeabilitas umumnya diukur sehubungan dengan laju aliran air melalui

Koefisien permeabilitas terutama tergantung pada ukuran rata-rata poripori yang dipengaruhi oleh distribusi ukuran partikel, bentuk partikel dan struktur tanah. Secara garis besar, makin kecil ukuran partikel, makin kecil pula ukuran pori dan makin rendah koefisien permeabilitasnya (Syamsuddin, 2012). Daya hantar hidraulika ditentukan oleh sejumlah faktor, termasuk ukuran pori dari tegangan yang mengikat air. Untuk aliran air jenuh, tegangan kelembabannya yang rendah dan akibat daya hantar sangat erat hubungannya dengan ukuran pori tanah, tanah lempung daya hantarnya sangat rendah dibandingkan tanah pasiran. Kecapatan aliran digolongkan seperti pada Tabel 2.1. Jika kadar air menurun sampai kapasitas lapangan atau dibawahnya, daya hantar hidraulika yang sekarang disebut daya kapiler yang disebut daya hantar kapiler menurun dengan cepat (Bukman dan Brady, 1982). Tabel 2.1. Kelas Permeabilitas Tanah (Sitorus et al. , 1980)

Permeabilitas (cm/jam) Kelas

< 0,125 Sangat Lambat 0,125-0,50

Lambat 0,50-2,00

Agak Lambat 2,00-6,25

Sedang 6,25-12,50

Agak Cepat 12,50-25,00

Cepat >25,00

Sangat Cepat

2.5.5. Tekstur

Tekstur tanah adalah perbandingan relatif dari partikel-partikel atau fraksifraksi primer tanah yaitu pasir, debu, liat dan lempung atau di lapangan dikenal dengan rasa kekasaran atau kehalusan dari tanah. Jika beberapa contoh tanah ditetapkan atau dianalisa di laboratorium, maka hasilnya selalu

memperlihatkan bahwa tanah itu mengandung partikel-partikel yang beraneka memperlihatkan bahwa tanah itu mengandung partikel-partikel yang beraneka

Diameter Fraksi

Diameter Fraksi (mm)

>2 Kerikil 0,02-2

0,05-2 Pasir 0,2-2

0,25-2 Kasar 0,02-0,2

Kasar

1-2

Sangat kasar

0,05-0,25 Halus

Sangat halus

0,002-0,02

0,005-0,05 Debu <0,002

Tekstur tanah dapat dinilai secara kualitatif dan kuantitatif. Cara kualitatif biasa digunakan surveyor tanah dalam menetapkan kelas tekstur tanah di lapangan (Kurnia, et al ., 2006). Tekstur mencerminkan ukuran partikel tanah yang dominan. Penetapan tekstur tanah di laboratorium dapat dilakukan dengan analisa mekanis, yang umumnya dipakai metode pipet dan metode hydrometer bouyoucus. Kedua metode ini didasarkan atas perbedaan kecepatan jatuhnya partikel-partikel di dalam air. Selanjutnya hasil dari analisa laboratorium yang berupa persentase dari fraksi tanah dimasukkan ke dalam diagram segitiga tekstur USDA (Syamsuddin, 2012), seperti pada Gambar 2.2.

Gambar 2.2. Diagram segitiga tekstur tanah dan sebaran besaran butiran

Tekstur tanah berhubungan erat dengan plastisitas, permeabilitas, kekerasan, kemudahan olah, kesuburan dan produktivitas tanah pada daerahdaerah geografis tertentu (Hakim, et al., 1986). Terjadinya peningkatan sejumlah liat didalam sub soil ternyata dapat meningkatkan persediaan air dan unsur hara pada zona tersebut. Tekstur dan struktur tanah adalah ciri fisik tanah yang sangat berhubungan. Kedua faktor ini dijadikan parameter kesuburan tanah, karena menentukan kemampuan tanah tersebut dalam menyediakan unsur hara.

