4
BAB II LANDASAN TEORI
2.1
PENGERTIAN PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN
Berdasarkan Undang-undang No. 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Permukiman, pengertian perumahan adalah kumpulan rumah sebagai bagian dari permukiman baik perkotaan
maupun pedesaan yang dilengkapi dengan prasarana, sarana, dan utilitas umum sebagai hasil upaya pemerintah rumah layak huni. Sedangkan Permukiman adalah bagian dari lingkungan hidup
di luar kawasan lindung, baik berupa kawasan perkotaan maupun kawasan perdesaan, yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal. Rumah secara fisik merupakan bangunan yang
berfungsi sebagai tempat tinggal yang layak huni, sarana pembinaan keluarga, cerminan harkat dan martabat penghuninya, serta aset bagi pemiliknya. Pembangunan dan pengembangan
kawasan lingkungan perumahan pada dasarnya memiliki dua fungsi yang saling berkaitan satu dengan yang lain, yaitu fungsi pasif dalam artian penyediaan sarana dan prasarana fisik serta
fungsi aktif yakni penciptaan lingkungan yang sesuai dengan kehidupan penghuni Budiharjo, 1991
2.2
KONSEP TEORI LOKASI 2.2.1.
Teori Berry dan Harton
Berry dan Harton dalam Nasucha 1995 menjelaskan hubungan antara harga tanah dengan pencapaian atau aksesibilitas yang diukur dengan jarak dari pusat kota. Pencapaian atau
akses akan semakin menurun secara bertahap kesemua arah dari pusat kota, sehingga harga tanah akan semakin berkurang seiring dengan makin jauhnya lokasi tersebut terhadap pusat
kota. Tanah yang berada di sepanjang jalan utama harga sewanya akan lebih tinggi dibandingkan dengan harga sewa tanah yang tidak berada di dekat jalan utama.
Gambar 1. Grafik hubungan antara sewa tanah dengan tata guna lahan Berry and Harton
5
2.3. METODE AHP
Analytic Hierarchy Process.
Pada penentuan pemilihan lokasi potensial untuk pengembangan kawasan perumahan dan permukiman, digunakan metode AHP Analytic Hierarchy Process. AHP
merupakan metode yang dikembangkan dari metode perbandingan berpasangan. Metode perbandingan berpasangan pire wise comparioson termasuk dalam cara untuk pembobotan
kriteria. Pembobotan kriteria dapat dilakukan dengan banyak cara, yaitu dengan metode ranking, metode rating, metode trade-off analisis, metode perbandingan dan metode
perbandingan berpasangan itu sendiri. Pembobotan kriteria merupakan metode yang didasari oleh Aplikasi Multicriteria Analysis untuk menentukan pemilihan lokasi.
Multi-Criteria Decision Making MCDM atau pengambilan keputusan yang didasarkan banyak kriteria merupakan sebuah metode atau prosedur yang memproses banyak kriteria
yang bertentangan untuk dapat digabungkan menjadi sebuah proses perencanaan. Atau dengan kata lain dapat juga didefinisikan menjadi mengukur dan mengintegrasikan atribut
yang bervariasi untuk menjawab suatu tujuan.
Gambar 2. Metode pembobotan kriterian dengan aplikasi Multiple Criteria Analysis
Sumber: http:www.ecdflorida.comgis.html
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya yaitu menjawab satu tujuan dalam hal ini tujuannya adalah pemilihan lokasi maka masing-masing kriteria harus diketahui bobotnya. Tujuan
dari pembobotan kriteria adalah untuk menjelaskan tingkat kepentingan masing-masing kriteria relatif terhadap kriteria lainnya. Namun, aplikasi empiris menyarankan bahwa metode
perbandingan berpasangan yang ada dalam pembobotan kriteria tersebut adalah salah satu tehnik yang paling efektif untuk pengambilan keputusan spasial yang memakai pendekatan berbasis GIS
Malczewski, 2006. Metode AHP dibangun berdasarkan tiga prinsip yaitu dekomposisi, penilaian komperatif dan sintesis prioritas. Selanjutnya metode AHP dapat dibagi menjadi:
1. Penyusunan hirarki AHP, dengan menguraikan permasalahan menjadi sebuah hirarki.
6 2. Perbandingan atas elemen pengambilan keputusan. Langkah pertama dengan
mengembangkan matriks perbandingan berpasangan dengan memasukkan nilai dalam skala 1 sampai 9. Langkah kedua, melakukan bobot kriteria dengan cara
dikomputasikan, dan langkah ketiga, yaitu menentukan konsistensi perbandingan dengan mengestimasikan perbandingan rasio.