2.5.6. Struktur Tanah

Struktur tanah adalah susunan butiran tanah secara alami menjadi agregat dengan bentuk tertentu dan dibatasi oleh bidang-bidang (Haridjadja, 1980). Struktur tanah juga dapat di definisikan sebagai gumpalan kecil dari butiran- butiran tanah. Gumpalan struktur ini terjadi karena butir-butir pasir, debu dan liat terikat satu sama lain olehsuatu perekat seperti bahan organik, oksida-oksida besi dan lain-lain. Dalam tinjauan morfologi, struktur tanah diartikan sebagai susunan partikel-partikel primer menjadi satu kelompok partikel (cluster) yang disebut agregat, yang dapat dipisah-pisahkan kembali serta mempunyai sifat yang bebeda dari sekumpulan partikel primer yang tidak teragregasi. Dalam tinjauan edafologi, sejumlah faktor yang berkaitan dengan struktur tanah jauh lebih penting dari sekedar bentuk dan ukuran agregat.

Hubungan tanah-tanaman, agihan ukuran pori, stabilitas agregat, kemampuan teragregasi kembali saat kering, dan kekerasan (hardness) agregat jauh lebih penting dari ukuran dan bentuk agregat itu sendiri (Handayani dan Sudarminto, 2002). Pengukuran struktur tanah didekati dengan sejumlah parameter. Beberapa parameter tersebut antara lain bentuk dan ukuran agregat, agihan ukuran agregat, stabilitas agregat, persentase agregat, porositas, agihan ukuran pori, dan kemampuan menahan air.

Menurut Utomo dan Dexter (1982) menyatakan bahwa macam-macam struktur tanah adalah sebagai berikut:

1. Struktur tanah berbutir (granular ) Agregat yang membulat, biasanyadiameternya tidak lebih dari 2 cm. Umumnya terdapat pada horizon A yang dalam keadaan lepas disebut Crumbs atau Spherical.

2. Kubus (Blocky) Berbentuk jika sumber horizontal sama dengan sumbu vertikal. Jika sudutnya tajam disebut kubus (angular blocky) dan jika sudutnya membulat maka disebut kubus membulat (sub angular blocky ). Ukuranya dapat mencapai 10 cm.

3. Lempeng (platy) Bentuknya sumbu horizontal lebih panjang dari sumbu vertikalnya. Biasanya terjadi pada tanah liat yang baru terjadi secara deposisi (deposited).

4. Prisma Bentuknya jika sumbu vertikal lebih panjang dari pada sumbu horizontal. Jadi agregat terarah pada sumbu vertikal. Seringkali mempunyai 6 sisi dan diameternya mencapai 16 cm. Banyak terdapat pada horizon B tanah berliat. Jika bentuk puncaknya datar disebut prismatik dan membulat disebut kolumner. Tanah yang bertekstur baik akan mempunyai drainase dan aerase yang baik

pula, sehingga lebih memudahkan sistem perakaran tanaman untuk berpenetrasi dan mengapsorbsi hara dan air sehingga pertumbuhan dan produksi menjadi lebih baik. Dilapangan struktur tanah sendiri dideskripsikan menurut :

1. Tipe, indikator bentuk dan susunan ped, yaitu bulat, lempeng, balok, dan prisma.

2. Kelas, indikator bentuk struktur yang terbentuk dari ped-ped penyusunnya menghasilkan tujuh tipe struktur tanah.

3. Gradasi, indikator derajat agregasi, atau perkembangan struktur yang dibagi menjadi:

a. Tanpa struktur, jika agregasi tidak terlihat atau terbatas, tidak jelas atau berbaur dengan batas-batas alamiah.

b. Lemah, jika ped sulit terbentuk tetapi terlihat.

c. Sedang, jika ped dapat terbentuk dengan baik, tanah lama dan jelas, tetapi tak jelas pada tanah utuh.

d. Kuat, jika ped kuat, pada tanah utuh jelas terlihat dan antar ped terikat lemahnamun tahan jika dipindahkan dan hanya terpisah apabila tanah terganggu (Hanafiah, 2005).

Umumnya tanah yang dikehendaki tanaman adalah tanah yang berstruktur remah dengan perbandingan bahan padat dan pori seimbang. Struktur tanah, terutama mengandung debu dan lempung. Keduanya berpengaruh pada pertumbuhan akar dan tanaman akan tetapi pengaruh struktur tersebut secara tidak langsung yaitu melalui pengaruhnya terhadap pemampatan, kadar lengas, dan temperatur tanah (Kohnke, 1968).