3. Pembentukan Peringkat Prioritas, dengan cara menggabungkan bobot relative masing- masing tingkatan yang didapat dari tahap kedua.
2.4.
ALASAN PEMILIHAN LOKASI
Pemilihan lokasi studi yaitu berada di Kabupaten Boyolali. Hal tersebut didasari pada letak Kabupaten Boyolali yang berada pada jalur strategis Semarang
–Surakarta. Pada jalur strategis tersebut banyak terjadi mobilitas baik barang maupun manusia. Sehingga, seiring hal tersebut
akan berpengaruh pada tata guna lahan di Kawasan Kabupaten Boyolali tersebut. Terjadinya alih fungsi lahan dari area non terbangun menjadi kawasan terbangun pun tak dapat terelakkan, baik
itu berupa permukiman. Perubahan penggunaan lahan yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang akan menimpulkan kerusakan lingkungan. Sehingga perlu perlu dilakukan analisis terkait
penentuan lokasi yang berpotensi untuk dijadikan kawasan perumahan dan permukiman. Disamping hal tersebut. Berdasarkan RTRW Kabupaten Boyolali tahun 2011-2031 terkait
penyediaan perumahan baru dimana dalam penaatannya harus memenuhi beberapa aspek menurut ketentuan umum peraturan zonasi seperti kawasan yang terbebas dari gardu pembangkit,
memiliki jarak sekurang kurangnya 4,5m dari SUTT dan SUTET, tidak menggangu fungsi perkebunan, pembatasan di sekitar kawasan industri serta diluar zona utama pariwisata bentang
alam
2.5.
FAKTOR-FAKTOR PENENTU LOKASI
Faktor-faktor yang mempengaruhi atau perlu diperhitungkan dalam menentukan lokasi perumahan disebut faktor lokasi. Secara teknis, menurut SNI 03-1733-2004 tentang tata cara
perencanaan Lingkungan Perumahan di perkotaan ada beberapa aspek dalam perencanaan Perumahan dan Permukiman.
A. Persyaratan lokasi, yang berisi kriteria dalam penentuan lokasi perumahan
- Kriteria Keamanan yaitu dengan memperhatikan bahwa lokasi bukan merupakan
kawasan lindung, daerah buangan limbah prabik, daerah dibawah jaringan listrik serta daerah bebas bangunan pada area bandara.
- Kriteria Kesehatan, dengan memperhatikan bahwa lokasi tersebut bukan daerah
dengan tingkat pencemaran yang tinggi
7 -
Kriteria Kenyamanan, yaitu termasuk didalamnya kemudahan aksesibilitas, kemudahan berkomunikasi langsung dan tidak langsung, serta kemudahan
berkegiatan SPU -
Kriteria KeindahanKeserasianKeteraturan
Kompatibiltas yaitu
berupa mempertahankan karakteristik topografi dan lingkungan yang ada.
-
Kriteria Fleksibilitas, merupakan kemungkinan pemekaran lingkungan perumahan
yang dikaitkan dengan kondisi fisik lingkungan dan keterpaduan prasarana -
Kriteria Keterjangkauan Jarak, dengan memperhatikan jarak pencapaian ideal kemampuan sirkulasi masyarakat terhadap lokasi saran dan Prasarana umum
- Kriteria Lingkungan Berjati Diri, merupakan keterkaitan dengan sosial budaya
masyarakat setempat
B. Persyaratan Fisik, Ketentuan dasar fisik lingkungan perumahan harus memenuhi faktor-
faktor berikut ini: -
Ketinggian lahan tidak berada di bawah permukaan air setempat, kecuali dengan rekayasa teknis
- Kemiringan lahan tidak melebihi 15 dengan ketentuan:
1. Tanpa rekayasa untuk lahan bermorfologi datar landai dengan kemiringan 0-8 2. Dengan rekayasa untuk lahan dengan kemiringan 8-15
C. Kebutuhan Sarana dan Prasarana, teknis data dan informasi yang perlu dipersiapkan
adalah -
Data Kependudukan -
Kondisi topografi dan geografi area rencana sarana hunian -
Kondisi iklim, suhu, angina, kelembaban kawasan yang direncanakan -
Pertimbangan gangguan bencana alam -
Kondisi vegetasi eksisting dan sekitar -
Peraturan setempat, seperti rencana tata ruang meliputi GSB, KDB, KLB, dan sejenisnya, serta aturan bangunan secara spesifik, seperti aturan khusus arsitektur,
bahan bangunan dan keselamatan bangunan. Adapun faktor penentu lokasi yang dijadikan sebagai parameter penulis dalam analisis lokasi
perumahan dan permukiman tersebut antara lain :
8
A. Daya Dukung Tanah
Daya dukung tanah berkaitan langsung dengan proses pembangunan pondasi rumah. Daya dukung tanah dilihat dari peta jenis tanah.
B. Ketersediaan Air
Faktor ketersedian air tanah dan pdam sangat berpengaruh terhadap pendirian suatu bangunan permukiman dan perumahan, karena air merupakan kebutuhan vital dalam
kehidupan. Informasi ketersediaan air didapatkan dari Peta Air PDAM, Peta Kedalaman air tanah.
C. Kemiringan Lereng
Sesuai dengan kesesuain lahan kawasan permukiman serta standar teknisnya dimana pemukiman dapat didirikan pada topografi datar sampai bergelombang kelerengan 0-
15.
D. Aksesibiltas
Faktor aksesibilas sangat penting dalam penentuan lahan untuk permukiman. Kemudahan akses dalam mencapai lokasi permukiman menjadi daya tarik bagi
seseorang dalam membangun tempat tinggal. Analisis Aksesbilitas dinilai dari jarak ke jalan utama.
E. Perubahan lahan
Dalam menentukan lokasi lahan yang dapat diubah menjadi lahan terbangun harus mengetahui jenis penggunaan lahan asalnya agar tidak terjadi eksploitasi lahan yang
berlebihan. Pengubahan lahan pertanian menjadi lahan terbangun harus dikendalikan agar keseimbangan alam tetap terjaga.
F. Kerawanan Bencana
Sesuai dengan fungsi utama perumahan dan permukiman yaitu sebagai tempat tinggal mestinya harus menyediakan lingkungan yang sehat dan aman dari bencana alam
berupa gunung meletus, banjir, tanah longsor, erosi dan lain lain.
G. Jarak terhadap pusat Perdagangan dan fasilitas Pelayanan Umum
Kawasan pemukiman yang secara fisik ditunjukkan oleh kumpulan rumah-rumah yang mendominasi tata ruangnya dan memiliki berbagai fasilitas untuk mendukung kehidupan
perekonomian warganya secara mandiri. Analisis parameter ini dinilai dari jarak ke pasar, terminal dan rumah sakit.
9
BAB III PEMBAHASAN
3.1. REVIEW JURNAL
Penelitian yang berjudul “Pemanfaatan SIG Untuk Menentukan Lokasi Potensial Pengembangan Kawasan Perumahan Dan Permukiman” dengan mengambil studi Kasus di
Kabupaten Boyolali menggunakan metode AHP Analytic Hierarchy Process. Dalam metode
penilitian yang diterapkan pertama tama yaitu dengan menentukan parameter yang akan digunakan dalam penentuan lokasi perumahan dan permukiman di Kabupaten Boyolali dengan
bantuan SIG. Adapun parameter yang diambil peneliti antara lain Daya dukung lahan, Ketersediaan Air, Kemiringan lereng, Aksesibilitas, Perubahan lahan, Kerawanan bencana, dan
pelayanan umum. Secara garis besar metode penelitian yang dilakukan dapat dilihat pada diagram berikut
Gambar 3. Alur Penelitian
Dari analisis dan perhitungan dengan metode AHP dan klasifikasi peta menggunakan SIG dapat diketahui bahwa proses perbandingan pasangan cukup konsisten dengan nilai Rasio
konsistensi CR sebesar 0,089 pada BAPPEDA dan 0,018 pada DPU, atau dianggap sudah memenuhi syarat ≤ 0.1 Marimin, 2004 sehingga nilai bobot untuk ke tujuh parameter sudah dapat
digunakan untuk menentukan tingkat potensi lahan untuk lokasi perumahan dan permukiman. Dari
tahapan tersebut disajikan diagram persentase akan hasil pembobotan setiap parameter yang
10 akan digunakan. Dimana Kerawanan bencana memiliki bobot paling besar sebanyak 27,5,
sedangkan parameter dengan bobot paling kecil pada parameter Pelayanan Umum.