2.5.7. Warna Tanah

Warna tanah merupakan indikator dari bahan induk untuk tanah yang beru berkembang, indikator kondisi iklim untuk tanah yang sudah berkembang lanjut dan indikator kesuburan tanah atau kapasitas produktivitas lahan (Hanafiah (2005).

Secara umum, dikatakan bahwa makin gelap tanah berarti makin tinggi produktivitasnya, selain ada berbagai pengecualian, namun secara berurutan sebagai berikut: putih, kuning, kelabu, merah, coklat-kekelabuan, coklat kemerahan, coklat, dan hitam. Kondisi ini merupakan integrasi dari beberapa pengaruh sebagai berikut :

1. Kandungan bahan organik yang berwarna gelap, makin tinggi kandungan bahan organik suatu tanah maka tanah tersebut akan berwarna makin gelap.

2. Intensitas pelindihan (pencucian dari horison bagian atas ke horison bagian bawah dalam tanah) dari ion-ion hara pada tanah tersebut, makin intensif proses pelindihan menyebabkan warna tanah menjadi lebih terang, seperti pada horison eluviasi.

3. Kandungan kuarsa yang tinggi menyebabkan tanah berwarna lebih terang. Menurut Hardjowigeno (1992) bahwa warna tanah berfungsi sebagai penunjuk

dari sifat tanah, karena warna tanah dipengaruhi oleh beberapa faktor yang terdapat dalam tanah tersebut. Penyebab perbedaan warna permukaan tanah umumnya dipengaruhi oleh perbedaan kandungan bahan organik. Makin tinggi kandungan bahan organik, warna tanah makin gelap. Sedangkan dilapisan bawah, dimana kandungan bahan organik umumnya rendah.

Menurut Hardyatmo (1992), bahwa intensitas warna tanah dipengaruhi tiga faktor berikut :

1. Jenis mineral dan jumlahnya.

2. Kandungan bahan organik tanah

3. Kadar air tanah dan tingkat hidratasi. Semakin tinggi kandungan bahan organik maka warna tanah makin gelap (kelam) dan sebaliknya makin sedikit kandungan bahan organik tanah maka warna tanah akan tampak lebih terang. Tanah dengan kadar air yang lebih tinggi atau lebih lembab hingga basah menyebabkan warna tanah menjadi lebih gelap (kelam). Sedangkan tingkat hidratasi berkaitan dengan kedudukan terhadap permukaan air tanah, yang ternyata mengarah ke warna reduksi (gleisasi) yaitu warna kelabu biru hingga kelabu hijau.

BAB 3 PELAKSANAAN PENELITIAN

3.1. Tempat dan Waktu

Penelitian ini dilaksanakan di lahan kering milik masyakarat lokal yang berada di Jalan Palembang-Prabumulih KM 32, Kelurahan Timbangan, Kecamatan Indralaya Utara, Kabupaten Ogan Ilir.

Penelitian ini dilaksanakan Oktober sampai Desember 2015, meliputi : observasi, pengambilan titik koordinat lokasi penelitian, pengamatan dan pengambilan contoh tanah, analisis tanah dan penyusunan laporan. Analisis tanah dilakukan di Laboratorium Fisika Kimia dan Biologi Jurusan Tanah Fakultas Pertanian Universitas Sriwijaya.

3.2. Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1) Alat tulis

2) Cangkul 3) GPS 4) Kain Kasa 5) Kamera 6) Karet Gelang 7) Meteran 8) Plastik

9) Ring sample ( t=5 cm, d=5 cm) 10) Soil Munsel Color Chart 11) Alat –alat untuk analisis di laboratorium. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah contoh tanah dan bahan-bahan kimia untuk analisis di laboratorium.

3.3. Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi kasus pada 6 kasus kondisi, yaitu: 1) Hutan tidak terbakar, 2) Hutan terbakar, 3) Tanaman karet tidak terbakar, 4) Tanaman karet terbakar, 5) Semak belukar tidak terbakar, 6) Semak belukar terbakar. Kasus dalam penelitian ini digolongkan sebagai pelakuan alam. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok Faktorial (RAKF) dan desain penelitian ditunjukkan pada Gambar 3.1.