Gambar 4. Diagram hasil pembobotan parameter
Dengan menggunakan bantuan SIG, pengambilan keputusan untuk menentukan lokasi potensial pengembangan kawasan perumahan dan permukiman dilakukan dengan proses
skoring pemberian nilai pada parameter berdasarkan skor dari bobot yang dimiliki masing-masing parameter
Gambar 5. Peta potensi Lahan perumahan dan Permukiman Tabel 1.Tabel Kelas skoring Kawasan Potensial Pengembangan Perumahan dan Pemukiman
11 Berdasarkan hasil Skoring, sebagian besar Kawasan di kabupaten boyolali menunjukan
cakupan wilayah yang cukup potensial untuk pengembangan perumahan dan permukiman. Kecamatan yang memiliki daerah sangat berpotensi yaitu kecamatan yang berada ditengah
Kabupaten Boyolali. Hal ini disebabkan karena sebagaian besar penggunaan lahan di daerah tersebut tidak termasuk zona rawan bencana dan tingkat aksesbilitas yang baik, dimana kedua
aspek tersebut memilik bobot nilai yang paling tinggi. Kemudian setelah diperoleh kawasan terpilih, dilakukan proses overlay dengan peta peruntukan permukiman dari RTRW Boyolali tahun 2010-
2030 menggunakan bantuan SIG.
a
b
Gambar 6. Proses Overlay peta potensi pengembangan kawasan perumahan dan permukiman
a
Peta potensi lahan hasil proses skoring b Peta peruntukan permukiman RTRW 2010-2030 CPeta hasil overlay dengan bantuan SIG.
Tabel 2. Tabel Kelas Kawasan Potensial Pengembangan Perumahan dan Pemukiman hasil Overlay
C
12 Berdasarkan evaluasi terhadap hasil penelitian, dengan cara overlay potensi lahan dengan
RTRW 2010-2030 pada setiap kecamatan di Kabupaten Boyolali, menunjukan dominasi kesesuaian antara lahan sangat berpotensi dan RTRW terjadi pada semua Kecamatan.
Kecamatan yang memiliki kawasan sangat berpotensi dan menjadi prioritas daerah pengembangan kawasan perumahan dan permukiman sesuai RTRW paling luas berada di
Kecamatan Andong dengan luas 1645,82 ha, Kemudian Kecamatan Nogosari dengan luas 1578,40 ha, dan Kecamatan Boyolali seluas 1259,23 ha.
3.2. IMPLIKASI TEORI TERHADAP LOKASI YANG DIPILIH
Dalam penelitian tersebut, metode yang digunakan adalah metode AHP Analytic Hierarchy Process. Analisis tersebut merupakan metode pembobotan kriteria, yang dilakukan dengan
mengidentifikasi parameter sebagai dasar penilaian guna dilakukan analisis lebih lanjut. Pembobotan kriteria tersebut merupakan metode yang didasari oleh Multicriteria Decision Making
MCDM atau pengambilan keputusan. Kemudian setelah itu dilakukan proses skoring dengan pemberian nilai pada bobot yang dimiliki setiap parameter. Sehingga, akan muncul parameter yang
sangat berpengaruh maupun memiliki pengaruh yang kecil terhadap penentuan lokasi potensial perumahan dan permukiman.
Pada dasarnya penerapan metode AHP tersebut sudah sesuai dengan prosedur metode. Disamping itu, dalam penelitian tersebut lebih ditekankan dalam penggunaan SIG Sistem
Informasi Geografis untuk melakukan analisis. Peran SIG disini sangat berpengaruh sekali dalam merepresentasikan output yang dihasilkan, yang berupa peta kawasan potensi pengembangan
perumahan dan permukiman. Selain itu pemanfaatan lain dari SIG yaitu sebagai instrument dalam melakukan overlay antar parameter untuk memperoleh peta kesesuaian lahan dan juga overlay
terhadap RTRW Kabupaten Boyolali. Sehingga dari penerapan SIG tersebut dapat mempermudah peneliti dalam menentukan skoring dan pembobotan pada parameter yang gunakan.
Penerapan dari Multicriteria Decision Making juga sangat tepat dalam tahapan pengambilan keputusan. Pasalnya, akan dilakukan penelitian ulang apabila hasil dari metode AHP
dan penggunaan GIS tersebut dirasa belum diterima dan masih dirasa kurang sesuai. Hingga hasil tersebut memiliki kesesuaian dengan parameter dengan atribut yang berbeda-beda tersebut. Akan
tetapi, jika ditinjau lebih dalam lagi ditemukan kelemahan-kelemahan dalam penerapan teori tersebut. Teori tersebut masih bisa dilakukan penambahan parameter guna memperoleh data
yang benar-benar valid. Seperti data Kepemilikan Tanah maupun data Kependudukan. Selain itu dapat diterapkan juga teori Barry dan Harton. Mereka menjelaskan hubungan
antara harga tanah dengan pencapaian atau aksesibilitas yang diukur dengan jarak dari pusat
13 kota. Teori tersebut dapat diterapkan dalam kawasan studi karena lokasi dari Kabupaten Boyolali
yang strategis, yaitu berada di jalur anatara Kota Solo-Semarang. Perkembangan perumahan dan permukiman di kawasan tersebut besar kemungkinan akan dipengaruhi karena aksesibilitas yang
mudah menuju ke kota, sehingga penerapan metode tersebut dapat menguntungan pihak developer maupun masyarakat. Masyarakat memperoleh aksesibilitas yang mudah namun dengan
biaya tanah yang mahal. Sedangakan untuk developer sewa tanah jika sudah dibangun perumahan di pinggir jalan utama akan lebih mahal harganya dibanding di daerah yang tidak
berada di dekat jalan utama.
BAB IV PENUTUP
4.1 LESSON LEARNED
Dari pemaparan di atas didapatkan beberapa pembelajaran antara lain adalah mengenai pemanfaatan Sistem Informasi Geografis SIG. Nampak bahwa SIG bisa digunakan untuk
membantu suatu penelitian yang berhubungan dengan analisis lokasi dan keruangan. Parameter yang digunakan sudah sesuai dengan apa yang dibutuhkan dalam penentuan lokasi, dan
ketersediaan data spasial yang dimiliki pada peta. Mengingat semakin berkembangnya teknologi dan informasi, maka pemanfaatan SIG akan semakin diperlukan. Di dalam menentukan suatu
lokasi perumahan harus memperhatikan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Pasalnya setiap parameter memiliki atribut yang berbeda sehingga dilakukan identifikasi nilai pembobotan pada
tiap parameter. Yang mana yang paling berpengaruh dan mana yang tidak begitu berpengaruh. Pemanfaatan SIG dalam metode AHP juga sangat menguntungkan bagi peneiliti karena
dengan tools tersebut peneliti dapat lebih mudah dalam merepresentasikan serta menyampaikan informasi secata tepat dari hasil analisis yang dilakukan. Selain itu, dikarenakan penelitian tersebut
berupa penentuan lokasi potensi, dengan penggunaan SIG tersebut dapat memberikan output informasi berupa peta terkait persebaran lokasi berpotensi untuk dikembangkan sebagai
perumahan dan permukiman. Selain itu, pembelajaran yang diperoleh adalah mengetahui akan parameter serta teori apa saja yang diperlukan dalam analisis lokasi perumahan dan permukiman.
Disamping itu, dalam melakukan penelitian hal yang terpenting dalam proses pengambilan kesimpulan dan keputusan adalah selalu berpatokan terhadap peraturan ataupun rencana tata
ruang yang telah diterapkan. Dimana dalam penelitian ini adalah RTRW Kab.Boyolali 2010-2030. Penelitian tersebut sudah melakukan overlay dengan peraturan tata ruang yang berlaku. Sehingga
hasilnya dapat mewujudkan kawasan perumahan dan permukiman yang sustainable.